PENANGANAN DARURAT TRAUMA AVULSI GIGI
PERMANEN ANAK DI KECAMATAN MEDAN
MARELAN DAN KECAMATAN
MEDAN POLONIA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
NOVIA HARDYANTI HUTALIANG
NIM: 110600094
Pembimbing :
Ami Angela Harahap drg., Sp.KGA., M.Sc
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Kedokteran Gigi Anak
Tahun 2015
Novia Hardyanti Hutaliang
Pengetahuan dan Sikap Orangtua tentang Penanganan Darurat Avulsi Gigi
Permanen Anak di Kecamatan Medan Marelan dan Kecamatan Medan Polonia.
xi + 67 halaman
Trauma gigi adalah kejadian yang umumnya terjadi dan perawatannya
dikategorikan sebagai tindakan darurat dalam praktik dokter gigi. Avulsi merupakan
salah satu jenis trauma gigi yang paling merusak disebabkan oleh berbagai etiologi.
Prevalensi avulsi mencapai 0,5%-16% dari seluruh kasus trauma gigi permanen yang
ada dan umumnya terjadi pada gigi insisivus sentralis maksila. Kerjasama dan
pengetahuan orangtua terhadap avulsi dianggap penting menentukan tercapainya
keberhasilan perawatan dikarenakan orangtua sebagai penolong pertama dikala anak
menghadapi avulsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
pendidikan dan sosioekonomi dengan pengetahuan dan sikap serta hubungan antara
pengetahuan dengan sikap orangtua tentang penanganan darurat avulsi gigi permanen
anak di Kecamatan Medan Marelan dan Kecamatan Medan Polonia.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analitik dengan
menggunakan rancangan pendekatan cross-sectional. Jumlah sampel sebanyak 284
orangtua dari Kecamatan Medan Marelan dan Kecamatan Medan Polonia. Teknik
pemilihan daerah penelitian menggunakan metode proporstionate stratified random
sampling dan pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling.
Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan kuisioner berupa data
angket yang disebarkan kepada orangtua melalui murid sekolah dasar. Analisis data
yang digunakan adalah dengan uji statistik Chi-square pada α = 5%.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara faktor
Kecamatan Medan Polonia. Ditinjau dari faktor sosioekonomi ditemukan tidak ada
hubungan yang bermakna dengan pengetahuan p=0,169 maupun sikap p=0,259
orangtua tentang penanganan darurat avulsi gigi permanen anak di Kecamatan Medan
Marelan dan Kecamatan Medan Polonia. Penelitian ini menemukan adanya hubungan
yang bermakna antara pengetahuan orangtua dengan sikap p=0,000 tentang
penanganan darurat avulsi gigi permanen anak.
Penelitian ini menemukan tingkat pengetahuan orangtua yang masih sangat
rendah tentang penanganan darurat avulsi namun orangtua masih memberikan respon
sikap yang positif untuk meningkatkan pengetahuan tentang penanganan darurat
trauma avulsi lebih lanjut. Dokter gigi dan tenaga kesehatan masyarakat diharapkan
agar lebih memperhatikan upaya penyuluhan dan edukasi tentang pencegahan serta
prosedur penanganan darurat kasus trauma avulsi gigi anak kepada orangtua, anak,
beserta pihak sekolah.
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 31 Juli 2015
Pembimbing : Tanda tangan
Ami Angela Harahap, drg., Sp.KGA., M.Sc ………..
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 31 Juli 2015
TIM PENGUJI
KETUA : Siti Salmiah, drg., Sp.KGA
ANGGOTA : 1.Taqwa Dalimunthe,drg .,Sp.KG
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulisan skripsi ini selesai disusun. Penulis
ingin mengucapkan terima kasih setulusnya kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta
yang telah membesarkan, mendidik, membimbing, mendoakan serta memberikan
kasih sayang dan dukungan secara moral dan materil kepada penulis sampai laporan
penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan
bimbingan, pengarahan, motivasi, dukungan, doa serta arahan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sedalamnya kepada :
1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatra Utara.
2. Yati Roesnawi, drg selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak
(IKGA) di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
3. Ami Angela Harahap, drg., Sp.KGA., M.Sc. selaku dosen pembimbing
skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, memberikan saran, dukungan
dan pikiran untuk membimbing penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
3. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara, khususnya staf pengajar dan staf administrasi Departemen IKGA yang telah
memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis.
4. Teman- teman sejawat angkatan 2011 yang telah banyak mendukung dan
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulis masih dalam proses pembelajaran sehingga
skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk kedepannya.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penulisan skripsi ini dapat
memberikan manfaat serta sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, pengembangan ilmu dan masyarakat.
Medan, 25 Juni 2015 Penulis,
Novia Hardyanti Hutaliang NIM: 110600094
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... iii
DAFTAR TABEL... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Hipotesa Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku ... 6
2.1.1 Pengetahuan ... 6
2.1.2 Sikap (Attitude) ... 7
2.1.3 Perilaku ... 8
2.2 Definisi dan Klasifikasi Trauma Gigi ... 8
2.3 Trauma Avulsi ... 10
2.4 Etiologi dan Predisposisi Avulsi ... 11
2.5 Prevalensi Avulsi ... 11
2.6 Penanganan Darurat ... 12
2.6.1 Replantasi... 13
2.6.2 Media Penyimpanan Gigi Avulsi ... 14
2.7 Prognosis Avulsi ... 18
2.8 Pencegahan Avulsi ... 19
2.9 Kerangka Teori ... 21
2.10 Kerangka Konsep ... 22
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 23
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 23
3.3 Populasi dan Sampel ... 23
3.4 Variabel Penelitian ... 25
3.5 Definisi Operasional ... 26
3.6 Prosedur Penelitian ... 37
3.7 Pengolahan dan Analisis Data... 38
3.7.1 Pengolahan Data ... 38
3.7.2 Analisis Data ... 39
3.8 Etika Penelitian ... 39
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Analisis Univariat ... 40
4.1.1 Demografi Responden ... 40
4.1.2 Sosioekonomi Responden ... 46
4.2 Analisis Bivariat... 48
BAB 5 PEMBAHASAN ... 53
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 62
6.2 Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 64
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 26
2. Definisi Operasional Kuesioner Pengetahuan Orangtua... 30
3. Definisi Operasional Kuesioner Sikap Orangtua ... 34
4. Distribusi Responden menurut Jenis Kelamin dan Usia... 40
5. Distribusi Responden menurut Pendidikan... 41
6. Distribusi Responden menurut Pengetahuan tentang Penanganan Darurat Kasus Trauma Avulsi Gigi Permanen ... 43
7. Distribusi Kategori Pengetahuan tentang Penanganan Darurat Kasus Trauma Avulsi Gigi Permanen ... 44
8. Distribusi Responden menurut Sikap tentang Penanganan Darurat Kasus Trauma Avulsi Gigi Permanen ... 45
9. Distribusi Kategori Sikap responden tentang Penanganan Darurat Kasus Trauma Avulsi Gigi Permanen ... 46
10. Distribusi Responden menurut Status Kerja ... 47
11. Distribusi Responden menurut Penghasilan ... 47
12. Distribusi Responden menurut Kategori Sosioekonomi... 48
13. Hubungan antara Pendidikan dengan Pengetahuan Responden tentang Penanganan Darurat Avulsi Gigi Permanen Anak di Kecamatan Medan Marelan dan Kecamatan Medan Polonia ... 49
14. Hubungan antara Sosioekonomi dengan Pengetahuan Responden tentang Penanganan Darurat Avulsi Gigi Permanen Anak di Kecamatan Medan Marelan dan Kecamatan Medan Polonia ... 50
15. Hubungan antara Pendidikan dengan Sikap Responden tentang Penanganan Darurat Avulsi Gigi Permanen Anak di Kecamatan Medan Marelan dan Kecamatan Medan Polonia ... 50
16. Hubungan antara Sosioekonomi dengan Sikap Responden
tentang Penanganan Darurat Avulsi Gigi Permanen Anak di
Kecamatan Medan Marelan dan Kecamatan Medan Polonia ... 51
17. Hubungan antara Pengetahuan dengan Sikap Responden
tentang Penanganan Darurat Avulsi Gigi Permanen Anak di
Kecamatan Medan Marelan dan Kecamatan Medan Polonia ... 52
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Gigi Avulsi pada Insisivus Sentralis Kanan Atas ... 10
2. Radiografi Gigi Avulsi pada Insisivus Sentralis Kanan Atas ... 10
3. Replantasi Gigi Avulsi ... 13
4. Media Penyimpanan “Save-A-Tooth” ... 15
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Surat Persetujuan Komisi Etik
2. Surat Keterangan Izin Penelitian dari Dinas Pendidikan Pemerintah Kota Medan
3. Surat Keterangan Melakukan Penelitian di SD Nasional Bridgend Katamso II
Medan
4. Surat Keterangan Melakukan Penelitian di SDI Al-Huda Medan
5. Surat Keterangan Melakukan Penelitian di SD Swasta Kristen Immanuel Medan
6. Surat Keterangan Melakukan Penelitian di SD Perguruan Kristen Methodist
Indonesia Medan
7. Surat Keterangan Melakukan Penelitian di SD Negeri Nomor 060880 Medan
8. Lembar Penjelasan kepada Subjek Penelitian
9. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (informed concent)
10. Lembar Kuisioner
11. Hasil Statistik SPSS
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma gigi adalah kejadian yang umumnya terjadi dan perawatannya
dikategorikan sebagai tindakan darurat dalam praktik dokter gigi.1 Trauma gigi dapat
menyebabkan gangguan secara estetis, fungsi, dan psikososial bagi anak maupun
orangtua.2 Beberapa studi melaporkan bahwa rerata prevalensi trauma gigi adalah
4,9%-37% dari berbagai populasi yang berbeda.3,4 Jenis trauma gigi menurut
klasifikasi WHO yang diadopsi dari klasifikasi Andreasen meliputi kerusakan pada
jaringan keras dan pulpa gigi, kerusakan pada jaringan periodontal, kerusakan pada
jaringan tulang pendukung, dan kerusakan pada gingival dan jaringan lunak rongga
mulut. Salah satu jenis trauma gigi yang serius dibahas yaitu trauma avulsi.5
Avulsi gigi termasuk didalam klasifikasi Andreasen yang didefinisikan
sebagai terlepasnya seluruh gigi secara utuh dari soket alveolar yang diakibatkan oleh
trauma gigi.6,7. Avulsi merupakan trauma gigi yang paling merusak disebabkan oleh
berbagai etiologi. Pada usia 7-9 tahun merupakan kondisi yang paling rentan untuk
terjadi avulsi, dihubungkan dengan struktur jaringan periodontal dan tulang alveolar
belum terbentuk sempurna sehingga gaya ekstrusi yang timbul hanya ditahan secara
minimal.8,9 Prevalensi avulsi yaitu 0,5%-16% dari seluruh kasus trauma gigi
permanen yang ada dan umumnya terjadi pada gigi insisivus sentralis maksila.10,11
Davis dan Knott cited in Baston E B et.al menunjukkan prevalensi avulsi 5,2% dari
seluruh kasus trauma gigi permanen.12
Kerjasama yang baik antara dokter gigi dan orangtua anak sangat diharapkan
dalam penanganan darurat gigi yang lepas saat terjadi avulsi. Apabila penanganan
darurat telah minimal dilakukan maka prognosis perawatan gigi avulsi dapat lebih
baik. Kerjasama dan pengetahuan orangtua terhadap avulsi dianggap penting
menentukan tercapainya keberhasilan perawatan dikarenakan orangtua sebagai
penolong pertama dikala anak menghadapi avulsi.6,13
Sanu O.O dan Utomi I.L menunjukkan bahwa pengetahuan orangtua tentang
media penyimpanan gigi avulsi sangat rendah.13 Loo T.J et.al menyatakan hanya satu
per tiga dari seluruh sampel orang tua di Chennai yang memilih untuk melakukan
replantasi gigi segera dalam penanganan darurat avulsi gigi.14 Maciel S et.al
membuktikan bahwa tingkat pengetahuan orangtua yang rendah tentang penanganan
darurat avulsi tidak ada hubungannya dengan usia, pendidikan dan pendapatan
keluarga.15
Berdasarkan penelitan dari berbagai negara, pengetahuan dan sikap orangtua
tentang penanganan darurat avulsi gigi anak masih rendah. Di Indonesia belum
pernah dilakukan penelitian mengenai pengetahuan dan sikap orangtua tentang
penanganan darurat avulsi gigi permanen anak terutama di Kota Medan masih belum
ada. Oleh karena itu, peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian di kota
Medan mengenai pengetahuan dan sikap orang tua tentang penanganan darurat avulsi
gigi permanen anak. Sampel orangtua yang dipilih dengan dirandom dari satu
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan umum
a. Apakah terdapat hubungan antara pendidikan dan sosioekonomi dengan
pengetahuan orangtua tentang penanganan darurat avulsi gigi permanen anak di
Kecamatan Medan Marelan dan Medan Polonia?
b. Apakah terdapat hubungan antara pendidikan dan sosioekonomi dengan
sikap orangtua tentang penanganan darurat avulsi gigi permanen anak di Kecamatan
Medan Marelan dan Medan Polonia?
c. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan dengan sikap orangtua
tentang penanganan darurat avulsi gigi permanen anak di Kecamatan Medan Marelan
dan Medan Polonia.
Rumusan khusus
a. Apakah terdapat hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan orangtua
tentang penanganan darurat avulsi gigi permanen anak di Kecamatan Medan Marelan
dan Medan Polonia?
b. Apakah terdapat hubungan antara sosioekonomi dengan pengetahuan
orangtua tentang penanganan darurat avulsi gigi permanen anak di Kecamatan Medan
Marelan dan Medan Polonia?
c. Apakah terdapat hubungan antara pendidikan dengan sikap orangtua
tentang penanganan darurat avulsi gigi permanen anak di Kecamatan Medan Marelan
dan Medan Polonia?
d. Apakah terdapat hubungan antara sosioekonomi dengan sikap orangtua
tentang penanganan darurat avulsi gigi permanen anak di Kecamatan Medan Marelan
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum
a. Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dan sosioekonomi dengan
pengetahuan orangtua tentang penanganan darurat avulsi gigi permanen anak di
Kecamatan Medan Marelan dan Medan Polonia.
b. Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dan sosioekonomi dengan
sikap orangtua tentang penanganan darurat avulsi gigi permanen anak di Kecamatan
Medan Marelan dan Medan Polonia.
c. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan sikap orangtua
tentang penanganan darurat avulsi gigi permanen anak di Kecamatan Medan Marelan
dan Medan Polonia.
Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan
orangtua tentang penanganan darurat avulsi gigi permanen anak di Kecamatan Medan
Marelan dan Medan Polonia.
b. Untuk mengetahui hubungan antara sosioekonomi dengan pengetahuan
orangtua tentang penanganan darurat avulsi gigi permanen anak di Kecamatan Medan
Marelan dan Medan Polonia.
c. Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dengan sikap orangtua
tentang penanganan darurat avulsi gigi permanen anak di Kecamatan Medan Marelan
dan Medan Polonia.
d. Untuk mengetahui hubungan antara sosioekonomi dengan sikap orangtua
tentang penanganan darurat avulsi gigi permanen anak di Kecamatan Medan Marelan
dan Medan Polonia.
1.4 Hipotesa Penelitian
a. Ada hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan orangtua tentang
penanganan darurat avulsi gigi permanen anak di Kecamatan Medan Marelan dan
b. Ada hubungan antara sosioekonomi dengan pengetahuan orangtua tentang
penanganan darurat avulsi gigi permanen anak di Kecamatan Medan Marelan dan
Medan Polonia.
c. Ada hubungan antara pendidikan dengan sikap orangtua tentang
penanganan darurat avulsi gigi permanen anak di Kecamatan Medan Marelan dan
Medan Polonia.
d. Ada hubungan antara sosioekonomi dengan sikap orangtua tentang
penanganan darurat avulsi gigi permanen anak di Kecamatan Medan Marelan dan
Medan Polonia.
e. Ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap orangtua tentang
penanganan darurat avulsi gigi permanen anak di Kecamatan Medan Marelan dan
Medan Polonia.
1.5 Manfaat Penelitian
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan bagi peneliti lain
yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengetahuan dan sikap
orangtua terhadap penanganan darurat avulsi gigi permanen.
b. Memberikan wawasan dan informasi serta pengalaman langsung bagi
peneliti dalam melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah.
c. Sebagai data dan masukan bagi tenaga kesehatan gigi untuk merencanakan
program penyuluhan mengenai avulsi gigi anak terkait upaya pencegahan dan
penanggulangan pendahuluan pada trauma gigi.
d. Sebagai bahan masukan kepada orang tua mengenai penanganan darurat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
2.1.1 Pengetahuan
Pengetahuan (Knowledge) adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya yaitu indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba, dengan sendirinya pada waktu
penginderaan menghasilkan pengetahuan. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang
ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan
yang berbeda-beda. Secara garis besar dibagi dalam 6 tingkatan pengetahuan :16
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall atau memanggil memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Oleh karena itu, tahu merupakan tingkat
yang paling rendah.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu, tidak sekedar dapat menyebutkan,
tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang suatu
objek yang diketahui tersebut.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan apabila seseorang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang telah diketahui
tersebut pada situasi lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan memisahkan,
dan mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu
masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang telah
sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan,
atau mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek
tersebut.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan seseorang untuk merangkum
atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi-formulasi baru yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian didasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri.
2.1.2 Sikap (Attitude)
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak
senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Seperti halnya
pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkatan, sebagai berikut :16
a. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa subjek mau menerima stimulus yang diberikan
(objek).
b. Menanggapi (Responding)
Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
c. Menghargai (Valuing)
Menghargai diartikan sebagai subjek atau seseorang memberikan nilai positif
terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan
mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon.
d. Bertanggung jawab (Responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatnya adalah bertanggung jawab terhadap apa
yang telah diyakininya dan berani mengambil risiko bila ada orang lain yang
mencemoohkan.
2.1.3 Perilaku
Perilaku adalah apa yang dikerjakan seseorang yang dapat diamati secara
langsung atau tidak langsung. Sebelum seseorang mengadopsi suatu perilaku terjadi
proses berurutan pada orang tersebut, yaitu :16
a. Kesadaran (Awareness): Seseorang menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus.
b. Tertarik (Interest): merasa tertarik terhadap stimulus yang diberikan. Sikap
subjek sudah mulai terbentuk.
c. Mempertimbangkan (Evaluation): seseorang mempertimbangkan baik
buruk dari stimulus kepada dirinya. Hal ini mengartikan sikap seseorang sudah lebih
baik lagi.
d. Mencoba (Trial): seseorang telah mulai mencoba melakukan perilaku baru.
e. Adopsi (Adoption): seseorang telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
2.2 Definisi dan Klasifikasi Trauma Gigi
Trauma gigi didefinisikan sebagai kerusakan yang disebabkan oleh trauma
secara fisik maupun mekanik yang mengenai jaringan keras, jaringan periodontal
ataupun keduanya.17 Klasifikasi trauma gigi diperlukan untuk mempermudah
penegakan diagnosis. Salah satu klasifikasi yang digunakan secara internasional
ini meliputi kerusakan pada jaringan keras dan pulpa gigi, kerusakan pada jaringan
periodontal, kerusakan pada jaringan tulang pendukung, serta kerusakan pada gingiva
dan jaringan lunak rongga mulut.5
A. Kerusakan Jaringan Keras dan Pulpa Gigi
a. Retaknya mahkota (enamel infraction)
b. Fraktur enamel (enamel fracture)
c. Fraktur enamel-dentin (uncomplicated crown fracture)
d. Fraktur mahkota kompleks (complicated crown fracture)
e. Fraktur mahkota-akar tidak kompleks (uncomplicated crown-root
fracture)
f. Fraktur mahkota akar yang kompleks (complicated crown-root fracture)
g. Fraktur akar (root fracture)
B. Kerusakan Jaringan Periodontal
a. Konkusi
b. Subluksasi
c. Luksasi
d. Luksasi ekstrusi
e. Luksasi intrusi
f. Avulsi (eksartikulasi)
C. Kerusakan pada Jaringan Tulang Pendukung
a. Communition of the maxillary alveolar socket
b. Communition of the mandibular alveolar socket
c. Fraktur dinding soket alveolar maksila
d. Fraktur dinding soket alveolar mandibula
e. Fraktur prosesus alveolar maksila
f. Fraktur maksila
D. Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga Mulut
a. Laserasi
b. Kontusio
c. Luka abrasi
2.3 Trauma Avulsi
Avulsi atau yang dikenal sebagai eksartikulasi menurut klasifikasi Andreasen
yang diadopsi oleh WHO adalah lepasnya seluruh gigi ke luar dari soket.7 Avulsi
sering terjadi pada anak yang berusia 7-9 tahun dimana gigi permanen anak sedang
mengalami erupsi. Avulsi sejauh ini merupakan salah satu trauma paling serius yang
dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah, saraf pulpa serta jaringan periodontal
gigi. Avulsi tidak hanya menyebabkan kehilangan fungsi gigi akan tetapi
menyebabkan berkurangnya kepercayaan diri dan kualitas hidup seseorang sehingga
menciptakan suatu kondisi ketidaknyamanan secara psikososial.18
Gambar 1. Gigi avulsi insisivus
sentralis kanan atas.20
Gambar 2. Radiografi gigi avulsi insisivus sentralis kanan
2.4 Etiologi dan Predisposisi Avulsi
Avulsi merupakan trauma gigi yang paling merusak disebabkan oleh berbagai
etiologi. Dilihat pada usia pertumbuhan dan perkembangan gigi permanen, gigi yang
memiliki satu akar seperti insisivus sentralis rahang atas paling sering mengalami
trauma.19 Pada usia 7-9 tahun merupakan kondisi yang paling rentan terjadi avulsi
dihubungkan dengan akar pada gigi permanen belum terbentuk sempurna, struktur
jaringan periodontal masih longgar dan hubungan akar dengan tulang alveolar masih
lemah. Mineral tulang alveolar yang rendah dan kekuatan pegang gigi yang rendah
mengkibatkan gaya ekstrusi yang timbul hanya dapat ditahan secara minimal.8,9
Avulsi gigi dapat disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, perkelahian, terjatuh,
kecelakaan olahraga, dan kekerasan yang terjadi pada anak.12,22 Usia 7-12 tahun
terjadinya koordinasi motorik yang membaik sehingga peningkatan aktivitas fisik
terjadi, misalnya terjadi kecelakaan di tempat bermain, bersepeda, skateboard, atau
olahraga bela diri, sepak bola, bola basket, berenang, dan lomba lari.3,11 Faktor
predisposisi trauma avulsi gigi yaitu adanya maloklusi kelas II divisi 1, overjet 3-6
mm menurut penelitian frekuensi terjadi trauma dua kali lipat dari overjet 0-3 mm,
dan overjet lebih dari 6 mm. 11,23
2.5 Prevalensi Avulsi
Prevalensi kasus avulsi pada gigi permanen adalah sebesar 0,5-16% dari
seluruh kasus trauma gigi permanen yang ada dan umunya terjadi pada gigi insisivus
sentralis maksila.24 Perbandingan kasus avulsi pada gigi sulung sebesar 7,2% dan
pada gigi permanen 16% dari seluruh persentase trauma gigi.10 Belladonna F.G et.al
menunjukkan bahwa insidensi kasus avulsi yang terjadi pada gigi permanen adalah
sebesar 34%.25 Bojan P et.al menyatakan bahwa prevalensi kasus avulsi pada rata-
rata anak yang berusia 10 tahun 7 bulan adalah sebesar 7.7%.26 Stockwell cited in
Bastone E B et.al. menujukkan prevalensi avulsi gigi permanen adalah sebesar 4%.12
Penelitian di Chennai pada tahun 2014 oleh Loo T J et.al dari 77 anak yang pernah
mengalami trauma gigi didapat 62,3% prevalensi anak yang pernah mengalami
2.6 Penanganan Darurat
Penanganan darurat yang dapat dilakukan pada avulsi gigi permanen adalah
dengan menyimpan gigi avulsi tersebut ke dalam media penyimpanan yang fisiologis,
kemudian anak dibawa ke dokter gigi untuk dilakukan replantasi kembali dalam
waktu sesegera mungkin. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan penyembuhan
jaringan ligamen periodontal dan suplai neurovaskular selama pemeliharaan estetik
dan fungsinya.17,27 Namun, lebih dianjurkan lagi pada saat pertama kali kejadian, gigi
yang terlepas dapat segera dilakukan replantasi oleh orang pertama yang
memungkinkan untuk melakukan replantasi yaitu orang tua, guru, atau penjaga anak.
Demi melindungi vitalitas dari jaringan ligament periodontal, dianjurkan untuk
menghindari menyikat, menggosok, menggenggam atau mengambil apa saja yang ada
di permukaan akar.18,28
Prosedur penanganan darurat kasus avulsi gigi permanen anak di tempat
kejadian yaitu:29
1. Anak ditenangkan terlebih dahulu.
2. Apabila ada perdarahan di sekitar rongga mulut, anak disuruh untuk
menggigit kain sebelum dibawa ke dokter gigi.
3. Gigi yang hilang segera dicari dan gigi dipegang pada bagian mahkota gigi
(bagian yang paling putih). Dihindari memegang pada bagian akar gigi untuk
mencegah kerusakan pada jaringan ligamen periodontal.
4. Jika gigi dalam keadaan kotor, gigi dibersihkan di bawah air bersih yang
mengalir selama 10 detik dan gigi segera direplantasi kembali ke dalam soket. Ketika
gigi telah berada pada soket, anak diinstruksikan untuk menggigit sapu tangan atau
kain agar gigi tetap pada posisinya.
5. Jika replantasi tidak memungkinkan untuk dilakukan, atau dikarenakan
oleh alasan lain untuk gigi tidak dapat direplantasikan contohnya anak dalam
keadaaan tidak sadar, maka gigi dapat segera ditempatkan di dalam segelas susu atau
media penyimpanan lain yang sesuai dan anak dibawa ke klinik gigi terdekat. Gigi
juga dapat di simpan di dalam mulut, di bawah lidah atau di vestibulum jika anak
6. Apabila pada lokasi terjadinya trauma dapat memperoleh larutan khusus
seperti Hank’s balanced salt solution atau HBSS sebagai tempat media penyimpanan,
maka HBSS lebih dianjurkan.
2.6.1 Replantasi
Gigi yang mengalami avulsi harus segera dikembalikan pada soketnya atau
yang sering disebut dengan replantasi. Faktor yang paling penting untuk memastikan
keberhasilan dari replantasi adalah kecepatan gigi tersebut dikembalikan ke dalam
soketnya Kondisi gigi yang kering akan menyebabkan hilangnya metabolisme
fisiologis normal dan morfologi sel-sel ligamentum periodontal. Oleh karena itu
waktu yang diperlukan untuk mengembalikan gigi pada soketnya adalah kurang dari
30 menit setelah terjadi trauma. Apabila dalam jangka waktu tersebut gigi tidak dapat
dikembalikan pada soketnya, maka gigi harus cepat disimpan dalam media yang
sesuai sampai pasien bisa ke klinik gigi untuk replantasi. Replantasi gigi permanen
dengan apeks terbuka dilakukan agar revaskularisasi dapat terjadi sedangkan pada
gigi dengan apeks tertutup revaskularisasi tidak berhasil dan upaya replantasi gigi
apeks tertutup adalah untuk mencegah toksin bakteri dari saluran akar. Replantasi
pada gigi sulung tidak dianjurkan karena dapat mencederai benih gigi permanen.29
Gambar 3. Replantasi gigi
2.6.2 Media Penyimpanan Gigi Avulsi
Media penyimpanan merupakan media dimana gigi avulsi disimpan apabila
replantasi tidak dapat segera dilakukan. Fungsi media penyimpanan adalah untuk
memelihara jaringan ligamen periodontal selama perjalanan ke dokter gigi. Vitalitas
jaringan ligamen periodontal sangat penting dipertahankan untuk mencapai
kesuksesan dari replantasi dalam jangka waktu yang lama. Gigi avulsi yang kering
dapat menyebabkan kondisi jaringan ligamen periodontal kering dan mati. Media
penyimpanan yang tersedia harus dapat mempertahankan atau meningkatkan vitalitas
sel-sel selama gigi avulsi berada di luar soket alveolar.31,32,33
a. Hank’s Balance Salt Solution (HBSS)
Hank’s Balance Salt Solution (HBSS) merupakan suatu larutan salin standart
yang biasanya digunakan secara luas oleh penelitian-penelitan biomedis untuk
mendukung pertumbuhan berbagai jenis sel. The American Association of
Endodontics merekomendasikan HBSS sebagai pilihan media penyimpanan terbaik
untuk gigi avulsi. HBSS dikenal sebagai larutan yang nontoksik dan pH yang
seimbang serta mengandung sejumlah nutrisi penting. HBSS bersifat biokompatibel
dengan sel-sel ligamen periodontal karena mempunyai osmolalitas yang sesuai untuk
membangun kembali metabolism sel yang telah kehilangan nutrisi dari darah akibat
terputusnya dengan jaringan pembuluh darah.34 Kandungan nutrisi penting, seperti
kalsium, fosfat, kalium dan glukosa yang diperlukan untuk mempertahankan
metabolism sel yang normal untuk waktu yang lama.35
Penelitian telah membuktikan bahwa media penyimpanan yang terbaik adalah
media kultur HBSS karena dapat menjaga sel-sel ligamen periodontal tetap hidup
selama 24 jam dibandingkan dengan saliva dan susu. Penelitian Matsson et.al cited in
Gopikrishna et.al membuktikan bahwa gigi yang telah mengering dan direndam pada
HBSS 30 menit sebelum perawatan replantasi menunjukkan hasil resorpsi yang tidak
signifikan. Ashkenazi et.al cited in Gopikrishna et.al melakukan suatu studi dan
memaparkan bahwa HBSS adalah suatu media penyimpanan yang paling efektif
ligamen periodontal setelah disimpan hingga 24 jam pada suhu 22oC. HBSS biasanya
tersedia dengan nama dagang yang disebut “Save-a-tooth”. Namun, HBSS sulit
ditemukan secara umum dan tidak semua apotik, farmasi dan toko-toko obat
menyediakan HBSS.31,32
Gambar 4. Media penyimpanan
“Save-a-Tooth” 39
b. Air Kelapa
Air kelapa (Cocos nucofera L.), pada umumnya dikenal sebagai “Tree of Life”
merupakan minuman alami yang dihasilkan secara biologis dan dikemas kedap udara
di dalam buah kelapa. Komposisi elektrolit dari air kelapa menyerupai cairan
intraseluler yang lebih erat dari plasma ekstraseluler. Zat-zat utama yang terkandung
dalam air kelapa terdiri dari kalium, kalsium, magnesium. Sedangkan natrium,
klorida, dan fosfat, ditemukan dalam jumlah konsentrasi yang rendah. Air kelapa
merupakan cairan hipotonik dibandingkan plasma. Air kelapa memilki osmolaritas
tinggi karena adanya kandungan gula didalamnya, terutama glukosa dan fruktosa,
juga kaya akan asam amino esensial antara lain lisin, sistin, fenilalanin, histidin, dan
tryptophan. Air kelapa mudah diterima oleh tubuh manusia dan merupakan sarana
yang aman untuk rehidrasi defisiensi kalium. Air kelapa juga unggul dalam
karena adanya berbagai nutrisi di dalamnya seprti protein, asam amino, vitamin, dan
mineral.31,32
Air kelapa merupakan larutan yang sebanding dengan HBSS dikarenakan air
kelapa bersifat steril dan nonhemolitik. Air kelapa memungkinkan sel-sel ligamen
periodontal pada permukaan akar gigi avulsi untuk membentuk satu lapisan sendiri
dan daya mitogenitas memungkinkan pemeliharaan viabilitas sel-sel ligamen
periodontal sampai 2 jam. Air kelapa lebih mudah ditemukan di tempat umum, dan
media penyimpanan yang tepat untuk menyimpan gigi avulsi sampai 2 jam.31,32
c. Susu
Susu merupakan suatu media penyimpanan yang biokompatibel untuk gigi
avulsi pada periode jangka pendek.34 Cairan susu dipilih sebagai media penyimpanan
karena susu memiliki kandungan non bacterial dan osmolalitas yang paling mirip
dengan darah manusia sehingga dapat membantu mempertahankan vitalitas dari sel-
sel ligamen periodontal. Gigi avulsi dapat bertahan selama 15-20 menit dimasukkan
ke dalam susu. Susu tidak memiliki kemampuan dalam mempertahankan metabolism
sel-sel ligamen periodontal dan tidak mempertahankan viabilitas sel-sel ligamen
periodontal dalam waktu yang lama.33 Susu lebih bersifat mencegah kematian dari
sel-sel ligamen periodontal daripada untuk memelihara bentuk morfologi, diferensiasi
dan mitogenitas dari sel-sel ligamen periodontal itu sendiri. Keuntungan dari susu
adalah murah dan mudah didapat sehingga gigi dapat segera ditempatkan di media
susu. Kondisi susu yang masih segar dapat mengurangi pembengkakan sel,
meningkatkan viabilitas sel dan penyembuhan sel.32
d. Salin fisiologis
Saline fisiologis merupakan larutan isotonis yang steril dengan kandungan
0,9% NaCl yang dapat digunakan sebagai media penyimpanan gigi avulsi. Penelitian
menunjukkan saline fisiologis lebih baik digunakan sebagai media penyimpanan
daripada air atau saliva, apabila gigi harus disimpan untuk waktu lebih dari 30 menit
pembengkakan struktur sel. Namun kebutuhan metabolis dan glukosa untuk
mempertahankan metabolism sel yang normal tidak dapat terpenuhi oleh saline.
Penggunaan larutan saline sebagai media penyimpanan gigi avulsi tidak
direkomendasikan apabila gigi harus disimpan selama lebih dari satu atau dua jam.
Hal ini disebabkan karena kebutuhan sel untuk mempertahankan metabolisme tidak
terpenuhi.34,35
e. Saliva (Vestibulum bukal)
Saliva dapat digunakan sebagai media penyimpanan yang dianggap potensial
karena mempunyai suhu yang sama dengan suhu kamar. Beberapa penelitian
mendukung saliva sebagai media penyimpanan pada waktu 30 menit pertama dari
waktu terjadi trauma. Saliva dapat menjaga kelembaban gigi avulsi. Namun, saliva
merupakan larutan hipotonis dan keadaan osmolalitas serta pH yang non fisiologis
mengakibatkan sel-sel ligamen periodontal pecah. Saliva mengandung enzim, bakteri,
dan produknya yang dapat menyebabkan infeksi dan kematian sel-sel ligamen
periodontal. Penelitian menyatakan kemampuan sel-sel ligamen periodontal untuk
berikatan, mengadakan proliferasi dan kolonisasi kembali dengan permukaan akar
selama 30 menit berada di dalam saliva. Penelitian lain menyatakan bahwa saliva
tidak efisien dalam memelihara viabilitas sel, akan tetapi dapat dipakai segera setelah
trauma gigi avulsi terjadi dibandingkan dengan membiarkan gigi dalam kondisi yang
kering dalam waktu yang lama karena akan mempengaruhi buruknya prognosis
perawatan.34,35
Menyimpan gigi avulsi dalam mulut (saliva) adalah baik bagi kelangsungan
hidup sel- sel ligamen periodontal. Gigi dapat ditahan pada vestibulum bukal atau
dibawah lidah. Namun, tindakan ini mempunyai risiko tertelannya gigi, terhirup, atau
anak mengunyah giginya.25 Untuk menghindari hal tersebut, saliva anak dikumpulkan
f. Air
Air merupakan suatu media penyimpanan yang bersifat hipotonis, non
fisiologis, mengandung bakteri, pH rendah dan kadar osmolalitasnya mirip dengan
saliva. Air hampir sama sekali tidak menjaga vitalitas gigi dikarenakan larutan
bersifat hipotonis mengakibatkan sel-sel ligamen periodontal mengalami lisis dengan
cepat. Air hanya dapat menjaga kelembapan gigi avulsi selama diluar soket alveolar
sampai 15 menit jika tidak ada pilihan lain karena setelah itu gigi akan mengalami
kehilangan metabolism sel. Air dibutuhkan untuk mencegah dehidrasi gigi avulsi,
tetapi tidak adekuat untuk menjadi media penyimpanan gigi avulsi.33,35
2.7 Prognosis Avulsi
Perawatan avulsi sangat diperlukan kerjasama antara dokter gigi dan orangtua
anak. Apabila penanganan darurat avulsi telah minimal dilakukan maka, prognosis
perawatan repantasi gigi avulsi dapat lebih baik serta dapat digunakan sebagai bahan
edukasi. Penanganan darurat yang tepat diharapkan dapat mempengaruhi prognosis
yang baik terutama avulsi gigi permanen anak usia muda. Idealnya, gigi avulsi segera
dilakukan replantasi pada soket alveolar untuk menghindari kerusakan dari jaringan
ligamen periodontal. Prognosis keberhasilan gigi avulsi yang direplantasi bergantung
pada golden period atau antara waktu terjadi gigi avulsi sampai dilakukan replantasi,
tahap perkembangan akar gigi dan kontaminasi dari lingkungan pada gigi yang
avulsi.37
Jika gigi terlepas dari soketnya maka prognosis untuk perawatan replantasi
tergantung dari lamanya avulsi atau lamanya gigi diluar soket alveolar. Semakin lama
gigi diluar mulut, maka ligamen periodontal akan mengalami kematian dan
prognosisnya kurang baik. Tahapan pertumbuhan akar dilihat dari tertutupnya apikal
dari akar gigi, semakin akar tertutup maka prognosis semakin jelek. Langsung
melakukan replantasi tanpa membersihkan gigi yang kotor karena terkonaminasi
tanah serta kebersihan rongga mulut yang cenderung buruk maka menyebabkan
Berikut adalah kelompok kondisi ligamen periodontal yang perlu diperhatikan
sebelum memulai perawatan: 21,37
1. Jaringan ligamen periodontal masih sehat (gigi avulsi yang telah segera
dilakukan replantasi atau berlangsung saat kejadian avulsi).
2. Jaringan ligamen periodontal masih sehat namun perlu dipertimbangkan.
Gigi avulsi telah disimpan pada media penyimpanan contoh pada vestibulum rongga
mulut, HBSS, larutan salin, susu, atau saliva, serta total waktu gigi avulsi yang berada
diluar soket alveolar selama kurang dari 60 menit.
3. Jaringan ligamen periodontal tidak layak untuk dilakukan replantasi,
dimana total waktu gigi avulsi berada diluar soket alveolar selama lebih dari 60
menit.
Sebaiknya gigi yang avulsi diinstruksikan segera dibersihkan/dicuci dengan
air yang mengalir tanpa disikat, dan dikembalikan pada soketnya seperti semula dan
segera ke dokter gigi. Jika tidak memungkinkan gigi dicuci dengan air yang mengalir
dan diletakkan pada vestibulum penderita karena gigi dapat terendam di dalam saliva
dan pada temperatur tubuh. Prognosis optimal gigi gigi avulsi selama 30 menit.
Fiksasi/splinting perlu dilakukan jika gigi telah dikembalikan pada soketnya
sedangkan perawatan endodontik ditunda untuk tahap berikutnya.27,28
2.8 Pencegahan Avulsi
Pencegahan avulsi dapat dilakukan dengan cara edukasi kepada orangtua dan
pengasuh merupakan salah satu tindakan yang dapat dilakukan dokter gigi dalam
mencegah terjadinya trauma gigi pada anak. Tindakan preventif yang dapat dilakukan
pada trauma gigi anak, yaitu 11,39 :
a. Pemakaian mouth guards. Studi telah menunjukkan bahwa mouth guards
merupakan tindakan preventif primer dalam mencegah terjadinya injuri dento-
alveolar.
b. Penggunaan helm. Injuri oral dan maksilofasial sering terjadi pada
kecelakaan bersepeda pada anak usia dibawah 15 tahun. Tetapi, helmet yang saat ini
dental. Pemakaian helmet harus dikombinasikan dengan mouth guards yang akan
memberikan perlindungan terhadap injuri dental dan injuri kepala.25,40
c. Penggunaan safety belt. Berdasarkan studi di Amerika Serikat, penggunaan
2.9 Kerangka Teori
Trauma Gigi
Pencegahan
Klasifikasi
Avulsi
Etiologi
Prevalensi
Predisposisi
Pengetahuan dan sikap orang terdekat
Penanganan darurat terjadi avulsi
Waktu
Media
Tempat
Guru
Orang tua/ penjaga anak
Perawatan lanjutan
Dokter gigi/ Medis
2.10 Kerangka Konsep
Orangtua :
- Pendidikan
- Sosioekonomi
Pengetahuan tentang penanganan darurat trauma avulsi
Orangtua :
- Pendidikan
- Sosioekonomi Sikap tentang penanganan darurat
trauma avulsi
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif analitik
dengan menggunakan pendekatan cross-sectional.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada beberapa sekolah di masing-masing kecamatan
yaitu kecamatan Medan Marelan dan kecamatan Medan Polonia.
Proposal penelitian dilakukan diawal Oktober 2014. Waktu penelitian
dilakukan mulai minggu kedua Maret 2015 sampai minggu ketiga Maret 2015.
Pengolahan dan analisis data satu minggu, yaitu minggu keempat Maret 2015.
Penyusunan dan pembuatan laporan penelitian, yaitu pada minggu pertama April
2015 hingga minggu kedua Mei 2015.
3.3 Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh orangtua di Kota Medan.
b. Sampel
Sampel di penelitian ini adalah orangtua di Kecamatan Medan Marelan dan
Medan Polonia yang memenuhi kriteria inklusi dan dipilih secara random. Metode
pengambilan sampel yang digunakan adalah metode proporstionate stratified
random sampling, yang terlebih dahulu memilih secara random satu kecamatan
lingkar luar dan satu kecamatan lingkar dalam dari 21 kecamatan sekotamadya
Medan. Selanjutnya dilakukan random lagi untuk mendapatkan beberapa sekolah
dari masing-masing kecamatan lingkar luar dan lingkar dalam. Pengambilan sampel
dari beberapa sekolah tersebut dilakukan dengan cara simple random sampling
hingga didapat jumlah sampel yang dibutuhkan.
c. Besar sampel
Untuk mendapatkan besar sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini,
peneliti melakukan analisis hubungan antara variabel independen dan variabel
dependen yaitu uji hipotesis untuk proporsi tunggal pada satu sampel.
n = {Z1-α/2�P��(1 − P�+ Z1-β�P��(1 − P��)}2
(Pa-Po)2
n = {1,96�0,582(1 − 0,582) + 1,282�0,482(1 − 0,482)}2
(0,482-0,582)2
n = 258,2
Dimana :
n : jumlah atau besar sampel minimal
Z1-α/2 : nilai baku distribusi normal pada α tertentu (α = 5%)
Z1-β : nilai baku distribusi normal pada β atau kekuatan uji (β = 10%)
Po : perkiraan proporsi di populasi pada penelitian sebelumnya = 58,2%
(Khrisnan R et.al, 2014)
Pa : proporsi yang diharapkan atau perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan
proporsi di populasi = 48,2%
Berdasarkan rumus tersebut, jumlah sampel minimum adalah 258,2 atau 259
orang, maka jumlah sampel yang akan diambil pada penelitian ini setelah
ditambahkan 10% adalah 284 orang untuk mengantisipasi adanya sampel yang drop-
out. Jumlah subjek penelitian kemudian didistribusikan merata pada masing-masing
sekolah yang dipilih di kecamatan Medan Marelan yaitu 142 orang dan Medan
Kriteria inklusi dan eksklusi sampel :
Kriteria inklusi
a. Orangtua yang berdomisili di Kecamatan Medan Marelan dan Medan
Polonia.
b. Orangtua yang memiliki anak dengan gigi permanen berusia 7-9 tahun.
c. Orangtua yang bersedia menjadi subjek penelitian.
d. Orangtua yang sehat baik jasmani dan rohani.
Kritertia eksklusi
a. Orangtua yang tidak mengembalikan kuisioner.
b. Orangtua yang tidak mengisi kuisioner dengan lengkap.
3.4 Variabel penelitian
Variabel Bebas dalam penelitian:
a. Jenis Kelamin
b. Usia
c. Pendidikan
d. Sosioekonomi
Variabel Terikat :
a. Pengetahuan
3.5 Defenisi Operasional
Tabel 1. Defenisi operasional variabel penelitian
Variabel Defenisi
Sikap Respon dari
Variabel
Bebas
Jenis Kelamin Jenis kelamin
responden yaitu
Usia Usia responden
yaitu Bapak/ Ibu
Pendidikan Pendidikan formal
tertinggi terakhir
3. Pendidikan tinggi
(tamat diploma,
tamat sarjana/
perguruan tinggi)
Perbandingan
total
pendapatan
orangtua
perbulan dalam
satuan rupiah
dibagi jumlah
anggota
keluarga
dengan
pengeluaran
rata-rata per
kapita sebulan
yaitu:
- Perekonomian
rendah
< Rp 1.500.000
(perkapita)
- Perekonomian
tidak rendah
≥ Rp 1.500.000
(perkapita)
(BPS September
Tabel 2. Definisi operasional kuisioner pengetahuan orangtua
Variabel Definisi
Operasional
Hasil Ukur (Nilai Bobot) Skala Ukur
Informasi mengenai
dan mulut pada anak
Sumber informasi
dan mulut pada anak
Pemahaman
berikan obat anti sakit
(0)
2. Menenangkan anak,
hentikan perdarahan
dengan menggigit
kain sambil membawa
ke pelayanan medis
(1)
4. Menenangkan anak,
bersihkan luka, dan
kumur-kumur dengan
obat anti sakit (0)
5. Tidak tahu (0)
Jenis gigi anak yang
terlepas
Pemahaman
orangtua tentang
jenis gigi anak yang
terlepas
1. Gigi tetap/ permanen
(1)
1. Gigi tidak dicari dan
langsung pergi
tersebut ke posisi gigi
semula (0)
3. Gigi dicari dan gigi
diletakkan ke dalam
tissue serta mencari
perawatan medis (0)
4. Gigi dicari,pegang
gigi depan kanan atas
yang terlepas
3. Pada hari berikutnya
setelah anak lebih
kanan atas anak yang
terjatuh di tempat
tangan atau tissue (0)
dikembalikan ke
posisi gigi semula
4. Membersihkan gigi
dengan menggunakan
sabun atau alkohol (0)
5. Tidak tahu (0)
3. Membungkus gigi
kedalam plastik
kering (0)
4. Memasukkan gigi ke
dalam kantong berisi
luar gusi lamanya gigi dapat
tetap sehat agar
dapat dikembalikan
ke posisi semula
3. >1 jam (0)
4. Tidak tergantung
waktu (0)
Tabel 3. Definisi operasional kuisioner sikap orangtua
Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur (Nilai
Bobot)
pada cedera gigi dan
mulut anak
1. Sangat setuju (4)
2. Setuju (3)
3. Ragu-ragu (2)
4. Tidak Setuju (1)
5. Sangat tidak setuju
(0)
5. Sangat tidak setuju
(0)
Perlunya
gigi dan mulut terjadi
1. Sangat setuju (4)
2. Setuju (3)
3. Ragu-ragu (2)
4. Tidak Setuju (1)
5. Sangat tidak setuju
(0)
5. Sangat tidak setuju
(4)
anak dan gigi yang
terlepas ke dokter
gigi segera setelah
cedera gigi dan mulut
terjadi
1. Sangat setuju (4)
2. Setuju (3)
3. Ragu-ragu (2)
4. Tidak Setuju (1)
5. Sangat tidak setuju
dibalut
5. Sangat tidak setuju(4)
Menyimpan gigi
5. Sangat tidak setuju
(0)
cedera gigi dan mulut
1.Sangat setuju (4)
Penilaian pengetahuan dan sikap, yaitu :
1. Penilaian pengetahuan. Setiap soal kemudian dihitung rerata jawaban
pengetahuan yang benar dibagi dengan jumlah benar seluruh soal. Jawaban untuk
kuesioner pengetahuan yang benar diberikan bobot (1) dan jawaban yang salah
diberikan bobot (0)
Kriteria penilaian pengetahuan orangtua menurut kriteria Arikunto, 2006 :
a. Baik : bila mampu menjawab dengan benar 76% -100% (skor 7-9)
b. Cukup : bila mampu menjawab dengan benar 56% -75% (skor 5-6)
c. Kurang : bila mampu menjawab dengan benar 40% -55% (skor 0-4)
2. Penilaian sikap. Setiap soal kemudian dihitung rerata jawaban sikap dibagi
Contoh pernyataan terdiri dari : pernyataan benar atau positif (+) maka respon
memiliki bobot jawaban dengan respon sangat setuju (4), setuju (3), ragu (2), tidak
setuju (1) dan sangat tidak setuju (0) sedangkan pernyataan salah atau negative (-)
maka respon memiliki bobot jawaban respon sangat setuju (0), setuju (1), ragu (2),
tidak setuju (3) dan sangat tidak setuju (4)
Kriteria penilaian sikap orangtua menurut kategori Setiawan, 2010:
a. Sangat Baik : (76% -100%) (skor 6-8)
b. Baik : (51% -75%) (skor 5)
c. Tidak baik : (26% -50%) (skor 3-4)
d. Sangat tidak baik : (0 - 25 %) (skor 1-2)
3.6 Prosedur Penelitian (Angket)
Setelah mendapat surat persetujuan Komisi Etik dari Fakultas Kedokteran
USU, Pengumpulan data dilakukan secara survei lapangan dengan mengunjungi
sekolah yang dipilih di setiap kecamatan yaitu Kecamatan Medan Marelan dan
Kecamatan Medan Polonia. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah secara
angket dengan dilakukan penyebaran kuesioner kepada orangtua melalui murid
sekolah dasar kemudian pengisian dilakukan oleh responden. Kuisoner penelitian
telah dilakukan validasi sebanyak sekali sebelum disebarkan kepada responden.
Setelah kuesioner diisi, selanjutanya dilakukan evaluasi pengisian kuesioner oleh
peneliti. Prosedur pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Peneliti menentukan sekolah yang akan dijadikan lokasi penelitian. Lokasi
tersebut dipilih secara random dan sesuai dengan kriteria sampel yang telah
ditentukan di Kecamatan Medan Marelan dan Kecamatan Medan Polonia.
2. Peneliti mempersiapkan kelengkapan administrasi surat izin dari Komisi Etik
Penelitian Bidang Kesehatan dan Dinas Pendidikan Kota Medan untuk kemudian
dibawa ke sekolah yang ditentukan dalam meminta izin dan jadwal untuk dapat
3. Setelah mendapatkan surat izin dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan,
peneliti mendatangi setiap lokasi penelitian untuk meminta persetujuan penelitian
serta menentukan jadwal untuk dilakukan penelitian.
4. Peneliti memberikan informed consent beserta kuisioner kepada calon subjek
yaitu orangtua murid melalui murid-murid sekolah di Kecamatan Medan Marelan dan
Kecamatan Medan Polonia.
5. Pihak sekolah diminta untuk mengembalikan kuisioner sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan oleh peneliti.
6. Kuesioner yang telah selesai dikumpul, selanjutnya diolah dan dianalisa oleh
peneliti.
3.7 Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan sistem komputerisasi. Pengolahan data
dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu:
a. Editing (Penyuntingan data): untuk mengetahui dan memeriksa apakah data
yang terkumpul sudah diteliti semua atau belum.
b. Coding (Membuat lembaran kode): mengklasifikasikan jawaban dengan
memberi kode pada masing-masing jawaban.
c. Data entry (Memasukkan data): mengisi kolom-kolom lembar kode sesuai
dengan jawaban masing-masing pertanyaan.
d. Saving : Proses penyimpanan data sebelum data diolah atau dianalisis.
e. Tabulasi: proses menyusun data dalam bentuk tabel, selanjutnya diolah
dengan bantuan komputer.
f. Cleaning: kegiatan pengetikan kembali data yang sudah di entry untuk
mengetahui ada kesalahan atau tidak.
Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam program Microsoft excel dalam
bentuk tabel agar perhitungan lebih mudah dilakukan. Penghitungan dan analisa data
dilakukan secara komputerisasi, yaitu melakukan penghitungan dengan hasil berupa
3.7.2 Analisis Data
Analisa data dilakukan dengan melakukan uji hipotesa yang dilakukan dengan
mengumpulkan data univariat dan bivariat. Analisis univariat adalah analisis yang
dilakukan menganalisis tiap variabel dari hasil penelitian. Data yang diolah secara
deskriptif adalah data univariat, dilakukan terhadap variabel dari hasil penelitian dan
dihitung dalam bentuk persentase. Data bivariat adalah analisis korelasi antara dua
variabel yang berupa hasil pengukuran. Analisis bivariat adalah untuk menganalisis
korelasi antara variable dependen dan independen. Data yang terkumpul dianalisa
dengan menggunakan uji statistik Chi-square (X2). Perhitungan statistik apabila nilai
P < 0,05 maka H0 ditolak yaitu terdapat hubungan signifikan antara variabel. Bila
nilai P > 0,05 maka H0 diterima yaitu tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
kedua variabel.
3.8 Etika Penelitian
Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup hal sebagai berikut :
1. Kelayakan Etik (Ethical Clearance)
Kelayakan etik adalah keterangan tertulis yang menyatakan bahwa penelitian
layak dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan tertentu. Peneliti mengajukan
surat permohonan atas kelayakan etik disertai dengan proposal penelitian kepada
ketua tim kelayakan etik di Fakultas Kedokteran USU.
2. Lembar persetujuan (Informed Consent)
Peneliti meminta secara suka rela kepada responden penelitian untuk
berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Bagi responden yang
setuju, dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan penelitian untuk
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Analisis Univariat
4.1.1 Demografi Responden
Responden berasal dari Kecamatan Medan Marelan dan Kecamatan Medan
Polonia dengan jumlah responden sebanyak 284 orangtua. Gambaran demografi
responden orangtua meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, pengetahuan dan sikap
tentang penanganan darurat avulsi gigi permanen anak, seperti diuraikan berikut ini
Tabel 4 menunjukkan distribusi jenis kelamin dan usia responden orangtua.
Diketahui bahwa responden perempuan lebih banyak yaitu sebanyak 169 orang
(59,5%) sedangkan responden jenis kelamin laki-laki sebanyak 115 orang (40,5%).
Selanjutnya diperoleh kelompok yang berusia 25-34 tahun sebanyak 27 orang
(25,4%), 35-44 tahun sebanyak 166 orang (58,4%), diikuti 45-54 tahun sebanyak 41
orang (14,4%), dan kelompok yang berusia 55-64 tahun sebanyak 5 orang (1,8%).
Tabel 4. Distribusi responden menurut jenis kelamin dan usia
Tabel 5 menunjukkan distribusi tingkat pendidikan responden. Berdasarkan
tingkat pendidikan formal tertinggi terakhir yang ditamatkan responden maka
diperoleh kelompok yang paling banyak adalah yang berpendidikan sedang 151
(53,1%), kelompok pendidikan paling sedikit adalah kelompok pendidikan rendah
sebanyak 34 (12%), dan kelompok yang berpendidikan tinggi sebanyak 99 orang
(34,9%).
Tabel 5. Distribusi responden orangtua menurut pendidikan
Tingkat Pendidikan n %
Tinggi
• Perguruan tinggi
Sedang
• SMA
Rendah
• SD, SMP
99 34,9
151 53,1
34 12
Total 284 100
Kuisioner penelitian bagian pengetahuan terdiri dari 11 pertanyaan yaitu 2
bagian yaitu pembuka dan inti. Hasil penelitian menemukan responden yang tidak
pernah memperoleh informasi lebih banyak yaitu sebesar 152 orang (53,5%) daripada
yang pernah memperoleh informasi mengenai cedera gigi adalah sebanyak 132 orang
(46,5%). Distribusi responden tentang sumber informasi mengenai cedera gigi.
Informasi mengenai cedera gigi yang paling banyak diperoleh melalui dokter gigi
yaitu sebanyak 60 orang (45,5%) dan yang paling sedikit didapatkan informasi yang
berasal dari perawat/ bidan yaitu 2 orang (1,5%), informasi tentang cedera gigi yang
didapat dari internet adalah 25 orang (18,9%), media cetak (majalah, koran) adalah 40
orang (30,3%), dan dilanjutkan dokter umum adalah sebanyak 5 orang (3,8%).
Tabel 6 menunjukkan distribusi responden menurut pengetahuan tentang
penanganan darurat kasus trauma avulsi gigi permanen. Pengetahuan responden
mulut anak yang menjawab salah lebih banyak yaitu 169 orang (59,5%), dengan
jawaban benar sebanyak 112 orang (39,4%), dan yang menjawab tidak tahu 3 orang
(1,1%). Responden yang menjawab benar tentang pertanyaan jenis gigi yang terlepas
pada kasus trauma avulsi lebih banyak yaitu 174 orang (61,3%) sedangkan yang
menjawab salah adalah 84 orang (25,9%), dan tidak tahu 26 orang (9,2%). Jawaban
yang salah paling banyak ditemukan pada pertanyaan tentang apa yang harus
dilakukan terhadap gigi anak yang terlepas yaitu sebanyak 244 orang (85,9%), yang
menjawab benar 15 orang (5,3%), dan tidak tahu 25 (8,8%).
Responden yang menjawab benar paling banyak ditemukan pada pertanyaan
waktu yang paling tepat untuk anak menerima perawatan medis yaitu 178 orang
(62,6%) sedangkan yang menjawab salah 82 orang (28,9%), dan tidak tahu 24 orang
(8,5%). Responden yang menjawab salah paling banyak ditemukan pada pertanyaan
yang akan dilakukan oleh orangtua pada gigi yang jatuh ditempat yang kotor sebelum
gigi tersebut akan dikembalikan ke posisi semula yaitu 144 orang (50,7%), sedangkan
yang menjawab benar 97 orang (34,2%), tidak tahu 43 orang (15,1%).
Responden yang menjawab salah paling banyak ditemukan pada pertanyaan
apabila gigi tidak langsung dikembalikan ke posisi semula, cara yang baik menurut
orangtua untuk membawa gigi terlepas ke dokter gigi yaitu 197 orang (69,4%),
sedangkan yang menjawab benar 32 orang (11,3%), dan yang tidak tahu 55 orang
(19,3%). Responden yang menjawab salah paling banyak ditemukan pada pertanyaan
media penyimpanan yang paling tepat yang akan digunakan untuk membawa gigi ke
dokter gigi yaitu 201 orang (70,8%), jawaban benar paling sedikit yaitu 40 orang
(14,1%), dan yang tidak tahu 43 orang (15,1%). Responden yang menjawab salah
paling banyak ditemukan pada pertanyaan lamanya gigi dapat tetap sehat agar dapat
dikembalikan ke posisi semula yaitu 121 orang (42,6%), dilanjutkan benar 66 orang
(23,2%), dan tidak tahu 97 orang (34,2%). Responden yang menjawab benar paling
banyak pada pertanyaan dimana orangtua akan membawa anak untuk mendapatkan
perawatan lanjutan yaitu 266 orang (93,7%), dilanjutkan jawaban salah 14 orang
Tabel 6. Distribusi responden menurut pengetahuan tentang penanganan darurat avulsi gigi permanen anak
Pengetahuan
Tindakan yang seharusnya
dilakukan pertama sekali
Benar Salah Tidak tahu Total
n % n % N % n %
112 39,4 169 59,5 3 1,1 284 100
Jenis gigi yang terlepas 174 61,3 84 29,5 26 9,2 284 100
Yang harus dilakukan pada gigi yang lepas tersebut akan dikembalikan ke posisi semula
97 34,2 144 50,7 43 15,1 284 100
Apabila gigi tidak langsung dikembalikan ke posisi semula, cara yang baik menurut orangtua untuk membawa gigi terlepas ke dokter gigi
32 11,3 197 69,4 55 19,3 284 100
Media penyimpanan yang paling tepat yang akan digunakan untuk membawa gigi ke dokter gigi
Tempat orangtua membawa
anak untuk mendapatkan
266 93,7 14 4,9 4 1,4 284 100
Tabel 7 menunjukkan distribusi kategori pengetahuan responden tentang
penanganan darurat kasus trauma avulsi gigi permanen. Kategori pengetahuan yang
paling banyak ditemukan pada kategori kurang yaitu 227 orang (80%), kategori yang
paling sedikit yaitu kategori baik 18 orang (6,3%), dan kategori cukup adalah 39
orang (13,7%).
Tabel 7. Distribusi kategori pengetahuan responden tentang penanganan darurat
avulsi gigi permanen
Kategori Pengetahuan n %
Baik 18 6,3
Cukup 39 13,7
Kurang 227 80
Total 284 100
Tabel 8 menunjukkan distribusi responden menurut sikap tentang penanganan
darurat kasus trauma avulsi gigi permanen. Responden yang menyatakan sangat
setuju pada pernyataan setiap orangtua harus mengetahui tentang penanganan darurat
cedera gigi dan mulut sebanyak 161 orang (56,6%). Responden yang menyatakan
setuju pada pernyataan perlunya mencari gigi anak yang hilang sebanyak 108 orang
(38%). Responden yang menyatakan setuju pada penyataan perlunya dilakukan
pengembalian gigi anak yang terlepas sebanyak 109 orang (38,4%). Responden yang
menyatakan setuju pada pernyataan cara membersihkan gigi anak yang kotor akibat
terjatuh ditanah dengan cara gigi yang terlepas disikat sampai bersih sebanyak 119
orang (41,9%).
Responden yang menyatakan setuju pada pernyataan membawa anak dan gigi
yang terlepas ke dokter gigi segera setelah cedera gigi dan mulut terjadi sebanyak 134
orang (47,2%). Responden yang menyatakan setuju pada pernyataan cara membawa
gigi anak yang terlepas ke dokter gigi dengan dibalut menggunakan tissue sebanyak
138 orang (48,6%). Responden yang menyatakan tidak setuju pada pernyataan
gigi sebanyak 113 orang (39,8%). Responden yang menyatakan setuju pada
pernyataan kemauan orang tua menerima penyuluhan lebih lanjut tentang penanganan
darurat cedera gigi dan mulut sebanyak 154 orang (54,2%).
Tabel 8. Distribusi responden menurut sikap tentang penanganan darurat avulsi gigi permanen. menggunakan tissue jika gigi terlepas
tidak langsung
No. Sikap n(%)
Tabel 9 menunjukkan distribusi kategori sikap responden tentang penanganan
darurat kasus trauma avulsi gigi permanen. Kategori sikap responden yang paling
banyak ditemukan adalah kategori baik sebanyak 214 orang (75,4%), yang paling
sedikit adalah kateogori sangat baik 24 orang (8,4%) dilanjutkan kategori tidak baik
46 (16,2%).
Tabel 9. Distribusi katergori sikap responden tentang penanganan darurat avulsi gigi permanen
Sosioekonomi responden dalam penanganan darurat kasus trauma avulsi gigi
permanen yang dikaji dalam penelitian ini meliputi faktor pekerjaan dan penghasilan
sebagai berikut. Tabel 10 menunjukkan distribusi responden menurut status kerja.
Kategori responden yang bekerja sebanyak 201 orang (70,8%) sedangkan yang tidak