BAB II
SOSIOKULTUR DAN
SEJARAH DESA GERDUREN
A. Sosiokultur Desa Gerduren.
Sebelum membahas lebih jauh tentang sejarah desa Gerduren, maka akan
dibahas terlebih dahulu mengenai sosiokulturnnya untuk lebih mengenal desa
Gerduren, meskipun hanya sekilas, tetapi dapat menggambarkan tentang
gambaran umum desa Gerduren.
Desa Gerduren merupakan salah satu desa di Kecamatan Purwojati
Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa tengah. Terletak di sebelah barat daya
kabupaten Banyumas mempunyai luas wilayah 507.520 ha, dengan batas-batas
sebagai berikut :
1. Utara : Desa Karang Talun Kidul
2. Timur : Desa Tunjung Jatilawang
3. Selatan : Desa tinggar Jaya Jatilawang
4. Barat : Desa Klapagading Wangon
Secara administratif, desa Gerduren terdiri dari 4 Dusun, yang terdiri dari
30 RT dan 8 RW. dusun I bernama Garut berbatasan dengan desa Karang Talun
Kidul, Purwojati dusun II bernama Glempang berbatasan dengan Klapagading,
Jatilawang dan yang terakhir Dusun IV bernama Kalipandan berbatasan dengan
Tinggarjaya Jatilawang.
Dari kempat dusun tersebut yang paling jauh secara geografis adalah
dusun II yaitu Glempang yang merupakan perbatasan dengan desa Klapagading
dimana desa tersebut sudah termasuk wilayah kecamatan Wangon. Dahulu kadus
II belum masuk wilayah Gerduren, namun masuk wilayah Jatilawang. Ketika ada
fenomena alam dan bukit yang ada di Desa Gerduren terbelah maka dusun
tersebut secara geografis masuk ke wilayah Gerduren.
Berdasarkan letak geografisnya desa Gerduren sebenarnya lebih dekat
dengan kecamatan Jatilawang dan kecamatan Wangon, akses jalan untuk menuju
desa Gerduren yang paling mudah pun melewati desa Gentawangi yang
merupakan bagian dari Kecamatan Jatilawang. Hampir semua jalan yang ada di
desa Gerduren rusak parah dan masih banyak yang tidak beraspal seperti di dusun
Glempang dan dusun Garut, desa Gerduren berada di bagian ujung barat daya
kecamatan Purwojati letak desa Gerduren terbilang cukup unik karena lebih dekat
dengan kecamatan Jatilawang dan Wangon, namun desa Gerduren justru masuk
kedalam wilayah Kecamatan Purwojati.
Di desa Gerduren hanya terdapat 2 TK dan 3 SD untuk melanjutkan ke
SMP dan SMA harus keluar dari desa tersebut. Akses untuk menuju ke sekolah
tingkat atas justru lebih dekat dengan kecamatan Jatilawang dan Wangon,
keluar dari wilayah kecamatan Purwojati karena memang untuk menuju ke
kecamatan terbilang jauh.
Masyarakat desa Gerduren kebanyakan bekerja sebagai buruh tani dan
petani. Pertanian padi dan singkong menjadi garapan utama untuk sumber rezeki,
pertanian di desa Gerduren masih mengunakan sistem tradisioanal dimana panen
padi dalam setahun hanya dua kali penen raya, sistem irigasi sebenarnya
direncanakan bisa masuk ke wilayah desa, segala fasilitas penunjangpun sudah
dibuat seperti bak penampungan air dan alat penyedot air namun ternyata alat
penyedot air yang di ambil dari Sungai Tajum ternyata tidak bisa mengalir sampai
ke bak penampungan air desa tersebut, karena medan yang dituju terlalu jauh dan
menerjal, upaya untuk mengatasi masalah itupun sebenarnya sudah dirumuskan
oleh pemerintah dan masyarakat setempat, namun kembali masalah biaya yang
mengganjal, bahkan hingga sekarang proyek irigasi itu dibiarkan begitu saja.
Sebagian sawah dan ladang di sekitar dusun I berdekatan dengan aliran
sungai kecil yang hanya cukup untuk mengairi sawah serta ladang di sekitar
daerah tersebut namun kebanyakan sawah dan ladang yang terdapat di desa
Gerduren berada jauh di sekitar aliran sungai, bahkan ada yang letak sawahnya
berada di jauh aliran sungai seperti sawah yang berada di dusun III (Garut) letak
sawahnya justru lebih dekat dengan hutan oleh karena itu masyarakat sekitar
hanya mengandalkan air hujan ketika memasuki masa penghujan tiba. Untuk
menanam bibit pertanian biasanya pada masa-masa rendeng (musim penghujan),
memang di desa Gerduren kebanyakan sawah yang ada adalah sawah tadah hujan
dimana air hujan merupakan sumber irigasi yang utama.
Sejak zaman dahulu mayoritas masyarakat desa Gerduren bermata
pencaharian sebagai petani, yang paling besar dari sektor pertanian yaitu
pertanian padi, namun di sana tidak hanya pertanian padi yang berkembang,
namun juga ada sektor pertanian lain seperti palawija, jagung, kedelai dan
singkong. Untuk sektor pertanian singkong kebanyakan dijual ke wilayah lain
seperti Wangon dan Jatilawang. Sekali kirim ke daerah lain bisa berton-ton
banyaknya tergantung pesananya oleh pengepul atau langsung kepada orang yang
memproduksi jajanan yang menggunakan singkong sebagai bahan bakunya.
Hingga penelitian dibuat pemerintahan di desa Gerduren berjalan lancar
dengan bapak Yasro sebagai kepala desanya, beliau menjabat sebagai lurah dari
tahun 1999 hingga sekarang, di samping pelayanan kepada masyarakat yang
menjadi kewajiban utama, namun di dalam kepemimpinan beliau juga tidak
melupakan untuk melestarikan kesenian daerah, yang menjadi ciri khas dari desa
Gerduren. Diawali dengan pembentukan pokmas (kelompok masyarakat) yang
merupakan wadah dari aspirasi masyarakat termasuk di dalamnya mewadahi
kesenian yang ada di desa tersebut (Wawancara Yasro pada tanggal 13 Mei 2012).
Pokmas melakukan pembinaan kepada para generasi muda desa tersebut
untuk terus melestarikan kesenian, di samping untuk mengenalkan kepada daerah
lain tentang kesenian yang ada di desa Gerduren, dengan kegiatan latihan rutin
kenal oleh para generasi yang akan datang sehingga tidak hanya menjadi sejarah
masa lalu tetapi diharapkan kesenian ini tetap ada diwariskan dari generasi ke
generasi.
B. Sejarah singkat desa Gerduren.
Sejarah desa Gerduren tidak bisa dilepaskan dengan sejarah lengger di
desa tersebut, pada zaman dahulu kira-kira tahun 1813 daerah Gerduren
digunakan sebagai tempat penggembala kerbau dari hulu sampai hilir sepanjang
luas daerah tersebut, dahulu daerah tersebut dialiri oleh Sungai Tajum. Karena
daerahnya sangat subur dekat dengan aliran sungai, maka penguasa Pasir Luhur
pada saat itu, R. Tumenggung Tejakusuma memanfaatkan daerah tersebut untuk
menggembala kerbau dan mengembangbiakannya, yang bertugas merawat dan
mengawasi di daerah tersebut bernama Mbah kasut, orang asli dari Pasir Luhur.
Pada awalnya Mbah Kasut di daerah tersebut hidup sebatang kara karena merasa
kesepian namun tugas itu tidak mungkin untuk ditinggalkan sebagai bentuk
pengabdian kepada penguasa setempat, maka beliaupun memanggil istri dan
saudara-saudaranya untuk tinggal di daerah tersebut, orang pertama yang
menginjakan kaki di desa tersebut menurut cerita yang berkembang di masyarakat
adalah Mbah Kasut. Aktivitas beliau selain menggembala kerbau adalah bertani
untuk menyukupi kebutuhan sehari-hari, di dalam perkembangannya banyak
orang yang datang dari Pasir Luhur untuk menetap di situ karena memang daerah
tersebut mengandung daya tarik karena kesuburan tanahnya yang dialiri oleh
Sampai pada suatu masa daerah tersebut kedatangan seseorang, tersebutlah
nama Ki Warga Dipa yang kelak akan menjadi lurah pertama di desa tersebut,
mengenai asal usul Ki Warga Dipa sendiri bapak Tamiaji mengatakan bahwa dia
berasal dari daerah Bagelen sekarang Purworejo, yang kemudian lari dari
daerahnya karena memberontak kepada ayahnya sendiri, Ki Warga Dipa
melakukan pemberontakan disebabkan karena beliau tidak dipercaya untuk
meneruskan kedudukan ayahnya menjadi seorang lurah di Bagelen, bahkan
menurut cerita yang berkembang di masyarakat beliau juga sempat membunuh
beberapa orang yang ditunjuk oleh ayahnya untuk menjabat sebagai lurah desa
bagelen karena merasa dirinyalah yang berhak menggantikan posisi ayahnya di
desa tersebut. Ketika menjadi buronon oleh orang suruhan ayahnya sendiri Ki
Warga Dipa akhirnya sampai ke pesisir daerah pantai Cilacap, namun di sana
beliau tidak merasa aman karena masih dekat dengan daerah bagelen dan pada
saat itu keberadaanya di desa pesisir sudah mulai tercium. Hingga beliau akhirnya
memutuskan untuk pergi dari daerah tersebut hingga sampailah ke hutan belantara
dekat Sungai Tajum, disana beliau menetap dan bertani untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya, Ki Warga Dipa tergolong pada saat itu adalah orang yang
berilmu kanuraga yang tinggi namun beliau tidak pernah mau menunjukan
kehebatanya, aura Ki Warga Dipa memang tidak bisa dihilangkan walaupun
penampilannya sederhana, tetapi masyarakat di daerah tersebut sangat
menghormati Ki Warga Dipa, aktivitas sehari-harinya adalah bertani seperti
Lurah-lurah yang memimpin desa Gerduren
1. Ki warga dipa
2. Surya menggana
3. Kasta Merja
4. Kaki Naki (pada zaman belanda)
5. Kartonom
6. Lurah Gede
7. Kamsudin
8. Sunarjo
9. Suhartoyo
10.Yasro (1999-sekarang)
C. Latar Belakang Asal Mula Nama Gerduren.
Ada beberapa sumber yang mengatakan mengenai asal usul dari kata
Gerduren yang pertama adalah:
1. Gerduren berasal dari kata Gardu dan buah Duren, gardu berarti tempat
isitirahat dan duren berasal dari buah durian. Konon ceritanya dahulu ada
prajurit dari Pasir Luhur yang sedang melakukan perjalanan ke arah barat
untuk menghadap ke Raja Pajajaran didalam perjalanan parjaurit itu lelah
kemudian beristirahat di Gardu (gubug) tempat untuk beristirahat, di sebelah
gardu itu ada pohon Durian maka prajurit itupun menamakan tempat tersebut
2. Gerduren penjabaranya adalah segere kudu leren (Bahasa Jawa) yang atinya
ketika orang pendatang dari luar desa Gerduren, ingin menikmati keindahan
desa Gerduren maka harus istirahat di desa tersebut terlebih dahulu sehingga
baru bisa menikmati segere (keindahan) desa Gerduren.
3. Gerduren berasal dari kata Igir dan Duren. Igir menurut kamus bahasa jawa
yang ditulis oleh Ahmad Tohari Igir berarti bukit, sedangkan duren berasal dari
kata buah Durian. Kalau digabungkan menjadi bukit duren. Di desa Gerduren
sendiri terdapat Grumbul yang bernama Igir duren (bukit durian) asal muasal
penamanan desa Gerduren juga dari daerah sana sekarang masuk wilayah
dusun I sebelah utara desa atau yang masyarkat disana sering menyebut dengan
dusun Lor.
4. Penamaan Gerduren berawal dari seorang petapa yang ingin mengabdi ke Pasir
Luhur didalam perjalan petapa itu berisitirat. Ketika sedang duduk petapa itu
melihat buah yang bentuknya dibungkus Ri (duri), yang berbau menyengat
seperti madu, merasa penasaran petapa itu membuka buah itu dan merasakan
kenikmatan rasa yang belum pernah dia rasakan seger tapi wujudnya berduri
sehingga petapa itupun menyebut daerah itu Gerduren berasal dari kata Seger