• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG DAN LIMBAHNYA SEBAGAI PAKAN TERNAK DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN SEJUTA SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG DAN LIMBAHNYA SEBAGAI PAKAN TERNAK DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN SEJUTA SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG DAN

LIMBAHNYA SEBAGAI PAKAN TERNAK DALAM

MENDUKUNG PENGEMBANGAN SEJUTA SAPI

DI NUSA TENGGARA BARAT

(Potency of some Variety of corn and their wastes as Cattle Feed

Supporting “a Million Cattle Program” in West Nusa Tenggara)

BAIQ TRI RATNA ERAWATI danA.HIPI

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat Jl. Peninjauan Narmada, PO Box 1017, Mataram 83010

ABSTRACT

To meet the needs of domestic meat, the government in addition to imported cattle or meat from the outside in large numbers, also continued trying to improve livestock production/national meat production In increasing production of livestock/meat nationally, improvements in providing breeding stock and also in provision of feed/forage is needed. Corn is a commodity that is potentially be integrated with livestock development, because all the corn crop waste could be used as cattle feed. Therefore research on varieties of corn that have high yield and waste was done. The results showed that varieties affected yield and corn waste. Bima-4 and Bima-3 variety had the highest yield potency and good waste compared to 8 varieties and other strains. Maize grain yield obtained amounted to 7469 kg/ha (Bima-3) and 7267 kg/ha (Bima-4), and weight of leaves above the cob produced reaches 4206 kg/ha (Bima-4). In order to meet food needs all year around cropping system should be developed with an increased Harvest Index (HI) 300 maize after rice, for the development of a million cattle in West Nusa Tenggara can be realized.

Key Words: Maize, Waste, Animal Feed

ABSTRAK

Untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri pemerintah selain mengimpor sapi atau daging dari luar dalam jumlah besar, juga terus berusaha untuk meningkatkan produksi ternak/daging nasional. Di dalam meningkatkan produksi ternak/daging nasional, disamping diperlukan perbaikan dalam pengadaan bibit ternak juga dalam penyediaan pakan/hijauan. Jagung merupakan komoditi potensial yang dapat dipadukan dengan pengembangan ternak, karena semua limbah tanaman jagung dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Untuk itu penelitian tentang varietas yang memiliki potensi hasil dan limbah yang tinggi perlu diketahui. Hasil kajian menunjukkan bahwa varietas berpengaruh terhadap hasil dan limbah jagung. Varietas Bima-4 dan Bima-3 memiliki potensi hasil dan limbah tertinggi baik brangkasan dan janggelnya dibandingkan dengan 8 varietas dan galur lain. Hasil biji jagung yang diperoleh sebesar 7.469 kg/ha (Bima-3) dan 7.267 kg/ha (Bima-4), dan bobot rangkasan kering yang dihasilkan mencapai 4.206 kg/ha (Bima-4). Untuk dapat memenuhi kebutuhan pakan sepanjang tahun perlu dikembangkan sistem penanaman dengan peningkatan Indeks Panen (IP) 300 jagung setelah padi, agar pengembangan sejuta sapi di NTB dapat terwujud.

Kata Kunci : Jagung, Limbah, Pakan Ternak

PENDAHULUAN

Untuk memenuhi kebutuhan akan daging, susu dan telur maka produksi peternakan harus ditingkatkan secara terus-menerus dan ini dapat dicapai dengan meningkatkan efisiensi

produksi peternakan secara menyeluruh dalam berbagai aspek. Efisiensi produksi peternakan akan sangat tergantung dari ketersediaan pakan atau makanan ternak yang berkualitas dalam jumlah yang cukup sepanjang tahun.

(2)

Ketersediaan pakan ini harus dipenuhi dari hasil-hasil pertanian.

Kedepan jagung merupakan salah satu komoditi strategis dalam penyediaan bahan pangan sumber karbohirat dan juga akan terkait penting dengan industri peternakan dalam negeri yang dewasa ini terus diupayakan pengembangannya. Pada tahun 2011, Indonesia masing mengimpor (kekurangan) daging sapi sebanyak 30% dari kebutuhan (BADAN LITBANG PERTANIAN, 2011), sehingga pemerintah telah dan akan terus meningkatkan produksi daging sapi nasional.

Dalam upaya mencapai target tersebut baik pemerintah pusat maupun daerah melakukan beberapa macam strategi, khusus untuk Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat melakukan program pengembangan Sapi dan Jagung. Dimana untuk sapi pada tahun 2015 diharapkan dapat mencapai sejuta ekor, sedangkan jagung pada tahun 2011, ditargetkan produksi dapat mencapai 407.000 ton (DIPERTA, NTB, 2011). Tentunya kedua komoditi tersebut dapat diintegrasikan dalam pelaksanaannya sehingga efisiensi usaha dapat ditingkatkan.

Peningkatan produksi jagung berarti pula meningkatkan produksi limbah, baik berupa jerami maupun tongkol jagung. Penggunaan jerami jagung semakin populer akhir-akhir ini, karena berkurangnya ketersediaan hijauan akibat keterbatasan lahan dan berkembangnya populasi ternak (ruminansia). Jerami jagung setelah jagung dipanen merupakan salah satu sumber makanan ternak yang banyak disukai peternak. Di daerah-daerah kering yang rumputnya sedikit, petani biasanya memanfaatkan dan menyimpan jerami jagung untuk dipakai sebagai makanan ternak.

Berdasarkan kondisi demikian maka tujuan dari pengkajian ini adalah mengetahui potensi hasil dan limbah yang dimiliki oleh beberapa varietas dan galur jagung dalam mendukung pengembangan ternak di NTB.

MATERI DAN METODE

Pengkajian dilakukan di lahan sawah, Kecamatan Lembar, Kabupaten Lombok Barat pada bulan Agustus sampai Nopember 2010. Pengkajian dilaksanakan di lahan petani (on farm research) yang dilaksanakan oleh petani

bersama peneliti dan penyuluh untuk mengetahui potensi jagung serta limbahnya pada berbagai varietas jagung yang diuji dalam upaya penyediaan pakan ternak.

Pengkajian menggunakan rancangan acak kelompok, dengan perlakuan varietas dan galur (4 varietas baru, 2 varietas yang umum ditanam petani dan 4 galur potensial), masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Ukuran petak setiap perlakuan 15 × 20 m.

Penanaman dilakukan dengan

menggunakan jarak tanam 75 × 40 cm, 2 biji per lubang tanam. Pemupukan pertama dilakukan pada umur tanaman 7 hst (hari setelah tanam), dengan dosis seluruh NPK Phonska (250 kg/ha), diberikan dengan cara ditugal 5 cm disamping tanaman. Pemupukan susulan dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan (30 hst) dengan dosis seluruh urea (250 kg/ha) dengan cara ditugal disamping tanaman pada jarak 10 – 15 cm.

Penyiangan dilakukan sebanyak 1 kali yaitu pada saat tanaman berumur 14 hst. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan memberikan carbofuran pada saat bersamaan tanam. Pemangkasan brangkasan dilakukan pada saat tanaman masak fisiologis. Panen dilakukan pada saat masak fisiologis yang ditandai dengan kelobot jagung berwarna kuning kecoklatan.

Parameter yang diamati adalah berat barangkasan pada saat masak fisiologis, berat kelobot, berat tongkol (janggel) jagung, dan bobot biji jagung (kg/ha). Data yag terkumpul dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA), dan jika ada perbedaan antar perlakuan, dilanjutkan dengan uji Duncan 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Biji jagung umumnya banyak diberikan pada ternak unggas, namun demikian menurut TANGENDJAJA dan GUNAWAN (1988), biji jagung banyak diberikan pada ternak sapi perah di Amerika dan negara maju lainnya. Untuk itu upaya peningkatan produktivitas biji jagung perlu dilakukan. Berdasarkan hal tersebut, dari hasil kajian pada Tabel 1, diketahui bahwa penggunaan varietas berpengaruh terhadap hasil biji jagung. Dari 10 varietas dan galur yang diuji, 4 varietas menunjukkan produktivitas tinggi > 6 t/ha dan

(3)

tidak berbeda nyata yaitu Bima-3, Bima-4, Pioneer 21 dan Bima-2, dimana produktivitas secara berurutan sebesar 7.469 kg/ha, 7.267 kg/ha, 6.788 kg/ha dan 6.145 kg/ha biji pipilian kering. Sedangkan hasil biji terendah sebesar 4.986 kg/ha yang dihasilkan oleh varietas Bima-5.

Tabel 1. Hasil biji (kg/ha) dan bobot brangkasan kering (kg/ha) dari beberapa varietas dan galur jagung pada lahan sawah, Kabupaten Lombok Barat, NTB 2010

Varietas/galur Hasil biji (kg/ha) Bobot brangkasan kering (kg/ha) Bima-2 6.145,0abcd 3.553,3cd Bima-3 7.469,0a 3.905,7b Bima-4 7.267,7ab 4.206,3a Bima-5 4.986,7d 3.767,0bc Pioneer-21 6.788,0abc 3.322,3de Bisi-816 5.735,3cd 3.316,3de ST-38 5.500,3cd 3.131,7e ST-48 5.912,0bcd 3.824,7b ST-50 5.311,0cd 3.720,7bc ST-56 5.108,7d 3.755,3bc CV 12,99 3,95 Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan pengaruh nyata pada taraf 5%

Selain biji, limbah tanaman jagung juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Bagian tanaman yang berada di atas tongkol yang umumnya diambil segera menjelang panen tongkol disebut dengan barangkasan (biomass). Brangkasan jagung setelah mengalami pengeringan disebut dengan barangkasan kering (biomass kering). Dari hasil kajian pada Tabel 1, diketahui bahwa biomass kering yang dapat dihasilkan berkisar antara 3,0 – 4,2 (t/ha), biomass/brangkasan tertinggi yang dapat dihasilkan sebanyak 4.206 kg/ha dari varietas Bima-4 yang nyata berbeda dengan varietas dan galur lainnya. Sedangkan bobot brangkasan terendah sebanyak 3.131 kg/ha yang dihasilkan oleh Galur ST-38. Hal ini sesuai dengan laporan SARIUBANG, et al. (2000), bahwa 1 ha lahan jagung menghasilkan limbah kering antara 2,1 – 6,0 ton.

Brangkasan jagung baik diberikan untuk ternak sapi karena mengandung serat dan protein yang cukup. Pakan dari brangkasan jagung memiliki kualitas yang lebih baik dari jerami padi, karena brangkasan jagung memiliki kandungan serat kasar 27,8% dan protein 7,4% sementara padi kandungan serat kasar 28,8% dan protein 4,5% (SUBANDI dan ZUBACHTIRODIN, 2004).

Ternak sapi membutuhkan pakan minimal 10% dari bobot badannya. Limbah jagung dalam bentuk kering dapat diberikan 30 – 40% dari jumlah pakan yang diberikan. Bila diberikan diatas komposisi tersebut menyebabkan kandungan gizi yang didapat oleh ternak kurang berimbang, akibatnya ternak akan menerima kelebihan energi namun mengalami defisiensi protein (SAUN, 1991 dalam YASA dan ADIJAYA, 2004).

Untuk mengetahui potensi brangkasan (biomass) jagung sebagai sumber pakan ternak perlu dilakukan perhitungan. Jika diasumsikan bobot badan sapi Bali di Nusa Tenggara Barat (NTB) rata-rata 250 kg, mengkonsumsi hijauan kering sebanyak 3% dari bobot badannya maka memerlukan 7,5 kg hijauan kering/ekor/hari. Dengan demikian, ketersediaan barngkasan kering (varietas Bima-4) sebanyak 4.026 kg/ha/musim, mampu mencukupi kebutuhan ternak sapi sebanyak 1,47 ekor/tahun. Tetapi bila brangkasan jagung diberikan dengan komposisi 40% dari seluruh pakan yang diberikan (7,5 kg), maka perlu 3 kg hijaun kering/ekor/hari. Dengan jumlah brangkasan kering sebanyak 4.026 kg/ha/musim, mampu mencukupi kebutuhan ternak sapi sebanyak 3,68 ekor/tahun.

Diketahui bahwa potensi pengembangan lahan jagung di NTB seluas 404 ribu hektar lebih, tetapi yang baru tertanami pada tahun 2010 seluas 97.120 hektar, dengan rincian musim hujan seluas 74.185 hektar dan musim kemarau seluas 22.935 hektar (DIPERTA NTB, 2011). Jika luas areal penanaman jagung di NTB pada Musim hujan adalah 74.185 hektar, dengan asumsi jumlah brangkasan kering jagung (varietas Bima-4) sebanyak 4.026 kg/ha/musim, dengan kebutuhan sapi sebanyak 7,5 kg/ekor/hari maka akan dapat memenuhi kebutuhan pakan sapi sebanyak 109.051 ekor/tahun pada musim hujan. Tetapi jika sapi hanya diberikan pakan sebanyak 40% dari seluruh pakan yang diberikan, dengan luas

(4)

penanaman jagung pada musim hujan seluas 74.185 hektar, maka akan dapat memenuhi kebutuhan sapi sebanyak 273.000 ekor/tahun. Luas penanaman jagung pada Musim Kering (MK.I dan MK.II) di NTB seluas 22.935 hektar, akan dapat memunuhi kebutuhan sapi sebanyak 33.714 ekor/tahun (bila pakan yang diberikan sebanyak 7,5 kg/ekor/hari) atau 84.400 ekor /tahun (bila pakan diberikan sebanyak 3 kg/ekor/hari). Sehingga total luas penanaman jagung NTB seluas 97.120 hektar akan mampu memenuhi kebutuhan sapi sebanyak 142.766 ekor/tahun (bila pemberian pakan sebanyak 7,5 kg/ekor/hari) atau 357.401 ekor/tahun (bila pemberian pakan sebanyak 3 kg/ekor/hari). Dari hasil kajian ini menunjukkan bahwa brangkasan kering jagung cukup potensial sebagai sumber pakan ternak sapi. Oleh sebab itu sangat memungkinkan Pemerintah NTB mencanangkan pengembangan sejuta sapi, karena pakannya dapat bersumber dari brangkasan jagung, dengan catatan penanaman jagung dilakukan pada potensi areal penanaman jagung seluas 404.000 ha, karena akan dapat memenuhi kebutuhan sapi sebanyak 1.486.720 ekor/tahun (bila pakan diberikan sebanyak 3 kg/ekor/hari) atau 593.880 ekor/tahun (bila pemberian pakan sebanyak 7,5 kg/ekor/hari).

Selain brangkasan, limbah jagung lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yaitu kelobot (Kulit kupasan tongkol) dan janggel (tongkol jagung setelah dipipil). Menurut SUBANDI dan ZUBACHTIRODIN (2004), kelobot jagung telah banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak di pulau Jawa. Dari hasil analisis proksimat (%) yang dilakukan oleh AKIL, et al (2004), bahwa kelobot jagung lebih rendah dari brangkasan, kandungan protein kasar kelobot jagung 3 kali protein kasar brangkasan, dan lemak kasar kelobot 2 kali lemak kasar brangkasan.

Dari hasil kajian pada Tabel 2, diketahui bahwa dari 10 varietas dan galur yang diuji memiliki bobot kelobot kering antara 649,3 – 1.916,7 kg/ha, dimana penggunaan varietas berpengaruh terhadap bobot kelobot kering jagung. Bobot kelobot tertinggi dihasilkan oleh Galur ST-48 sebanyak 1.916 kg/ha.

Jika dalam 1 ha dihasilkan kelobot kering sebanyak 1.916 kg/ha, dengan asumsi kebutuhan pakan sapi diberikan dengan komposisi 30% dari seluruh pakan yang diberikan (7,5 kg), maka perlu 2,25 kg kelobot

Tabel 2. Bobot kelobot (kg/ha) dan janggel jagung (kg/ha) sebagai hasil samping dari beberapa varietas dan galur pada lahan sawah, Kabupaten Lombok Barat, NTB 2010.

Varietas/galur Bobot kelobot (kg/ha) Bobot janggel (kg/ha) Bima-2 1.291,3ab 2.222,3bc Bima-3 1.131,0ab 2.666,7ab Bima-4 1.088,3b 2.748,7a Bima-5 1.037,7b 2.200,0bc Pioneer-21 1.279,3ab 1.844,3cd Bisi-816 649,3b 1.889,0cd ST-38 1.267,0ab 1.589,0d ST-48 1.916,7a 2.155,7c ST-50 1.125,0ab 2.067,0cd ST-56 1.015,0b 2.244,3bc CV 36,09 12,38 Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan pengaruh nyata pada taraf 5%

kering/ekor/hari. Dengan demikian akan mampu memenuhi kebutuhan sapi sebanyak 2,33 ekor/tahun. Bila luas penanaman jagung di NTB adalah 97.120 hektar maka akan dapat memenuhi kebutuhan pakan sapi sebanyak 226.583 ekor/tahun dari pemanfaatan kelobot jagung.

Janggel jagung dapat juga digunakan sebagai pakan ternak. Janggel jagung adalah tongkol tempat melekatnya biji jagung, bila biji jagung dipipil maka yang terlihat adalah janggelnya. Dari hasil kajian pada tabel 2, diketahui bahwa varietas jagung berpengaruh terhadap bobot janggel. Bobot janggel tertinggi dihasilkan oleh 2 varietas yaitu Bima-4 dan Bima-3 yang nyata berbeda dengan 8 varietas dan galur lainnya. Bobot janggel yang dihasilkan berturut-turut sebesar 2.748,7 kg/ha dan 2.666,7 kg/ha, sedangakn bobot janggel terendah sebesar 1.589 kg/ha yang dihasilkan oleh Galur ST-38.

Pada umumnya janggel jagung dihancurkan terlebih dahulu, baru diberikan sebagai pakan ternak. Menurut TANGENDJAJA dan GUNAWAN, (1988), menyatakan bahwa janggel jagung banyak digunakan terutama untuk penggemukan sapi, dengan komposisi sebanyak 20% dari

(5)

seluruh pakan yang diberikan. Jika seluruh pakan sapi sebanyak 7,5 kg/ekor/hari maka komposisi 20% menjadi 1,5

kg/ekor/hari. Jika dalam 1 ha tanaman jagung dihasilkan 2.748 kg janggel jagung (Varietas Bima-4), dengan pemberian 1,5 kg janggel/ ekor/hari, akan dapat memenuhi kebutuhan sapi sebanyak 5,02 ekor/tahun. Bila luas penanaman jagung di NTB tahun 2010 seluas 97.120 ha, maka akan dapat memenuhi pakan sapi sebanyak 487.542 ekor.

Semua potensi yang diuraikan diatas adalah potensi samping dari tanaman jagung selain biji jagung. Dengan total luas penanaman jagung di NTB tahun 2010 seluas 97.120 ha, dari brangkasan jagung dapat memenuhi kebutuhan sapi sebanyak 357.401 ekor/tahun (bila pemberian pakan sebanyak 3 kg/ekor/ hari) atau 142.766 ekor/tahun (bila pemberian pakan sebanyak 7,5 kg/ekor/hari), dari kelobot jagung dapat memenuhi kebutuhan sapi sebanyak 226.289 ekor/tahun, dari janggel jagung dapat memenuhi kebutuhan sapi sebanyak 487.542 ekor/tahun. Sehingga dengan total penanaman jagung seluas 97.120 ha (2010) akan dapat memenuhi kebutuhan pakan sapi berkisar antara 856.598 – 1.071.234 ekor/ tahun. Ini menunjukkan bahwa program Pemerintah NTB mengembangkan 1 juta sapi sangat memungkinkan, dengan kriteria antara lain: 1) seluruh limbah tanaman jagung dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat, khususnya para peternak sapi; 2) pemerintah daerah NTB dapat memanfatkan potensi lahan untuk pertanaman jagung seluas 404.000 ha secara optimal.

KESIMPULAN

1.Empat (4) dari 10 varietas dan galur yang diuji menunjukkan hasil biji jagung tertinggi yaitu Bima-3 (7.467 kg/ha), Bima-4 (7.267 kg/ha), Pioneer 21 (6.788 kg/ha) dan Bima-2 (6.145 kg/ha).

2.Jagung dapat menghasilkan biomas berupa brangkasan, kelobot dan janggel yang dapat dimanfaatkan sepakai pakan ternak.

3.Varietas Bima-4 memiliki bobot brangkasan jagung tertinggi yaitu kg/ha 4.206 kg/ha, yang dapat mendukung pemeliharaan sapi sebanyak 1,47 – 3,68 ekor/tahun.

4.Galur potensial ST-48 (1.916,7 kg/ha) memiliki bobot kelobot tertinggi. Dari kelobot jagung berpotensi untuk mendukung pemeliharaan sapi sebanyak 2,33 ekor/tahun. 5.Varietas Bima-4 (2.748 kg/ha) dan Bima-3 (2.666 kg/ha) memiliki bobot janggel tertinggi, dari potensi janggel dapat mendukung pemeliharaan sapi sebanyak 5,02 ekor/tahun.

6.Pengembangan sapi di NTB perlu diintegrasikan dengan tanaman jagung. Pemanfaatan potensi lahan seluas 404.000 ha perlu dilakukan secara optimal. Petani dapat memanfaatkan limbah tanaman jagung secara optimal terutama untuk para peternak sapi. Dengan memanfaatkan limbah tanaman jagung secara optimal, mulai dari brangkasan, kelobot dan janggel jagung, dari luasan lahan 1 ha akan dapat mendukung kebutuhan sapi sebanyak 8,82 – 11,03 ekor/tahun

DAFTAR PUSTAKA

AKIL, M., M. RAUF dan A.F. FADHLY. 2003. Teknologi Budidaya Jagung Untuk Pangan dan Pakan yang Efisien dan Berkelanjutan pada Lahan Marjinal. Laporan Penelitian Balitsereal. Maros, Sulawesi Selatan.

BADAN LITBANG PERTANIAN, 2010. Rencana

Strategi Badan Penelitian dan Pengembangan pertanian 2010 – 2014. Badan Litbang Pertanian, Jakarta.

DIPERTA NTB. 2011. Target Produksi Jagung 2011 – 2012. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi NTB. Mataram. TANGENDJAJA,B. dan GUNAWAN, 1988. Jagung dan

limbahnya untuk makanan ternak. Dalam

Jagung. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor. hlm. 349 – 378.

SARIUBANG, M, D. PASAMBE, S.N. TAMBING, S.

BAHAR dan A. NURHAYU. 2000. Alternatif pengembangan ternak ruminansia melalui pendekatan integrasi dengan pertanian terpadu. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18 – 19 September 2000. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 473 – 477.

(6)

SUBANDI dan ZUBACHTIRODIN, 2004. Prospek pertanaman jagung dalam poduksi biomas hijauan pakan. Prosiding Pemberdayaan Petani Miskin di Lahan Marginal Melalui Inovasi teknologi Tepat Guna. Badan Litbang Pertanian, Jakarta. hlm. 105 – 110.

ROY. 2009. Prospek Pengembangan IP 400 jagung mendukung Peningkatan Produksi Jagung Nasional. Makalah disampaikan pada Pelatihan Perbenihan Jagung. Maros Sulawesi Selatan November 2009.

YASA RAE, M.I. dan N.I. ADIJAYA. 2004. Daya Dukung Limbah Jagung dan Kacang Tanah untuk Pakan Sapi di Lahan Marginal. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.

Gambar

Tabel 1.  Hasil  biji  (kg/ha)  dan  bobot  brangkasan  kering  (kg/ha)  dari  beberapa  varietas  dan  galur jagung pada lahan sawah, Kabupaten  Lombok Barat, NTB 2010
Tabel 2.  Bobot  kelobot  (kg/ha)  dan  janggel  jagung  (kg/ha)  sebagai  hasil  samping  dari  beberapa  varietas  dan  galur  pada  lahan  sawah,  Kabupaten  Lombok  Barat,  NTB  2010

Referensi

Dokumen terkait

Melalui hasil uji hipotesis ditemukan bahwa persepsi harga, produk, promosi, dan tempat secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian sepeda

Pada umumnya masyarakat mengartikan kredit sebagai hutang yang pada jangka waktu tertentu harus di bayar lunas (Mgs. Bank dalam memberikan kredit menggunakan dana yang berasal

Maka berbicara mengenai kewenangan Mahkamah Syar’iyah dalam mengadili tindak pidana penistaan agama memang tidak terlepas dari aturan perUndang-Undangan yang diatur

Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lainnya sehingga meningkatkan atau mengurangi

- Peserta didik mampu menguji hasil konfigurasi VLAN pada cisco dengan terampil.. Alat,Media dan

Secara khusus penataan Kota Gunungsitoli melalui program pembangunan strategis secara signifikan telah mengubah wajah Pusat Kota Gunungsitoli menjadi lebih baik,

Berdasarkan identifikasi tersebut, dapat diketahui bahwa masih ada 7 permasalahan kritis yang dialami oleh pasien rawat inap ketika memperoleh layanan jasa dari rumah

Berdasarkan hal tersebut, model pembangunan yang berpusat pada rakyat merupakan suatu alternatif baru untuk meningkatkan hasil produksi pembangunan guna memenuhi