• Tidak ada hasil yang ditemukan

III METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pikir Penelitian

Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33, ayat (1) menyatakan bahwa Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, artinya bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional (ayat 4), sehingga bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (ayat 3).

Asas kekeluargaan dan prinsip perekonomian nasional tersebut dimaksudkan sebagai rambu-rambu yang sangat penting dalam upaya mewujudkan demokrasi ekonomi di Indonesia, hal ini sangat penting agar seluruh sumber daya ekonomi nasional digunakan sebaik-baiknya, yang ada harus dialokasikan secara efisien untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara sehat dan sekaligus untuk mencapai keadilan. Kemajuan ekonomi di seluruh wilayah tanah air harus diperhatikan keseimbangannya dan dalam menerapkan otonomi daerah harus pula dijaga kesatuan ekonomi nasional dalam rangka mendukung dan mewujudkan ekonomi yang adil dan makmur bagi semua yang pelaksanaannya diatur dalam undang-undang.

Berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah terkait dengan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten atau kota menyangkut pengendalian lingkungan hidup diatur pada Pasal 14 ayat 1, butir j; selain itu pemerintah daerah dapat memiliki BUMD sebagaimana diatur pada Pasal 177. Kemudian Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Pasal 40, ayat (1), (3), bahwa pemenuhan air baku untuk air minum rumah

(2)

tangga dilakukan dengan pengembangan SPAM merupakan tanggung jawab pemerintah daerah dan sebagai penyelenggaranya adalah Badan Usaha Milik Daerah. Atas dasar kedua undang-undang tersebut dibuat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), disebutkan bahwa pengembangan SPAM diselenggarakan berdasarkan pada asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta tranparansi dan akuntabilitas (Pasal 3) dan bertujuan untuk : (a) terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga terjangkau; (b) tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa pelayanan (dalam hal ini PDAM); dan (3) tercapainya peningkatan efisiensi dan cakupan pelayanan air minum (Pasal 4), selain itu pemerintah daerah memiliki wewenang dalam pengembangan SPAM yang bertanggungjawab dalam memfasilitasi pemenuhan kebutuhan air baku untuk kebutuhan pengembangan SPAM dan menjamin penyelengaraannya secara berkelanjutan (Pasal 40).

Agar organisasi pengembangan SPAM dapat berjalan lebih efektif dan efisien, kemudian pemerintah memayunginya dengan Peraturan Presiden RI Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 294/PRT/M/2005 tentang Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, tujuh Peraturan Menteri dalam Negeri, antara lain Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1998 tentang Pedoman Penetapan Tarif PDAM, Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kepengurusan PDAM, dan lain-lain termasuk agar memenuhi standar kehandalan yang mampu meningkatkan standar pelayanan minimal (SPM) tentang kualitas air sesuai dengan standar kesehatan berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 Tahun 2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.

(3)

Sumberdaya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan, dan ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras. Fungsi sosial berarti bahwa sumberdaya air untuk kepentingan umum lebih diutamakan daripada kepentingan individu. Fungsi lingkungan berarti bahwa sumberdaya air menjadi bagian dari ekosistem sekaligus sebagai tempat kelangsungan hidup flora dan fauna. Fungsi ekonomi berarti bahwa sumberdaya air dapat didayagunakan untuk menunjang kegiatan usaha; hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU No. 7 Tahun 2004.

Kawasan hulu DAS Cisadane yang menjadi sumber air permukaan sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, salah satunya adalah dijadikan sumber intake bagi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Pakuan Kota Bogor yaitu Intake Ciherang Pondok pada elevasi 373.2 meter. Air baku lainnya bersumber dari 4 (empat) mata air yang meliputi Mata Air Kota Batu dengan elevasi 340 meter, Mata Air Tangkil dengan elevasi 481,36 meter, Mata Air Palasari dan Mata Air Bantar Kambing dengan elevasi 427.23 meter. Keempat mata air dan Intake Ciherang Pondok melayani pelanggan air bersih sebanyak 77 929 pelanggan (Agustus, 2008), data pelanggan sampai dengan Desember 2008 jumlahnya mencapai 79.585, data sampai dengan Desember 2009 mencapai 86.587; sementara itu di PDAM Kabupaten Bogor mencapai 120 873 pelanggan (Desember 2009) dengan beragam pelanggan, meliputi kelompok pelanggan: Sosial Umum, Sosial Khusus, Rumah Tangga Kelas A, Kelas B, dan Kelas C, Instansi Pemerintah, Niaga Kecil dan Niaga Besar. Nampak bahwa air baku memberikan manfaat hidrologis yang salah satunya digunakan sebagai air bersih atau air minum yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Hubungan hulu – hilir tersebut merupakan suatu hubungan hidro-ekologis yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya.

Terkait keberadaan hubungan antara sumber air baku di hulu dengan para pengguna jasa lingkungan di hilir tersebut maka diperlukan adanya pendekatan penilaian kebijakan pilihan yang sebaiknya dapat diterapkan

(4)

secara lokal (specific location) bahkan dalam skala daerah, regional dan nasional dengan menggunakan AHP, sementara nilai atas beban konservasi di daerah hulu akan didekati dengan kesanggupan para pengguna jasa lingkungan dengan penilaian WTP untuk setiap kelompok pengguna pemanfaaat jasa air minum. Untuk masyarakat di hulu akan dinilai kesediaan untuk melakukan konservasi (WTC) dan kesediaan menerima pembayaran (WTA) dalam bentuk regresi logistik multinomial.

Uraian deskriptif sebagaimana telah diuraikan merupakan kerangka pikir atas penelitian ini, diharapkan mekanisme hubungan hulu hilir dalam hal penggunaan sumberdaya air mampu memberikan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya tentang upaya memperbanyak pemikiran terkait dengan persoalan-persoalan mekanisme pembayaran jasa lingkungan sumberdaya air pada khususnya. Dengan demikian kebijakan terkait dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang bersifat specific location tentang sumberdaya air mampu dijadikan masukan kebijakan bagi pemerintah daerah maupun nasional. Kerangka pikir penelitian Pengembangan Kebijakan Pembayaran Jasa lingkungan dalam Pengelolaan Air Minum di DAS Cisadane Hulu disajikan pada Gambar 3.1.

Bagan alir kerangka pikir penelitian (Gambar 3.1), pemanfaatan air baku sebagai air minum yang berasal dari kawasan hulu merupakan kawasan yang secara lingkungan perlu dipelihara dengan baik agar berkelanjutan, sehingga diperlukan: (1) adanya langkah-langkah kebijakan dalam pengelolaan kawasan sumber air baku, (2) bagaimana mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang terjadi antara penyedia dan pengguna jasa lingkungan, (3) bagaimana alokasi air minum tersebut terhadap penggunanya agar tetap berkelanjutan, sehingga pentingnya keseimbangan dan alokasi yang adil terhadap pemanfaatan sumberdaya air dimaksud. Ketiga kebijakan tersebut berkaitan dengan karakteristik ketersediaan dan kebutuhan air minum di tingkat lokal dan bersifat antar wilayah, sehingga dimungkinkan terjadinya keseimbangan antara suplai dan permintaan.

(5)

Keterangan: : Kesatuan Analisis; : Kajian (Input-proses-output-outcome) Gambar 3.1 Diagram Alir Kerangka Pikir Penelitian

UUD 1945 Pasal 33 ayat (1,3,4); UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Pasal 40), dan PP Pengembangan SPAM No 16 Tahun 2005

Komunitas Masyarakat Hulu (Penyedia Jasa Lingkungan Air) JASA LINGKUNGAN LAINNYA Wilayah Hulu

(DAS Cisadane Hulu)

SUMBER AIR BAKU (JASA PENYEDIAAN AIR MINUM) Upaya Rehabilitasi dan Konservasi Wilayah Hulu Penyangga Sistem Kehidupan Ketersediaan Air (Supply Side) Air Indus-tri De-mand Side Jaminan Kontinui-tas Air Kebutuh-an Air Lainnya Wisata Air (Jungle) Air Per-tanian

Persepsi WTA dan Konservasi

Pemanfaatan Air Baku untuk Air Minum dan Penentuan Harga Air

Mata Air Minum Swasta-1 Mata Air Bantar Kambing Mata Air tangkil Mata Air Ciburial Mata Air Kota Batu Mata Air Minum Swasta-2

PDAM Kota/Kabupaten Bogor WTP Persepsi

Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan SPAM dengan Mekanisme PJL Prospek Alokasi Air Minum (MDGs) Nilai Jasa Lingkungan

(Kontribusi Konservasi SDA)

Kontribusi Hilir ke Hulu Dana Konservasi Kawasan Mekanisme Alokasi SD Air

(6)

Menurut Flint (2003) menyebutkan bahwa pengelolaan air berkelanjutan setidaknya diindikasikan oleh tiga hal, yaitu : (a) tersedianya air yang cukup dan aman untuk memenuhi berbagai kebutuhan, (b) mengalokasikan air secara efektif dan adil diantara pengguna, dan (c) adanya upaya perlindungan terhadap sumber-sumber air dari ancaman degradasi. Oleh karena itu kebijakan dalam mengelola kawasan sumber air dan pemanfaatan airnya harus dapat memberikan manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan bagi masyarakat, sehingga kebutuhan air minum lokal yang bersifat antar wilayah (hulu-hilir) perlu dikelola secara berkelanjutan, terpadu dan komprehensif dengan tetap memperhatikan ketersedian tata ruang dan wilayah yang telah ada. Mekanisme pembayaran jasa lingkungan termasuk didalamnya jasa air adalah salah satu inovasi pengelolaan lingkungan secara lestari. terpadu dan menyeluruh yang cukup dikenal di berbagai belahan dunia. Hal ini sangat beralasan karena seperlima penduduk dunia kekurangan akses terhadap fasilitas air bersih dan separuh penduduk dunia kekurangan akan fasilitas kesehatan.

Cruz et al. (2000) menyebutkan bahwa biaya untuk penggunaan air yang berasal dari sumber air dari kawasan hutan belum memasukkan biaya perlindungan dan pengelolaan yang sebenarnya serta biaya kerusakan lingkungan yang timbul akibat pemanfaatan air, sehingga nilai air umumnya dibawah nilai yang sebenarnya. Untuk itu pembayaran jasa lingkungan menjadi penting dalam membiayai konservasi kawasan sumber airnya di daerah hulu. Jasa lingkungan adalah semua yang disediakan oleh hutan dan perkebunan ataupun ladang serta memiliki sebuah pengaruh terhadap perlindungan dan perbaikan kawasan hutannya. Menurut Rosa et al. (2005) bahwa yang termasuk jasa lingkungan antara lain perlindungan air untuk wilayah perkotaan, perdesaan atau penggunaan lainnya.

Perlindungan air dengan tujuan untuk melakukan konservasi di daerah hulunya perlu diteliti, sehingga diperlukan adanya penilaian tentang perilaku petani di hulu untuk melakukan sistem pertanian yang berbasis

(7)

konservasi dan ramah lingkungan. Selain itu, diperlukan pula penilaian besarnya kontribusi guna membiayai konservasi tersebut dengan menggunakan pendekatan kesediaan membayar (willingness to pay atau WTP) dari para pemanfat air, termasuk juga diperlukan pula adanya kebijakan dalam mempertahankan kawasan hijau terbuka di daerah hulu dalam bentuk peraturan baik berupa peraturan daerah ataupun kesepahaman komitmen antara masyarakat penyedia jasa lingkungan di hulu dengan masyarakat pengguna jasa lingkungan di hilir. Keterikatan bentuk formal berupa peraturan atas beban konservasi di daerah hulu oleh masyarakat pengguna jasa lingkungan di hilir merupakan outcome dari penelitian ini sebagai jawaban pentingnya mekanisme pembayaran jasa lingkungan air di DAS Cisadane hulu.

3.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang, permasalahan yang terjadi, hasil-hasil penelitian dan studi terdahulu serta kerangka pemikiran dan tujuan penelitian, maka hipotesis penelitian adalah :

1. Masyarakat belum memahami dan mengapresiasi tentang pembayaran jasa lingkungan air minum.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan masyarakat untuk melakukan kegiatan konservasi lahan dan air (PMK) dipengaruhi oleh luas lahan, jumlah tanggungan keluarga, usia kerja dalam keluarga, umur, pendidikan, pendapatan, kemauan masyarakat menanam pohon, masyarakat melakukan terasering, jarak lahan ke sumber mata air, persepsi terhadap lingkungan, persepsi terhadap PJL).

3. Pemahaman dan apresiasi masyarakat tentang pembayaran jasa lingkungan air minum ditunjukan oleh kesediaan membayar (WTP) dan kesediaan menerima (WTA), meliputi: (3a) Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk membayar jasa lingkungan air (WTP)

(8)

dipengaruhi oleh umur, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, jenis pekerjaan, pendapatan, pandangan terhadap PJL, pandangan terhadap masyarakat di hulu, pandangan terhadap masyarakat dalam melakukan konservasi, insentif bagi masyrakat hulu, pengaturan mekanisme PJL, persepsi terhadap pentingnya WTP, jarak rumah ke sumber mata air, pengalaman atau lama bekerja; dan (3b) Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan untuk menerima pembayaran (WTA) dipengaruhi oleh umur, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, jenis pekerjaan, pendapatan, jenis kelamin, jarak rumah ke sumber (mata) air baku, persepsi atas insentif PJL, persepsi terhadap adanya WTP, persepsi terhadap masyarakat dalam melakukan konservasi, pandangan terhadap PJL, persepsi pentingnya konservasi di hulu.

4. Pilihan untuk menetapkan jasa lingkungan diperlukan pentingnya pengembangan kebijakan pembayaran jasa lingkungan (PJL) berupa pilihan kebijakan dalam pembayaran jasa lingkungan guna tujuan perbaikan kualitas hidup masyarakat di hulu.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari November 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilakukan di DAS Cisadane hulu yang terkait dengan Daerah Tangkapan Air yang dijadikan sumber intake bagi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Pakuan Kota Bogor yaitu Intake Ciherang Pondok dan 4 (empat) lokasi sumber air baku PDAM, meliputi : Mata Air Kota Batu, Mata Air Tangkil, Mata Air Palasari, dan Mata Air Bantar Kambing. Pada PDAM Tirta Kahuripan mencakup MA Cibedug, MA Ciburial dan beberapa mata air milik pengusaha air curah, dan perusahaan AMDK yang meliputi 6 kecamatan, yaitu Kecamatan Ciawi, Caringin, Cigombong, Cijeruk, Tamansari dan Ciomas di Kabupaten Bogor.

(9)

Pemilihan lokasi di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor yang termasuk dalam DAS Cisadane hulu dilakukan secara sengaja, bersifat sebagai lokasi khusus (specific location) dalam kaitannya dengan studi yang dilakukan tentang kebijakan pembayaran jasa lingkungan dalam pengelolaan air minum terutama daerah (desa dan kecamatan) yang secara signifikan banyak dijumpai perusahaan pengelola air minum yang sumber air bakunya bersumber dari aliran permukaan ataupun air bawah tanah yang masuk dalam kawasan DAS Cisadane hulu. Hal ini, alasannya antara lain berdasarkan pada faktor kemudahan dalam hal pertimbangan aksesibilitas, keterjangkauannya serta sumberdaya dan dana penelitian.

Lokasi penelitian secara visual disajikan pada Gambar 3.2, dan Gambar 3.3. Gambar 3.2 Peta wilayah DAS Cisadane dan wilayah sungai lainnya di Jawa Barat; Gambar 3.3 Peta Lokasi Penelitian dan banyaknya Perusahaan yang mengelola air permukaan di DAS Cisadane (hulu) di Kota dan Kabupaten Bogor; Gambar 3.4 Peta Daerah Aliran Sungai Cisadane dan DAS Cisadane hulu pada Peta Kabupaten Bogor.

Gambar 3.2 Peta Lokasi dan DAS Cisadane Hulu di Jawa Barat DAS Cisadane Hulu

(10)

Gambar 3.3 Peta Lokasi Penelitian dan Perusahaan Pemanfaat Air Permukaan dan Air Bawah Tanah

di DAS Cisadane Hulu 6 ° 4 0 ' 6° 4 0 ' 6 ° 3 0 ' 6 ° 3 0 ' 6 ° 2 0 ' 6° 2 0 ' 106°30' 106°30' 106°40' 106°40' 106°50' 106°50' 107°00' 107°00' 107°10' 107°10' Kec. Babakan Madang Kec. Bojong Gede Kec. Caringin Kec. Cariu Kec. Ciampea Kec. Ciawi Kec. Cibinong Kec. Cibung-bulang Kec. Cigombong Kec. Cigudek Kec. Cijeruk Kec. Cileungsi Kec. Ciomas Kec. Cisarua Kec. Ciseeng Kec. Citeureup Kec. Dramaga Kec. Gunung Sindur Kec. Gunung Putri

Kec. Jasinga Kec. Kec. Jonggol Kemang Kec. Klapanunggal Kec. Leuwiliang Kec. Leuwisadeng Kec. Megamendung Kec. Nanggung Kec. Pamijahan Kec. Parung Kec. Ranca bungur Kec. Rumpin Kec. Sukajaya Kec. Sukamakmur Kec. Suka Raja Kec. Tajur halang Kec. Taman sari Kec. Tanjungsari Kec. Tenjo Kec. Tenjo laya Kec. Parung panjang KOTA BOGOR KOTA DEPOK

DKI JAKARTA BEKASIKOTA KABUPATEN TANGERANG KAB. LEBAK KABUPATEN SUKABUMI KABUPATEN CIANJUR KABUPATEN KARAWANG KABUPATEN BEKASI PETA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KABUPATEN BOGOR

SKALA 1 : 450.000 DAS DAS CIDURIAN DAS CILIWUNG DAS CIMANCEURI DAS CISADANE DAS CITARUM DAS KALI BEKASI 1 1 2 2 2 3 3 4 4 4 4 5 5 6 6

Gambar 3.4 Lokasi Penelitian DAS Cisadane Hulu pada Peta Kabupaten Bogor Lokasi Penelitian DAS Cisadane Hulu Kota Bogor Lokasi Pene-litian

(11)

3.4 Tahapan Penelitian

Pada tahap pra-penelitian, dilakukan kajian terbatas atas data sekunder baik di perpustakaan umum, ataupun instansi terkait dengan pengelolaan DAS Cisadane, antara lain: Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air (PSDA) Ciliwung-Cisadane, Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Citarum-Ciliwung dan melakukan survai lapang terbatas atas DAS Cisadane di Kecamatan-kecamatan: Ciawi, Cijeruk, Caringin, Cigombong, Tamansari dan Ciomas Kabupaten Bogor, dan Kecamatan-kecamatan Bogor Selatan, Bogor Tengah, dan Bogor Barat di Kota Bogor. Kemudian melakukan perumusan masalah studi dan menetapkan tujuan penelitian.

Pada tahapan selanjutnya adalah melakukan analisis deskriptif atas kondisi biofisik, sosial, budaya dan ekonomi di DAS Cisadane hulu dengan mengumpulkan data sekunder yang sesuai dan mendukung penelitian ini. Atas dasar pertimbangan dan kajian kondisi eksisting, maka dilakukan pengambilan sampel bagi penyedia jasa lingkungan di wilayah hulu dengan penetapan kecamatan contoh dan responden secara acak terpilih guna dianalisis dalam kaitannya dengan kemauan petani dalam melakukan usahatani dan wanatani berbasis konservasi yang dapat mempertahankan ketersediaan air karena wilayahnya dipertahankan secara ramah lingkungan.

Untuk mengetahui pengembangan kebijakan, maka diperlukan analisis kebijakan tentang peraturan yang mengatur tentang mekanisme pembayaran jasa lingkungan, baik secara deskriptif maupun secara actual dengan menggunakan analisis hirarki proses (AHP). Berdasarkan proses-proses kajian sebagaimana telah diuraikan, kemudian dilakukan analisis WTP pada para pengguna atau pemanfaat jasa lingkungan, yang dalam hal ini adalah para pengelola pengembangan SPAM baik yang berbentuk PDAM di Kota dan Kabupaten Bogor, maupun pengelola air dalam kemasan yang ada di sekitar DAS Cisadane hulu, kabupaten Bogor. Secara umum sistimatika tahapan penelitian tersebut disajikan pada Gambar 3.5.

(12)

Gambar 3.5 Diagram Alir Tahapan Penelitian

Mulai

Pra

Riset

Studi Pustaka dan Survai Lapang

Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian: Menganalisis Kebijakan

PJL dalam Pengelolaan Air Mimun

Analisis

Deskriptif

Kondisi Biofisik, Kelembagaan, dan

Sosial Ekonomi DAS Cisadane Hulu

Keragaan Petani terhadap

Konservasi DAS Cisadane Hulu

Analisis WTC

(Binery Choice)

dan WTA

Kelembagaan Mekanisme PJL Air

Verifikasi dan Validasi Model Binery Choice , WTA, WTP, dan AHP

Keragaan Eksisting

Kebijakan Sumberdaya Air

Analisis

Deskriptif

Metoda AHP

Strategi Kebijakan

Berbasis Ekosentrisme

Pengelola SPAM

Pembayaran

Jasa Lingkungan

Metoda

CVM

Analisis Model WTP Faktor-faktor yang Mempengaruhi WTP

Rekomendasi Pengembangan Kebijakan PJL Sumberdaya Air

(13)

3.5 Pengambilan Contoh

Dalam melaksanakan pengumpulan data primer, penetapan lokasi sampel dilakukan secara sengaja (pusposive sampling), yaitu 6 kecamatan meliputi Kecamatan-kecamatan: Ciawi, Caringin, Cigombong, Cijeruk, Tamansari, dan Ciomas di Kabupaten Bogor dan 3 kecamatan di Kota Bogor, meliputi: Bogor Selatan, Bogor Tengah, dan Bogor Barat. Penetapan responden dalam penelitian ini menggunakan metode acak sederhana (simple random sampling) dan dengan metode stratifikasi (stratified random sampling) secara sengaja sesuai dengan keberadaan sumber (mata) air baku yang dikelola menjadi air minum yang dikelompokan menjadi responden masyarakat hulu, pemanfaat atau pengusaha air perorangan, badan usaha swasta, pejabat terkait dengan pengelolaan sumberdaya air dan karyawan perusahaan atau kelembagaan PDAM Tirta Pakuan dan Tirta Kahuripan. Adapun jenis dan jumlah responden disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Jenis dan Jumlah Responden Penelitian

No Jenis Responden Jumlah Kajian

1. Rumah Tangga Petani Hulu (6 lokasi)

32 Perilaku Masyarakat dalam Melakukan Konservasi (PMK) 2. Rumah Tangga atau

Masyarakat Umum

35 Kesediaan Menerima (WTA) dan Persepsi Linkungan; 3. Pengguna jasa

Lingku-ngan

36 Kesediaan Membayar (WTP) dan Persepsi Lingkungan 4. Perusahaan pengelola

air minum dan PDAM

41 Pemakaian air curah, AMDK dan air bersih serta NPA

5. Tokoh Masyarakat/LSM 7 Persepsi terhadap PJL 6. Penanggungjawab

SPAM

4 Pengelolaan SPAM dan PJL 7. Lembaga Konservasi 2 Pengelolaan Dana Konservasi 8. Pejabat

Pemerintah/Eksekutif

12 Persepsi Lingkungan, PJL, Anggaran dan Kebijakan 9. Anggota Legislatif 2 Persepsi Lingkungan, PJL,

Anggaran dan Kebijakan 10 Pakar Sumberdaya Air

dan Ekonomi

Lingkungan

2 Persepsi terhadap Kebijakan dan Mekanisme PJL SD Air J u m l a h 173

(14)

3.6 Data Penelitian dan Variabel yang Diamati

Data penelitian yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, meliputi parameter fisik-kimia, lingkungan ekologi wilayah hulu-hilir, ekonomi, sosial, dan kelembagaan. Secara rinci jenis data dan variabel yang diamati atau dikumpulkan disajikan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Parameter, Data, Variabel, dan Jenis Data Penelitian

No. Parameter Data Variabel Jenis Data

1 Lingkungan

Air

Ketersediaan dan

Kebutuhan Air Sekunder

Debit air permukaan

dan air bawah tanah Sekunder

Kualitas dan Kuantitas

air dan jumlah sungai Sekunder

Iklim

Curah hujan Sekunder

Kelembaban Sekunder

Kecepatan angin Sekunder

Lahan

Fisiografi lahan dan

Akuifer, jarak rumah Sekunder

Hidrogeologi,

Topografi, kontur dan kemiringan Sekunder Sarana dan prasarana Sarana pengolahan limbah Sekunder

Pengolahan air minum Sekunder

Kualitas lingkungan

Kondisi lingkungan

secara umum Sekunder

Degradasi lingkungan

Lahan dan kekurangan

air dan kehilangan air Sekunder

Menurunnya debit air Sekunder

Kekeruhan air sungai Sekunder

2 Ekonomi

Usahatani-Wana Tani

Faktor input produksi

Kondisi faktor input

produksi Primer/sekunder

Input dan jenis produk Primer/sekunder

Kondisi suplai bahan

baku Primer/sekunder

Kondisi suplai air Primer/sekunder

Industri dan investasi Perkembangan jumlah perusahaan (air bersih) Primer/sekunder Perkembangan

(15)

Lanjutan ...

No. Parameter Data Variabel Jenis Data

Produksi dan pemasaran Perkembangan produksi Primer/sekunder Perkembangan pemasaran Primer/sekunder Permintaan dan penawaran

Kebutuhan SD Air Sekunder

Ketersediaan SD Air Sekunder

Perkembangan harga

(tarif) air Sekunder

Pendapatan Pendapatan rumah

tangga., stakeholders Primer/Sekunder

Ekonomi

makro PDRB Sekunder

Tenaga kerja

Jumlah lapangan kerja

tersedia Primer/Sekunder

Jumlah usia kerja

dalam keluarga Primer/Sekunder

Pengalaman atau

lama bekerja Primer/sekunder

Jenis pekerjaan Primer/sekunder

3 Sosial dan kelemba-gaan Hubungan sosial antara industri rumah tangga dan air, usahatani-wana tani dan masyarakat sekitar Program pemberdayaan dan kelembagaan masyarakat Primer/sekunder Modal sosial masyarakat atau Konflik sosial yang terjadi

Primer/sekunder

Pendidikan Tingkat Pendidikan Primer/sekunder

Kebijakan dan regulasi pemerintah Peraturan dan kebijakan yang mendorong aktivitas industri rumah tangga, usahatani-wanatani

Primer/sekunder

Peraturan atau

kebijakan SPAM Primer/sekunder

Kelem-bagaan

Keberadaan lembaga pengelola air

masyarakat, rumah tangga/wana tani, atau lembaga lainnya

(16)

3.7 Pengolahan Data

Data yang terkumpul baik yang bersifat kualitatif diolah secara deskriptif; sedangkan pengolahan data kuantitatif menggunakan software komputer. Dalam hal ini pengolahan dan analisis data dilakukan dengan bantuan paket program software SPSS versi 17. Sedangkan pengolahan dan analisis data dalam proses AHP dalam penelitian ini menggunakan perangkat lunak Criterium Decision Plus (CDP) version 3.04s.

3.8 Analisis Penelitian

Penelitian ini dibagi dalam beberapa bagian yaitu : (1) Analisis ketersediaan dan kebutuhan air minum masyarakat melalui SPAM PDAM Tirta Pakuan dan PDAM Tirta Kahuripan, (2) Analisis Perilaku masyarakat untuk melakukan konservasi lahan dan air, (3) Analisis WTP dan WTA (4) Menetapkan besaran nilai dana kompensasi konservasi sumber air minum dari pengguna air minum untuk penyedia jasa lingkungan di daerah hulu, (5) Analisis Kebijakan PJL berbasis ramah lingkungan dalam bentuk pilihan kebijakan dengan AHP yang merekomendasikan pentingnya mekanisme pembayaran jasa lingkungan

3.8.1 Analisis ketersediaan dan pemakaian air minum

Dalam mengukur ketersediaan dan pemanfatan sumber air baku akan dilakukan dari data sekunder instansi terkait di DAS Cisadane Hulu yang terkait dengan daerah tangkapan air. Dengan PDAM Tirta Pakuan tentang sumber intake Ciherang Pondok, Cipaku dan 4 sumber air baku: mata air Kota Batu, Tangkil, Palasari, dan Bantar Kambing; pada PDAM Tirta: mata air Ciburial dan Cibedug maupun pada perusahaan perorangan dan badan usaha swasta yang mengelola pengembangan SPAM dan pengelolaan air minum curah dan AMDK; dalam hal ini menggunakan data primer lembaga pengelola air minum atau SPAM yang bersangkutan dengan wawancara kuesioner atau menggunakan data sekunder dari lembaga.

(17)

Pendekatan perhitungan jumlah ketersediaan air tanah dilakukan dengan pendekatang perhitungan hidrologi, yaitu:

Qinf

dimana : Q

= e x P x A x 0.001

inf : Infiltrasi atau pengisian air tanah (juta m3 e : Koefisien infiltrasi air tanah (tanpa satuan)

per tahun)

P : Curah hujan tahunan rata-rata (mm per tahun) A : Luas daerah tampungan air (km2)

Pengukuran kuantitas (debit) air dilakukan untuk mendapatkan data tentang debit air (m3

Adapun untuk mengetahui kualitas air, menggunakan data sekunder dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup, Bappeda, perusahaan pengelola air minum atau instansi lainnya terkait, misalnya untuk mengamati parameter fisik misalnya bau, jumlah zat terlarut, kekeruhan, TSS, rasa, suhu, dan warna. Parameter kimia misalnya COD, kandungan besi, kesadahan, khlorida, mangan, natrium, pH, sulfat, dan zat organik. Parameter biologi misalnya kandungan bakteri e-coli, dan BOD. Hasil analisis kualitas air selanjutnya dibandingkan dengan kriteria baku mutu air minum yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 yang landasannya adalah PP Nomor 16 Tahun 2005 tentang SPAM yang dalam Pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa air minum yang dihasilkan SPAM yang digunakan oleh masyarakat pengguna atau pelanggan harus memenuhi kualitas pada PP Menteri Kesehatan tersebut.

/detik) yang berada pada sumber air baku, seperti intake Ciherang Pondok, maupun yang ada di tiga lokasi sumber mata air yaitu: Kota Batu, Tangkil, dan Bantar Kambing, juga dilakukan terhadap pada mata air lainnya, seperti mata air Ciburial.

Pemakaian dalam pemanfaatan sumberdaya air untuk keperluan air minum oleh para pengusaha, berupa data riil pemakaian air diperoleh dengan cara melakukan survai dan/atau wawancara langsung dengan para pengelola air minum baik pada perusahaan perorangan, badan usaha

(18)

swasta ataupun PDAM di lokasi studi dalam pengelolaan air curah, air minum dalam kemasan (AMDK) maupun air bersih atau air minum PDAM.

3.8.2 Analisis neraca air baku (air minum)

Menurut Rachmat dalam Delinom dan Marganingrum 2007 konsep neraca air adalah volume (mm x m2) per satuan luas (m2

Neraca air yang digunakan pada penelitian ini menggunakan data dari dari Balai Pendayagunaan Sumber Daya Air (BPSDA) Ciliwung

). Data Input yang digunakan adalah potensial evapotranspirasi dan curah hujan bulanan. Data tambahan berupa kapasitas simpanan air tanah. Output yang diperoleh adalah informasi simpanan air tanah, kelebihan air, aliran langsung (run off).

Metode neraca air ini dikenal dengan suatu sistem tata buku atau sistem lajur-lajur. Parameter yang dihitung berdasarkan data curah hujan dan evapotranspirasi potensial. Apabila berkurangnya curah hujan terhadap evapotranspirasi potensial bernilai negatif maka akan terjadi pengurangan nilai kelembapan tanah, dan bila kelembapan tanah telah habis maka kekurangannya diperoleh dari volume simpanan. Kelebihan air terjadi bila curah hujan dikurangi evapotranspirasi potensial melebihi kapasitas medan. Jadi besarnya kelebihan air berasal dari curah hujan yang dikurangi dengan evapotranspirasi potensial dan air yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi kelembapan tanah maksimum. Kelebihan air akan menjadi aliran permukaan dan aliran bawah permukaan serta infiltrasi. Banyaknya air yang mengalami infiltrasi bergantung pada kondisi suatu daerah. Asumsi dalam perhitungan pada metode yang digunakan adalah bhwa semua air hujan dapat mengisi air tanah dengan penggunaan utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kelebihan air akan mengisi soil moisture. Jika soil moisture telah mencapai batas maksimal , kelebihan air dianggap surplus sehingga terjadi perkolasi dan alian kesamping aliran langsung. Batas maksimum simpanan air tanah dinyatakan sebagai jumlah air yang dapat ditahan secara potensial pada tekanan sepertiga atmosfer yang dikenal dengan kapasitas lapang.

(19)

Cisadane terutama terhadap keberadaan neraca air sungai Cisadane, dalam hal ini akan memperbandingkan antara debit andalan pada DAS Cisadane dengan debit kebutuhan air baku. Data neraca air ini diperlukan untuk menunjukan bahwa keberadaan air sungai Cisadane pada kawasan DAS telah digunakan untuk keperluan air baku, apakah masih berlebih (surplus) ataukah telah berkurang (defisit). Sifatnya analisisnya hanya parsial, karena hanya mengamati kebutuhan akan air baku, sementara kebutuhan air untuk keperluan air pertanian dan air industri tidak dianalisis.

3.8.3 Analisis pendapatan

Untuk melihat pendapatan petani atas kegiatan usahatani dan atau wanatani di wilayah hulu yang berdekatan dengan sumber intake Ciherang Pondok dan 3 (tiga) lokasi sumber air baku PDAM Tirta Pakuan yaitu : Mata Air Kota Batu, Mata Air Tangkil, dan Mata Air Bantar Kambing ataupun sumber mata air lainnya yang dikelola swasta dalam pengembangan SPAM dapat diformulasikan sebagai berikut :

¶ = P.Q -

pi q

dimana : ¶

=

Keuntungan Bersih (Rp) P

i

=

Harga Produk (Rp/kg)

Q

=

Jumlah Fisik atau output (kg)

pi = Harga Masukan atau Harga Input (Rp/unit) qi

Pendapatan rumah tangga yang dianalisis dalam penelitian ini adalah pendapatan bersih dari seluruh anggota rumah tangga selama satu tahun terakhir, yang bersumber dari sumber pendapatan usahatani atau wanatani (kebun, pekarangan, sawah, ternak dan perikanan), pendapatan buruh tani dari berbagai macam usahatani atau wanatani, dan pendapatan dari sektor non pertanian (buruh non pertanian, dagang, industri rumah tangga atau kerajinan, pegawai negeri atau swasta atau pamong, mencari barang di alam bebas dan sumbangan dari sumber lain). Guna memenuhi kebutuhan semua

(20)

anggota keluarga dalam rumah tangga, maka sumber pendapatan tersebut dapat disederhanakan dengan formulasi berikut :

I = ∑ (P)i + ∑ (BP)j + ∑ (KP)k + ∑ (TP)l + ∑ (SP)m

dimana : I

=

Total Pendapatan Rumah Tangga (P)

i

=

Pendapatan dari kegiatan usahatani

(BP)j

=

Pendapatan dari kegiatan buruh pertanian

(KP)k = Pendapatan dari kegiatan di usaha kayu (kehutanan) (TP)l = Pendapatan dari kegiatan di usaha ternak dan ikan (SP)m

3.8.4 Analisis perilaku masyarakat dalam konservasi

=

Pendapatan dari kegiatan di Pedagang, PNS, lainnya

Kecenderungan masyarakat (terutama petani) di daerah hulu apakah akan melakukan usaha pertanian dengan teknik konservasi ataukah tidak, maka pengamatannya akan dianalisis dengan menggunakan binary choice dalam bentuk fungsi regresi logistik biner (binary logistic regression). Regresi logistik biner adalah regresi logistik dimana variabel dependennya berupa variabel dikotomi (dichotomous variable) atau variabel biner (binery variable), seperti ya-tidak, benar-salah, sukses-gagal, hidup-mati, pria-perempuan, dan seterusnya. Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumah tangga. Analisis regresi biner digunakan untuk melihat pengaruh sejumlah variabel independen X1 – Xn

π

terhadap variabel dependen Y yang berupa variabel respon biner yang hanya mempunyai dua nilai {(= 1 untuk ya), dan nilai (=0 untuk tidak)}. Bentuk umum regresi logistik biner dengan link function logit adalah:

Logit (πj) = ln ________ j = β0 + β1 Xj1 + β2 Xj2 + ... + βk Xjk 1 - π atau πj j ________ = exp (β0 + β1 X j1 + β2 Xj2 + ... + βk Xjk 1 - π ) atau j

(21)

exp (β0 + β1 Xj1 + β2 Xj2 + ... + βk Xjk πj = ________________________________________________________ )

1 + exp (β

0 + β1 Xj1 + β2 Xj2 + ... + βk Xjk) dimana: β0 = Konstanta, β1 ... βk = Koefisien, dan Xj1 ... Xjk π

= prediktor ke-k j

Untuk regresi logistik biner dengan satu factor (adalah variabel independen kategorik) atau satu covariate (adalah variabel independen kontinu), maka odds ratio:

= probabilitas bahwa faktor atau covariate ke-j mempunyai response = 1 (ya atau sukses) dari response regresi logistik biner yang mempunyai nilai 0 (tidak atau gagal) dan 1 (ya atau sukses).

πj ________

1 - πj untuk ya atau sukses adalah: πj ________ = exp (β0 + β 1 1 - π X) j

Bentuk odds ratio ini mempunyai interpretasi untuk β1 sebagai berikut: Odds ratio bertambah besar dengan kelipatan exp (β1

Model regresi logistik biner dapat dirumuskan pula dalam bentuk logaritma natural atau logaritma alam (ln) atau Napier dan e adalah bilang alam (e = 2.7183) secara umum adalah:

) untuk setiap pertambahan satu unit X.

eln (Px/1-Px) Pi = E (Y=1|Xi) = _________________ 1 + eln (Px/1-Px) Ln (PX/P1-PX) = α +β1 X1 +β2 X2 +β3 X3 +β4 X4 +β5 X5 +β6 X6 +β7 X7 + β 8 X8 +β9 X9 +β10 X10 +β11 X11 +β12 X12 +β13 X13 + β 14 X14 + ... + βm Xn

Pi adalah peluang individu ke-i untuk melakukan konservasi; dimana Pi = 1, jika individu tersebut ya melakukan konservasi dan Pi = 0, jika individu tersebut tidak melakukan konservasi. Sementara itu

β

+ ε

1

...

β

m

adalah

(22)

adalah kesalahan dalam persamaan atau gangguan atau galat. Menurut Uyanto (2009) Pi adalah probabilitas bahwa faktor atau covariate mempunyai respon sama dengan satu (ya) nilai (=1 adalah ya atau sukses) dan dari respon regresi logistik biner yang mempunyai nilai (=0 adalah tidak atau gagal), maka distribusi Bernoulli untuk variabel biner ini adalah P(Y=1) =

π

dan P(Y=0) = 1 -

π

dengan nilai harapan E (Y) = 1 (

π) + 0 (1-π) = π.

Kemudian untuk regresi logistik biner dengan satu faktor atau satu covariate, maka odds ratio Pi/P1-Pi = exp (β0 + β1 X1). Artinya dalam bentuk odds ratio ini mempunyai interpretasi untuk β1 adalah ketika odds ratio bertambah besar dengan kelipatan exp (β1) untuk setiap pertambahan 1 unit X, dimana Y = Pi/P1-Pi. Model persamaan regresi logistik biner YPMK adalah:

Ln (P

X

/P

1

-P

X

) = Y

PMK

Y

PMK

=

α + β

1

X

1

+

β

2

X

2

+

β

3

X

3

+

β

4

X

4

+

β

5

X

5

+

β

5

X

6

+ β

7

X

7

+ β

8

X

8

+ β

9

X

9

+ β

10

X

10

+ β

11

X

11

+ ε

Keterangan:

P

X

/P

1

-P

X

= odd ratio, merupakan perbandingan peluang

masyarakat

yang bersedia melakukan kegiatan

konservasi (PMK) dengan masyarakat yang tidak

bersedia melakukan kegiatan konservasi.

P(x

i

) = Peluang Masyarakat dalam kesediaannya

untuk melakukan konservasi atau PMK (1 = Ya; 0 =

Tidak)

α = Konstanta

X

1

= Luas Lahan (ha)

X

2

= Jumlah tanggungan keluarga

X

3

= Jumlah usia kerja dalam keluarga

X

4

= Umur petani (tahun)

X

5

= Tingkat Pendidikan

X

6

= Pendapatan (Rp per tahun)

X

7

= Perilaku menanam pohon

X

8

= Perilaku melakukan terasering

X

9

= Jarak rumah ke sumber mata air (km)

X

10

= Persepsi masyarakat terhadap lingkungan

X

11

= Persepsi masyarakat terhadap PJL

(23)

ε

= Kesalahan dalam persamaan atau gangguan

3.8.5 Analisis willingness to pay dan willingness to accept Ekosistem hutan di wilayah hulu DAS merupakan kesatuan ekologis yang sangat berkorelasi dan berperan penting dengan wilayah di hilir, terutama dalam memperlambat laju aliran air permukaan di suatu DAS, mengurangi laju erosi tanah dan sedimentasi, meningkatkan resapan air yang masuk ke dalam tanah, menjaga produktivitas akuatik di badan sungai, dan mempengaruhi presipitasi dalam skala regional (Johnson et al. 2001).

Upaya konservasi hutan sebagai daerah resapan air baku (minum) memerlukan sejumlah dana yang digunakan untuk melindungi, merehabilitasi, dan mengelola kawasan tersebut agar berfungsi optimal dalam menyediakan jasa hidrologisnya. Biaya kerusakan yang terjadi akibat pemanfaatan air dan biaya oportunitas lainnya atau fee penggunaan air yang berasal dari kawasan sumber mata air umumnya belum memasukkan biaya yang sebenarnya, sehingga menyebabkan nilai air menjadi barang yang masih under value; akibatnya air menjadi barang yang bebas (free good) dan menjadikan air dalam banyak kasus terjadi inefisiensi (boros) dalam pemanfaatannya. Karenanya menurut Cruz et al. 2000 bahwa biaya lingkungan dapat direfleksikan dengan biaya rehabilitasi untuk kawasan sumber air. Dalam penetapan harga sumberdaya air harus dapat merefleksikan biaya pengambilan air dan biaya lingkungan yang timbul akibat penggunaan air tersebut.

Paradigma pendanaan konservasi secara langsung yang dilakukan oleh pengguna atau pemanfaat jasa lingkungan adalah dengan menggunakan pendekatan pembayaran untuk jasa lingkungan (payment for environmental services atau PES). Skema pembayaran jasa lingkungan (PJL) tersebut diduga dengan studi valuation dengan metoda Willingness to Pays (WTP). Kesanggupan membayar (WTP) dari para penerima manfaat jasa lingkungan (beneficiaries) dan kesediaan untuk menerima pembayaran (WTA) dianalisis bersama persepsinya mengenai nilai lingkungan yang

(24)

dimanfaatkannya. Metode WTP atau WTA umumnya diduga melalui contingent valuation method (CVM) dengan memperhitungkan banyak faktor, yaitu: faktor-faktor sosial ekonomi dan lingkungan hidup yang dapat mempengaruhi hasil dari metode tersebut. Metode valuasi kontingensi (CVM) merupakan salah satu metode yang berbasis pada pasar atau metode penentuan harga pasar dengan menanyakan kepada individu-individu secara eksplisit dalam menilai aset lingkungan, sehingga metode ini sering dikenal sebagai metode ungkapan preferensi. Pendekatan CVM ini dapat digunakan untuk mengevaluasi sumberdaya alam dan lingkungan, menilai kesinambungan lingkungan dengan pencarian data melalui wawncara mendalam pada beberapa responden. Dalam menetapkan metode analisis kontingensi atau contingent valuation method (CVM), maka diperlukan beberapa tahapan (Fauzi 2006) berikut:

3.8.5.1 Membuat pasar hipotesis

Pasar hipotesis dalam penelitian ini, diperlukan untuk memberikan informasi mengenai pengelolaan skema PJL pada SPAM baik yang bersifat dapat menimbulkan dampak lingkungan terhadap wilayah di sekitarnya (eksternalitas negatip) juga mampu memberikan manfaat bagi masyarakat yang menggunakan jasa lingkungan (eksternalitas positip). Jika setuju dengan pengelolaan hulu – hilir dalam skema PJL pengembangan SPAM, berapa besar kesediaan masyarakat untuk menerima kompensasi atas pengelolaan wilayah hulu yang merupakan sumber air baku untuk air minum berada oleh para pengguna jasa lingkungan di wilayah hilir? Dengan adanya kompensasi dana konservasi, maka jasa lingkungan yang telah dimanfaatkan oleh pengguna telah dapat divaluasi, misalnya berapa besar kesediaan pengguna air minum membayar jasa lingkungan kepada masyarakat di hulu dalam kerangka konservasi daerah resapan air?

(25)

Nilai lelang ini diperoleh dengan teknik penggunaan payment card, yaitu dengan cara menanyakan apakah responden bersedia membayar pada kisaran nilai tertentu dari nilai yang sudah ditentukan sebelumnya.

3.8.5.3 Menghitung rataan

Menghitung dugaan rata-rata WTP ditentukan dengan rumus: n

EWTP =

Wi. Pfi i = 0 Keterangan :

EWTP = dugaan rata-rata nilai WTP Wi = batas bawah kelas ke-i Pfi = frekuensi relatif kelas ke-i n = jumlah kelas

i = sampel (1, 2,3, ...., n)

3.8.5.4 Memperkirakan kurva lelang (bid curve)

Kurva permintaan WTP menggambarkan hubungan antara nilai WTP dengan jumlah masyarakat, diperoleh dengan meregresikan nilai WTP sebagai variabel tidak bebas (dependent variable) dengan beberapa variabel bebas (independen variable), yaitu :

YPMK

Y

= f (luas lahan, jumlah tanggungan keluarga, usia kerja dalam keluarga, umur, pendidikan, pendapatan, kemauan masyarakat menanam pohon, masyarakat melakukan tersering, jarak lahan ke sumber mata air, persepsi terhadap lingkungan, persepsi terhadap PJL).

WTP = f (umur, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, jenis pekerjaan, pendapatan, jenis kelamin, pandangan terhadap PJL, pandangan terhadap masyarakat di hulu, pandangan terhadap masyarakat dalam melakukan konservasi, insentif bagi masyarakat hulu, pengaturan mekanisme PJL,

(26)

persepsi terhadap pentingnya WTP, jarak rumah ke sumber mata air, pengalaman atau lama bekerja).

YWTA

Untuk menilai adanya perbedaan nilai WTP dan WTA rata-rata responden sesuai dengan status pekerjaannya dilakukan dengan uji Anova, melalui pengujian model regresi logistik. Pengujian model logistik, meliputi, yaitu : (a) uji keterandalan, dilakukan dalam evaluasi pelaksanaan CVM. Berhasil tidaknya pelaksanaan CVM dilihat dengan nilai koefisien determinasi Nagelkerke R Square; (b) uji wald, dilakukan untuk menguji beda pengaruh antara taraf atribut yang peubah bebasnya bernilai 1 dengan taraf lain dari atribut tersebut yang semua peubah bebasnya bernilai 0; (c) Odds ratio; merupakan kemunculan dari peubah respon (Y = 1) sebesar exponensial beta kali jika taraf atribut yang peubah bebasnya bernilai 1 muncul, dibandingkan dengan taraf atribut, yang semua peubah bebasnya bernilai 0 muncul; dan melakukan (d) interpretasi koefisien, dimana koefisen bertanda positif ( + ) maka odd rasio akan lebih dari 1 untuk variabel berskala nominal maka peubah bebas = 1 yang memiliki kecenderungan untuk Y = 1 sebesar eksponensial beta kali dibandingkan dengan peubah bebas = 0. Dengan kata lain untuk variabel lainnya, maka semakin besar X maka eksponensial beta ≥ 1 sehingga semakin besar nilai X semakin besar = f (umur, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, jenis pekerjaan, pendapatan, jenis kelamin, jarak rumah ke sumber (mata) air baku, persepsi atas insentif PJL, persepsi terhadap adanya WTP, persepsi terhadap masyarakat dalam melakukan konservasi, pandangan terhadap PJL, persepsi pentingnya konservasi di hulu) 3.8.5.5 Menjumlahkan data (agregating data)

Pada tahap menjumlahkan data dilakukan dengan cara mengalikan rataan sampel dengan jumlah populasi masing-masing responden sehingga didapat total WTP dan total WTA.

(27)

pula kecenderungan untuk Y = 1. Deskripsi tentang perbedaan nilai WTP maupun WTA lebih lanjut disajikan pada bagian 3.8.5.9 Pengujian Model Regresi Logistik Biner.

3.8.5.7 Model regresi logistik

Analisis data dilakukan dengan cara: (1) mendeskripsikan persepsi responden terhadap kesediaan melakukan konservasi, sebagaimana telah diuraikan pada bagian 3.8.4 (2) mendeskripsikan hasil analisis kemauan untuk membayar (WTP), dan (3) mendeskripsikan hasil analisis kesedian menerima pembayaran (WTA) terhadap peningkatan kualitas pengelolaan air minum atau pengembangan SPAM dengan menggunakan pendekatan regresi logistik. Pendekatan model regresi logistik ini berguna untuk menunjukkan sesuatu yang pada mulanya tumbuh dengan pelan-pelan; kemudian tumbuh makin cepat dan amat cepat, yang akhirnya pertumbuhannya menjadi pelan-pelan lagi (Ananta 1987; Uyanto 2009).

Peubah bebas (dependen) dalam regresi logistik biner berupa jawaban Ya/Tidak (bersedia membayar), yaitu untuk mengetahui peubah-peubah yang mempengaruhi peluang jawaban Ya/Tidak (bersedia membayar), sedangkan untuk menganalisa peluang responden membayar dilakukan dengan memasukkan semua peubah penjelas (independen) yang sudah dikategorikan. Dalam menentukan analisis regresi logistik biner terhadap nilai WTP dengan cara mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai WTP (Ananta 1987; Narimawati 2008; Uyanto 2009 ). P(x) adalah probabilitas bahwa faktor atau covariate mempunyai respon nilai (=1 adalah ya atau sukses) yang mempunyai nilai (=0 adalah tidak atau gagal) dari respon regresi logistik multinomial dengan odds ratio PX/P1-PX = exp (β0+β1X1). Artinya dalam bentuk odds ratio ini mempunyai interpretasi untuk β1 adalah ketika odds ratio bertambah besar dengan kelipatan exp (β1)

(28)

untuk setiap pertambahan 1 unit X (Uyanto 2009). Adapun Model persamaan regresi logistik biner dari Willingness to Pay (YWTP):

Ln (PX/P1-PX) = YWTP YWTP = α + β1 X1 +β2 X2 + β3 X3 +β4 X4 + β5 X5 + β5 X6 + β7 X7 +β8 X8 +β9 X9 +β10 X10 +β11 X11 +β12 X12 +β13 X13 +β14 X14 + ε Keterangan:

PX/P1-PX = Odd ratio, perbandingan peluang pengelola air minum bersedia membayar (WTP) dengan yang tidak bersedia.

P(xi) = Peluang Pengelola Air Minum kesediaannya untuk membayar (WTP) atau tidak bersedia (1 = Ya; 0 = Tidak) α = Konstanta X1 = Umur (tahun)

X2 = Tingkat Pendidikan X3 = Jumlah tanggungan keluarga

X4 = Jenis Pekerjaan X5 = Pendapatan (Rp per bulan)

X6 = Jenis kelamin

X7 = Pandangan terhadap PJL

X8 = Pandangan terhadap masyarakat di hulu

X9 = Pandangan terhadap masyarakat melakukan konservasi X10 = Insentif bagi masyarakat di hulu

X11 = Pengaturan Mekanisme PJL X12 = Persepsi pentingnya PJL

X13 = Jarak rumah ke sumber mata air (km) X14 = Pengalaman atau lama bekerja

β 1.. β14 = Koefisien regresi ε = Kesalahan dalam persamaan atau gangguan

Adapun model persamaan regresi logistik biner untuk kesediaan menerima pembayaran jasa lingkungan atau Willingness to Accept (WTA) dinotasikan dalam YWTA sebagai berikut:

(29)

YWTA = β0 + β1 X1 +β2 X2 + β3 X3+β4 X4 + β5 X5+ β6 X6 + β7 X7 + β8 X8 + β9 X9 + β10 X10 + β11 X11 + β12 X12 + ε

Keterangan:

PX/P1-PX = Odd ratio, merupakan perbandingan peluang masyarakat yang bersedia menerima pembayaran (WTA) dengan masyarakat (responden) yang tidak bersedia menerima pembayaran.

P(xi) = Peluang Masyarakat dalam kesediaannya untuk menerima pembayaran atau WTA (1 = Ya; 0 = Tidak)

β0 = Konstanta X1 = Umur (tahun) X2 = Tingkat Pendidikan

X3 = Jumlah tanggungan keluarga

X4 = Jenis Pekerjaan X5 = Pendapatan (Rp per tahun)

X6 = Jenis kelamin

X7 = Jarak rumah ke sumber mata air (km) X8 = Persepsi atas insentif PJL

X9 = Persepsi terhadap adanya WTP

X10 = Persepsi terhadap masyarakat melakukan konservasi X11 = Pandangan terhadap PJL

X12 = Persepsi pentingnya konservasi di hulu β 1 .. β5

3.8.5.8.1 Analisis faktor

= Koefisien regresi,

ε = Kesalahan dalam persamaan atau gangguan 3.8.5.8 Metoda analisis

Metoda analisis terhadap peubah bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan: (1) analisis faktor (factor analysis) dan (2) analisis komponen utama (AKU) atau principal component analysis (PCA), untuk selanjutnya variabel yang telah diekstraksi tersebut dapat dilanjutkan atau digunakan untuk analisis logistik biner terhadap variabel dependen sesuai dengan setiap modelnya yang ada dalam penelitian.

(30)

Analisis faktor terhadap variabel yang independen atau antar variabel penjelas atau eksplanatori dilakukan agar tidak terjadi korelasi antar variabel satu dengan variabel lainnya untuk kemudian variabel tersebut analisisnya dapat dilanjutkan (dilakukan) ataukah tidak dapat dilanjutkan (Supranto 2004; Narimawati 2008; Uyanto 2009; Ghozali 2009; dan Santoso 2010). Ada atau tidaknya hubungan antar variabel perlu dilakukan dengan analisis faktor, sehingga bila ada hubungan, maka variabel tersebut perlu dikeluarkan, dan pada akhirnya sintesa atas peubah bebas (variabel) yang berpengaruh terhadap variabel dependen baik itu perilaku masyarakat dalam melakukan konservasi (YPMK), para pengguna (pemanfaat) air minum bersedia membayar (YWTP) maupun terhadap masyarakat yang bersedia menerima pembayaran (YWTA

Tujuan melakukan analisis faktor adalah untuk mendefinisikan struktur suatu data matrik dan menganalisis struktur yang saling berhubungan (berkorelasi) antar sejumlah besar variabel (yang terdapat pada jawaban kuesioner) dengan cara mendefinisikan satu set kesamaan variabel atau dimensi dalam hal ini disebut faktor, sehingga metoda ini disebut sebagai analisis faktor.

) di DAS Cisadane Hulu akan lebih akurat dan reliabel. Pendekatan análisis faktor terhadap variabel yang independen atau antar variabel penjelas tersebut pentind dilakukan untuk selanjutnya variabel tersebut dapat digunakan dalam análisis regresi logistik biner; selain itu menurut Uyanto (2009) menyatakan bahwa asumsi homoscedasticity (mempunyai variance sama) tidak diperlukan untuk model regresi logistik.

Peneliti mengidentifikasi dimensi suatu struktur dan kemudian menentukan sampai berapa jauh setiap variabel dapat dijelaskan oleh setiap dimensi. Begitu dimensi dan penjelasan setiap variabel telah diketahui maka dua tujuan utama analisis faktor dapat pula diketahui atau dapat dilakukan, yaitu berupa summarization dan data reduction. Program SPSS ver 17 mampu mengkoreksi korelasi antar variabel. Koreksi antar variabel tersebut dapat dianalisis dengan menghitung partial cross antar variabel yang satu

(31)

dengan variabel lainnya yang dianggap sebagai variabel yang perbedaannya konstan melalui anti image correlation matrix yang berinitial negatif.

Metode lain untuk menentukan dapat tidaknya analisis faktor dilakukan adalah dengan cara melihat matrik korelasi secara keseluruhan, untuk mengkaji apakah terdapat korelasi antar variabel tersebut, yaitu dengan menggunakan uji Bartlett’s Test of Sphericity. Apabila hasilnya signifikan berarti matrik korelasi memilki korelasi siginikan pula dengan sejumlah variabel tertentu. Selain itu, uji lain yang digunakan untuk melihat adanya interkorelasi antar variabel dan dapat tidaknya analisis faktor dilakukan atau dilanjutkan adalah dengan melihat nilai measures of sampling adequacy (MSA), jika nilai MSA pada variabel lebih kecil dari 0.5 maka analisis faktor terhadap variabel tersebut tidak dapat dilakukan dan sebaliknya bila nilai MSA pada variabel lebih besar dari 0.5 maka analisis faktor terhadap variabel tersebut dapat dilakukan atau dilanjutkan analisisnya, dimana nilai MSA berkisar antara nilai 0 dan nilai 1. Menurut Narimawati (2008) nilai MSA yang didapat apabila akan digunakan dalam menentukan penggabungan variabel, maka ketentuannya adalah: (1) jika MSA = 1 maka variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan; (2) jika MSA ≥ 0.05 maka variabel tersebut masih dapat diprediksi dan dapat dianalisis lebih lanjut; dan (3) jika MSA < 0.05 maka variabel tersebut tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dianalisis lebih lanjut, sehingga variabel tersebut harus dikeluarkan atau dibuang. Proses sintesa simultan atas análisis faktor dalam penapisan variabel (extraction method) terhadap variabel independen, selanjutnya dilakukan transformasi variabel melalui análisis komponen utama terhadap variabel tersebut menjadi komponen variabel baru.

3.8.5.8.2 Analisis komponen utama

Pendekatan análisis komponen utama (AKU) atau principal component analysis (PCA) sebagai suatu metoda untuk melakukan

(32)

tranformasi peubah bebas yang tidak penting terhadap variabel atau peubah yang dimungkinkan berpengaruh terhadap variabel dependen baik pada variabel perilaku masyarakat dalam melakukan konservasi, variabel dependen pemanfaat air minum apakah bersedia membayar jasa lingkungan ataukah tidak bersedia, maupun pada variabel dependen masyarakat bersedia menerima pembayaran guna pengurangan resiko lingkungan agar menjadi lebih baik (better-off). Fasilitas software SPSS for Windows realese 17 secara integrasi menggabungkan sintesa atas factor analysis dan principal component analysis (PCA) yang hasilnya lebih akurat.

Pengunaan kedua metoda analisis sangat penting untuk dilakukan terutama bila penggunaan variabel independen yang relatif banyak terutama dalam penelitian sumberdaya alam dan lingkungan yang dimungkingan kajiannya lebih komplek dan menyeluruh, sehingga dengan mengunakan kedua análisis secara bersamaan (SPSS ver 17) akan mendapatkan peubah baru yang saling ortogonal atau bebas dan membuat plot obyek dalam dimensi yang lebih kecil yang merupakan análisis antara untuk analisis regresi, termasuk análisis regresi logistik biner atau binery logistic regression (Uyanto 2009). Pada akhirnya setelah melakukan transformasi, maka variabel independen tersebut yang reliabel dapat dimasukan dalam persamaan untuk disintesa sesuai dengan model yang ada, yaitu regresi logistik biner.

3.8.5.9 Pengujian model regresi logistik

Pengujian terhadap model regresi biner yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) uji keterandalan atau determinasi model, (2) uji Wald, (3) Odd ratio, dan (4) melakukan interpretasi koefisien.

3.8.5.9.1 Uji keterandalan atau determinasi model

Uji keterandalan dilakukan dengan mengevaluasi pelaksanaan CVM; berhasil tidaknya pelaksanaan CVM dilihat dengan nilai koefisien determinasi Nagelkerke R Square pada Model Summary dimana Nagelkerke R Square pada umumnya nilainya lebih besar daripada Cox and Snell R

(33)

Square, namun cenderung lebih kecil dibandingkan dengan nilai koefisien determinasi R2. Nilainya antara 0 dan 1. Pada Model Summary secara terintegrasi menghasilkan pula nilai -2 Loglikehood yang secara spesifik muncul dalam analisis regresi logistik, apabila nilai -2 Loglikehood semakin kecil nilainya, maka model semakin baik.

3.8.5.9.2 Uji Wald

Uji wald pada variables in the equation dilakukan untuk menguji apakah masing-masing koefisien regresi logistik signifikan. Uji Wald. Uji Wald sama dengan kuadrat dari rasio koefisien regresi logistik B dan standard error (SE) atau [B/SE]2

Interpretasi koefisien terdapat pada hasil sintesa variables in the equation yang tercantum pada kolom B dengan tingkat signifikannya untuk menentukan apakah nilai koefisien dimaksud berbeda nyata atau tidak. Pada program sofware SPSS ver 17 digunakan istilah significance (sig.) untuk P-value atau dengan kata lain bahwa P-value = Sig. Pada hasil sintesa menggunakan α = 0.05 atau α = 5%, sehingga tingkat kepercayaan terhadap model pada level 95%. Pengertian lainn terkait dengan tanda koefisien, jika koefisien bertanda (+) maka odd ratio akan lebih dari 1. Untuk variabel berskala nominal maka variabel = 1 memiliki kecenderungan untuk Y = 1 sebesar exp (β

. 3.8.5.9.3 Odds ratio

Odds ratio atau exp (β) merupakan kemunculan dari peubah respon (Y = 1) sebesar exp (β) kali jika taraf atribut yang peubah bebasnya bernilai 1 muncul, dibandingkan dengan taraf atribut yang semua peubah bebasnya bernilai 0 muncul.

3.8.5.9.4 Interpretasi koefisien

1) kali dibandingkan dengan variabel = 0. Untuk variabel lainnya maka semakin besar X maka exp (β1) ≥ 1 sehingga semakin besar nilai X semakin besar pula kecenderungan untuk Y = 1.

(34)

3.8.6 Proses hierarki analitik

Teknik Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu teknik análisis yang dapat digunakan dalam pengambilan suatu keputusan dalam kebijakan kelembagaan SPAM. AHP dikembangkan untuk memodelkan problema-problema tak terstruktur, untuk bidang ekonomi, sosial, edikologi, maupun sains manajemen. AHP dikembangkan untuk mengorganisasikan dan memilih alternatif yang paling disukai. Dengan menggunakan AHP, persoalan yang akan dipecahkan dalam kerangka berpikir terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif. Selain itu sumber kerumitan masalah dalam pengambilan keputusan tidak hanya disebabkan oleh ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi, penyebab lain adalah banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada, beragamnya kriteria pilihan, dan pengambilan keputusan lebih dari satu, maka AHP merupakan teknik yang tepat untuk menyelesaikannya. Menurut Marimin (2005) menggunakan AHP banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan.

Proses hirarki analitik atau AHP memungkinkan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan yang kompleks dengan jalan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan. Pada dasarnya metoda ini adalah memecahkan situasi yang komplek, tidak terstruktur ke dalam bagian-bagian komponennya, menata bagian atau variabel dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subyektif tentang relatif pentingnya setiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan untuk menetapkan variabel mana yang memliki prioritas yang paling tinggi dan bertindak mempengaruhi hasil pada situasi tersebut (Saaty 1986).

Proses keputusan yang komplek dapat diuraikan menjadi keputusan lebih kecil yang dapat ditangani dengan mudah oleh AHP, selain itu AHP juga

(35)

menguji konsistensi penilai, bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan bahwa penilaian perlu diperbaiki atau hirarki harus distruktur ulang. Prinsip AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarkhi (Eriyatno et al. 2007). Tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesis untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.

Prinsip kerja AHP meliputi penyusunan hirarkhi atau decomposition, penilaian kriteria dan alternatif atau comparative judgement, penentuan prioritas atau synthesis of priority, dan konsistensi logis atau logical consistency. Pengunaan hierarkhi dalam pengambilan keputusan mempunyai beberapa keuntungan, antara lain:

1. Penyajian sistem secara hirarkhi dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan prioritas pada level atas mempengaruhi pada elemen-elemen di bawahnya. Dalam melakukan decomposition berarti memecahkan persoalan menjadi unsur-unsurnya. Apabila ingin mendapatkan hasil yang akurat maka pemecahan masalah dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut.

2. Hirarkhi memberikan banyak informasi yang lengkap pada struktur dan fungsi suatu sistem dalam level yang lebih rendah dan memberikan gambaran tentang pelaku-pelaku dan tujuan-tujuan pada level yang lebih tinggi. Elemen-elemen kendala yang terbaik disajikan pada level yang lebih tinggi untuk menjamin bahwa kendala-kendala tersebut diperhatikan. Dengan kata lain comparative judgement berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat

(36)

tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian akan lebih baik bila disajikan dalam bentuk matrik yang dinamakan matrik pairwise comparison.

3. Synthesis of priority dari setiap matrik pairwise comparison kemudian dicari eigenvectornya untuk mendapatkan local priority dan kemudian harus dilakukan sintesa diantara local priority tersebut atau diperlukan adanya sistem alamiah yang disusun secara hirarkhi, yaitu dengan membangun konstruksi modul dan akhirnya menyusun rakitan modul-modul tersebut secara keseluruhan sekaligus.

Logical consistency berarti perlu konsistensi yang mengandung dua makna. Pertama, obyek-obyek yang serupa dikelompokan sesuai dengan keseragaman dan relevan. Kedua, adalah menyangkut tingkat hubungan antara obyek-obyek berdasarkan pada kriteria tertentu. Dengan demikian hierarkhi lebih mantap (stabil atau fleksibel). Stabil dalam arti bahwa perubahan-perubahan kecil mempunyai efek yang kecil dan lentur diartikan bahwa penambahan untuk mendapatkan suatu hierarkhi yang terstruktur baik tidak mengganggu unjuk kerjanya.

Tahapan terpenting dalam analisis adalah penilaian dengan teknik komparasi berpasangan (pairwise comparison) terhadap elemen-elemen pada suatu tingkatan hierarkhi. Penilaian dilakukan dengan memberikan bobot numerik dan membandingkan antara satu elemen dengan elemen lainnya. Selanjutnya adalah melakukan sintesa terhadap hasil penilaian tadi untuk menentukan elemen mana yang memiliki prioritas tertinggi dan terendah. Menurut Saaty (1980), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitiatif skala dasar perbandingan Saaty disajikan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Nilai Skala Dasar Perbandingan Saaty dalam AHP

(37)

1 Kriteria/Alternatif A sama pentingnya dengan B 3 A sedikit lebih penting dari B

5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat lebih penting dari B 9 A Mutlak lebih penting dari B

2,4,6,8 Apabila ragu-ragu dari dua nilai yang berdekatan

Dalam menentukan penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma reciprocal, artinya jika elemen i memiliki salah satu angka tingkat kepentingan pada skala dasar, misalnya dinilai 3 kali lebih penting dibandingkan elemen j, maka elemen j harus sama dengan 1/3 kali (kebalikannya) ketika dibandingkan elemen i. Disamping itu, perbandingan dua elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya, sama penting.

Untuk menentukan prioritas dari setiap kriteria dan alternatif, maka perlu dilakukan perbandingan berpasangan. Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Apabila rasio konsistensi (consistency ratio atau CR) sudah memenuhi syarat dibawah 0.10, atau CR < 0.10, maka dilakukan penggabungan pendapat dari setiap pengambil keputusan untuk dibuat matriks pendapat gabungan dan dilakukan perhitungan bobot prioritas masing-masing sub-elemen, lalu dilakukan pengolahan vertikal untuk memperoleh vektor prioritas sistem.

Menurut Mulyono 1996, dari setiap matrik pairwase comparison kemudian dicari eigenvectornya untuk mendapatkan local priority. Karena matrik-matrik pairwase comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa diantara local priority. Prosedur dalam melakukan sintesa berbeda menurut bentuk hierarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting.

(38)

1) Air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air baku air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum.

2) Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.

3) Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan tanah atau semua air yang terdapat di perairan umum seperti sungai, waduk, telaga, danau, rawa dan sejenisnya termasuk didalamnya air permukaan yang berasal dari pemunculan alamiah air tanah yang sudah ada di perairan umum.

4) Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.

5) Kualitas air adalah mutu air bawah tanah yang ditentukan dengan cara melakukan uji laboratorium terhadap unsur-unsur yang terkandung di dalam air.

6) Baku mutu air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukannya.

7) Volume air adalah jumlah air yang diambil atau dimanfaatkan dalam satu bulan yang dinyatakan dalam satuan meter kubik atau m3.

8) Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas hidrogeologi, tempat suatu kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.

Gambar

Gambar  3.5   Diagram Alir Tahapan Penelitian  Mulai
Tabel  3.2  Parameter, Data, Variabel, dan Jenis Data Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Walaupun demikian, rumah sakit juga dipandang perlu melakukan upaya lebih terhadap peningkatan kompetensi perawat, karena hasil pengamatan menunjukkan masih terdapat 23%

Hemat penulis, dalam konteks Indonesia, pertanyaan yang lebih tepat untuk dikemukakan adalah bukan boleh tidaknya menjadikan seorang non-muslim sebagai pemimpin,

Biaya konversi deck cargo barge menjadi restobarge.. Garbage &amp; Sewage

Selisih lebih biaya perolehan penyertaan saham di atas nilai wajar aset bersih Anak perusahaan di luar negeri dicatat dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat

Berdasarkan jawaban mahasiswa klinik sebagai responden terbesar, isi dari informasi rekam medis yang mencakup informasi penerimaan pasien, informasi identitas

Penelitian ini menggunakan kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus), Angsana (Pterocarpus indicus), dan Petai (Parkia speciosa). Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk

Lebih lanjut, program Sinergisitas ke depannya akan dikolaborasikan dengan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RAN PE) Berbasis

(2) Perbaikan gizi mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penyuluhan, diversifikasi konsumsi pangan, suplementasi dan fortifikasi yang