• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minat dan Motivasi Orang Tua Menyekolahkan Anak 1. Pengertian Minat Orang Tua - IKHMA ILMI USTANTI BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minat dan Motivasi Orang Tua Menyekolahkan Anak 1. Pengertian Minat Orang Tua - IKHMA ILMI USTANTI BAB II"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Minat dan Motivasi Orang Tua Menyekolahkan Anak 1. Pengertian Minat Orang Tua

Menurut Muhibbin (2008 : 136) secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Crow and Crow dalam Djaali (2008 : 121) mengemukakan bahwa minat berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong seseorang untuk menghadapi atau berurusan dengan orang, benda, kegiatan, pengalaman yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri. Adapun Safitri (2014 : 6) mengemukakan bahwa minat adalah suatu keadaan jiwa seseorang yang mengandung unsur rasa senang, rasa tertarik terhadap objek-objek tertentu.

(2)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa minat orang tua adalah suatu keterikatan, keinginan dan ketertarikan pasangan suami istri (orang tua) yang dapat mengantarkan kepada kebahagiaan dan kepuasan diri terhadap sesuatu.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Orang Tua

Safitri (2014 : 7) memaparkan beberapa faktor yang mempengaruhi minat seseorang, antara lain :

a. Lingkungan

Seseorang yang dilahirkan di lingkungan masyarakat yang telah maju berbeda dengan masyarakat yang masih terbelakang. Begitu pula dengan minatnya, masing-masing dari mereka memiliki minat yang berbeda-beda pada lingkungan pergaulannya.

b. Keturunan

Keturunan akan mempengaruhi minat seseorang karena ia akan dipengaruhi oleh kehidupan orang tuanya.

(3)

faktor dorongan emosional merupakan faktor yang mendasari timbulnya minat setelah dirasakan emosi menyenangkan pada peristiwa sebelumnya. Berdasarkan paparan di atas disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi minat seseorang (dalam artian orang tua menyekolahkan anaknya) dapat dibedakan menjadi 2, yaitu faktor dari dalam diri (internal) dan faktor dari luar diri (eksternal). Faktor internal diantaranya disebabkan karena keturunan, jenis kelamin, umur dan sebagainya. Adapun faktor eksternal antara lain disebabkan oleh lingkungan, pekerjaan, sosial ekonomi, dan lain-lain.

3. Pengertian Motivasi

Suryabrata (2011 : 70) menyatakan bahwa motif adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan. Sardiman (1990 : 74) menyatakan bahwa motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan bergayut pada persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu.

(4)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu keadaan seseorang yang dapat mendorongnya untuk melakukan suatu tindakan tertentu untuk mencapai suatu tujuan.

4. Macam-Macam Motivasi

Suryabrata (2011 : 72-73) menjelaskan bahwa berdasarkan atas jalarannya, motif dibedakan menjadi 2 macam, yaitu motif-motif ekstrinsik dan motif-motif intrinsik. Motif-motif ekstrinsik adalah motif yang berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Sedangkan motif-motif intrinsik adalah motif yang fungsinya tidak usah dirangsang dari luar.

Sardiman (1990 : 87) menggolongkan jenis motivasi terbagi menjadi dua jenis yaitu motivasi jasmaniah dan motivasi rohaniah. Motivasi jasmaniah meliputi, refleks, instink otomatis, dan nafsu. Sedangkan motivasi rohaniah meliputi kemauan.

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa macam-macam motivasi berdasarkan jalarannya terbagi menjadi motif ekstrinsik dan motif intrinsik, sedangkan motivasi berdasarkan penggolongan jenisnya terbagi menjadi motivasi jasmaniah dan motivasi rohaniah.

(5)

tindakan tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Oleh sebab itu, apa yang dilihat seseorang sudah tentu akan membangkitkan minatnya sejauh apa yang dilihat itu mempunyai hubungan dengan kepentingannya sendiri. (Sardiman, 1990 : 76)

Jadi, minat dan motivasi orang tua menyekolahkan anaknya dapat diartikan sebagai pasangan suami istri (ayah, ibu kandung) yang memiliki keinginan dan ketertarikan memberi pendidikan kepada anaknya yang diikuti oleh dorongan menyekolahkan anaknya dengan bertujuan agar anaknya dapat menjadi pribadi yang berkualitas.

6. Peranan dan Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak

Orang tua memiliki cara yang berbeda-beda dalam menjalankan peranannya. Peran orang tua dalam mewujudkan harapan pada anak dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Peran dan tugas orang tua adalah mendampingi anak menuju dewasanya. Anak dididik agar dapat menemukan jati dirinya dan mampu menjadi dirinya sendiri. Dalam hal ini tugas orang tua adalah memberikan masukan dan pertimbangan atas pilihan yang telah dibuat anak. Orang tua juga memfasilitasi kebutuhan bagi anak untuk mencapai cita-citanya seperti memenuhi keperluan sekolah anak dan mengikutsertakan bimbingan belajar ketika hal itu dirasa perlu.

(6)

c. Peran orang tua adalah sebagai pendamping anak untuk mencapai kesuksesan.

d. Peran orang tua adalah mendidik anak agar dapat memahami kondisi orang tuanya dan mendorong anak agar dapat mencapai kehidupan yang layak.

e. Peran dan tugas orang tua adalah mendidik anak agar berperilaku baik dan menjauhi perilaku yang tidak baik. (Lestari, 2016 : 153-154)

Brooks (2011 : 13-14) mengemukakan bahwa peran dasar orang tua adalah bertanggung jawab atas pemeliharaan anaknya. Orang tua membawa serangkaian kebutuhan dan kualitas kompleks dalam proses pengasuhan. Tidak seperti anak-anak yang menjalani proses pengasuhan dalam keadaan baru tanpa pengalaman, orang tua memiliki sejarah hubungan dan dengan tanggung jawab lainnya yang mempengaruhi perilaku mereka sebagai orang tua.

Septiyani (2018 : 332) menyatakan bahwa orang tua bertanggung jawab untuk mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Mengasuh dan mendidik anak tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Mendidik anak harus dilakukan secara totalitas, karena menentukan masa depan anak. Tanggung jawab orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak, dijelaskan dalam Q.S. Al-Baqarah : 233,

(7)







































“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa peranan dan tanggung jawab orang tua terhadap anak antara lain bertanggung jawab untuk memelihara, mengasuh, mendampingi, membina dan mendidik anaknya agar mencapai kesuksesan baik sukses di dunia maupun sukses di akhirat.

4. Harapan Orang Tua Terhadap Anak

(8)

a. Orang tua mengharapkan anaknya menjadi anak yang saleh. Adapun ciri-ciri anak yang saleh yang dipaparkan oleh orang tua adalah yang menjalani kehidupan sesuai dengan tuntunan agama.

b. Orang tua mengharapkan anaknya menjadi orang yang sukses ketika dewasa nanti. (Lestari, 2016 : 151)

Berdasarkan pendapat tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa harapan orang tua terhadap anaknya adalah mengharapkan anak yang shaleh dan sukses baik di dunia maupun di akhirat.

B. Hakikat Anak 1. Pengertian Anak

Anak dalam perspektif pendidikan Islam biasanya diistilahkan dari akar kata al-walad, al-ibn, al-tifl, al-syabi, dan al-ghulam. Dalam pengertiannya yang identik dengan al-walad, berarti keturunan yang ke dua dari seseorang, atau segala sesuatu yang dilahirkan juga bisa berarti manusia yang masih kecil. Adapun arti kata al-ibn adalah semua sama dengan anak yang baru lahir dan berjenis kelamin laki-laki (walad al-dzakar). Sedangkan al-tifl adalah anak yang dalam masa usia pertumbuhannya dari bayi sampai baligh (sampai pada usia tertentu untuk dibebani hukum syariat dan mampu mengetahui hukum tersebut). Sedangkan al-syabi dan al-ghulam, berarti anak yang masih usianya dari lahir sampai remaja. (Muhajir, 2017 : 113-114)

(9)

mengalami masa perkembangan-perkembangan yang membantu anak untuk dapat menerima bahan yang diajarkan oleh gurunya. (Soejanto, 2005 : 68-69)

Mansur (2009 : 1-9) mengemukakan bahwa hakikat anak dapat dikategorikan ke dalam beberapa pandangan, antara lain :

a. Anak Sebagai Orang Dewasa Mini

Anak dipandang sebagai orang dewasa dalam bentuk mini, terutama di Eropa pada abad pertengahan. Yang membedakan anak dengan orang dewasa hanya ukuran dan usianya saja, justru anak diharapkan bertingkah laku sebagai orang dewasa.

b. Anak Sebagai Makhluk Independen

Pada hakikatnya, anak merupakan individu yang berbeda dengan siapa pun, termasuk dengan kedua orang tuanya. Bahkan anak memiliki takdir tersendiri yang belum tentu sama dengan orang tua. Untuk itu orang tua tidak berhak memaksakan kehendaknya kepada anak. Orang tua hanya berkewajiban berusaha agar anak tumbuh dewasa menjadi pribadi shaleh dengan merawat, mengasuh dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik.

c. Anak Sebagai Nikmat, Amanat dan Fitnah Orang Tua

(10)

senantiasa mendidik anak dengan sebaik-baiknya agar tidak menjerumuskan orang tua dan anak itu sendiri.

d. Anak Sebagai Milik Orang Tua dan Investasi Masa Depan

Anak adalah milik orang tua atau institusi, sehingga orang tua mempunyai hak atas diri anak. Namun Islam memandang anak adalah milik Allah, sedangkan orang tua adalah yang dipercaya dan diberi amanat oleh Allah untuk mendidiknya sehingga tidak boleh diperlakukan seenaknya sesuai kehendaknya, apalagi tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Berdasarkan beberapa pengertian anak di atas dapat disimpulkan bahwa anak adalah keturunan yang dilahirkan oleh seorang ibu dari pasangan suami istri (orang tua) sebagai nikmat yang Allah anugerahkan kepada mereka sampai menginjak usia remajanya dan merupakan generasi penerus serta investasi masa depan orang tuanya.

2. Hak-Hak Anak

Amirah (2010 : 14-20) mengemukakan hak-hak anak yang harus dijamin pemenuhannya menurut Islam antara lain :

a. Hak untuk Hidup

(11)













“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut

kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa besar.”

b. Hak Mendapatkan Nama yang Baik

Islam menganjurkan agar setiap orang tua memberikan nama anak yang menunjukkan identitas Islam, suatu identitas yang melintasi batas-batas rasial, geografis, etnis, dan kekerabatan.

Abul Hasan meriwayatkan bahwa suatu hari seseorang bertanya kepada Rasulullah apakah hak anakku dariku? Nabi menjawab “engkau baguskan nama dan pendidikannya, kemudian engkau tempatkan ia di tempat yang baik.”

c. Hak Pendidikan

Di lingkungan keluarga, pendidikan anak diarahkan dalam rangka penanaman keagamaan. Seperti dalam pendidikan tentang shalat sebagaimana Rasulullah sabdakan, yang artinya :

“Perintahlah anak-anakmu untuk melaksanakan shalat ketika

mereka berusia tujuh tahun. Pukullah mereka jika sampai berusia sepuluh tahun mereka tetap enggan mengerjakan shalat.” (HR Abu

(12)

d. Hak Mendapat Perlindungan

Islam meminta komitmen pemerintah dan masyarakat dalam meperhatikan anak yatim, anak terbuang, anak terlantar, korban perang yang semuanya itu memiliki hak yang sama seperti anak yang lain. Sebuah hadits masyhur tentang pendidikan anak mengurai kewajiban orang tua untuk mendidik anak tanpa harus memaksakan kehendak diri orang tua.

Berdasarkan paparan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa anak memiliki berbagai hak yang harus terpenuhi, antara lain, hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan nama yang baik dari orang tuanya, hak mengenyam pendidikan yang layak dan hak mendapatkan perlindungan dari orang tuanya.

3. Kewajiban Anak Kepada Orang Tua

Kewajiban anak terhadap orang tua adalah berbuat baik, taat dan menghormati. Ini sesuai dengan panggilan fitrah yang harus dipenuhi dengan sebaik-baiknya. (Qardhawi, 2007 : 322)

(13)

hormat dan patuh terhadap semua permintaannya, dan anak tidak boleh mengutamakan seorangpun dari keluarganya melebihi ibunya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka disimpulkan bahwa kewajiban seorang anak kepada orang tua adalah senantiasa berbakti, menghormati, dan menaati segala perintahnya dengan selalu berbuat kebajikan dan menjauhi dari sifat-sifat buruk yang tercela.

C. Hakikat Pendidikan Islam dan Lembaga Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. (Arifin, 2011 : 22)

Muhammad Fadhil al-Jamali dalam Mujib dan Jusuf Mudzakkir (2008 : 26) mengajukan pengertian pendidikan Islam dengan upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia untuk lebih maju dengan berlandaskan pada nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan.

(14)

berlandaskan pada nilai-nilai yang tinggi melalui ajaran-ajaran Islam yang telah diajarkan oleh Allah dan rasul-Nya.

2. Tugas dan Fungsi Pendidikan Islam

Tugas dan fungsi pendidikan berlangsung secara kontinu dan berkesinambungan dari satu jenjang ke jenjang yang lain yang bersifat progresif mengikuti kebutuhan manusia dalam bermasyarakat secara luas. Tugas pendidikan adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan anak didik dari satu tahap ke tahap lain sampai meraih titik kemampuan yang optimal. Sedangkan fungsi pendidikan adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan tersebut dapat berjalan lancar. Penyediaan fasilitas ini mengandung arti dan tujuan bersifat struktural dan institusional. (Arifin, 2009 : 33-34)

Mansur (2009 : 334) mengemukakan bahwa fungsi pendidikan agama Islam adalah memelihara dan mengembangkan fitrah dan sumber daya insani yang ada pada peserta didik menuju kepada terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam yang diridhai Allah.

(15)

3. Tujuan Pendidikan Islam

Muhammad Omar al-Toumy al-Syaibany dalam Jalaluddin (2003 : 92) menggariskan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai tingkat akhlak al karimah.

Abuddin Nata (2016 : 136) mengemukakan tujuan pendidikan Islam adalah membimbing umat manusia agar menjadi hamba yang bertakwa kepada Allah yakni dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dengan penuh kesadaran dan ketulusan. Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan Islam adalah untuk membimbing umat manusia agar menjadi hamba yang bertakwa dengan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah sehingga tercapailah kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.

4. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam

(16)

Mujib (2008 : 223) mengemukakan bahwa lembaga pendidikan Islam adalah suatu bentuk organisasi yang dilakukan untuk mengembangkan lembaga-lembaga sosial, baik yang permanen maupun yang berubah-ubah. Lembaga ini mempunyai pola-pola tertentu dalam memerankan fungsinya, serta mempunyai struktur tersendiri yang dapat mengikat individu yang berada dalam naungannya, sehingga lembaga ini mempunyai kekuatan hukum tersendiri.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan Islam adalah suatu organisasi yang di dalamnya bertujuan untuk membina dan mendidik anak sesuai dengan perkembangan fitrahnya agar menjadi pribadi yang utama dengan berlandaskan pada nilai-nilai yang tinggi melalui ajaran-ajaran Islam.

5. Jenis-Jenis Lembaga Pendidikan Islam

Menurut Muhaimin dalam Marno dan Triyo Supriyatno (2008 : 61) dilihat dari aspek program dan praktik pendidikan Islam yang dilaksanakan, terutama di Indonesia, setidak-tidaknya dapat dibagi ke dalam lima jenis, yaitu :

a. Pendidikan pondok pesantren,

b. Pendidikan madrasah, dan pendidikan lanjutan seperti IAIN/STAIN atau Perguruan Tinggi Islam yang bernaung di bawah Departemen Agama,

(17)

d. Pelajaran agama Islam yang diselenggarakan di lembaga-lembaga pendidikan umum sebagai suatu mata pelajaran atau mata kuliah saja, e. Pendidikan Islam dalam keluarga atau tempat-tempat ibadah, dan atau

forum-forum kajian keislaman, majelis ta‟lim dan sebagainya.

Adapun menurut Gunawan, Ibnu Hasan, dkk (2015 : 27-33) menyebutkan bahwa model pembaruan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia dapat dikategorikan sebagai berikut :

a. Pesantren

Merupakan lembaga pendidikan Islam tertua. Menurut salah satu pakar yang konsen pada perkembangan pesantren yaitu Zamakhsyari Dhofier menyatakan kata pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan „pe‟

dan akhiran „an‟ yang berarti tempat tinggal para santri.

b. Madrasah

(18)

Indonesia tercatat sebanyak 40.848 buah yang masing-masing dikelola oleh swasta sebanyak 91,5% dan yang 8,5% dikelola oleh pemerintah. c. Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI)

Perguruan Tinggi Agama Islam yang meliputi aspek pendekatan studi dan kelembagaan.

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis lembaga pendidikan di Indonesia dapat dibedakan menjadi beberapa kategori menurut berbagai ahli. Adapun diantaranya pondok pesantren, madrasah, Perguruan Tinggi Agama Islam, pendidikan umum bernafaskan Islam di bawah naungan yayasan atau organisasi Islam, sampai pada keluarga, tempat-tempat ibadah, majelis ta‟lim dan sebagainya.

D. Penelitian Terdahulu

1. Skripsi berjudul, “Hubungan Antara Pendapatan Pedagang Es Cincau dengan Minat Menyekolahkan Anak di Desa Kecepit Kecamatan Punggelan Kabupaten Banjarnegara”, diteliti oleh Dyah Safitri

(19)

Punggelan, Kabupaten Banjarnegara. Penelitian ini menggunakan metode survey dengan pendekatan korelasional. Adapun persamaan dari penelitian ini adalah terletak pada salah satu variabel yang menunjukkan “minat

menyekolahkan anak” sebagai salah satu tugas orang tua. Sedangkan

perbedaannya terletak pada jenis penelitian, di mana penelitian tersebut menggunakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif, sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. 2. Skripsi berjudul, “Hubungan Kondisi Sosial Ekonomi Terhadap Minat

Menyekolahkan Anak Ke Jenjang Perguruan Tinggi Pada Keluarga Pengrajin Rambut Palsu di Desa Karangbanjar, Kecamatan Kutasari, Kabupaten Purbalingga”, diteliti oleh Hanafi Agus Trianto dengan NIM

(20)

penelitian ini dengan penelitian yang akan peneliti lakukan terletak pada subjek dan jenis penelitian.

3. Skripsi berjudul, “Kajian Minat Orang Tua Menyekolahkan Anak ke Jenjang yang Lebih Tinggi di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes”,

(21)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi proses produksi modifikasi terhadap metode dan suhu filling pada jamu kunyit asam yang ditinjau dari karakteristik

Hospital Practice (Livingstone, Hanlon, Dyke, 1998).. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah ada dalam hal metode. Metode yang digunakan peneliti adalah

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya, Penulis dapat menyelesaikan laporan Skripsi dengan judul “Pengaruh Penggunaan

sahnya jual beli telah terpenuhi, untuk menjual kepada Pihak Kedua, yang --- berjanji dan mengikat diri untuk membeli dari Pihak Pertama: --- Sebidang tanah Hak Guna Bangunan Nomor

tradisional arabic 18 pt. لا ددعو د ةعبرأ يه ةملعتلا داملا لكل سور يذلا مسرلا وأ روصلا .سورد شي لم لاإ ضيبأو دوسأ اهنول باتكلا يف .فلاغلا يف .ةحفص نوسمخو ةعبس

Hasil belajar siswa dalam mata pelajaran bahasa Indonesia juga mengalami peningkatan, pada skor dasar memperoleh rata-rata nilai hasil belajar sebesar 48,38 dengan

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segala nikmat kesehatan, pemahaman, dan kasihNya sehingga kami dapat menyelesaikan

Beberapa penelitian yang membahas penjadwalan job shop kelompok mesin paralel homogen dan heterogen dengan kriteria minimasi makespan diantaranya, Puryani (2003)