• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu - BAB II NUR KHOFIFAH HUKUM'18

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu - BAB II NUR KHOFIFAH HUKUM'18"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Bedasarkan hasil pencarian terhadap penelitian-penelitian sebelumnya, baik dari perpustakaan atau website penulis menemukan kajian tentang penelitian tentang:

No Nama Judul dan

Tahun Skripsi

Rumusan Masalah Kesimpulan

1 Miftahul Huda

Mekanisme Pelaksanaan Sidang

Keliling di Pengadilan Agama Trenggalek Kelas I B (Studi di Desa Dongko Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek), 2014

1. Apa latar belakang dan dasar hukum diselenggrakan sidang keliling di Desa Dongko Kecamatan

Dongko Kabupaten Trenggalek? 2. Bagaimana

mekanisme praktik sidang keliling di Desa Dongko Kecamatan

Dongko Kabupaten Trenggalek? 3. Apa faktor

prnghambat dan pendukung sidang keliling di Desa Dongko

Kecamatan

Dongko Kabupaten Trenggalek?

Penelitian yang mengkaji dan menjawab latar belakang

diselenggarakannya sidang keliling, mekanisme praktik sidang keliling dan mengetahui faktor pendukung dan penghambat sidang keliling di Desa Dongko

Kecamatan

Dongko Kabupaten Trenggalek.

2 Perwitiningsih Pelaksanaan Sidang di Luar Gedung Pengadilan Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1

1. Bagaimana pelaksanaan sidang di luar gedung

Pengadilan berdasarkan PERMA No. 1 tahun 2014 di

(2)

Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Pengadilan Agama Purwodadi? 2. Bagaimanakah permasalahan atau kendala dan upaya

penyelesaian yang dihadapi

Pengadilan Agama

Purwodadi dalam melaksanakan sidang di luar geedung

Pengadilan berdasarkan PERMA No. 1 tahun 2014?

di Pengadilam Agama Purwodadi tidak memberikan fasilitas prodeo seperti yang tercantum di PERMA No. 1 tahun 2014.

3 Muh.

Nasharuddin Chamanda Efektifitas Sidang Keliling Kaitanya dengan Asas Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan ( Studi Kasus di Pengadilan Agama

Sungguminasa Kelas II B Tahun 2013-2015).

1. Apa faktor pendukung dan penghambat

jalannya sidang keliling di Pengadilan Agama Sungguminasa? 2. Bagaimana

implikasi sidang keliling terhadap pelayanan hukum kepada pencari keadilan di Kabupaten Gowa?

Pelaksanaan sidang keliling jika dikaitkan dengan asas sederhana, cepat dan biaya ringan telah efektif. diukur dari terlaksananya asas sederhana yang masyarakatnya

tidak lagi

dihadapkan dengan administrasi yang berbelit-belit. Asas cepat dilihat dari proses

penyelesaian perkara yang cepat, karena 85% dari perkara yang terdaftar putus dalam waktu sehari.

(3)

transportasi.

Ketiga penelitian terdahulu tentunya memiliki kesamaan dan perbedaan yang dapat dipertanggung jawabkan. Kesimpulannya penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya membahas tentang sidang keliling. Adapun perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan saat ini yaitu adanya tempat penelitian yang berbeda dan dan informasi serta rumusan masalah yang berbeda, dan juga penelitian yang berdasarkan Undang-Undang sidang keliling.

B. Landasan Teori

1. Teori Hukum Perceraian

Perceraian menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1994 (Pasal 16), terjadi apabila antar suami isteri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun dalam suatu rumah tangga. Perceraian terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang Pengadilan (Pasal 18).

Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974, perceraian adalah keadaan terputusnya suatu ikatan perkawinan. Ada dua macam perceraian sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 Pasal 39-41,yaitu cerai gugat dan cerai talak.

Perceraian menurut Bell, merupakan putusnya ikatan legal yang menyatukan sepasang suami isteri dalam satu rumah tangga, secara sosial perceraian membangunkesadaran pada masing-masing individu bahwa perkawinan mereka telah berakhir. 1

Menurut Hurclok, perceraian merupakan klaminasi dari penyelesaian perkawinan yang buruk, dan yang terjadi bila suam isteri sudah tidak mampu lagi mencari cara penyelesaian masalah yang dapat memuaskan kedua belah pihak, perlu disadari bahwa banyak

1

(4)

perkawinan yang tidak membuahkan kebahagiaan tetapi tidah diakhiri dengan perceraian.2

Selanjutnya menurut Gunarsa, perceraian adalah pilihan paling menyakitkan bagi pasangan suami isteri. Perceraian biisa saja menjadi pilihan terbaik yang bisa membukakan jalan bagi kehidupan baru yang membahagiakan. Perceraian adalah perhentian hubungan perkawinan karena kehendak pihak-pihak atau salah satu pihak yang terkait dalam hubungan perkawinan tersebut. Perceraian mengakibatkan status seorang laki-laki bagi suami, maupun status perempuan sebagai isteri akan berakhir3.

1.1. Pengertian Perceraian

Perceraian ada karena adanya perkawinan, tidak ada perkawinan tentu tidak ada perceraian. Angka perceraian semakin meningkat dari waktu ke waktu. Perceraian terjadi apabila kedua belah pihak sudah sama-sama merasa ketidak cocokan dalam menjalani rumah tangga. Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan tidak mendefinisikan perceraian secara khusus. Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan serta penjelasannya menyatakan bahwa perceraian dapat dilakukan apabila sesuai dengan alasan-alasan yang telah ditentukan.

R. Soetojo Prawirohamidjojo memberikan pengertian

tentang perceraian, yaitu: “Perceraian adalah putusnya perkawinan dengan menjatuhkan talak, yaitu untuk

membedakan dengan perceraian atas dasar gugatan,”4

.

Pasal 39 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Perkawinan menyebutkan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan, setelah Pengadilan yang bersangkutan

2

Hurclock, E.B, 1994, Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Renta Kehidupan, Jakarta: Erlangga, hal 36

3

Gunarso, S.D, 1999,Psikologi untuk Keluarga, Jakarta: Gunung Agung Mulia, hal 40

4

(5)

berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak, ayat (2) menyebutkan untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak dapat hidup rukun.

Selanjutnya dalam Pasal 200 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diuraikan bahwa jika suami isteri pisah meja dan ranjang, baik karena salah satu alasan dari alasan-alasan yang tercantum dalam Pasal 233, maupun atas permohonan kedua pihak, dan perpisahan itu tetap berlangsung selama lima tahun tanpa ada perdamaian anatara kedua belah pihak, maka mereka masing-masing bebas menghadapkan pihak lain ke Pengadilan dan menuntut perkawinan mereka dibatalkan.

Dilanjutkan dalam pasal 201 bahwa tuntutan itu harus segera ditolak apabila pihak tergugat, setelah tiga kali dari bulan ke bulan dipanggil ke Pengadilan tidak datang dengan mengadakan perlawanan terhadap tuntutan itu atau menyatakan bersedia berdamai dengan pihak lawan.

Proses selanjutnya diuraikan dalam Pasal 207 yaitu gugatan perceraian harus diajukan ke Pengadilan negeri yang di daerah hukumnya si suami memiliki tempat tinggal pokok pada saat mengajukan permohona termasuk dalam pasal 831 reglemen acara perdata atau tempat tinggal sebenarnya bila tidak memiliki tempat tinggal pokok.

1.2. Alasan Perceraian

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata menyebutkan secara limitatif dalam Pasal 209, ada 4 alasan perceraian, yaitu:

a. Zina

(6)

d. Penganiayaan yang berat yang dilakukan oleh suaami isteri terhadap isteri atau suaminya sedemikian rupa sehingga membahayakan pihak yang dilukai atau dianiaya atau mengakibatkan luka yang membahayakan.5

Sedangkan dalam Hukum Islam tidak memperinci secara limitatif alasan-alasan untuk melakukan perceraian. Penjatuhan talak dari suami dapat terjadi apabila masing-masing pihak sudah tidak saling mencintai, dan sebaliknya pihak isteri dapat meminta diceraikan. Bahkan pihak suami dapat menjatuhkan talak terhadap isterinya tanpa disertai alasan apapun. Alasan suami menjatuhkan talak yaitu:

a. Isteri berbuat zina

b. Nusyuz (suka keluar rumah dengan mencurigakan) c. Suka mabuk dan berjudi

d. Berbuat sesuatu yang menggangu ketentraman dalam rumah tangga

e. Sebab-sebab lain yang tidak memungkikan pembinaan umah tangga yang rukun dan damai. 6

1.3. Macam-macam Perceraian

Menurut ketentuan Undang-Undang No.1 tahun 1974 Pasal 39 sampai 41 dan Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 Pasal 14 sampai 36 dapat ditarik kesimpulan ada dua macam perceraian, yaitu:

1.3.1.Cerai Talak

Istilah cerai talak disebutkan dalam penjelasan Pasal 14 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 dan tentang perceraian diatur dalam Pasal 14 sampai 18 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975, yang merupakan penegasan dan Pasal 39 Undang-Undang Perkawinan. Cerai talak

5

R. Sarjono,1979, Masalah Perceraian, Jakarta: Akademica, hal 17. 6

(7)

hanya khusus yang beragama Islam seperti dirumuskan dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 sebagai berikut:

“Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan

yanga akan menceraikan isterinya mengajukan surat pada Pengadilan di tempat tinggalnya., yang berisis pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya disertai dengan alasan serta meminta kepada

Pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu.”

Undang-Undang No. 3 tahun 2006 Perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1989, yaitu:

“Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan isterinya mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk mengadakan sidang guna

menyaksikan ikrar talak.”

Dari ketentuan di atas maka dapat dijelaskan bahwa apabila seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut agama Islam ingin mengajukan surat permohonan cerai ke Pengadilan harus disertai alasan-alasannya.

1.3.2.Cerai Gugat

Yang dimaksud cerai gugat adalah perceraian yang perceraian yang disebabkan oleh adanya suatu gugatan lebih dahulu. Adapun mengenai cerai gugat diatur dalam Pasal 20 Peratuaran Pemerintah No. 9 tahun 1975, yang

penjelasannya berbunyi: “Gugatan perceraian yang

dimaksud dapat diajukan oleh seorang isteri yang melakukan perkawinan menurut Agama Islam dan oleh seorang suami atau isteri yang melangsungkan perkawinan

(8)

Dalam hal ini masalah cerai gugat juga diatur dalam Pasal 73 Undag-Undang No. 3 tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1989 , maka jelaslah bahwa gugatan perceraian ini dilakukan oleh pihak isteri atau suami bilamana perkawinannya dilakukan selain Islam.

1.4. Tata Cara Perceraian

1.4.1.Cerai Talak

Proses tata cara ikrar talak terdapat dalam Pasal 14 sampai 18 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975, maka proses selanjutnya adalah sebagai berikut:

a. Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut Agama Islam yang akan menceraikan isterinya, mengajukan surat kepada Pengadilan Agama di tempat tinggal isterinya,yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya disertai dengan alasan-alsannya serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang.

b. Setelah Pengadilan menerima surat pemebritahuan, pengadilan mempelajari isi pemberitahuan tersebut, selambat-lambatnya 30 hari setelah menerima surat, Pengadilan memanggil suami isteri untuk dimintai keterangan.

c. Setelah Pengadilan mendapat penjelasan dari suami isteri, dan juga pada keluarga trnyata memeng terdapat alasan-alasan untuk bercerai dan Pengadilan berpendapat bahwa suami isteri tersebut tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun, maka Pngadilan memtutskan untuk diadakan sidang.

(9)

tentang terjadinya perceraian, dan surat keterangan tersebut dikirimkan kepada pegawai pencatatan di tempat perceraian untuk diadakan pencatatan perceraian.

e. Perceraian itu terjadi terhutung pada saat ikrar talak diucapkan di depan sidang engadilan.

1.4.2.Cerai Gugat

Proses pengajuan gugatan diatur dalam Pasal 20 sampai 36 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975, maka pengajuan gugatan adalah sebagai berikut:

a. Gugatan diajukan oleh isteri atau kuasanya ke Pengadilan Agama di tempat tinggal trgugat, apabila tergugat tidak jelas atau tidak diketahui alamatnya maka gugatan diajukan ke Pengadilan Agama tempat kediaman penggugat.

b. Setelah itu Pengadilan akan memanggil keua beah pihak atau kuasanya secara patut, yaitu sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari sebelum sidang dibuka. Apabila tergugat tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap, maka pemanggilan dilakukan dengan cara menempelkan surat pemanggilan dipapan pengumuman dan mengumumkan beberpa dimedia massa sebanyak 2 (dua) kali dalam waktu satu bulan anatar pengumuman pertama dan kedua.

c. Setelah itu Pengadilan menyidangkan perkara tersebut dalam tempo selambat-lambatnya 30 hari setelah diterimanya surat gugatan di kepaniteraan. Dalam persidangan pertama, Pengadilan dalam hal ini majlis hakim menganjurkan perdamaian diantara keduanya . d. Apabila perdamaian tidak mungkn terwujud , maka

(10)

Apabila gugatannya beralsana dan terbuki, maka Majelis Hakim akan memutuskan perkara tersebut dengan putusan menerima, dan mengabulkan gugatan dari penggugat.

e. Apabila putusan trsebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam arti tdak menyatakan banding baik dari tergugat maupun penggugat, maka perceraian tersebut dikukuhkan di Pengadilan Negeri. Masa berlakunya perceraian yang didasarkan pada gugatan (cerai gugat) dihitung sejak putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

2. Teori Konflik

konsep sentral teori konflik adalah wewenang dan posisi yang keduanya merupakan fakta sosial. Distribusi wewenang dan kekuasaan secara sistematik, karena dalam masyarakat selalu terdapat golongan yang saling bertentangan yaitu penguasa dan yang dikuasai .

Ibnu kaldun memandang konflik sebagai sesuatu yang tidak berdiri sendiri karena konflik lahir dari interaksi antar individu maupun antar kelompok, organisasi-organisasi,dan kesatuan-kesatuan. Dimana dalam realitanya faktor-faktor disasosiatif seperti kebencian dan kecemburuan dapat menyebabkan terjadinya konflik.

(11)

kelompok-kelompok muncul, mereka terlibat dalam tindakan-tindakan yang memicu perubahan struktur sosial. Tatkala konflik semakin intens, perubahan struktur akan terjadi dengan tiba-tiba. Jadi, apa pun sifat dasar konflik yang terjadi, sosiologi harus menyesuaikan diri dengan hubungan konflik dengan perubahan konflik dengan status quo (keadaan tetap pada suatu saat tertentu).

Pruitt dan Rubin mendefinisikan konflik sebagai sebuah presepsi mengenai perbedaab kepentingan (Perceived divergense of interest),

atau suatu kepercayaan yang branggapan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat menemui titik temu yang sepaham. Kepentingan yang dimaksud adalah perasaan orang yang mengenai apa yang sesungguhnya diinginkannya, dimana perasaan tersebut cenderung bersifat sentral dalam pikiran dan tindakan orang yang membentuk inti dari banyak sikap, tujuan dan niatnya.

Keluarga menurut teori ini, bukan sebuah kesatuan yang normatif (harmonis dan seimbang), melainkan lebih dilihat sebagai sebuah sistem yang penuh konflik yang mengganngap bahwa keragaman biologis dapat dipakai untuk melegitimasi relasi sosial yang operatif. Keragaman biologis yang menciptakan peran gender dianggap kontruksi budaya, sosialisasi kapitalisme atau patriarkat. Menurut para feminis Marxis dan sosialis institusi yang paling eksis dalam melanggengkan peran gender adalah keluarga dan agama, sehingga usaha untuk menciptakan perfect aquality (kesetaraan gender 50/50) adalah dengan menghilangkan peran biologis gender, yaitu dengan usaha radikal untuk merubah pola pikir dan struktur keluarga yang menciptakannya.

3. Teori Asas Sederhana, Cepat dan Biaya ringan

3.1. Pengertian Asas Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan

(12)

pada formalitas-formalitas yang tidak penting dalam persidangan. Sebab apabila terjebak pada formalitas-formalitas yang berbeli-belit memungkinkan timbulnya berbagai penafsiran.

Sederhana juga dapat dimaknai sebagai suatu proses yang tidak berbelit-belit, tidak rumit, jelas, lugas, non interpretable, mudah dipahami, mudah dilakukan, mudah diterapkan, sistematis, konkrit baik dalam sudut pandang pencari keadilan, mampu dalam sudut pandang penegak hukum yang mempunyai tingkat kualifikasi yang sangat beragam, baik dalam bidang potensi pendidikan yang dimiliki, kondisi sosial ekonomi dan budaya . 7

Pada bagian lain Sudikno Mertokusmo mendefinisikan, sederhana adalah acara yang jelas, mudah dipahami dan tiak berbelit-belit. Makin sedikit dan sederhana formalitas-formalitas yang diwajibkan atau diperlukan dalam beracara di Pengadilan, makin baik.

Cepat yang dimaksud adalah dalam melakukan pemeriksaan hakim harus cerdas dalam menginventaris soal yang diajukan dan mengidentifikasi persoalan tersebut untuk kemudian mengambil pokok permasalahan yang selanjutnya digali lebih dalam melalui alat-alat bukti yang ada. Apabila segala sesuatu yang sudah diketahui majelis hakim, maka tidak ada cara lain kecuali majelis hakim harus secepatnya mengambil putusan untuk dibacakan dimuka persidangan yang terbuka untuk umum.

Yang dimaksud dalam asas ini bukan hanya pemeriksaan perkara yang selesai dalam waktu satu jam atau dua jam saja melainkan pemeriksaan perkara yang relatif tidak memakan

7

(13)

waktu yang lama sampai bertahun-tahun. Jadi yang dituntut oleh hakim dalam pemeriksaan persidangan tidak boleh tergesa-gesa sehingga mengesampingkan prinsip-prinsip keadilan dan kemanusiaan. Pemeriksaan tidak boleh dibuat lambat sehingga memakan waktu yang lama. Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara seksama, cermat, wajar, rasional dan objektif dengan memberikan kesempatan yang sama dan seimbang kepada para pihak yang berperkara. 8

Jadi yang dituntut dari hakim dalam penerapan asas ini adalah sikap tidak cenderung secara ekstrim melakukan pemeriksaan yang buru-buru tidak ubahnya seperti mesin, sengaja dilambat-lambatkan, sehingga jalannya pemeriksaan menanggalkan harkatdan derajat kemanusiaan. Hakim hendaknya melakukan pemeriksaan yang seksama dan wajar, rasional dan objektif dengan cara memberi kesempatan yang berimbang dan sepatutnya kepada masing-masing pihak yang berperkara. Hal kedua penerapan asas ini tidak boleh mengurangi ketetapan pemeriksaan dan penelaian menurut hukum dan keadilan. Akan tetapi sebaliknya untuk apa kebenaran dan keadilan yang diperoleh dengan penuh kesengsaraan dan kepahitan dan dalam satu penantian yang tidak kunjung tiba. 9

Menurut UU RI No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, pada Pasal 2 ayat (4) menyebutkan bahwa peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Asas sederhana, cepat dan biaya ringan adalah asas Peradilan yang

8

Abdullaoh Tri Wahyudi, 2004, Peradilan Agama di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,hal 32.

9

(14)

paling mendasar dari pelaksanaan dan pelayanan administrasi Peradilan yang mengarah pada prinsip efektif dan efesien.

Apabila asas cepat dan sederhana telah dilaksankan oleh hakim Pengadilan khusunya dalam hal hakim dapat mengupayakan perdamaian maupun memberikan keputusan yang serta merta dalam menyelesaikan perkara, sudah tentu selain masalah akan cepat selesai, biaya yang akan dikeluarkan oleh para pihak juga akan semakin ringan, begitupun sebaliknya apabila asas cepat dan sederhana tidak akan semakin banyak karena adanya perlawanan dari pihak yang terkalahkan oleh keputusan hakim. Jadi, agar dalam suatu persidangan dapat dilaksankan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan, maka hakim menyelesaikan sengketa harus profesional dan betul-betul orang yang ahli di bidangnya serta penuh dengan kearifan di da;am menangani suatu perkara, sehingga permasalahan yang dihadapi oleh para pihak yang sedang berperkara dapat terselesaikan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.

Maksud asas cepat dalam suatu persidangan adalah bahwa hakim dalam memeriksa para pihak yang sedang berperkara harus mengupayakan agar proses penyelesaiannya setelah ada bukti-bukti yang akurat dari para pihak dan para saksi segera memberikan keputusan dan waktunya tidak diulur-ulur atau mengadakan penundaan persidangan yang jarak waktu antara persidangan yang pertama dan kedua dan seterusnya tidak terlalu lama.

(15)

dapat dimaterialisasikan, dan keadilan yang mandiri serta bebas dari nilai-nilai lain yang merusak nilai keadilan itu sendiri. 10

Biaya ringan yang dimaksud adalah harus diperhitungkan secara logis, rinci, transparan serta menghilangkan biaya-biaya lain diluar kepentingan para pihak dalam berperkara. Sebab tingginya berperkara menyebabkan para pencari hukum bersikap enggan terhadap keberadaan Pengadilan .11

Dalam penerapan asas sederhana, cepatdan biaya ringan mempunyai nilai keadilan yang hakiki, tidak terlepas kaitannya dengan fungsi pelayanan, hakim harus benar-benar menyadari dirinya sebagai pejabat yang mengabdi bagi kepentingan penegakkan hukum. Apalagi para hakim yang mengabdi di lingkungan Pengadilan Agama, sebaiknya harus lebih mulia dan menyesuaikan predikat keagamaan yang mereka sandang.12

3.2. Dasar Hukum Asas Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan

Dasar hukum asas sederhana, cepat dan biaya ringan ini termuat dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1989. Peradilan secara sederhana, cepat dan biaya ringan tertuangdalam Pasal 57 ayat 3 yang berbunyi “Peradilan dilakukan dengan sederhana,

cepat dan biaya ringan”, serta dalam Pasal 58 ayat 2 berbunyi “Pengadilan membantu mengatasi segala hambatan serta

rintangan untuk tercapainya Peradilan yang sederhana, cepat dan

biaya ringan”.

Peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan juga terdapat dalam Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 4 ayat 2 dan Pasal 5 ayat 2 yang berbunyi

10

Sidik Sunaryo, 2005,Sistem Peradilan Pidana, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, hal 53.

11

Sidik Sunaryo, 2004,Sistem Peradilan Pidana, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, hal 46.

12

(16)

“Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha

mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya Peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.

4. Tinjauan Hukum Acara Peradilan Agama

4.1. Pengertian Hukum Acara Peradilan Agama

Peradilan Agama adalah Peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam (Pasal 1 angka 1 UU No. 50 tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas UU No. 1989 tentang Peradilan Agama). Peradilan Agama melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat yang beragama Islam mengenai perkara tertentu. Menurut pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Yang menjad kewenangan dari Peradilan Agama adalah perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam, yang meliputi: Perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, sedekah,dan ekonomi

syari’ah.

Salah satu yang terdapat dalam Undang-undang ini adalah asas personalitas keislaman. Asas personalitas keislaman dalam bidang perdata kewarisan, meliputi seluruh golongan rakyat beragama islam. Dengan kata lain, dalam hal terjadi sengketa kewarisan bagi setiap orang yang beragama islam,kewenangan mengadili tunduk dan takluk pada lingkungan Peradilan Agama, bukan ke lingkungan Peradilan Umum. Jadi, luas jangkauan mengadili lingkungan Perailan Agama ditinjau dari subjek pihak yang berperkara, meliputi seluruh golongan rakyat yang beragama islam tanpa terkecuali.13

Lingkungan Peradilan yang setara di Indonesia, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan

13

(17)

Peradilan Tata Usaha Negara. Pernyataan kesetaraan empat lingkungan Peradilan yang ada di Indonesia, termasuk di dalamnya Peradilan Agama. Merupakan koreksi terhadap ketentuan yang terdapat dalam staatblad 1882 Nomor 152 dan staatblad 1937 Nomor 116 dan 610 Tentang Peraturan Peradilan Agama di Jawa dan Madura, staatblad 1937 Nomor 639 Tentang Peraturan Perapatan Qadi dan Qadi Besar untuk sebagian residensi Kalimantan Selatan dan Timur serta Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 Tentang Pembentukan

Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah di luar Jawa dan

Madura.14

4.2. Ruang Lingkup Peradilan Agama

Pengadilan Agama melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan Pasal 2 jo. Pasal 49 Undang-undang No.3 tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara tertentu tentang orang-orang yang beragama Islam dibidang:

4.2.1. Perkawinan

Jenis perkara di bidang ini meliputi: “ izin poligami beserta penetapan harta dalam perkawinan poligami, izin kawin apabila orang tua calon suami/ isteri tidak mengizinkan sementara calon suami/isteri dibawah usia 21 tahun, dispensasi kawin bagi calon suami/isteri yang beragama islam dan belum mencapai usia 19 tahun dan 16 tahun, penetapan wali adlol jika wali calon isteri menolak menikahkannya, Permohonan pencabutan penolakan perkawinan oleh KUA, Permohonan pencegahan perkawinan, Pembatalan perkawinan. Permohonan

14

(18)

pengesahan nikah/isbat nikah, Pembatalan penolakan perkawinan campuran (perkawinan antara warga negara yang berbeda), Gugatan kelalaian atas kewajiban suami isteri, Cerai talak/ cerai gugat. 15

4.2.2. Waris

Yang dimaksud dengan “waris” adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan Pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian-bagian ahli waris, gugatan waris, akta di bawah tangan mengenai keahliwarisan dan akta komparasi tentang pembagan harta waris di luar sengketa. 4.2.3. Wasiat

Yang dimaksud dengan “wasiat” adalah perbuatan

seseorang yang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/ badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia. 4.2.4. Hibah

Hibah adalah pemberian suatu benda secara suka rela dan tanpa imbalan dari seorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.

4.2.5. Wakaf

Wakaf adalah perbuatan seseorang atau kelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta tertentu sesuai dengan kepentingan guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut

syari’ah.16

15

Agsya F. 2010. Undang-undang Peradilan Agama. Jakarta: Asa Mandiri. 16

(19)

4.2.6. Zakat

Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seseorang

muslim sesuai dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan

kepada yang berhak menerimanya. 4.2.7. Infaq

Infaq adalah perbuatan seorang yang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, memberikan rezeki atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas, dan karena Alloh SWT.

4.2.8. Shadaqah

Shadaqah adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/ badan hukum secara sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho Alloh SWT dan pahala semata. 4.2.9. Ekonomi Syari’ah

Ekonomi Syari’ah Adalah perbuatan atau kegiatan usaha

yang dilaksanakan menurut prinsip syaria’ah, antara lain meliputi: Bank Syari’ah, lembaga keuangan mikro

syari’ah, asuransi syari’ah, reasuransi syari’ah, reksa dana syari’ah, obligasi syari’ah, pembiayaan syari’ah,

pegadaian syari’ah, DPLK syari’ah.17

4.3. Asas-asas Hukum Acara Peradilan Agama

4.3.1. Asas Personalitas Keislaman

Asas personalitas keislaman adalah orang yang tunduk dan yang dapat ditundukan kepada kekuasaan lingkungan Peradilan Agama, hanya mereka yang mengaku dirinya pemeluk agama Islam. Penganut agama

17

(20)

lain di luar Islam tidak tunduk kepada kekuasaan lingkungan Peradilan Agama. 18

Asal personalitas keislaman diatur dalam Pasal 2 dan pasal 49 ayat (1) UU No. 7 tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2006 dan UU No.50 tahun 2009. Ketundukan personalitas muslim

kepada lingkungan Peradilan Agama, “bukan”

ketundukan yang bersifat umum meliputi semua bidang perdata, tetapi kedudukan personalitas muslim

kepadanya, hanya bersifat “khusus” sepanjang bidang hukum tertentu.

Sebagai salah satu lembaga Peradilan di Indonesia, Pengadilan Agama memiliki kewenangan absolut agar tidak terjadi kebingungan social terkait penentuan lembaga mana yang berhak memeriksa suatu perkara. Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang kemudian diubah dengan Undang-undang No. 3 tahun 2006 dan Undang-undang No. 50 tahun 2009 telah jelas mengatur bahwa engadilan Agama berhak memeriksa setiap perkara perdata orang-orang Islam yang telah menjadi kewenangan absolut Pengadilan Agama.

Sebagai indikator kewenangan tersebut adalah dapat dilihat dari agama orang-orang yang berperkara, atau orang yang memiliki sangkut paut dengan perkara tersebut. Sebagai contoh adalah perkara waris. Ketika pewaris beragama islam, maka perkara waris tersebut menjadi kewenangan Pengadilan Agama meskipun ahli warisnya ada yang tidak beragama Islam. Selain itu,

18

(21)

dapat juga hal tersebut didasarkan pada hukum yang digunakan ketika terjadinya suatu hubungan hukum. Sebagai contoh adalah perkawinan yang dilakukan dengan menggunakan hukum Islam, maka ketika terjadi perceraian harus dilakukan dihadapan sidang Pengadilan Agama meskipun saah satu pihaknya telah berpindah pada Agama lain.19

Letak asas personalitas keislaman berpatokan pada saat terjadinya hubungan hukum, artinya patokan menentukan keislaman seseorang didasarkan pada faktor formil tanpa mempersoalkan kualitas keislaman yang bersangkutan. Jika seseorang mengaku beragama islam, pada dirinya sudah melekat asas personalitas keislaman.

Faktanya dapat ditemukan dari KTP, sensus kependudukan dan surat keterangan lain. Sedangkan mengenai patokan asas personalitas keislaman berdasar saat terjadinya hubungan hukum, kedua belah pihak sama-sama beragama Islam.

Jika hubungan yang terjadi bukan berdasarkan hukum Islam, sengketanya tidak tunduk menjadi kewenangan lingkungan Peradilan Agama. Misalnya, hubungan hukum ikatan perkawinan antara suami isteri adalah hukum Barat. Sekalipun suami isteri beragama Islam, asas personalitas keislaman mereka ditiadakan oleh landasan hubungan hukum yang mendasari perkawinan. Oleh karena itu, sengketa perkawinan yang terjadi antara mereka tidak tunduk menjadi kewenangan Pengadilan Agama, tetapi jauh menjadi kewenangan Pengadilan Negeri.

19

(22)

4.3.2. Asas Wajib Mendamaikan Terutama dalam Perkara

Perceraian

Pengertian mendamaikan asas kewajiban ini diatur dalam Pasal 82 UU No. 7 tahun 1989, yaitu:

a. Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak.

b. Dalam sidang perdamaian tersebut, suami isteri harus datang secara pribadi, kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di laur negeri, dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi dapat diwakili oleh kuasa hukumnya yang secara khusus menghadap secara pribadi.

c. Apabila kedua belah pihak bertempat kediaman di luar negeri, maka penggugat pada sidang perdamaian tersebut harus menghadap secara pribadi.

d. Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.

Menurut ajaran Islam, apabila ada perselisihan atau

sengketa sebaiknya melalui pendekatan “ishlah”

sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Hujarat ayat

10, yang artinya: “sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikalah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu

mendapat rahmat”.

(23)

Dengan adanya perdamaian berdasarkan kesadaran pihak yang dimenangkan ataupun dikalahkan. Kedua belah pihak sama-sama menang dan sama-sama kalah dan mereka dapat pulih kembali dalam suasana rukun dan persaudaraan.

Usaha perdamaian dalam sengketa perceraian menurut Pasal 82 UU Peradilan Agama, harus dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan selama perkara belum diputuskan.

Berdasarkan Pasal 130 HIR, Majelis Hakim wajib berusaha mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara sebelum memulai pemeriksaan perkara. Untuk mengimplementasikan pasal ini, para pihak diwajibkan menempuh proses mediasi di luar sidang.

Dengan adanya perdamaian berdasarkan kesadaran para pihak yang berperkara, tidak ada pihak yang dimenangkan atau dikalahkan. Kedua belah pihak sama-sama menang dan sama-sama-sama-sama kalah dan mereka dapat pulih kembali. Peranana hakim dalam mendamaikan para pihka yang berperkara terbatas pada anjuran , nasihat, penjelasan dan memberi bantuan dalam perumusan sepanjang itu diminta oleh kedua belah pihak.

4.3.3. Asas Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan

Asas Peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan dalam Undang-undang No.7 tahun 1989 sebagimana telah diubah dengan Undang-undang No. 3 tahun 2006 dan Undang-undang No. 50 tahun 2009, diatur pada Pasal 57 ayat ayat 3 jo . Pasal 4 ayat (2) Undang-undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman:

(24)

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan”.

Asas “sederhana” yang dimaksud dalam asas ini

adalah bahwa pemeriksaan perkara dalam sidang Pngadilan harus dilakukan dengan cara efisien an efektif. Sebelumnya di Pengadilan Agama belaku prinsip setiap

perkara dikenai biaya. Namun, berdasarkan asas “biaya ringan” maka biaya perkara yang dibebankan kepada

pencari keadilan harus diperkirakan hingga besarnya tidak membebani pencari keadilan itu sendiri. Asas sederhana, cepat dan biaya ringan yang dilakukan di Pengadilan Agama tidak berarti bahwa hal tersebut memberikan kesempatan kepada hakim untuk bersantai serta tidak cermat dan tidak teliti dalam memeriksa perkara. Kecermatan dan ketelitan hakim dalam memeriksa perkara mutlak harus terpenuhi. Begitu juga

dalam menerapkan asas “cepat”, seorang hakim harus

bertindak secara moderat. Maksudnya adalah, bahwa hakim dalam memeriksa perkara tidak boleh tergesa-gesa, juga tidak boleh dengan sengaja memperlambat pemeriksaannya.20

Maksud dari pengertian Asas Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan ini dipertegas dalam penjelasan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang No. 4 tahun 2004 yang berbunyi: “Ketentuan ini dimaksudkan untuk memenuhi harapan para pencari keadilan. Yang dimaksud dengan

“Sederhana” adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara yang efisien dan efektif.

Yang dimaksud dengan “Biaya Ringan” adalah biaya

20

(25)

perkara yang dapat terpikul oleh rakyat. Namun demikian dalam pemeriksaan dan penyelesaian perkara tidak mengorbankan ketelitian dalam mencari kebenaran dan keadilan.21

Penerapan asas ini tidak boleh mengurangi ketetapan pemeriksaan dan penilaian menurut hukum dan keadilan. Kesederhanaan, kecepatan pemeriksaan, jangan dimanipulasi untuk membelok hukum, kebenaran dan keadilan. Semua harus “tepat” menurut hukum.22

4.3.4. Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum

Pengertian dan penerapan asas ini mempunyai makna yang luas yaitu meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan pemeriksaan persidangan. Di samping itu juga mengenai keluwesan dan kebijaksanaan para hakim dalam menyiapkan akomodasi bagi para pengunjung sidang, ketertiban, pengambilan foto dan reportase. 23

Berdasarkan amanat yang diberikan dalam Pasal 13 Undang-undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, bahwa setiap sidang pemeriksaan di Pengadilan, termasuk Pengadilan Agama harus dilaksanakan secara terbuka untuk umum kecuali Undang-Undang menentukan yang lain.

Berbeda dengan sidang pada umumnya, dalam lingkungan Pengadilan Agama, khusus sidang yang memeriksa perkara yang berhubungan dengan perkawinan dilaksanakan secara tertutup. Tujuannya

21

UU Kekuasaan Kehakiman

22

Sulaikin Lubis .DKK, 2006, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Indonesi, Jakarta: Kencana, hal 67.

23

(26)

adalah agar para pihak tidak terbebani untuk mengungkapkan fakta-fakta yang ada di lapangan. Hal itu telah diatur di dalam Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan serta Pasal 68 ayat (2) dan Pasal 8o ayat (2) Undang-undang No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.24

Pelanggaran atas Pasal 33 PP No. 9 tahun 1975 jo. Pasal 80 ayat (2) UU Peradilan Agama mengakibatkan pemeriksaan batal demi hukum. Sebab nilai yang terkandung dalam ketentuan itu menyangkut asas ketertiban umum atau orde pubik, oleh karena itu dia mutlak bersifat “imperatif”. Satu-satunya cara yang dapat dibenarkan hukum unuk pemeriksaan sidang tertutup dalam perkara perceraian, hanya menjangkau selama proses pemeriksaan saja. Penerapannya, hanya meliputi proses pemeriksaan jawab-menjawab, pemeriksaan pembuktian jangkauan ketentuan pemeriksaan sidang tertutupdalam perkara perceraian, tidak melipti pengucapan putusan. Apabila sudah tiba saat proses pemeriksaan sidang pada tahap pemeriksaan putusan kembali ditegakkan asas persidangan terbuka yang tercantum dalam Pasal 81 ayat (1) UU No. 7 tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 tahu 2006 dan UU No. 50 tahun 2009 Pasal 34 ayat (1) PP No. 9 tahun 1975 yang berbunyi: “Putusan Peradilan

mengenai gugatan perceraian diucaapkan dalam sidang

terbuka untuk umum”.

4.3.5. Asas Kebebasan

24

(27)

Pada dasarnya asas kebebasan Hakim dan Peradilan yang digariskan dalam UU No. 50 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah merujuk pada pasal 24 UUD 1945 dan jo. Pasal 1 UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang mana penjelasannya adalah sebagai berikut:

“Kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam

ketentuan ini mengandung pengertian bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan ekstra yudisial, kecuali dalam hal-hal sebagaimana diatur dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Kebebasan dalam melaksanakan wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, sehingga putusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia”.

4.3.6. Asas Legalitas

Asas Legalitas dapat diartikan sebagai suatu

keadaan yang sah atau “kebebasahan” (Marwan, 2009: 401).

Asas ini diatur dalam Pasal 5 ayat 1 UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang

berbunyi, “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan

tidak membeda-bedakan orang”. Pada Pasal ini terdapat

dua jenis hak asasi, yaitu hak asasi sebagai “hak

perlindungan hukum” dan sekaligus sebagai “hak

persamaan hukum” atau disebut juga dengan equality.

(28)

berdasarkan atas hukum, mulai dari tindakan pemanggilan, penyitaan, pemeriksaan, di persidangan, putusan yang dijatuhkan dan eksekusi putusan, semuanya harus berdasarkan atas hukum.

4.3.7. Asas Aktif Memberi Bantuan

Asas aktif memberikan bantuan kepada pencari keadilan di lingkungan Peradilan Agama diatur dalam Pasal 119 HIR/ 143 R.Bg. jo. Pasal 58 (2) UU No. 7 tahun 1989 yang tidak diubah dalam UU No. 50 tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo. Pasal 5 (2) UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi:

“Pengadilan membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya Peradilan

yang sederhana, cepat dan biaya ringan.”

Mencermati kalimat di atas, maka hukum bagi hakim untuk memberikan bantuan kepada para pihak dalam proses lancarnya persidangan adalah bersifat

“imperatif” sepanjang mengenai hal-hal yang

berhubungan dengan permasalahan “formil” dan tidak berkenaan dengan masalah “materiil” atau pokok perkara.

Tujuan asas ini adalah supaya pemeriksaan perkara dipersidangan berjalan lancar, terarah dan tidak menyimpang dari tata tertib beracara dipersidangan yang telahh diaturdalam Undang-Undang. Sangat disayangkan apabila karena ada kesalahan dalam masalah formil akhirnya perkara yang diperiksa akhirnya tertunda.25

25

(29)

5. Tinjauan Umum Tentang Sidang Keliling

5.1. Pengertian Sidang Keliling

Sidang keliling adalah sidang Pengadilan Agama yang dilaksanakan diluar gedung Pengadilan yang diperuntukkan bagi masyarakat yang mengalami hambatan untuk datang ke kantor Pengadilan karena alasan jarak, transportasi dan biaya.26

Sidang keliling atau sidang di luar gedung Pengadilan merupakan salah satu penjabaran dari accesto ustce, yang telah menjadi komitmen masyarakat hukum di banyak negara. Sidang keliling merupakan langkah untuk mencekatkan pelayanan hukum dan keadilan kepada masyarakat. Sebagai program pengembangan dari asas acces to ustce, sidang keliling mendapat perhatian dari semua pihak yang terkait, sehingga keadilan dapat terjangkau oleh setiap orang (Just ce for all) .27

Sidang keliling atau sidang diluar gedung Pengadilan adalah sidang yang dilaksanakan secara tetap, bekala atau yang sewaktu-waktu oleh Pengadilan di suatu tempat yang ada di dalam wilayah hukumnya tetapi di luar tempat kedudukan gedung Pengadilan dalam bentuk sidang keliling atau sidang di tempat sidang tetap .28

Menurut temuan penelitian tahun 2007, masyarakat miskin menghadapi hambatan utama dalam masalah keuangan untuk mengakses Pengadilan Agama yang berkaitan dengan biaya perkara dan ongkos transportasi untuk datang ke Pengadilan. Temuan tersebut kemudian direspon oleh Mahkamah Agung dengan memberikan perhatian besar untuk terselenggaranya

26

Roihan A.Rosyid, 2006, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: Raja Grafika, hal131.

27

Mugniatul Ilma, Efektifitas Sidang Keliling dalam Penyelesaian Perkara Perceraian di Pngadilan Agama Ponorogo Jawa Timur, FH, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 2014, hal 5.

28

(30)

sidang keliling dan pembebanan biaya perkara dengan proses prodeo.29

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 D (1) menyatakan dengan tegas bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Jaminan negara ini kemudian dijabarkan dalam berbagai Undang-Undang dan Peraturan yang berkaitan dengan akses masyarakat terhadap hukum dan keadilan.

Pasal 56 Undang-Undang No.48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 60 (b) Undang-Undang No.50 tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas Undand-Undang No. 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agamamenyebutkan bahwa setiap orang yang bersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum dan negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu. Pasal 57 Undang-Undang No. 48 tahun 2009 dan Pasal 60 (c) Undang-Undang No.50 tahun 2009 juga mengatur bahwa disetiap Pengadilan dibentuk pos bantuan hukum untuk pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum. Ayat berikutnya disebutkan bahwa bantuan hukum tersebut diberikan secara cuma-Cuma pada semua tingkat Peradilan sampai putusan terhadap perkara tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Berdasarkan hal tersebut, dalam konteks inilah pedoman pemberian bantuan hukum salah satunya sidang keliling diperlukan sebagai bentuk peaksanaan amanat Undang-Undang dan rujukan dalam menjamin optimalisasi akses masyarakat miskin terhadap Pengadilan Agama.

29

(31)

Penerima layanan sidang di luar gedung Pengadilan, Pengadilan dapat melaksankan layanan sidang di luar gedung Pengadilan untuk mempermudah warga negara yang tidak mampu atau sulit lokasi kator Pengadilan karena hambatan biaya, hambatan fisik dan hambatan geografis.

5.2. Mekanisme Sidang Keliling

Mekanisme sidang keliling di Pengadilan Agama sesuai dengan hukum acara Peradilan Agama yang berlaku dan dalam sistem dan prosdurnya dipersidangan keliling juga sama dengan apa yang diterapkan pada waktu sidang di Pengadilan Agama. Adapun sidang keliling yang dilaksanakan Pengadilan Agama Brebes sabagaiamana menjalankan amanat yang terdapat dalam PERMA No. 1 Pasal 14 Tahun 2014 yang berbunyi: “Penerima Layanan Sidang di Luar Gedung Pengadilan, Pengadilan dapat melaksanakan layanan sidang di luar gedung pengadilan untuk mempermudah setiap warga negara yang tidak mampu atau sulit menjangkau lokasi kantor Pengadilan karena hambatan biaya, hambata fisik atau hambatan geografis.

5.3. Lokasi Sidang di Luar Gedung Pengadilan

Lokasi sidang keliling terdapat dalam BAB IV Bagian Dua Pasal 18 PERMA No. 1 tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan, yaitu:

(1) Sidang di luar gedung Pengadilan dapat dilaksanakan dengan bentuk sidang di tempat sidang tetap atau sidang keliling atau pada kantor Pemerintahan setempat seperti Kantor Kecamatan, Kantor KUA Kecamatan, Kantor Desa atau gedung yang lainnya.

(32)

di luar gedung Pengadilan juga dapat diselenggarakan di fasilitas tersebut.

(3) Penetapan lokasi sidang di luar gedung Pengadilan ditentukan dari hasil koordinasi dan didasarkan pada kesepahaman dengan Pemerintah Daerah atau instansi lain setempat.

(4) Petugas penyelengara sidang di luar gedung Pengadilan mengupayakan dekorum ruang persidangan yang diselenggarakan di laur gedung Pengadilan.

(5) Ruang dan lokasi sidang di luar gedung Pengadilan harus memperhatikan akses untuk penyandang disabilitas, perempuan, anak-anak dan orang lanjut usia.

5.4. Petugas Penyelenggara Sidang di Luar Gedung Pengadilan, yaitu:

(1) Petugas Penyelenggara sidang di luar gedung Pengadilan terdiri dari:

a. Hakim

b. Panitera Pengganti.

(2) Sidang di luar gedung Pengadilan dapat diikuti oleh Hakim Mediator, Juru Sita, Satuan Pengamanan, dan Pejabat serta Staf Pengadilan lainnya sesuai kebutuhan.

(3) Jumlah petugas penyelenggara sidang di luar gedung Pengadilan disesuiakan dengan kebutuhandan karakteristik perkara.

(4) Petugas Pnyelenggara sidang di luar gedung Pengadilan wajib mengikuti tata cara persidangan sesuai dengan ketetuan peraturan perundang-undangan.

(33)

sebagaiamana dimaksud dalam pasal 15 sampai dengan pasal 18.

(6) Orang atau sekelompok orang selain petugas Posbakum Pengadilan yang ingin ikut serta memberikan penyuuhan hukum di dalam penyelenggaraan sidang di luar gedung Pengadilan harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari ketua pengadilan.

5.5. Komponen Biaya Sidang di Luar Gedung Pengadilan

Biaya sidang di luar gedung Pengadilan terdapat dalam BAB IV Bagian Ketiga Pasal 20 PERMA No. 1 tahun 2014, yaitu:30

(1) Biaya penyelenggaraan sidang di luar gedung Pengadilan dibebankan kepada Anggaran Satuan Pengadila dan terdiri dari:

a. Biaya tempat persidangan jika diperlukan. b. Biaya perlengkapan sidang jika diperlukan.

c. Biaya perjalanan dinas hakim, panitera dan petugas lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2). d. Dalam hal sidang di luar gedung Pengadilan mengikutserakan petugas Posbakum Pengadilan, maka biaya perjalanan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c juga termasuk untuk petugas Posbakum Pengadilan.

(2) Dalam hal terdapat orang atau sekelompok orang selain petugas Posbakum Pengadilan yang ingin ikut serta memberikan penyuluhan hukum di dalam penyelenggaraan sidang di luar gedung Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (6), biaya yang muncul ditanggung sendiri oleh orang atau sekelompok orang yang bersangkutan.

30

(34)

(3) Penggunaan anggaran penyelengaraan sidang di luar gedung Pengadilan disesuiakan dengan kebutuhan dan karakteristik perkara.

5.6. Penyelenggaraan Sidang Keliling

Penyelenggaraan Sidang Keliling tercantum dalam SK Ketua Muda Mahkamah Agung RI Urusan Lingkungan Pengadilan Agama No. 01/SK/TUADA-AG/1/2013.31

5.6.1. Penentuan Sidang Keliling

a. Sidang keliling tetap

Sidang keliling tetap adalah sidang keliling yang dilaksanakan secara berkala disuatu tempat yang telah ditetapkan dan diadakan secara rutin dalam setiap tahun.

Untuk menentukan sidang keliling tetap harus dipenuhi kriteria antara lain:

a) Daerah terpencil, yaitu daerah yang jauh dari lokasi Kantor/Gedung Pengadilan di dalam wilayah Kabupaten /Kota di mana gedung Pengadilan tersebut berkedudukan.

b) Daerah Kabupaten lain yang belum ada Kantor Pengadilan, yang masih dalam wilayah yuridisnya.

c) Daerah yang fasilitas transportasinya sulit terjangkau.

d) Daerah yang lokasinya jauh dan sulit sehingga mengakibatkan tingginya biaya pemanggilan ke wilayah tersebut.

e) Perkara masuk dari wilyah tersebut berdasarkan data perkara selama 3 (tiga) tahun terakhir. b. Sedang keliling insidentil

31

(35)

Sidang keliling insidentil adalah sidang keliling yang dilakukan sewaktu-waktu di luar sidang keliling. Keputusansidang keliling insidentil dengan memperhatikan kriteria sebagaimana sidang keliling tetap.

Khusus sidang keliling insidentil di luar negeri yang dilaksanakan oleh Pengadilan Agama Jakarta Pusat dilakukan atas permintaab Kementrian Luar Negeri RI.

5.6.2. Sarana dan Prasarana

a. Sidang keliling dapat dilaksankan di:

a) Kantor Pemerintahan (Kecamatan, KUA) b) Gedung Milik Pengadilan

b. Penyediaan sarana peralatan/perlengkapan unuk sidang keliling tetap atau insidentil disesuaikan dengan keperluan dan keadaan setempat.

5.6.3. Jenis Perkara

Jenis perkara yang dapat diajukan melalui sidang keliling diantaranya adalah: Itsbat Nikah, Perceraian, Hak Asuh Anak, dan Penetapan Ahli waris. Namun kebanyakan perkara yang selain perceraian itu tetap dibawa ke Pengadilan, dalam sidang keliling keliling hanya menyelesaikan perkara yang ringan seperti perkara perceraian.

6. Dasar Hukum Sidang Keliling

6.1. PERMA No. 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian

Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di

Pengadilan.

(36)

68 B dan 69 C, Undang-undang No 50 Tahun 2009 Pasal 60 B dan 60 C, Undang-undang No 51Tahun 2009 Pasal 144 C dan 144 D yang mengatur tentang hak setiap orang yang tersangkut perkara untuk memperoleh bantuan hukum dan negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu serta pembentukan pos bantuan hukum pada setia Pengadilan Agama dan Pengadilan Tata Usaha Negara bagi pencari keadilan yang tidak mampu.

Mahkamah agung RI dan Badan-badan Peradilan yang berada di bawahnya harus memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memperoleh keadilan termasuk akses untuk memperoleh keadilan bagi masyarakat yang tidak mampu.

Memberikan akses yang seluas-luasnya ditujukan kepada masyarakat yang tdak mamu maka Mahkamah Agung dan Badan-badan Peradilan yang berada di bawahnya bermaksud menyelenggarakan kegiatan Pemberian Layanan Hukum bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan.

6.2. SK Ketua Muda Mahkamah Agung RI Urusan Lingkungan

Pengadilan Agama No.01/SK/TUADA-AG/1/2013.

Sidang keliling sudah lama dilaksanakan oleh Pengadilan

Agama/Mahkamah Syari’ah, akan tetapi pedoman yang sudah

ada tidak sesuai lagi dengan perkembangan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Sidang keliling sangat strategis diefektifkan pelaksanaannya untuk untuk memberi kepastian hukum bagi masyarakat yang termajinalkan.

Berdasarkan pertimbangan diatas, maka dipandang perlu untuk melakukan perubahan dengan menetapkan buku Pedoman Pelaksanaan Sidang Keliling Pengadilan Agama/ Mahkamah

Syari’ahnamun tetap memperhatikan pola administrasi Peradilan

(37)

C. Kerangka Pemikiran

Pengadilan yang menerapkan sistem sidang keliling salah satunya adalah Pengadilan Agama Brebes. Tidak semua pengadilan menggunakan sistem sidang keliling, karena yang menggunakan sidang keliling tersebut adalah daerah yang luas dan jauh dari Kantor Pengadilan. Salah satu latar belakang diterapkannya sidang keliling di Pengailan Agama Brebes yaitu karena desakan atau permintaan dari masyarakat yang bertempat tinggal jauh dari Kantor Pengadilan dan mepermudahkan untuk para pencari keadilan.

Peraturan Perundang-undangan. 1. HIR

2. KUHPdt

3. UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

4. UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

5. PERMA No. 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan.

6. SK Ketua Muda Mahkamah Agung RI Urusan Lingkungan Pengadilan Agama No.01/SK/TUADA-AG/1/2013.

PANCASILA

Peristiwa Hukum

1. Pelaksanaan praktik sidang keliling

kaitannya dengan asas sederhana, cepat dan biaya ringan perkara perceraian

2. Faktor pengahambat sidang keliling

kaitannya dengan asas sederhana, cepat dan biaya ringan perkara perceraian

1. Teori Konflik

2. Teori Hukum perceraian 3. Teori Asas Sederhana, Cepat

dan Biaya ringan

4. Tinjauan umum sidang keliling

1. Pelaksanaan praktik sidang keliling perkara perceraian kaitannya dengan asas sederhana, cepat dan biaya ringan di Pengadilan Agama Brebes jika dianalisis dengan teori konflik, teori hukum perceraian, teori asas sederhana, cepat dan biaya ringan dan tinjuan umum sidang keliling sudah sesuai dengan penelitian yang sekarang.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Indra Lesmana Karim, upaya penanggulangan terhadap pengulangan tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak adalah melalui lingkungan yang terkecil

From a series of research methodology, analysis and discussion design of a system that has been done then it can be drawn the conclusion, has produced an application

Terdapat jaringan air bersih primer dan sekunder yang dikelola oleh PDAM Kota Semarang pada sepanjang Jalan Raya Cangkiran – Gunungpati dan Jalan Raya Manyaran -

Tapi jika anda memiliki budget yang cukup atau lebih, alangkah lebih baik anda menginap di Hotel murah di lombok yang memiliki cukup reputasi baik seperti hotel bintang 4 atau

BUMN Persero sebagai salah satu bentuk badan usaha yang tujuannya mencari untung adalah badan hukum yang terpisah dan memiliki tangung jawab yang terpisah pula, walaupun

Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir.. Tim Penulis

Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea milohioid yang ter- letak di aspek dalam mandibular, sehingga jika molar kedua atau ketiga terinfeksi

tidak serta merta MK langsung mengambil keputusan menyetujui atau membolehkan pengisian di kolom agama “kepercayaan” pada KTP, tetapi atas dasar hukum yang