• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

11

Pengukuran Microfibril Angle (MFA)

Contoh uji persegi panjang diambil dari disk dan dipotong menjadi segmen dengan ukuran 5 cm x 1,5 cm x 1 cm dari empulur hingga kulit dan diberi nomor mulai dari empulur hingga kulit (Gambar 7). Setelah itu dilanjutkan dengan pembuatan slide mikrotom pada bidang tangensial. Slide mikrotom dibuat dengan menggunakan Sliding Microtome American Opt. dengan metode seperti yang tertera di Lampiran 1. Penentuan sudut mikrofibril dilakukan dengan mengukur sebanyak 5 serat dimana setiap seratnya dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Slide mikrotom diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 45 x 10 serta 5 kali digital zoom camera merk CANON IXUS. Setelah dilakukan pemotretan, dilakukan pengukuran sudut mikrofibril dengan menggunakan software Motic Image Plus, kemudian hasil pengukuran sudut dirata-ratakan untuk memperoleh sudut mikrofibril rata-rata setiap segmen.

Kerapatan

Profil kerapatan dari bagian empulur ke bagian kulit diukur pada bidang radial dari contoh uji kayu berbentuk persegi panjang dengan ketebalan 2 cm menggunakan scanner X-ray densitometri di Equipe de Recherches sur la Qualité des Bois LERFOB, INRA, Champenoux, Perancis. X-ray image dianalisis menggunakan software WinDENDRO untuk mendapatkan profil kerapatan. Contoh uji di-scan dari empulur ke bagian kulit. Dalam studi ini, kerapatan kayu dinyatakan dalam kg/m3.

Kadar Air

Disk setebal 5 cm dipotong menjadi contoh uji berbentuk persegi panjang melalui empulur (Gambar 7). Contoh uji tersebut dipotong dengan ukuran 5 cm x 2 cm x 2 cm dari empulur hingga kulit. Kemudian contoh uji diberi nomor urut. Kayu basah kemudian ditimbang berat awal (berat basah), kemudian dikeringkan dengan menggunakan fan hingga kering udara. Setelah mencapai kering udara, contoh uji dioven pada suhu 103 ± 2º C hingga beratnya konstan. Setelah selesai dioven, sampel dimasukkan ke dalam desikator sampai suhunya stabil kemudian ditimbang sebagai berat kering tanur. Kadar air diukur secara gravimetri.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dimensi Serat

Hasil pengukuran profil panjang serat kayu sengon dan jabon disajikan pada Lampiran 3. Selanjutnya rata-rata panjang serat tiap segmen dari bagian empulur hingga bagian kulit disajikan pada Gambar 8. Hasil penelitian pada

(2)

12

Gambar 8 memperlihatkan bahwa panjang serat terpendek terdapat pada bagian yang dekat empulur baik untuk kayu sengon maupun kayu jabon. Panjang serat mengalami kenaikan secara tajam di awal-awal segmen kemudian meningkat secara perlahan dibagian dekat kulit. Frekuensi pembelahan sel inisial fusiform secara antiklinal yang semakin cepat pada daerah dekat empulur menghasilkan sel-sel yang lebih pendek. Pembelahan antiklinal berlangsung lebih cepat pada masa awal pertumbuhan sehingga sel-sel kayu yang terbentuk lebih pendek. Sedangkan sel-sel yang terbentuk pada akhir pertumbuhan lebih panjang karena pembelahan antiklinal berlangsung lebih lambat (Gambar 9). Hal inilah yang menyebabkan panjang serat yang dihasilkan pada bagian dekat empulur lebih pendek (Pandit dan Kurniawan 2008).

Gambar 8.Rata-Rata Pengukuran Panjang Serat dari Empulur hingga Kulit pada (A) Kayu Sengon dan (B) Kayu Jabon.

600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 P a nja ng Sera t (µm )

Jumlah segmen dari empulur hingga kulit 5 tahun 6 tahun 7 tahun A. Kayu Sengon 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 P a nja ng Sera t (µm )

Jumlah segmen dari empulur hingga kulit

5 tahun 6 tahun 7 tahun B. Kayu Jabon

(3)

13

(A) (B)

(C)

Gambar 9. Contoh Serat pada Kayu Jabon Umur 6 Tahun (100x). Keterangan: (A) Dekat Empulur, (B) Tengah, (C) Dekat Kulit.

Hasil analisis terhadap kurva pada Gambar 8 dengan polynomial orthogonal tingkat dua diperoleh hasil bahwa kayu juvenil pada kayu sengon umur lima, enam, dan tujuh tahun terbentuk masing-masing sampai pada segmen ke 16, 18, dan 17. Berdasarkan hasil analisis tersebut, kayu sengon umur lima dan enam tahun sepenuhnya merupakan kayu juvenil sedangkan pada kayu sengon umur tujuh tahun mulai terbentuk kayu dewasa pada segmen ke 18. Selanjutnya kayu juvenil pada jabon umur lima, enam, dan tujuh tahun masing-masing terjadi hingga segmen 24, 23, dan 21. Hal ini mengindikasikan bahwa seluruh kayu jabon pada umur lima, enam, dan tujuh tahun merupakan kayu juvenil. Hasil pada Tabel 2 mengindikasikan bahwa periode kayu juvenil dan terbentuknya kayu dewasa ini berbeda-beda tergantung pada jenis kayu.

1102 µm 1135 µm

(4)

14

Proporsi kayu juvenil yang terbentuk dalam suatu batang berhubungan dengan laju pertumbuhan jenis kayunya. Batang yang tumbuh akan memiliki proporsi kayu juvenil yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan batang yang tumbuh lambat pada awal daur pertumbuhannya.

Tabel 2. Perkiraan Transisi Kayu Juvenil ke Kayu Dewasa Berdasarkan Panjang Serat

Jenis Kayu Umur (Tahun)

Jumlah Segmen Dari Empulur Hingga Kulit

Sengon 5 16 6 18 7 17 Jabon 5 24 6 23 7 21

Microfibril Angle (MFA)

Hasil pengukuran profil sudut mikrofibril kayu sengon dan jabon disajikan pada Lampiran 4. Selanjutnya rata-rata nilai MFA tiap segmen disajikan pada Gambar 10. Hasil penelitian pada Gambar 10 memperlihatkan bahwa sudut mikrofibril terbesar terdapat pada bagian yang dekat empulur baik untuk kayu sengon maupun kayu jabon. Besar sudut mikrofibril mengalami penurunan secara tajam di awal-awal segmen kemudian menurun secara perlahan dibagian dekat kulit (Gambar 11).

(5)

15

Gambar 10.Rata-Rata Pengukuran Sudut Mikrofibril dari Empulur hingga Kulit pada (A) Kayu Sengon dan (B) Kayu Jabon.

(A) (B)

(C)

Gambar 11. Contoh Sudut Mikrofibril pada Kayu Sengon Umur 6 Tahun (2250x). Keterangan: (A) Dekat Empulur, (B) Tengah, (C) Paling Luar.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 M F A )

Jumlah segmen dari empulur hingga kulit 5 tahun 6 tahun 7 tahun A. Kayu Sengon 0 10 20 30 40 50 60 70 80 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 M F A )

Jumlah segmen dari empulur hingga kulit 5 tahun 6 tahun 7 tahun

(6)

16

Hasil penelitian pada Gambar 10 menunjukkan bahwa sudut mikrofibril (MFA) baik pada kayu sengon maupun kayu jabon mengalami penurunan mulai dari empulur hingga kulit. Hasil analisis terhadap kurva pada Gambar 10 dengan polynomial othogonal tingkat dua diperoleh hasil bahwa kayu juvenil pada kayu sengon umur lima, enam, dan tujuh tahun masing-masing terjadi hingga segmen ke 24, 21, dan 23 (Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa kayu sengon umur lima, enam, dan tujuh tahun sepenuhnya merupakan kayu juvenil. Kayu juvenil jabon dengan umur lima, enam, dan tujuh tahun masing-masing terjadi hingga segmen 25, 23, dan 20. Hal ini mengindikasikan bahwa seluruh bagian kayu jabon pada umur lima, enam, dan tujuh tahun merupakan kayu juvenil.

Tabel 3. Perkiraan Transisi Kayu Juvenil ke Kayu Dewasa Berdasarkan Sudut Mikrofibril

Jenis Kayu Umur (Tahun)

Jumlah Segmen Dari Empulur Hingga Kulit

Sengon 5 24 6 21 7 23 Jabon 5 25 6 23 7 20

MFA sangat berpengaruh terhadap sifat anisotropic kayu. Sudut mikrofibril yang besar dapat menyebabkan penyusutan pada arah longitudinal menjadi bertambah besar (Panshin 1980, Tsoumis 1991, Bowyer 2007). Informasi ini penting karena erat hubungannya dengan stabilitas dimensi kayu sebagai bahan baku.

Untuk mengurangi proporsi kayu juvenil dalam kayu dapat dilakukan dengan tidak memberikan pupuk, irigasi atau perlakuan silvikultur lainnya pada awal pertumbuhan yang merupakan periode pembentukan kayu juvenil. Hal ini dikarenakan pohon yang tumbuh secara cepat pada awal daur pertumbuhan pohon akan memiliki proporsi kayu juvenil yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pohon yang tumbuh secara lambat pada awal daur pertumbuhan.

Kerapatan

Kerapatan kayu merupakan perbandingan antara massa atau berat kayu dengan volumenya yang dinyatakan dalam kg/m3 atau g/cm3. Selanjutnya

(7)

17 kerapatan kayu didefinisikan sebagai jumlah bahan penyusun dinding sel kayu maupun zat-zat lain, dimana bahan tersebut memberikan sifat kekuatan pada kayu (Bowyer et al 2007). Pengukuran kerapatan kayu dilakukan dalam kondisi basah. Sama halnya dengan pengukuran panjang serat dan sudut mikrofibril, pengukuran kerapatan juga dilakukan mulai dari empulur hingga kulit. Profil kerapatan dari bagian empulur hingga ke bagian kulit disajikan pada Lampiran 9. Selanjutnya rata-rata nilai kerapatan tiap segmen disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12. Rata-Rata Pengukuran Kerapatan dari Empulur hingga Kulit pada (A) Kayu Sengon dan (B) Kayu Jabon.

Hasil pada Gambar 12 mengindikasikan bahwa nilai kerapatan baik pada kayu sengon maupun kayu jabon mengalami kenaikan dari empulur hingga kulit. Hasil ini mendukung temuan Bowyer et al (2007) bahwa kerapatan akan meningkat dari empulur ke arah luar kemudian akan mencapai nilai yang hampir konstan. Nilai kerapatan yang meningkat secara linear dari empulur hingga ke kulit menunjukkan adanya sedikit variasi (Gambar 12). Secara visual, nilai kerapatan pada Gambar 12 masih mengalami peningkatan hingga ke bagian kulit, dan belum tercermin nilai kerapatan yang hampir konstan di bagian dekat kulit. Analisis polynomial orthogonal tingkat dua mengindikasikan bahwa kerapatan

100 200 300 400 500 600 700 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 K er a pa ta n ( k g /m 3)

Jumlah segmen dari empulur hingga kulit 5 tahun 6 tahun 7 tahun A. Kayu Sengon 100 200 300 400 500 600 700 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 K er a pa ta n ( k g /m 3)

Jumlah segmen dari empulur hingga kulit 5 tahun 6 tahun 7 tahun

(8)

18

tidak cocok untuk menentukan transisi antara kayu juvenil dan kayu dewasa. Hal ini karena nilai simpangan baku yang rendah. Nilai kerapatan kayu jabon lebih besar dibandingkan dengan kayu sengon tiap segmennya. Variasi nilai kerapatan suatu kayu tergantung dari umur, posisi dalam suatu pohon, kondisi tempat tumbuh, dan susunan genetik dalam pohon tersebut (Bowyer et al 2007).

Kadar Air

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam kayu (Panshin dan de Zeeuw 1980). Selanjutnya Haygreen dan Bowyer (1996) mendefinisikan kadar air sebagai berat air yang dinyatakan sebagai persen terhadap berat kayu bebas air atau berat kering tanurnya. Air merupakan unsur alami yang terdapat di semua bagian pohon yang hidup. Di dalam kayu, kadar air kayu berkisar antara 40 sampai 200%. Keragaman kadar air ini dapat terjadi antar spesies, bahkan antar bagian dari pohon yang sama. Pengukuran kadar air dilakukan dalam kondisi basah (green moisture content). Hasil pengukuran kadar air disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-Rata Kadar Air Basah Pada Kayu Sengon dan Kayu Jabon

Jenis Kayu Umur (Tahun)

Rata-Rata Kadar Air Basah (%) Sengon 5 66,45 6 56,24 7 82,43 Jabon 5 115,34 6 95,06 7 80,04

Hasil pada Tabel 4 memperlihatkan bahwa rata-rata kadar air basah kayu sengon umur lima, enam, dan tujuh tahun berturut-turut sebesar 66,45%; 56,24%; dan 82,43%, sedangkan kadar air basah kayu jabon umur lima, enam, dan tujuh tahun masing-masing 115,34%; 95,06%; dan 80,04%. Nilai kadar air kayu jabon lebih tinggi dibandingkan dengan kayu sengon. Perbedaan nilai kadar air basah ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor terkait kondisi tempat tumbuh dimana pohon berada seperti tingkat kesuburan tanah, persaingan, dan iklim. Pohon yang tumbuh di tanah-tanah yang subur, dengan tingkat persaingan yang rendah dan iklim yang cocok akan menghasilkan kayu dengan nilai kadar air yang lebih tinggi karena porsi lumen atau rongga sel yang lebih banyak (Haygreen dan Bowyer 1996).

Gambar

Gambar  8  memperlihatkan  bahwa  panjang  serat  terpendek  terdapat  pada  bagian  yang  dekat  empulur  baik  untuk  kayu  sengon  maupun  kayu  jabon
Gambar 9. Contoh Serat pada Kayu Jabon Umur 6 Tahun (100x). Keterangan: (A)  Dekat Empulur, (B) Tengah, (C) Dekat Kulit
Gambar 11. Contoh Sudut Mikrofibril pada Kayu Sengon Umur 6 Tahun (2250x).  Keterangan: (A) Dekat Empulur, (B) Tengah, (C) Paling Luar
Gambar 12. Rata-Rata Pengukuran Kerapatan dari Empulur hingga Kulit pada (A)  Kayu Sengon dan (B) Kayu Jabon

Referensi

Dokumen terkait

Keadaan bayi yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda klinis seperti tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot dan organ

Kelebihan dari penelitian ini diantaranya adalah jumlah subyek yang relatif banyak (lebih dari 30 subyek di setiap kelompok), penggunaan metode uji pakai yang dirancang

[r]

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT Jalan Raya RungkutMadya

Langkah awal yang dilakukan pada siklus II adalah kembali melakukan perencanaan. Pembelajaran pada penelitian ini terlaksana pada hari selasa, 25 Februari 2014

Sistem informasi yang dikembangkan pada penelitian ini dapat digunakan untuk penyebarluasan informasi peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Kabupaten

Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Kemauan Membayar Pajak, Pelayanan Fiskus, Pengetahuan Akan Peraturan Perpajakan, Persepsi Atas Efektivitas Sistem Perpajakan, Sanksi

Berdasarkan hasil refleksi pelaksanaan tindakan siklus II pembe-lajaran IPS menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat dengan media audiovisual siswa kelas III SDN