MANAJEMEN DESA TANGGUH BENCANA DI DESA PONCOSARI KECAMATAN SRANDAKAN KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
MANAGEMENT INTEGRATED VILLAGE OF DISASTER IN PONCOSARI VILLAGE, SRANDAKAN SUB DISTRICT, BANTUL REGENCY, SPECIAL REGION OF YOGYAKARTA
Oleh : Arnidha Kusumaratih, FIS UNY, arnidhakusumaratih@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manajemen Desa Tangguh Bencana di Desa Poncosari dan untuk mengetahui hambatan pada manajemen Desa Tangguh Bencana di Desa Poncosari.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik triangulasi sumber. Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui tahapan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan terakhir kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen desa tangguh bencana di Desa Poncosari meliputi 4 tahap, yaitu tahap perencanaan yang terdiri dari pembuatan regulasi, menganalisa ancaman bencana, mendata kapasitas desa dan menyusun perencanaan pengurangan resiko bencana. Dalam tahap pengorganisasian dimulai dengan pembentukan FPRB (Forum Pengurangan Resiko Bencana), pembentukan tim relawan, dan pembentukan forum komunikasi dari anggota FPRB. Tahap pengarahan, dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul, Palang Merah Indonesia (PMI) serta MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Centre). Terakhir, tahap pengawasan dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul dengan melakukan evaluasi, dan melaporkan hasil laporan pertanggungjawaban tahunan. Hambatan dalam Manajemen Desa Tangguh Bencana Poncosari yaitu pada tahap perencanaan sebagian masyarakat ada yang belum mengerti desa tangguh bencana, pada tahap pengorganisasian ada tim relawan yang semangatnya tidak menentu, tahap pelaksanaan antusias dari masyarakat serta kegiatan yang tidak rutin, tahap pengawasan kegiatan pertemuan hari rabu pahing tidak efektif.
Kata Kunci : Manajemen, Desa tangguh bencana, Desa Poncosari
Abstract
The purpose of this research are to understand the management of the integrated village of disaster in Poncosari and to find problem in management of the integrated village of disaster in Poncosari.
This study used descriptive qualitative design. Data collection employed three ways that are observation, interviews and documentation. Testing the validity of data used the techniques of triangulation of sources. Data analysis techniques are data collection, data reduction, data presentation and conclusion.
The results showed that management of the integrated village of disaster in Poncosari include four steps that is planning, start from making regulations, analyze threat of disaster, record the capacity of village and planning disaster risk reduction. The organizing phase starts with the formation of FPRB(Disaster Risk Reduction Group), formation of volunteers and communication forum from members of FPRB. Briefing phase, process by the Regional Disaster Management Agency(BPBD) Bantul, Indonesian Red Cross Society(PMI) and MDMC(Muhammadiyah Disaster Management Centre), the last monitoring carried out by the regional Disaster Management Agency(BPBD)Bantul with evaluating and reporting the result of the annual accountability report. The barriers in Management of Disaster Strong Village of Poncosari at the planning step are some people who do not understand disaster strong village.another barrier occurred in the organizing step that is the spirit team of volunteers are up down. In implementation process is the enthusiasm of the communityactivities that are not routine and in monitoring step that is Wednesday meeting are ineffective
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan Negara yang dilewati jalur ring of fire (cincin berapi) bahwa wilayah Indonesia merupakan jalur rangkaian gunung aktif di dunia terhitung hingga saat ini memiliki 129 Gunung berapi yang memiliki status aktif dan Indonesia
merupakan tempat pertemuan
tumbukan 3 (tiga) lempeng tektonik yaitu lempeng Australia, lempeng Asia, lempeng Pasifik dimana sewaktu-waktu lempeng tersebut dapat bergerak aktif kapanpun dan bertumbukan antar lempeng yang akan menyebabkan bencana. Dampak dari akibat tumbukan lempeng tektonik tersebut banyak terjadi bencana kebumian seperti erupsi gunung api, tanah longsor, gempa bumi, dan tsunami sehingga Indonesia disebut juga Negara dengan potensi bencana terbanyak. Dari kondisi Indonesia yang rawan bencana dan banyaknya bencana yang menimpa bangsa Indonesia yang telah banyak memakan korban jiwa maupun materi, maka
diundangkannya Undang-undang
Nomor 24 Tahun 2007 tentang
penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Undang – Undang Nomor 24
Tahun 2007 mengenai
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana mengatur kesiapsiagaan
darurat bencana alam serta
membentuk lembaga yang berwenang dalam penanggulangan bencana yaitu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). BNPB adalah lembaga nasional yang mengurusi kebencanaan pada tingkat nasional, sedangkan untuk tingkat daerah, kepengurusan kebencanaan dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). BPBD dibentuk dengan tujuan untuk memudahkan penanggulangan bencana yang terjadi di daerah yang memiliki resiko bencana yang tinggi. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu Provinsi yang secara cepat merespon Undang-undang penyelenggaraan penanggulangan bencana. Hal ini dibuktikan pada tahun 2011, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) telah berdiri di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan adanya
BPBD ini, diharapkan
di DIY dapat dilakukan secara tepat dan tanggap.
BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) DIY berperan memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang bagaimana seharusnya masyarakat menghadapi bencana alam. Ketidaksadaran masyarakat terhadap bencana akan menyebabkan jumlah korban jiwa akibat bencana semakin tinggi. Keberadaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tidak menjamin pengurangan korban jika terjadi bencana apabila masyarakat sendiri tidak mau sadar dengan kondisi lingkungan yang rawan bencana. Tingginya potensi bencana di
Daerah Istimewa Yogyakarta
menuntut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY untuk merespon secara cepat dalam menanggulangi bencana. Salah satu cara yang dilakukan oleh BPBD untuk meningkatkan kesadaran warga akan bencana adalah dengan program desa tangguh bencana. Untuk menguatkan program tersebut, sebagai landasan hukum Kepala BNPB mengeluarkan peraturan Kepala BNPB Nomor 1
Tahun 2012 mengenai pedoman Desa Tangguh Bencana.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY menyusun dan merancang desa yang akan diberikan sosialisasi desa tangguh bencana. Terdapat 301 desa dari 438 desa yang berada didaerah rawan bencana Daerah Istimewa Yogyakarta. 32 desa diantaranya berada di daerah
Kabupaten Bantul. Lembaga
penyelenggaraan penanggulangan Bencana Kabupaten Bantul yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul telah
menetapkan Desa Poncosari
merupakan salah satu desa yang
diberikan sosialisasi untuk
pembentukan Desa Tangguh Bencana karena secara geografis, desa Poncosari merupakan salah satu desa yang berada di lokasi rawan bencana. Pertimbangan ini didasarkan pada letak Desa Poncosari yang berada di pesisir laut selatan yang memiliki potensi bencana cukup tinggi dengan keberadaan lempeng di pesisir selatan jawa yang berpotensi gempa bumi dan tsunami.
Pada bulan mei 2013 Desa Poncosari telah resmi menjadi Desa
Tangguh Bencana. Desa Tangguh Bencana Poncosari dikhususkan untuk penanggulangan bencana Gempa bumi dan Tsunami. Pembentukan Desa Tangguh Bencana Poncosari berjalan sesuai dengan rencana. Desa Tangguh Bencana Tsunami Poncosari berada pada kategori tingkat utama, karena Desa Tangguh Bencana Poncosari telah memenuhi kategori yang ada pada desa tangguh bencana utama. Dari 17 desa tangguh bencana yang dibentuk oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah DIY hanya desa Poncosari mendapat predikat Desa Tangguh Bencana kategori utama atau tingkat tertinggi pada level Desa Tangguh Bencana. Prestasi yang diraih desa Poncosari menarik bagi peneliti dikarenakan Desa Poncosari berada pada kategori Desa Tangguh Bencana Utama / tertinggi. Desa Poncosari telah memiliki kebijakan Pengurangan Resiko Bencana dalam bentuk Perdes yaitu Perdes Poncosari Nomor 7 Tahun 2013, adanya dokumen penanggulangan bencana yang dirinci dalam RPJMDes, adanya Forum Pengurangan Resiko Bencana Desa Poncosari, adanya tim relawan Desa Poncosari, adanya kegiatan
sistematis mengenai pengkajian resiko bencana yaitu dengan membuat peta ancaman bencana, menganalisis kerentanan dan kapasitas.
Peneliti memilih desa ini sebagai lokasi penelitian dikarenakan Desa Poncosari merupakan percontohan desa tangguh bencana bagi daerah-daerah lainnya. Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai manajemen Desa Tangguh Bencana di
Desa Poncosari, Kecamatan
Srandakan, Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.
METODE PENELITIAN Desain Penelitian
Jenis penelitian ini
menggunakan penelitian deskriptif kualitatif.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bantul dan Desa Poncosari. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 13 Januari 2015 sampai 25 Juni 2015.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian merupakan informan penelitian yang dapat
memberikan informasi mengenai keadaan sebenarnya dari objek penelitian. Subjek penelitian dalam penelitian ini yaitu Pak Hartanto (Kepala bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan), Pak Dwi Daryanto (Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul),
Pak Ghufron (Kepala Bagian
Pemerintahan Desa Poncosari), Pak Gianto (Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana Poncosari), Pak
Basuki (Sekretaris Forum
Pengurangan Risiko Bencana
Poncosari).
Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini instrumen penelitian merupakan peneliti sendiri,
karena peneliti yang akan
mengumpulkan data dan memahami data hingga menganalisis data dan menyimpulkan dari hasil penelitian.
Sumber Data
1. Data primer
Data primer dalam
penelitian ini didapatkan melalui informasi tentang Manajemen Desa Tangguh Bencana di Desa Poncosari dari wawancara dengan subjek penelitian.
2. Data sekunder
Data sekunder yang
digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini berupa laporan pertanggungjawaban tahunan, laporan rapat pertemuan Rabu
pahing, profil Forum
Pengurangan Resiko Bencana Desa Poncosari, Anggaran Dasar Forum Pengurangan Resiko Bencana, daftar anggota Forum Pengurangan Resiko Bencana dan tim relawan. Peraturan kepala BNPB Nomor 1 Tahun 2012, Peraturan Desa Poncosari Nomor 7 Tahun 2013.
Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi dalam penelitian ini yaitu melakukan observasi langsung di Desa Poncosari dengan mengamati adanya petunjuk-petunjuk mengenai evakuasi( jalur evakuasi, symbol evakuasi, rumah evakuasi), peta rawan bencana dan fasilitas untuk tempat pengungsi seperti tenda, alat-alat dapur umum dan lampu, tersedianya tabel
penilaian tingkat pencapaian Desa Tangguh Bencana
2. Wawancara
Wawancara yang
dilakukan oleh peneliti yaitu wawancara terbuka. Wawancara
yang dilakukan dengan
memberikan beberapa
pertanyaan baku kepada
informan yang terkait dengan data yang diperlukan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi yang telah diperoleh dokumen laporan
kegiatan Desa Tangguh
Bencana, dokumentasi hasil kegiatan (foto) kegiatan
simulasi dan undangan
sosialisasi Desa Tangguh Bencana, Profil Desa Poncosari,
Daftar anggota Forum
Pengurangan Risiko Bencana dan stiker petunjuk penanganan bencana, artikel Desa Tangguh Bencana Poncosari, Peraturan kepala BNPB Nomor 1 Tahun 2012, Peraturan Desa Poncosari Nomor 7 Tahun 2013.
Teknik Keabsahan Data
Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini ialah triangulasi sumber.
Teknik Analisis Data
Proses analisis data dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga alur, yaitu reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Menurut G.R. Terry(2000:2) manajemen Desa Tangguh Bencana tsunami Poncosari ditekankan pada empat tahap yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan serta pengawasan.
1. Perencanaan Desa Tangguh Bencana Tsunami Poncosari
Penentuan pada tujuan dan prosedur yang diterapkan dalam Desa Tangguh Bencana dengan penyusunan regulasi yaitu Peraturan Desa Poncosari Nomor 7 tahun 2013 yang merupakan tujuan dari adanya pembentukan Desa
Tangguh Bencana di Desa
Poncosari. Setelah peraturan Desa Poncosari Nomor 7 Tahun 2013
disahkan maka kegiatan
menganalisa ancaman bencana. Menganalisa ancaman yaitu dengan mendata jenis-jenis bencana yang dapat terjadi di Desa Poncosari, kemudian penyebab dari adanya bencana tersebut serta lokasi pada daerah rawan bencana yang terdata dengan pedukuhan. sehingga dengan menganalisa ancaman bencaman warga yang berada pada dukuh yang tercatat masuk dalam catatan daerah yang memungkinkan terjadi bencana tersebut diharapkan dapat waspada dan berhati-hati serta lebih dapat mempesiapkan bahwa sewaktu-waktu akan terjadi bencana. Setelah menganalisa bencana maka kemudian yang dilakukan pada saat perencanaan yaitu
dengan membuat profil
kerentanan. Kerentanan apa saja yang berada di Desa Poncosari yang nantinya dapat menghambat kegiatan Desa Tangguh Bencana. Setelah tercatat dengan baik, maka kegiatan selanjutnya yaitu mendata kapasitas yang dimiliki Desa Poncosari sebagai data yang dapat dimanfaatkan ketika bencana terjadi.
Untuk penyusunan
perencanaan pengurangan resiko bencana desa poncosari memiliki perencanaan tersendiri diluar pendataan akan ancaman bencana, kapasitas serta kerentanan yaitu dengan menyusun RAK(Rencana
Aksi Komunitas) dan
RenKon(Rencana Kontijensi). Rencana Aksi Komunitas sama halnya dengan rencana kegiatan sebelum terjadi bencana (mitigasi bencana) hal ini sangat penting terutama dalam pengkajian
manajemen penanggulangan
bencana karena dengan
mempelajari atau mengetahui mengenai kesiagaan terhadap
bencana. Dengan adanya
kesiagaan dalam Desa Tangguh Bencana, Desa Tangguh Bencana memiliki Rencana Aksi Komunitas maka kegiatan Pengurangan Resiko Bencana lebih terprogram
dan terkoordinasi karena
penyusunan berdasarkan kepada data ancaman bencana, kapasitas serta kerentanan. Rencana Aksi Komunitas ini menjabarkan kegiatan yang akan dilakukan untuk pengurangan resiko bencana
selama 2 tahun kedepan agar lebih terprogram dengan baik.
Rencana Kontinjensi merupakan rencana yang ada setelah Rencana Aksi Komunitas dimana rencana ini merupakan rencana yang terkait mengenai kegiatan yang akan dilakukan ketika terjadi bencana seperti tanggap darurat serta evakuasi.
Dalam penyusunan Rencana Kontijensi sudah terbentuk dengan baik, dengan adanya pembagian sumberdaya manusia dengan beberapa sektor ketika terjadi bencana. Masyarakat nantinya tidak akan merasakan panik ketika terjadi bencana namun lebih memposisikan diri pada sektor apa mereka harusnya membantu. Penyelamatan korban yang juga merupakan salah satu aspek penting dalam tanggap darurat, di Desa Tangguh Bencana Poncosari sudah memiliki peta evakuasi bencana Tsunami serta petunjuk arah mengenai daerah evakuasi di setiap titik desa Poncosari (misalnya pada setiap perbatasan dusun). Serta adanya prosedur ketika bencana terjadi maka apa
yang harus dilakukan masyarakat juga tertulis didalam Rencana Kontijensi Desa Tangguh bencana Poncosari.
2. Pengorganisasian Desa Tangguh Bencana Tsunami Poncosari
Pengorganisasian pada Desa
Tangguh Bencana yaitu
membentuk Forum Pengurangan Resiko Bencana. Forum ini
mempermudah Badan
Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Bantul dalam
mengawasi kegiatan serta
memberikan pengarahan kepada masyarakat maka dibentuklah Forum. Forum ini merupakan
sebagai perantara antara
masyarakat dengan pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Bantul. Forum
pengurangan Resiko Bencana yang memiliki tujuan sebagai pihak
koordinator dalam
penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Di Desa Poncosari. FPRB Desa Poncosari dapat dikatakan sebagai BPBD tingkat desa sehingga forum ini memiliki kewenangan mengatur segala sesuatu yang berkaitan mengenai
penanggulangan bencana terutama di Desa Poncosari. Forum ini juga membantu pembentukan tim relawan, tim relawan merupakan anggota dari masyarakat desa sendiri yang secara sukarela namun harus memenuhi syarat yang dimiliki oleh forum untuk dapat bergabung dengan tim relawan. Tugas tim relawan yaitu sebagai tim yang nantinya bertugas untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang ada di adakan
kemudian tim relawan
menyampaikan materi pelatihan tersebut kepada masyarakat desa.
3. Pelaksanaan Desa Tangguh Bencana Tsunami Poncosari
Pada Desa Tangguh Bencana Poncosari ini mendapatkan pengarahan dari beberapa pihak luar selain Badan Penanggulangan Bencana Daerah yaitu PMI atau Palang Merah Indonesia dan
MDMC atau Muhammadiyah
Disaster Management Centre. Pengarahan yang diberikan oleh kedua pihak tersebut lebih kepada
penanganan korban karena
pengarahan yang mengenai seputar bencana atau kegiatan mengenai
bencana tentunya akan diberikan oleh pihak Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Kabupaten
Bantul. Pengarahan yang
dilakukan oleh pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul yaitu dengan
diberikan pelatihan dan
pengetahuan seputar penanganan bencana gempa dan tsunami. Masyarakat yang sudah diberikan sosialisasi awal mengenai daerah rawan bencana maka diberikan pelatihan mengenai penanganan bencana gempa bumi dan tsunami.
Pengarahan yang
dilakukan oleh pihak Palang Merah Indonesia yaitu dengan memberikan pengetahuan seputar penanganan mengenai pertolongan pertama pada korban bencana. Menjabarkan apa yang harus dilakukan oleh masyarakat untuk menolong korban bencana, serta persiapan obat-obat maupun perlengkapan pribadi juga diterangkan oleh pihak Palang Merah Indonesia. Masyarakat diharapkan lebih siap dan tangguh dalam menghadapi bencana serta
Pengarahan yang hampir sama
yang diberikan oleh
Muhammadiyah Disaster Management Centre (MDMC) yaitu pertolongan pada korban bencana yang mengalami luka serius. Hal ini juga memberikan bantuan kepada masyarakat mengenai penanganan luka serius misalnya saja patah tulang maka terdapat langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh masyarakat dengan menunggu tim medis datang
4. Evaluasi dan Pengawasan Desa Tangguh Bencana Tsunami Poncosari
Pengawasan yang dilakukan pada Desa Tangguh Bencana yaitu dengan mengevaluasi hasil
pelaksanaan kegiatan
penanggulangan bencana di Desa Poncosari, memperbaiki yang masih kurang dalam kegiatan-kegiatan tersebut dari melihat hasil evaluasi. Ketua Forum Pengurangan resiko Bencana mengatakan bahwa setelah kegiatan pelatihan terkadang banyak sekali masukan dari warga desa sehingga hal tersebut
merupakan salah satu bahan evaluasi bagi forum yang nantinya akan dibahas dan dirapatkan ketika kegiatan pelatihan selesai. Tidak hanya itu saja pengawasan juga dilakukan dengan cara pertemuan pada setiap hari rabu pahing dengan membahas kegiatan apa yang dilakukan serta sekaligus pencatatan dan pelaporan untuk transparansi ke seluruh anggota Forum Pengurangan resiko Bencana yang pertemuan tersebut juga dihadiri oleh perangkat desa. Pertemuan tersebut dilakukan agar dari Forum Pengurangan resiko Bencana Desa Poncosari selalu aktif dan mempunyai perencanaan kegiatan yang baru untuk dibahas agar tidak terlihat pasif.
Forum juga memiliki tugas lainnya yang juga termasuk dalam pengawasan yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Pelaporan mengenai keadaan Desa Poncosari dilakukan setiap dua hari sekali bahkan dapat jika terjadi bencana diluar hari
pelaporan maka forum tetap dapat melaporkan kejadian bencana tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa ketanggapan dari anggota forum sangatlah penting karena akan sangat membantu jika terjadi bencana sewaktu-waktu. Untuk lebih mempertanggungjawabkan serta melaporkan rincian dana, hasil kegiatan serta hambatan dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan Desa Tangguh Bencana yaitu tertulis dalam bentuk hasil Laporan Pertanggungjawaban
tahunan. Laporan
pertanggungjawaban tahunan ini disusun oleh anggota Forum Pnegurangan Resiko Bencana serta tim relawan dan dibantu oleh aparatur desa. Laporan ini akan diserahkan kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul yang nantinya akan dikirimkan ke pusat sebagai pertanggungjawaban penggunaan dana yang telah diberikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Pengawasan dalam Desa Tangguh bencana ini dikatakan sangat baik, karena dengan pemberian laporan kepada
Badan Penanggulangan bencana Daerah setiap dua hari sekali atau dapat dilakukan kapanpun ketika terjadi bencana. Sehingga membuat ketanggapan dari forum yang berasal dari masyarakat ini sendiri lebih berperan aktif dalam penanggulangan bencana di daerahnya
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai manajemen Desa Tangguh Bencana Desa Poncosari Kecamatan Srandakan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta, peneliti dapat menyimpulkan bahwa manajemen Desa Tangguh Bencana ini meliputi empat tahapan yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, evaluasi dan pengawasan. a) Perencanaan Desa Tangguh bencana terdapat penyusunan regulasi yaitu Peraturan Desa Poncosari Nomor 7 tahun 2013, setelah itu menganalisa ancaman bencana, kemudian membuat profil kerentanan yang ada di Desa Poncosari, mendata kapasitas yang dimiliki oleh Desa Poncosari,
menyusun perencanaan pengurangan resiko bencana yang terdiri dari RAK(Rencana Aksi Komunitas) dan Renkon (Rencana Kontinjensi). RAK meliputi rencana mitigasi yang akan dilakukan Desa Poncosari. Rencana Kontijensi merupakan kegiatan yang nantinya akan dilakukan ketika terjadi bencana seperti tanggap darurat serta evakuasi. b) Pada pengorganisasian Desa Tangguh Bencana Tsunami yaitu dengan pembentukan FPRB( Forum Pengurangan Resiko Bencana) Desa Poncosari, serta pembentukan tim relawan, kemudian juga terdapat forum komunikasi dari anggota FPRB. c) Pada Desa Tangguh Bencana Tsunami Desa Poncosari mendapatkan
pengarahan dari Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul, Palang Merah
Indonesia (PMI) serta MDMC
(Muhammadiyah Disaster
Management Centre). Pengarahan
yang diberikan oleh Badan
Penanggulangan Bencana Kabupaten Bantul yaitu diberikan pelatihan dan pengetahuan seputar penanganan
bencana gempa dan tsunami,
pengarahan yang dilakukan oleh Palang Merah Indonesia (PMI) yaitu
seputar penanganan mengenai
pertolongan pertama pada korban bencana dan pengarahan yang
diberikan oleh Muhammadiyah
Disaster Management Centre (MDMC) yaitu pertolongan pada korban bencana yang mengalami luka serius. d) Pengawasan yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul yaitu dengan melakukan evaluasi setiap kegiatan telah selesai, mengadakan perkumpulan setiap hari rabu pahing dengan anggota FPRB, Tim relawan serta Pemerintah Desa Poncosari. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul juga mewajibkan Forum Pengurangan Resiko Bencana untuk melapor keadaan Desa Poncosari, melaporkan hasil Laporan Pertanggungjawaban tahunan.
Hambatan yang ada pada Manajemen Desa Tangguh Bencana Poncosari yaitu terbagi menjadi 4 tahapan yaitu tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan. Tahap perencanaan yaitu sebagian masyarakat ada yang belum memahami desa tangguh bencana, sehingga ketika kegiatan awal ada
sebagian masyarakat yang tidak mengikuti kegiatan tersebut. Tahap pengorganisasian yaitu ada beberapa tim relawan yang semangatnya tidak menentu saat mengikuti kegiatan, pada tahap pelaksanaan yaitu kehadiran masyarakat yang tidak menentu dalam mengikuti kegiatan desa tangguh bencana dan masyarakat yang tidak selalu ingat dengan seluruh kegiatan penanggulangan bencana karena materi yang diberikan tidak dilakukan secara rutin. Pada tahap pengawasan yaitu kegiatan perkumpulan tiap hari rabu pahing tidak berjalan dengan efektif, saat berkumpul tidak ada pembahasan yang pasti mengenai kegiatan FPRB
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Manajemen Desa Tangguh Bencana Tsunami Desa Poncosari, peneliti memberikan saran sebagai berikut:
1. Pada tahap perencanaan lebih banyak diadakan sosialisasi ketika awal kegiatan, agar semua masyarakat mengetahui kegiatan yang ada serta mau berpartisipasi dalam keberhasilan kegiatan tersebut.
2. Pada tahap pengorganisasian seharusnya ketika sudah mendaftar dan diterima menjadi relawan maka semangat dari tim relawan harus konsisten. Terutama tim relawan merupakan kegiatan social yang harusnya setiap individu memiliki tanggungjawab yang besar akan kegiatan social.
3. Pada tahap pelaksanaan untuk setiap kegiatan diberikan undangan jauh hari sebelum kegiatan misalnya satu minggu sebelum kegiatan agar masyarakat dapat meluangkan waktunya, sosialisasi mengenai kegiatan lebih digalakkan lagi agar masyarakat memiliki rasa ingin tahu dalam hal penanggulangan bencana
4. Pada tahap pelaksanaan
Masyarakat maupun FPRB
harusnya lebih aktif dalam mencari kegiatan mengenai edukasi penanggulangan bencana, tidak menunggu pemberian materi dari PMI dan MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Centre).
5. Pada tahap pengawasan untuk setiap pertemuan disusun terlebih dahulu apa yang akan dibahas didalam pertemuan, benar-benar
direncanakan terlebih dahulu agar ketika berkumpul sangat efektif dan tidak memakan waktu yang banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2000. Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta Brantas M. Pd. 2009. Dasar-dasar manajemen. Bandung: Alfabeta Dunn,William N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
http://bnpb.go.id/website/asp/berita_lis t.asp?id=1072. diakses pada tanggal 9 Mei 2014.
http://dewinadiaihzana.blogspot.com/2
013/12/kajian-model-desa-tangguh-
bencana-dalam.html?m=1 diakses pada tanggal 10 Mei 2014
http://semarang.bisnis.com/read/20140 526/31/73040/bantul-bentuk-desa-tangguh bencana diakses pada tanggal 20 Oktober 2014
http://sustainableponcosari.wordpress.
com/2013/05/29/desa-tangguh-bencana/ diakses tanggal
20 oktober 2014 http://tabloidjubi.com/z/index.php/201 2-10-15-06- 23- 41/jayapura/20514-desa- tangguh-bencana-membangun-kesadaran-masyarakat. diakses pada tanggal 9 Mei 2014.
http://www.slideshare.net/8sight/kamp ung-siaga-bencana-dua-versi
diakses pada tanggal 1 November 2014
Kusumasari, Bevaola. 2014.
Manajemen Bencana dan Kapabilitas Pemerintah Lokal.Yogyakarta:
Gavamedia
Malayu S.P Hasibuan. 2001.
Manajemen Dasar,
Pengertian, dan masalah. Jakarta: Bumi Aksara
Moleong, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja
Nurjanah dkk. 2012. Manajemen Bencana. Bandung: Alfabeta Peraturan Daerah Kabupaten Bantul
Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Penanggulangan Bencana Peraturan Desa Poncosari Nomor 7
penanggulangan Bencana Desa Poncosari
Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Penanggulangan Bencana Peraturan Kepala BNPB Nomor 1
Tahun 2012 mengenai
Pedoman Umum Desa
Tangguh Bencana
Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana Ramli,Soehatman. 2011. Pedoman
Praktis Manajemen Bencana. Jakarta: Dian Rakyat
Riant, Nugroho. 2008. Public Policy. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo
Subarsono. 2005. analisis kebijakan public:konsep, teori dan aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta
Terry R. George dan Rue W. Leslie.
2000. Dasar- dasar
Manajemen. Jakarta : Bumi Aksara
Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2007 mengenai
Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana Wawan Andriyanto dkk. 2011. Siaga
selalu aman seterusnya,sebuah pembelajaran menuju Desa Tangguh. Yogyakarta: YP2SU
Winarno, Budi. Kebijakan Publik, teori dan proses. 2002. Yogyakarta: Media Presindo