• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Pola Asuh Orang Tua 1.1Pengertian pola asuh orang tua

Menurut Soetjiningsih (2004) adalah suatu model atau cara mendidik anak yang merupakan suatu kewajiban dari setiap orang tua dalam usaha membentuk pribadi anak yang sesuai dengan harapan masyarakat pada umumnya.

Pengasuhan menurut Shochib, (2000) adalah orang yang melaksanakan tugas membimbing, memimpin, atau mengelola. Pengasuhan yang dimaksud di sini adalah mengasuh anak. Menurut derajat pengasuh anak maksudnya adalah mendidik dan memelihara anak, mengurus makan, minum, pakaiannya, dan keberhasilannya dalam periode yang pertama sampai dewasa. Dengan pengertian diatas dapatlah dipahami bahwa pengasuhan anak yang dimaksud adalah kepemimpinan, bimbingan, yang dilakukan terhadap anak berkaitan dengan kepentingan hidupnya.

(2)

1.2Tipe pola asuh orang tua

Tipe pola asuh terdiri dari dua dimensi perilaku yaitu

Directive Behavior dan Supportive Behavior. Directive Behavior

melibatkan komunikasi searah di mana orangtua menguraikan peran anak dan memberitahu anak apa yang harus mereka lakukan, di mana, kapan, dan bagaimana melakukan suatu tugas.

Supportive Behavior melibatkan komunikasi dua arah di mana orang tua mendengarkan anak, memberikan dorongan, membesarkan hati, memberikan teguran positif dan membantu mengarahkan perilaku anak. Anak yang disiplin diri memiliki keteraturan diri berdasarkan nilai agama, nilai budaya, aturan-aturan pergaulan, pandangan hidup, dan sikap hidup yang bermakna bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Artinya, tanggung jawab orangtua adalah mengupayakan agar anak berdisiplin diri untuk melaksanakan hubungan dengan Tuhan yang menciptakannya, dirinya sendiri, sesama manusia, dan lingkungan alam dan mahkluk hidup lainnya berdasarkan nilai moral. Orangtua yang mampu berprilaku seperti diatas, berarti mereka telah mencerminkan nilai-nilai moral dan bertanggung jawab untuk mengupayakannya (Shochib, 2000).

(3)

Beberapa pendapat mengenai tipe pola asuh orangtua diantaranya sebagai berikut :

a. Tipe pola asuh menurut Wong (2008), ada tiga tipe pola asuh orang tua antara lain :

1. Pola asuh otoriter (diktator)

Orang tua mencoba untuk mengontrol prilaku diktator dan sikap anak melalui perintah yang tidak boleh dibantah. Orangtua menetapkan aturan dan regulasi atau standar perilaku yang dituntut untuk diikuti secara kaku dan tidak boleh dipertanyakan. Mereka menilai dan memberi penghargaan atas kepatuhan absolut, sikap mematuhi kata-kata mereka dan menghormati prinsip dan kepercayaan keluarga tanpa kegagalan. Orangtua menghukum secara paksa setiap prilaku yang berlawanan dengan standar orang tua.

Hukuman tidak selalu berupa hukuman fisik tetapi mungkin berupa penarikan diri pada anak yang mengakibatkan perilaku cendrung untuk menjadi sensitif, pemalu, tidak percaya diri, menyadari diri sendiri, cepat lelah dan tunduk. Mereka cendrung menjadi sopan, setia, jujur dan dapat diandalkan tetapi mudah dikontrol. Perilaku-perilaku ini lebih khas terlihat ketika penggunaan kekuasaan diktator orangtua disertai dengan supervisi ketat dan tingkat kasih sayang yang masuk akal.

(4)

Jika tidak penggunaan kekuasaan diktator lebih cenderung untuk dihubungkan dengan prilaku menentang dan antisosial.

2. Pola asuh permisif (laissez – faire)

Orang tua memiliki sedikit kontrol atau tidak sama sekali atas tindakan anak -anak mereka. Orang tua yang bermaksud baik ini bingung antar sikap permisif dan pemberian izin. Mereka menghindari untuk memaksa standar prilaku mereka dengan mengizinkan anak mereka untuk mengatur aktifitas sendiri sebanyak mungkin.

Orangtua menganggap diri mereka sendiri sebagai sumber untuk anak bukan merupakan model peran, tetapi jika peraturan memang ada orangtua menjelasakan alasan yang mendasarinya, mendukung pendapat anak dan berkonsultasi dengan meraka dalam pembuatan keputusan. Mereka memberlakukan kebebasan dalam bertindak, disiplin yang inkonsisten, tidak menetapkan batasan-batasan yang masuk akal, dan tidak mencegah anak merusak rutinitas di rumah. Orangtua jarang menghukum anak karena sebagian besar prilaku dianggap dapat diterima. Anak-anak dari orangtua yang permisif sering kali tidak mematuhi, tidak menghormati, kurang percaya diri, tidak bertanggung jawab dan secara umum tidak mematuhi kekuasaan.

(5)

3. Pola asuh demokratik (otoritatif)

Orangtua mengkombinasikan praktik mengasuh anak dari dua gaya yang ekstrem. Mereka mengarahkan perilaku dan sikap anak dengan menekankan alasan peraturan secara negatif menguatkan penyimpangan. Mereka menghormati individualitas dari setiap anak dan mengizinkan mereka untuk menyuarakan keberatannya terhadap standar atau peraturan keluarga. Kontrol orangtua kuat dan konsisten tetapi disertai dengan dukungan, pengertian, dan keamanan. kontrol difokuskan pada masalah, tidak ada penarikan rasa cinta, atau takut pada hukuman.

Orangtua membantu pengarahan diri pribadi, yaitu suatu kesadaran mengatur perilaku berdasarkan perasaan bersalah atau malu untuk melakukan hal yang salah, bukan karena takut tertangkap atau takut dihukum. Tipe mengasuh anak yang paling berhasil dalam metode otoritatif dimana orangtua tidak membuat batasan yang kaku dan memaksa tetapi tetap mempertahankan kontrol yang kuat terutama pada area ketidaksepakatan orangtua dan anak dan juga orangtua mendengarkan apa yang dipikirkan oleh anak dan anak cenderung lebih percaya diri.

(6)

b. Tipe pola asuh menurut Ali. M dan Asrori. M, (2004) 1. Pola asuh bina kasih (induktion)

Pola asuh bina kasih yaitu pola asuh yang diterapkan orangtua dalam mendidik anaknya dengan senatiasa memberikan penjelasan atau alasan yang masuk akal terhadap setiap keputusan dan perlakuan yang diambil bagi anaknya. Pada tipe asuh seperti ini dijumpai perilaku orangtua yang directive dan supportive tinggi.

2. Pola asuh unjuk kuasa

Pola asuh unjuk kuasa yaitu pola asuh yang diterapkan orangtua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memaksakan kehendaknya untuk dipatuh oleh anak meskipun anak tidak biasa menerimanya. Pada tipe pola asuh ini dijumpai prilaku orangtua yang directive tinggi dan supportive rendah. 3. Pola asuh lepas kasih

Pola asuh lepas kasih yaitu pola asuh yang diterapkan orangtua dalam mendidik anaknya dengan cara menarik sementara cinta kasihnya ketika anak tidak menjalankan apa yang dikehendaki orangtuanya, tetapi jika anak sudah mau melaksanakan apa yang dikehendaki orangtuanya maka cinta kasihnya itu akan dikembalikan seperti sediakala. Pada tipe pola asuh ini dijumpai perilaku orangtua yang directive dan supportive rendah.

(7)

c. Tipe pola asuh menurut Surbakti, (2009) 1. Pola asuh overprotected

Pola asuh overprotected yaitu bentuk pola asuh yang menonjolkan perlindungan yang berlebihan. Munculnya sikap atau tindakan yang berlebihan karena perasaan khawatir yang terlalu berlebihan dari orang tua disertai keinginan untuk memberikan perlakuan dan perlindungan terbaik bagi anak remajanya.

Banyak orang tua yang kuarang menyadari bahwa remaja dibesarkan dalam pola asuh overprotected akan memiliki mentalitas yang lemah bila dihadapkan dengan berbagai tantangan, menjadi peragu, kurang memiliki insiatif, memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi, cenderung mudah cemas dan penakut, tidak berani menghadapi kenyataan, kurang memiliki rasa percaya diri, cenderung selalu merasa terancam dan menghindari tanggung jawab, kemampuan berinteraksi rendah.

2. Pola asuh otoritarian

Pola asuh otoritarian yaitu pola asuh yang menekankan kekuasaan tanpa kompromi sehingga seringkali menimbulkan korban sia-sia. Bagi orangtua yang menganut pola asuh otoritarian dimana segala sesuatu berdasarkan instruksi dari orangtua.

(8)

Ini dilakukan semata-mata untuk menghentikan argumentasi, untuk membungkam sikap kritis, ingin menegakan wibawa dan kehormatan sebagai orangtua, keinginan memaksa kehendak.

Hasil penerapan pola asuh otoritarian menyebabkan anak remaja mengalami tertekan secara psikis dan fisik, kehilangan dorongan semangat juang, mudah putus asa, mengalami luka batin, sering menyalahkan keadaan, cenderung menyalahkan diri sendiri, tidak berani mengemukakan pendapat.

3. Pola asuh permisif

Pola asuh permisif yaitu suatu pola asuh yang paling banyak diterapkan oleh keluarga alasan yang paling sering dikemukakan orangtua adalah kurangnya waktu untuk mengawasi anak-anak remaja mereka karena kesibukan sehari-hari dengan berbagai alasan dampak pada anak remaja yaitu anak remaja berkembang dengan kepribadian dan emosional yang kacau.

1.3 Dimensi Pola Asuh

Baumrind 1994 (dalam Santrock, 2003) menyatakan bahwa pola asuh terbentuk dari adanya dua dimensi pola asuh, yaitu :

1. Acceptance/Responsiveness yaitu menggambarkan bagaimana

orangtua berespons kepada anaknya, berkaitan dengan kehangatan dan dukungan orangtua.

(9)

Mengacu pada beberapa aspek, yakni sejauh mana orangtua mendukung dan sensitif pada kebutuhan anak-anaknya, sensitif terhadap emosi anak, memperhatikan kesejahteraan anak, bersedia meluangkan waktu dan melakukan kegiatan bersama, serta bersedia untuk memberikan kasih sayang dan pujian saat anak-anak mereka berprestasi atau memenuhi harapan mereka.

Dapat menerima kondisi anak, orangtua responsif penuh kasih sayang dan sering tersenyum, memeberi pujian, dan mendorong anak-anak mereka. Mereka juga membiarkan anak-anak mereka tahu ketika mereka nakal atau berbuat salah. Orangtua kurang menerima dan responsif sering kali cepat mengkritik, merendahkan, menghukum, atau mengabaikan anak-anak mereka dan jarang mengkomunikasikan kepada anak-anak bahwa mereka dicintai dan dihargai.

2. Demandingness/Control yaitu menggambarkan bagaimana standar

yang ditetapkan oleh orangtua bagi anak, berkaitan dengan kontrol perilaku dari orangtua. Mengacu pada beberapa aspek yakni:

a. Pembatasan, orangtua membatasi tingkah laku anak menunjukkan usaha orangtua menentukan hal-hal yang harus dilakukan anak dan memberikan batasan terhadap hal-hal yang ingin dilakukan anak.

(10)

b. Tuntutan, agar anak memenuhi aturan, sikap, tingkah laku dan tanggung jawab sosial sesuasi dengan standar yang berlaku sesuai keinginan orang tua.

c. Sikap ketat, berkaitan dengan sikap orang tua yang ketat dan tegas dalam menjaga agar anak memenuhi aturan dan tuntutan mereka. Orang tua tidak menghendaki anak membantah atau mengajukan keberatan terhadap peraturan yang telah ditentukan, d. Campur tangan, tidak adanya kebebasan bertingkah laku yang

diberikan orangtua kepada anaknnya. Orangtua selalu turut campur dalam keputusan, rencana anak, orangtua tidak melibatkan anak dalam membuat keputusan tersebut, orangtua beranggapan apa yang mereka putuskan untuk anak adalah yang terbaik dan benar untuk anak.

e. Kekuasaan sewenang-wenang menggambarkan bahwa orangtua menerapkan kendali yang ketat, kekuasaan terletak mutlak pada orangtua.

Mengendalikan atau menuntut aturan yang ditetapkan orangtua, mengharapkan anak-anak mereka untuk mengikuti mereka, dan memantau anak-anak mereka dengan ketat untuk memastikan bahwa aturan-aturan dipatuhi. Orangtua yang kurang dalam pengendalikan atau menuntut (sering disebut orangtua permisif) membuat tuntutan yang lebih sedikit dan memungkinkan anak-anak mereka memiliki banyak kebebasan dalam

(11)

mengeksplorasi lingkungan, mengungkapkan pendapat mereka dan emosi, dan membuat keputusan tentang kegiatan mereka sendiri.

1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan psikososial remaja

Menurut Gerungan, (2000) ada beberapa faktor-faktor keluarga yang memungkinkan mempengaruhi perkembangan psikososial remaja antara lain :

a. Status sosial ekonomi

Keadaan sosial ekonomi mempunyai peranan terhadap perkembanga psikososial anak. Apabila perekonoian keluarga cukup, maka lingkungan material yang dihadapi remaja di dalam keluarganya itu lebih luas. Remaja mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mengembangakan bermacam-macam kecakapan yang tidak dapat dicapai apabila tidak ada alat-alatnya. Orangtua dapat mencurahkan perhatian yang lebih mendalam kepada pendidikan anaknya apabila ia tidak disulitkan dengan perkara kebutuhan-kebutuhan primer kehidupan manusia.

b. Keutuhan keluarga

Salah satu faktor utama lain yang mempengaruhi perkembangan sosial anak-anak ialah faktor keutuhan keluarga. Yang dimaksud dengan keutuhan keluarga ialah, pertama-tama keutuhan dalam struktur keluarga yaitu bahwa didalam keluarga itu adanya ayah disamping adanya ibu dan anak-anaknya.

(12)

Apabila tidak ada ayah atau ibunya atau kedua-duanya, maka struktur keluarga sudah tidak utuh lagi. Selain keutuhan dalam struktur keluarga, dimaksudkan pula keutuhan dalam interaksi keluarga, jadi bahwa di dalam keluarga berlangsung interaksi sosial yang wajar (harmonis).

c. Sikap dan kebiasaan orang tua

Cara-cara dan sikap-sikap yang ditanamkan orangtua di rumah memegang peranan yang penting dalam pergaulan anak. Hal ini disebakan oleh karena keluarga merupakan sebab kelompok sosial dengan tujuan-tujuan, struktur, norma-norma dinamika kelompok, termasuk cara-cara kepemimpinannya yang sangat mempengaruhi kehidupan individu yang menjadi anggota kelompok tersebut. Cara-cara bertingkah laku orangtua yang dalam hal ini menjadi pimpinan kelompoknya, sangat mempengaruhi suasana interaksi keluarga, dan dapat merangsang perkembangan ciri-ciri tertentu pribadi anaknya.

d. Status anak

Status anak juga berperan sebagai suatu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan psikososialnya di dalam keluarga seperti anak tunggal, anak sulung, atau anak bungsu diantara saudara sekandung.

(13)

e. Peranan dan fungsi keluarga

Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orangtua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentangan nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor yang penting untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.

Keluarga juga dipandang sebagai institusi (lembaga) yang dapat memenuhi kebutuhan insan (manusiawi), terutama kebutuhan bagi pengembangan kepribadiannya dan pengembangan ras manusia. Apabila mengaitkan peranan keluarga dengan upaya memenuhi kebutuhan individu dari Maslow, maka keluarga merupakan lembaga pertama yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Melalui perawatan dan perlakuan yang baik dari orang tua, anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, baik fisik-biologis maupun sosiopsikologisnya. Apabila anak telah memperoleh rasa aman, penerimaan sosial dan harga dirinya, maka anak dapat memenuhi kebutuhan tertingginya, yaitu perwujudan diri (self-actualization). Iklim keluarga yang sehat atau perhatian orangtua yang penuh kasih sayang mempunyai faktor esensial yang memfasilitasi perkembangan psikologis anak tersebut.

(14)

Mengkaji lebih jauh tentang fungsi keluarga ini dapat dikemukakan bahwa secara psikososiologis keluarga berfungsi sebagai pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya, sebagai pemenuhan kebutuhan baik fisik maupun psikis, sumber kasih sayang dan penerimaan model pola prilaku yang tepat bagi anak untuk belajar menjadi anggota masyarakat yang baik, pemberi bimbingan bagi pengembangan prilaku yang sosial dianggap tepat, pembentukan anak dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam rangka menyesuaikan dirinya terhadap kehidupan, pemberi bimbingan dalam belajar ketrampilan motorik verbal dan sosial yang dibutuhkan untuk penyesuaian diri, stimulator bagi pengembangan kemampuan anak untuk mencapai prestasi, baik di sekolah maupun di masyarakat, pembimbing dalam mengembangkan apirasi dan sumber persahabatan/ teman bermain bagi anak sampai cukup usia untuk mendapatkan teman di luar rumah, atau apabila persahabatan di luar rumah tidak memungkinkan.

(15)

2. Konsep Remaja 2.1 Pengertian remaja

Remaja dalam bahasa Latin adalah adolescence, yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Istilah adolescence sesungguhnya mempunyai arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik secara psikologis remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar (Hurlock, 1991).

Menurut Soetjiningsih, (2004) masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda.

2.2Kategori remaja

Menurut Wong, (2008) masa remaja dibagi atas 3 masa remaja awal (usia 11-14 tahun), masa remaja pertengahan (15-17 tahun), masa remaja akhir (18-20 tahun).

Sedangkan menurut Hurlock, (1991) masa remaja dibagi atas 2 masa remaja awal (13-17 tahun), masa remaja akhir (17-18 tahun).

(16)

2.3Ciri-ciri masa remaja

Menurut Hurlock, (1991) semua periode yang penting selama rentang kehidupan masa remaja mempunyai ciri -ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut antara lain :

a. Masa remaja sebagai periode yang penting

Bagi sebagian besar anak muda usia antara dua belas dan enam belas tahun merupakan tahun kehidupan yang penuh kejadian sepanjang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan, semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap dan nilai serta minat baru. b. Masa remaja sebagai periode peralihan

Sebuah peralihan dari suatu tahap perkembangan ke tahap berikutnya dimana anak harus meninggalkan sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan juga harus mempelajari pola prilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Ada empat perubahan pada perkembangan masa remaja yang bersifat universal antara lain :

(17)

1. Pertama meningginya emosi, yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi.

2. Kedua perubahan tubuh, bagi remaja muda masalah baru yang timbul tampaknya lebih banyak dan lebih sulit diselesaikan dibandingkan masalah yang dihadapi sebelumnya.

3. Ketiga berubahnya minat dan pola perilaku, sebagian besar remaja tidak lagi menganggap bahwa banyaknya teman merupakan petunjuk popularitas yang lebih penting dari pada sifat-sifat yang dikagumi dan dihargai oleh teman-teman sebaya 4. Keempat sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap

setiap perubahan dimana mereka menginginkan dan menuntut kebebasan tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi. Ini dikarenakan sepanjang masa kanak-kanak masalah pada masa anak-anak sebagian diselesaikan oleh orangtua dan guru-guru sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah tersebut.

e. Masa remaja sebagai mencari identitas

Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya apa peranannya dalam masyarakat.

(18)

f. Masa remaja sebagai usia menimbulkan ketakutan

Beberapa anggapan tentang remaja bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cendrung merusak dan berperilaku merusak, menyabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja mudah takut tidak bertanggung jawab dan bersikap tidak bersimpatik.

g. Masa remaja masa yang tidak realistik

Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam hal cita-cita.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Dengan semakin mendekatnya usia kematangan para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip dan memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa.

2.4Tugas Perkembangan Masa remaja

Menurut Agoes, (2004) ada beberapa tugas perkembangan pada masa remaja antara lain menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis dan psikologis, belajar bersosialisasi sebagai laki-laki maupun wanita, memperoleh kebebasan secara emosional dari orangtua, remaja bertugas untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab, memperoleh kemandirian dan kepastian secara ekonomis.

(19)

3. Hubungan pola asuh terhadap perkembangan sosial pada remaja

Menurut W.A Gerungan (2000), perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan berkerja sama. Anak dilahirkan belum bersifat sosial. Dalam arti, dia belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain.

Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya, baik orangtua, saudara, taman sebaya atau orang dewasa lainnya. Perkembangan sosial anak remaja sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan dan bimbingan orangtua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari proses bimbingan orangtua ini lazim disebut sosialisasi, di dalam proses membimbing remaja tersebut orangtua dapat mengarahkan sikap dan perilaku remaja melalui penerapan disiplin.

Perkembangan sosial remaja sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Apabila lingkungan sosial tersebut memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap perkembangan anak secara positif maka anak akan dapat mencapai perkembangan sosial secara matang. Namun, apabila lingkungan

(20)

sosial itu kurang kondusif, seperti perlakuan orang tua yang kasar, sering memarahi, acuh tak acuh, tidak memberikan bimbingan, teladan pengajaran atau pembiasaan terhadap anak dalam menerapkan norma-norma, baik agama maupun tata karma dan budi perkerti, cendrung menampilkan prilaku maladjustment, seperti pemalu, senang mendominasi orang lain, egois/selfish, senang mengisolasi diri dan menyendiri, kurang memiliki perasaan tenggang rasa, serta kurang memperdulikan norma dan berprilaku.

Menurut Ali. M dan Asrori. M, (2004) ada beberapa karakteristik perkembangan sosial remaja antara lain :

a. Berkembangnya kesadaran akan kesunyian dan dorongan akan pergaulan. Masa remaja disebut masa sosial karena sepanjang masa remaja hubungan sosial semakin tampak jelas dan sangat dominan. Kesadaran akan kesunyian menyebabkan remaja berusaha mencari kompensasi dan mencari hubungan dengan orang lain atau berusaha mencari pergaulan. Penghayatan kesadaran akan kesunyian yang mendalam dari remaja merupakan dorongan pergaulan untuk menemukan pernyataan diri akan kemampuan kemandiriannya.

b. Adanya upaya memilih nilai-nilai sosial

Ada dua kemungkinan yang ditempuh oleh remaja ketika berhadapan dengan nilai-nilai sosial tertentu, yaitu menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut atau tetap pada pendirian dengan segala akibatnya. Ini berarti bahwa reaksi terhadap keadaan tertentu akan berlangsung menurut norma- norma tertentu pula.

(21)

Bagi remaja yang idealis dan memiliki kepercayaan penuh akan cita-citanya, menuntut norma-norma sosial yang mutlak meskipun segala sesuatu telah dicobanya gagal. Sebaliknya bagi remaja yang bersikap pasif terhadap keadaan yang dihadapi akan cendrung menyerah atau bahkan apatis. Namun, ada kemungkinan seseorang tidak akan menuntut norma-norma sosial yang demikian mutlak, tetapi tidak pula menolak seluruhnya. c. Meningkatnya ketertarikan pada lawan jenis

Menyebabkan remaja pada umumnya berusaha keras memiliki teman dekat dari lawan jenisnya atau pacaran. Untuk itu remaja perlu diajak berkomunikasi secara rileks dan terbuka untuk membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan lawan jenis.

d. Mulai cendrung memilih karir tertentu

Perkembangan karir remaja masih perlu diberikan wawasan karir disertai dengan keunggulan dan kelemahan masing-masing jenis karir tersebut.

Menurut Thornburg, (1982 dalam Agoes Dariyo, 2004) mengemukakan tahap-tahap perkembangan sosialisasi antara lain :

Kesempatan belajar sosial Konfirmasi belajar sosial Kematangan sosial Integrasi sosial Menemukan identitas sosial Tahap Kanak awal

dan menengah lahir 18 tahun Praremaja 19-13 tahun Remaja 14-18 tahun Remaja akhir dan dewasa muda 19-23 tahun Orangtua 24 tahun ke atas Rata-rata tugas Mencapai perilaku sosial Mengkonfirma si, menyaring, membentuk Belajar sosial alternatif Sintesa ide-ide sosial diri (self-Menemukan peran sosial

(22)

perilaku yang dipelajari dengan solid sosial) Pengaruh utama Orangtua Orangtua Temana sebaya Teman sebaya Teman sebaya dan masyarakat masyarakat Pengaruh teman sebaya

Minimal Tidak kuat Kuat Kuat Tidak kuat

Tahap transfer

Fasilitas Makin kuat Berkurang Fasilitas Saling berhubungan

Menurut Ali. M dan Asrori. M, (2004) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial remaja anatara lain :

a. Lingkungan Keluarga

Sejumlah faktor dari dalam keluarga yang sangat dibutuhkan oleh anak remaja dalam proses perkembangan sosialnya yaitu kebutuhan akan rasa aman, dihargai, disayangi, diterima dan kebebasan untuk menyatakan diri.

Rasa aman meliputi perasaan aman secara material dan mental. Perasaan aman secara material berarti pemenuhan kebutuhan pakaian, makanan, dan sarana lain yang diperlukan sejauh tidak berlebihan dan tidak berada di luar kemampuan orangtua. Perasaan aman secara mental berarti pemenuhan oleh orangtua berupa perlindungan emosional, menjauhkan ketegangan, membantu dan menyelesaiakan masalah yang sedang dihadapi dan memberikan bantuan dan menstabilkan emosinya.

(23)

Pada remaja membutuhkan akan penghargaan atau dihargai oleh keluarga dan orang lain. Oleh karena itu, mempermalukan anak di depan orang banyak merupakan pukulan jiwa yang sangat berat dan berakibat buruk bagi perkembangan sosial anak. Dalam aspel psikologis, anak dapat terhambat atau tertekan, misalnya kemampuan dan kreativitasnya sehingga mengakibatkan anak menjadi banyak berdiam diri. Sikap seperti ini muncul karena merasa bahwa sesuatu yang akan dikemukakannya tidak akan mungkin mendapatkan sambutan atau bahkan dipermalukan, sebaliknya memberi pujian kepada anak secara tepat adalah sangat baik. Cara ini akan dapat menimbulkan perasaan disayangi pada diri anak yang dinyatakan secara menyenangkan oleh orangtua.

Menyatakan kasih sayang kepada anak sampai anak menyadari bahwa dirinya disayangi oleh orangtuanya adalah sesuatu yang sangat penting. Seorang anak yang merasa dirinya disayangi akan memiliki kemudahan untuk dapat menyayangi orangtua dan keluarganya, sehingga akan merasakan bahwa dirinya dibutuhkan dalam keluarga.

Dalam situasi ini anak akan merasa aman, dihargai dan disayangi anak tidak merasa takut untuk menyatakan dirinya, pendapatnya, maupun mendiskusikan kesulitan yang dihadapinya karena merasa bahwa orangtua atau keluarganya ibarat sumber kekuatan yang selalu membantu dimanapun dan kapanpun dirinya memerlukan.

Perkembangan sosial, remaja membutuhkan iklim kehidupan keluarga yang kondusif yang mengandung tiga unsur yaitu, karakteristik

(24)

khas internal keluarga yang berbeda dari keluarga lainnya, karakteristik khas itu dapat mempengaruhi perilaku individu dalam keluarga itu (termasuk remajanya), unsur kepemimpinan dan keteladanan kepala keluarga, sikap, dan harapan individu dalam keluarga.

Harmonis tidaknya, intensif tidaknya interaksi antara anggota keluarga akan mempengaruhi perkembangan sosial remaja yang ada di dalam keluarga. Menurut Gardner, (1983 dalam Ali.M dan Asrori. M, 2004) dalam penelitiannya menemukan bahwa interaksi antara anggota keluarga yang tidak harmonis merupakan suatu potensial menjadi penghambat perkembangan sosial remaja. Menurut Jay Kesler (1978 dalam Ali. M dan Asrori. M, 2004) remaja sangat memerlukan keteladanan dari orang tua dan orang dewasa lainnya.

b. Lingkungan Sekolah

Kehadiran disekolah merupakan perluasan lingkungan sosialnya dalam proses sosialisasinya dan sekaligus merupakan faktor lingkungan baru yang sangat menentang atau bahkan mencemaskan akan dirinya.

Para guru dan teman-teman sekelas membentuk suatu sitem yang kemudian menjadi semacam lingkungan norma bagi dirinya. Selama tidak ada pertentangan, selama itu pula anak tidak akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan dirinya. Namun, jika salah satu kelompok lebih kuat dari lainnya, anak akan menyelesaikan dirinya dengan kelompok dimana dirinya dapat diterima dengan baik.

(25)

Ada empat tahap proses penyesuaian diri yang harus dilalui oleh anak selama membangun hubungan sosialnya antara lain, anak dituntut agar tidak merugikan orang lain serta menghargai dan menghormati hak orang lain, anak didik untuk menaati peraturan-peraturan dan menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, anak dituntut untuk lebih dewasa di dalam melakukan interaksi sosial saling memberi dan menerima, anak dituntut untuk memahami orang lain sebagaimana dalam lingkungan keluarga, lingkungan sosial juga dituntut menciptakan iklim kehidupan sekolah yang kondusif bagi pekembangan sosial remaja. Sekolah merupakan salah satu lingkungan tempat remaja hidup dalam kesehariannya. Sebagaimana keluarga, sekolah juga memiliki potensi memudahkan atau menghambat bagi perkembangan hubungan sosial remaja sebaliknya, sekolah yang iklim kehidupannya bagus dapat mempelancar atau bahkan memacu perkembangan hubungan sosial remaja. c. Lingkungan Masyarakat

Masalah yang dialami oleh remaja dalam proses sosialnya adalah bahwa tidak jarang masyarakat bersikap tidak konsisten terhadap remaja.

Di satu sisi remaja dianggap sudah beranjak dewasa tetapi kenyataanya di sisi lain mereka tidak diberikan kesempatan atau peran penuh sebagimana orang yang sudah dewasa. Untuk masalah-masalah yang dianggap penting dalam menentukan, remaja masih sering dianggap anak kecil atau paling tidak dianggap belum mampu sehingg sering menimbulkan kekecewaan atau kejengkelan pada remaja. Keadaan seperti

(26)

ini seringkali menjadi penghambat perkembangan sosial remaja. Remaja yang sedang mengarungi perjalanan masa mencari jati diri sehingga faktor keteladanan dan kekonsistenan sistem nilai dan norma masyarakat juga menjadi sesuatu yang sangat penting. Iklim kehidupan masyarakat memberikan urutan penting bagi variasi perkembangan hubungan sosial remaja.

Menurut Gunarsa, S.D, (2003) peran orangtua dalam perkembang sosial remaja antara lain, orangtua memberi kasih sayang dan kebebasan bertindak sesuai dengan umur para remaja dapat diharapkan akan mengalami perkembangan yang optimal, orangtua yang tidak mendukung anak dalam memperkembangkan keinginan bertindak sendiri, atau mungkin sama sekali menetang keinginan anak untuk bertindak sendiri, maka perkembangan perubahan peranan sosial tidak dapat diharapkan mencapai hasil yang lebih baik, hubungan antara orangtua dengan anak turut menentukan persiapan para remaja dalam menghadapi kesulitan dalam perubahan peran sosial, seseorang yang terlalu banyak memperoleh perlindungan orangtua pada masa kecil akan mengalami kesulitan bila harus memenuhi harapan-harapan sehubungan dengan kehidupan dewasa di luar keluarganya, orangtua yang selalu memanjakan anaknya dalam segala hal memenuhi keinginan anaknya, kurang membantu anaknya dalam persiapan kedewasaan, orangtua yang menunjukkan perlakuan yang terlalu keras pada reaksi anak pada masa kecil sebaliknya ketika masa remaja sulit dikendalikan.

(27)

Menurut Hurlock, (1991) ada beberapa sebab pertentangan selama masa remaja antara lain :

a. Standar perilaku

Remaja sering menganggap standar prilaku orangtua yang kuno dan yang moderen berbeda dan standar prilaku orangtua yang kuno harus menyesuaikan diri dengan yang moderen.

b. Metode disiplin

Metode disiplin yang digunakan orang tua dianggap tidak adil maka remaja akan memberontak, dimana orangtua lebih berkuasa dari pada yang lainnya.

c. Hubungan dengan saudara kandung

Remaja mungkin menghina adiknya dan membenci kakaknya sehingga menimbulkan pertentangan dengan mereka dan juga dengan orangtua yang dianggap bersikap pilih kasih.

d. Merasa menjadi korban

Remaja sering merasa benci kalau status sosial ekonomi keluarga tidak memungkinkannya mempunyai simbol-simbol status yang sama dengan yang dimiliki teman-temannya.

e. Perilaku yang kurang matang

Orangtua sering mengembangkan sikap menghukum bila para remaja mengabaikan tugas-tugas sekolah, melalaikan tanggung jawab atau membelanjakan uang semaunya.

Referensi

Dokumen terkait

 Tambahan Lembaran Lembaran Negara Negara Republik Republik Indonesia Indonesia Nomor 5558) sebagaimana telah diubah terakhir kali Nomor 5558) sebagaimana telah diubah

Ako imamo osnovni skup koji ima normalnu razdiobu, ali ne znamo njegovu varijancu, testiranje hipoteze o pretpostavljanoj vrijednosti očekivanja osnovnog skupa temeljit

Kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu Peningkatan kinerja ukm kota Makassar tidak terlepas dari kemampuan pengusaha dalam memahami orientasi kewirausahaan

menunjukkan angka larva uji asal Sekotong 0,97; Batu Layar 0,89 dan Pasar Seni Senggigi 0,90 dengan kriteria yang telah ditetapkan maka larva uji asal Sekotong

Kegiatan pengabdian ini meliputi: 1) Koordinasi dengan mitra, terkait dengan penyusunan jadwal kegiatan; 2) Persiapan penyuluhan dan pelatihan; 3) Penyuluhan tentang

Komputerisasi mesin uji kekcrasan ini dil ak ukan dengan beberapa tahap kegiatan yai lu pembualan adaptor kamera , insta lasi kamera pada mikroskop dan komputcr

Debitor : Pihak yang berutang ke pihak lain, biasanya dengan menerima sesuatu. dari kreditur yang dijanjikan debitor untuk dibayar kembali

Kampus pertama LP3I didirikan pada 29 Maret 1989 di Pasar Minggu Jakarta Selatan yang bermula dari program kursus 6 bulan, kemudian mengembangkan sayapnya menjadi lembaga pendidikan