• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN A. PROGRAM REDUKSI CAMPAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN A. PROGRAM REDUKSI CAMPAK"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

A. PROGRAM REDUKSI CAMPAK

Pada sidang CDC/PAHO/WHO, tahun 1996 menyimpulkan bahwa penyakit campak dapat dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) /reservoir campak hanya pada manusia, serta tersedia vaksin dengan potensi yang cukup tinggi yaitu effikasi vaksin 85%, dan diperkirakan eradikasi dapat dicapai 10-15 tahun setelah eliminasi.

Selanjutnya global Sidang WHA tahun 1998, menetapkan kesepakatan Eradikasi Polio (Erapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM). Pada Technical Consultative Groups (TCG) Meeting, di Dakka, Bangladesh tahun 1999, menetapkan bahwa reduksi campak di Indonesia berada pada tahap reduksi dengan pencegahan KEJADIAN LUAR BIASA (KLB).

Program Imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982, dan pada tahun 1991 Indonesia telah mencapai Imunisasi Dasar Lengkap atau universal childs immunization (UCI) secara nasional. Sebagai dampak program imunisasi tersebut terjadi kecenderungan penurunan insidens campak pada semua golongan umur. Pada bayi (< 1 tahun) dan anak umur I-4 tahun terjadi penurunan cukup tajam, sedangkan pada golongan umur 5-14 tahun relatif landai.

Mortalitas/kematian kasus campak yang dirawat inap Rumah Sakit pada tahun 1982 adalah sebesar 73 kasus kematian dengan angka fatalitas kasus atau case fatality rate (CFR) sebesar 4,8%, dan mengalami penurunan sebesar 80% pada tahun 1996 (16 kematian, CFR 0,6%).

Di beberapa daerah terutama daerah dengan cakupan imunisasi campak rendah atau pada daerah dengan akumulasi kelompok rentan/ suseptibel yang tidak tercakup imunisasi dalam beberapa tahun (3-5 tahun) sering terjadi KLB campak.

Distribusi kelompok umur pada KLB umumnya terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun dan 5-9 tahun, dan pada beherapa daerah dengan cakupan imunisasi tinggi dan merata cenderung bergeser pada kelompok umur yang lebih tua (10-I 4 tahun).

Pemeriksaan serologi untuk menegakkan diagnosa campak pada KLB dari sampel yang diambil menunjukkan 87,5-95% IgM (+) dan dari pemeriksaan virologi di Jawa Tengah (Tegal, Kendal, Wonogiri, Pemalang) dan Irian Jaya telah dapat diisolasi virus campak dengan type G2 yang berasal dari Pemalang serta Irian Jlaya, yang masih sama dengan type virus di Indonesia.

(2)

B. TAHAPAN PEMBERANTASAN CAMPAK

WHO mencanangkan beberapa tahapan dalam upaya pemherantasan campak, dengan tekanan strategi yang berbeda-beda pada setiap tahap yaitu :

1.Tahap Reduksi

Tahap ini dibagi dalam 2 tahap : a.Tahap pengendalian campak

Pada tahap ini ditandai dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak rutin dan upaya imunisasi tambahan di daerah dengan morbiditas campak yang tinggi. Daerah-daerah ini masih merupakan daerah endemis campak, tetapi telah terjadi penurunan insiden dan kematian, dengan pola epidemiologi kasus campak menunjukkan 2 puncak setiap tahun.

b.Tahap Pencegahan KLB

Cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi > 80% dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, insiden campak telah bergeser kepada umur yang lebih tua, dengan interval KLB antara 4-8 tahun.

2. Tahap Eliminasi

Cakupan imunisasi sangat tinggi > 95% dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah terjadi. Anak-anak yang dicurigai rentan (tidak terlindung) harus diselidiki dan diberikan imuniasi campak.

3. Tahap Eradikasi.

Cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata, serta kasus campak sudah tidak ditemukan. Transmisi virus campak sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah memasuki tahap eliminasi.

II. TUJUAN DAN STRATEGI REDUKSI CAMPAK

A. TUJUAN REDUKSI CAMPAK

Menurunkan angka insidens campak sebesar 90% dan angka kematian campak sebesar 95% dibandingkan dengan keadaan sebelum program imunisasi campak dilaksanakan (WHO).

Adapun Tujuan reduksi campak di Indonesia adalah menurunkan insiden campak anak dibawah lima tahun (balita) (SKRT) dari 528 per 10.000 pada tahun 1986 menjadi 50 per 10.000 balita pada tahun 2004, dan menurunkan kematian dari 40 per 10.000 balita per tahun (SKRT) menjadi 2 per 10.000 pada tahun 2004.

(3)

B. STRATEGI REDUKSI CAMPAK

Strategi reduksi campak di Indonesia meliputi :

1. Imunisasi rutin pada bayi 9-11 bulan (UCI desa > 80%) 2. Imunisasi tambahan (suplemen)

3. Surveilans (Surveilans rutin,SKD-respon KLB & Penyelidikan KLB). 4. Tata laksana kasus (case management)

5. Pemeriksaan Laboratorium 6. Penanggulangan KLB.

III. DEFINISI KASUS CAMPAK

A. KASUS CAMPAK KLINIS adalah :

Kasus dengan gejala bercak kemerahan di tubuh berbentuk makulo papular selama 3 hari atau lebih disertai panas badan 38 derajat C atau lebih (teraba panas) dan disertai salah satu gejala batuk pilek atau mata merah (WHO)

Bercak kemerahan makulo papular tersebut setelah 1 minggu sampai 1 bulan berubah menjadi kehitaman (hiperpigmentasi) disertai kulit bersisik. Untuk kasus yang telah menunjukkan hiperpigmentasi (kehitaman) perlu dilakukan anamnesa dengan teliti, dan apabila pada masa akut (permulaan sakit) terdapat gejala-gejala tersebut di atas maka kasus tersebut termasuk kasus campak klinis.

B. KASUS CAMPAK KONFIRMASI adalah Kasus campak klinis disertai salah satu kriteria :

1. Pemeriksaan laboratorium serologis (IgM positip atau kenaikan titer antibodi 4 kali) dan atau isolasi virus campak positip.

2. Kasus campak yang mempunyai kontak langsung (hubungan epidemiologi) dengan kasus konfirmasi, dalam periode waktu 1-2 minggu.

IV. SURVEILANS CAMPAK.

Peranan surveilans dalam program reduksi campak sangat penting, surveilans dapat menilai perkembangan program pemberantasan campak serta dapat membantu menentukan strategi pemberantasan-nya di setiap daerah, terutama untuk perencanaan, pengendalian dan evaluasi program pemberantasan campak di Indonesia.

(4)

A. TUJUAN SURVEILANS CAMPAK

Tujuan Surveilans campak adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui perubahan epidemiologi campak 2. Mengidentifikasi populasi risiko tinggi

3. Memprediksi dan mencegah terjadinya KLB campak 4. Penyelidikan epidemiologi setiap KLB campak. B. STRATEGI SURVEILANS CAMPAK

Strategi surveilans campak meliputi : 1. Surveilans Rutin

Surveilans rutin merupakan Pengamatan Epidemiologi kasus campak yang telah dilakukan secara rutin selama ini berdasarkan sumber data rutin yang telah ada serta sumber data lain yang mungkin dapat dijangkau pengumpulannnya.

2. SKD dan Respon KLB campak

Pelaksanaan SKD dan Respon KLB campak dilakukan setelah diketahui atau adanya laporan 1 kasus pada suatu daerah serta pada daerah yang memiliki polulas rentan lebih 5%.

3. Penyelidikan dan penanggulangan setiap KLB campak

Setiap KLB harus diselidiki dan dilakukan penanggulangan secepatnya yang meliputi pengobatan simtomatis pada kasus, pengobatan dengan antibiotika bila terjadi komplikasi, pemberian vitamin A dosis tinggi, perbaikan gizi dan meningkatkan cakupan imunisasi campak/ring vaksinasi (program cepat,sweeping) pada desa-desa risiko tinggi.

4. Pemeriksaan laboratorium pada kondisi tertentu

- Pada tahap reduksi campak dengan pencegahan KLB : pemeriksaan laboratorium dilakukan terhadap 10 - 15 kasus baru pada setiap KLB.

- Pada tahap eliminasi/eradikasi, setiap kasus campak dilakukan pemeriksaan laboratorium.

5. Studi epidemiologi

Melakukan survei cepat, penelitian operasional atau operational research (OR) sebagai tindak lanjut hasil analisis surveilans untuk melengkapi data/informasi surveilans yang diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam perbaikan program (corrective action).

(5)

V. PELAKSANAN SURVEILANS CAMPAK

Kegiatan surveilans campak dalam program eradikasi campak adalah : A. SURVEILANS RUTIN

Surveilans rutin dilaksanakan terutama oleh surveilans puskesmas serta surveilans kabupaten/kota. Kegiatan surveilans rutin lihat lampiran.

B. SISTEM KEWASPADAAN DINI KLB CAMPAK

Dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya KLB perlu di laksanakan kegiatan kewaspadaan dini KLB.

Strategi dalam SKD-KLB campak adalah : a) Pemantauan populasi rentan

b) Pemantauan kasus campak (PWS Campak) a. Pemantauan populasi rentan

Populasi rentan (susceptible) atau tak terlindungi imunisasi campak dapat dihitung dengan rumus :

Prc = Px - 0,85 ( Cix .Px ) - BS - AM

Prc = Jumlah populasi rentan campak pada tahun (x) Px = Jumlah populasi bayi pada tahun (x)

Ci.x = % cakupan imunisasi tahun (x)

BS = Jumlah Bayi sakit campak selama periode thn x AM = Jurnlah Bayi meninggal selama periode tahun (x)

Batas nilai populasi rentan adalah = 5%. contoh perhitungan lihat lampiran.

Dalam pemantauan populasi rentan dilakukan juga pemantauan terhadap :

o Status gizi Balita

o Keterjangkaun pelayanan kesehatan (asesibilitas) o kelompok pengungsi

b. Pemantauan kasus campak melalui PWS-campak

Apabila ditemukan satu (1) kasus pada desa dengan cakupan tinggi (>90%), rnasih perlu diwaspadai pula mengingat adanya kemungkinan kesalahan rantai dingin vaksin atau karena cakupan imunisasi yang kurang dipercaya.

Menurut WHO, apabila ditemukan satu (1) kasus pada satu wilayah, maka kernungkinan ada 17-20 kasus di lapangan pada jumlah penduduk rentan yang tinggi.

(6)

C. PENYELIDIKAN DAN PENANGGULANGAN KLB

Dalam tahap reduksi campak maka setiap KLB campak harus dapat dilakukan penyelidikan epiderniologi balk oleh surveilans puskesmas maupun bersama-sama dengan surveilans dinas kesehatan.

lndikasi penyelidikan KLB Campak dilakukan apabila hasil pengamatan SKD KLB/PWS kasus campak ditemukan indikasi adanya peningkatan kasus dan penyelidikan Pra KLB menunjukkan terjadi KLB, atau adanya laporan peningkatan kasus atau kematian campak dari rnasyarakat, media masa dll.

Strategi penanggulangan KLB Campak : a. Penyelidikan Epidemiologi

b. Penanggulangan

c. Perneriksaan spesimen di laboratorium. a. Penyelidikan Epidemiologi KLB campak

KLB campak harus segera diselidiki untuk melakukan diagnosa secara dini (early diagnosis), agar penanggulangan dapat segera di-laksanakan.

b. Penanggulangan KLB campak

Penanggulangan KLB campak didasarkan analisis dan rekomendasi hasil penyelidikan KLB campak, dilakukan sesegera mungkin agar transmisi virus dapat dihentikan dan KLB tidak meluas serta rnembatasi jumlah kasus dan kematian.

KLB campak harus segera didiagnosa secara dini (early diagnosis) dan segera ditanggulangi (out break respons) agar KLB tidak meluas dan membatasi jumlah kasus dan kematian.

c. Pemeriksaan Laboratorium

Untuk mendukung diagnosa campak pada saat KLB, maka perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu dengan mengambil spesimen. darah sebanyak 10-15 penderita baru, dan waktu sakit kasus kurang dari 21 hari, serta beberapa sampel urine kasus campak untuk isolasi virus.

Tatacara pengambilan dan pegiriman sampel laboratorium campak serta laboraratorium rujukan sampel lihat lampiran.

D. UPAYA MEPERKUAT SURVEILANS a. Memperkuat dukungan politis

Advokasi (advocacy) kepada pimpinan pemerintah daerah, (Bupati, Bapeda,Binsos,dll) dan DPRD, Kepala Dinas dan lintas program serta sektor terkait lainnya untuk mendapatkan dukungan politis dan pendanaan.

(7)

b. Pemasaran Sosial/Komunikasi Informasi dan Edukasi ( K I E ) Kegiatan surveilans dalam upaya pemberantasan campak perlu disebarluaskan kepada Lintas Sektor, lintas program dan media massa.

c. Kemitraan

Kemitraan terutama dengan intern program pemberantasan penyakit menular serta sektoral terkait dan LSM.

VI. BIAYA PENYELENGGARAAN

Surveilans reduksi campak merupakan salah satu kegiatan surveilans khusus dan global, sehingga semua pihak harus dapat berperan untuk mensukseskan komitmen global yang telah kita ikuti bersama tersebut, sehubungan dengan itu maka dinas kesehatan kabupaten/kota, propinsi serta pusat harus secara bersama-sama mengupayakan dana penyelengaraan, surveilans reduksi campak di Indonesia.

Berbagai sumber dana yang dapat dihimpun dalam mensukseskan surveilans reduksi campak ini a.l :

?? APBD masing-masing kabupaten/kota

?? APBN

?? Donatur Nasional

?? Bantuan Internasional

?? DII

VII. PENUTUP

Keberhasilan surveilans penyakit termasuk keberhasilan reduksi campak di Indonesia sangat dipengaruhi dedikasi dan motivasi petugas dalam menjalankan peran dan fungsinya, serta komitmen yang tinggi dari semua pihak dalam mendukung kegiatan surveilans seperti tersedia alokasi dana dan sumber daya yang memadai.

Referensi

Dokumen terkait

Maka wajib bagi para ulama dan da’i, dimana saja mereka berada, terlebih lagi di lingkungan rumah Allah Subhanahu wa Ta’ala ini, untuk mengajari manusia, orang-orang yang

Variabel-variabel yang dioperasionalkan tersebut meliputi variabel dan sub variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu karakteristik individu, karakteristik fisik

 Obat pelega dipakai pada saat serangan  Antiinflamasi atau obat pengontrol. diberikan pada semua asma

dilakukan yang meliputi: (1) penapisan gen HD-Zip yang merespon kekeringan, (2) peningkatkan ekspresi (overexpression) gen Oshox4 yang merupakan salah satu gen HD-Zip di

Dari sudut pandang efisiensi sumbu horizontal lebih diuntungkan dibandingkan sumbu vertikal karena dengan menggunakan menara yang tinggi dapat menjangkau kecepatan angin yang

Pada media perlakuan selain kontrol (PDA) pertumbuhan miselium tidak dapat tumbuh radial karena pada media perlakuan alternatif (bekatul padi, jagung dan kulit ari biji

bahwa untuk melaksanakan ketentuan–ketentuan sebagaimana tercantum pada Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana diubah beberapa

Maspoetra, Nabhan (2000),” Analisis Data Keberhasilan Rukyat Hilal di Indonesia” dalam (ed) Departemen Agama RI, Jurnal Hisab Rukyat , Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinan