• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan sistem CBT (Community Based Tourism) terhadap kondisi berdaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dengan sistem CBT (Community Based Tourism) terhadap kondisi berdaya"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG

Penelitian ini membahas tentang dampak atau pengaruh pengelolaan destinasi wisata Gunung Api Purba Nglanggeran yang dalam hal ini dikelola dengan sistem CBT (Community Based Tourism) terhadap kondisi berdaya perempuan di Desa Nglanggeran. Informasi yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi di lapangan nantinya akan dianalisis menggunakan indikator pemberdayaan perempuan yang ditetapkan oleh para peneliti dari JSI

(John Show International) . Sehingga hasil dari penelitian ini akan membahas

tentang apakah dengan dikelola oleh komunitas tertentu (tanpa campur tangan pemerintah) keberadaan destinasi wisata tersebut tetap dapat meningkatkan kondisi berdaya perempuan serta memberikan hasil berupa uraian tentang apakah pengelola Gunung Api Purba Nglanggeran memiliki strategi khusus dalam memberdayakan perempuan setempat melalui destinasi wisata tersebut ataukah tanpa dilakukan strategi khusus pun pemberdayaan perempuan sudah tercipta secara langsung melalui pengelolaan destinasi wisata tersebut.

Perempuan memiliki peran yang sangat penting dalam sebuah keluarga karena dalam hal ini perempuan berperan sebagai istri, ibu, bahkan sebagai penopang ekonomi keluarga. Sementara secara teoritis di Indonesia sendiri, peran perempuan dibagi menjadi tiga, yang pertama adalah peran reproduktif. Peran

(2)

2

reproduktif ini terkait dengan kodrat seorang perempuan, dimana perempuan hamil, melahirkan, menyusui dan merawat seorang anak dalam sebuah keluarga. Peran kedua adalah peran produktif, yakni dalam hal ini perempuan melakukan usaha atau karya karya produktif di berbagai profesi yang menghasilkan barang maupun jasa. Peran ketiga adalah peran sosial, yang dalam hal ini dapat ditunjukkan pada kegiatan perempuan untuk saling membantu bahkan membantu secara sukarela.

Sekilas, nampaknya ketiga peran perempuan tersebut sangat penting dan cukup „diperhatikan‟ namun jika diamati lebih mendalam, tidak demikian kenyataannya, khususnya pada peran kedua atau peran produktif perempuan. Kenyataanya, meskipun beberapa perempuan dapat dikategorikan sebagai perempuan produktif, tidak sedikit perempuan yang cenderung hanya berfokus pada kegiatan domestik saja atau dengan kata lain lebih banyak perempuan yang hanya berperan di kehidupan rumah tangga. Hal tersebut bukan tanpa alasan, karena hal tersebut selain terjadi karena budaya patriarki yang menyebabkan perempuan tertindas oleh kaum laki laki, hal tersebut juga terjadi karena dikesampingkannya hak hak perempuan sehingga perempuan memiliki akses dan partisipasi yang cenderung terbatas jika dibandingkan dengan laki laki. Dengan demikian, perempuan perlu dan penting untuk diberdayakan agar para perempuan mendapatkan hak dan kesempatan seperti kaum laki laki. Menurut Susi Ratnawati, alasan perlunya dilakukan pemberdayaan perempuan adalah sebagai berikut 1 :

1

Ratnawati, Susi. 2011. Model Pemberdayaan Perempuan Miskin Perdesaan Melalui Pengembangan Kewirausahaan. Vol. 5 No. 2.

(3)

3

a) Perempuan memiliki kepentingan yang sama dalam pembangunan dan juga merupakan pengguna hasil pembangunan yang tentunya memiliki hak sama seperti laki laki.

b) Perempuan juga memiliki kepentingan yang sifatnya khusus yang kurang optimal jika digagas oleh laki laki karena membutuhkan kepekaan yang sifatnya khusus terkait dengan keseharian dan sosio cultural yang ada. c) Memberdayakan dan melibatkan perempuan dalam semua hal, khususnya

dalam pembangunan secara tidak langsung juga akan memberdayakan dan menularkan semangat yang positif pada generasi penerus.

Menurut Nurhidayati (1999 : 31), Pemerintah perlu memperhatikan dan membentuk suatu kebijakan terkait peningkatan kedudukan dan peranan perempuan yang diarahkan pada peningkatan kedudukan, peranan, kemampuan, kemandirian dan ketahanan baik spiritual maupun mental. Menurut pemerintah, salah satu sektor yang dianggap cukup dapat dimanfaatkan oleh kaum perempuan khususnya dalam peningkatan kondisi ekonomi adalah sektor pariwisata, tentunya pada sektor atau bidang pariwisata yang pengelolaannya tidak hanya mengejar profit.

Pengelolaan pariwisata di Indonesia sendiri memiliki berbagai macam bentuk, diantaranya adalah pengelolaan yang dikelola oleh sebuah lembaga, badan maupun pemerintah pusat dan daerah, pengelolaan yang dilakukan oleh komunitas atau masyarakat setempat, pengelolaan yang dilakukan dengan melakukan kerjasama antara beberapa stakeholder maupun pengelolaan yang dilakukan dengan melakukan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat setempat. Salah

(4)

4

satu jenis pengelolaan yang belum lama berkembang dan saat ini cukup banyak diminati adalah pengelolaan yang dilakukan oleh komunitas dan masyarakat sekitar destinasi wisata atau lebih sering disebut dengan CBT (Community Based

Tourism). CBT merupakan konsep pengelolaan dan pengembangan sebuah

destinasi wisata yang dilakukan oleh masyarakat lokal sekitar destinasi wisata tersebut atau komunitas sadar wisata di sekitar destinasi wisata dengan mengutamakan dan memperhatikan beberapa hal penting yakni keterlibatan masyarakat setempat dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata, pemberdayaan politik masyarakat lokal (dalam hal pengambilan keputusan), pemerataan di bidang ekonomi, menjamin keberlanjutan pariwisata dan lingkungan, mempertahankan budaya lokal, dan sebagainya. Sedangkan menurut Anstrand (2006 : 14), Community Based Tourism merupakan sebuah pariwisata yang memperhitungkan dan menempatkan keberlanjutan lingkungan, sosial dan budaya yang diatur dan dimiliki oleh komunitas untuk komunitas.

Salah satu pengelolaan dan pengembangan destinasi wisata yang dilakukan dengan sistem CBT adalah pengelolaan destinasi wisata gunung api purba Nglanggeran. Gunung api purba Nglanggeran merupakan sebuah destinasi wisata yang terletak di kawasan Baturagung atau lebih tepatnya berada di desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul. Destinasi wisata Gunung Api Purba Nglanggeran secara mandiri dikelola oleh masyarakat setempat, khususnya pemuda dan pemudi yang tergabung dalam Sentra Pemuda Taruna Purba Mandiri, Pokdarwis dan karang taruna Bukit Putra Mandiri. Karang taruna Bukit Putra Mandiri sendiri memiliki beberapa tujuan yang secara umum

(5)

5

diperuntukkan untuk kepentingan masyarakat setempat yakni masyarakat Desa Nglanggeran dan untuk pemuda dan pemudi yang tergabung dalam karang taruna tersebut, seperti mewujudkan kerukunan dan persatuan seluruh warga desa, mewujudkan kesejahteraan sosial dan ekonomi, meningkatkan potensi dan kemampuan anggota karang taruna dalam memberdayakan potensi desa, dan sebagainya.

Saat ini, pengelolaan, pengembangan dan pembangunan destinasi wisata gunung api purba Nglanggeran juga dapat dikatakan sangat baik. Hal ini mengingat kemunculan wisata gunung api purba yang terbilang belum lama, namun pada awal tahun 2014 lalu sudah cukup banyak prestasi yang diraih oleh destinasi wisata gunung api purba maupun oleh pengelola destinasi wisata tersebut, seperti diantaranya adalah pada tahun 2013 lalu, destinasi wisata gunung api purba Nglanggeran berhasil menjadi pemenang dalam Lomba wana lestari dari Kementerian Kehutanan RI, selain itu sejak tahun 2012, gunung api purba telah diusulkan ke UNESCO sebagai kawasan Geopark.

Namun, dibalik keberhasilan pengelolaan destinasi wisata terkadang terdapat satu atau beberapa tujuan pengelolaan yang dilupakan, terlupakan maupun dengan sengaja dikesampingkan. Pemberdayaan masyarakat misalnya. Pemberdayaan masyarakat dapat dinilai sebagai tujuan utama dari pengelolaan pariwisata berbasis komunitas yang meskipun dinilai penting, terkadang beberapa pihak lupa bahwa di dalam konsep pemberdayaan masyarakat terdapat pemberdayaan perempuan yang sangat penting untuk diperhatikan padahal tidak sedikit perempuan yang perlu diberdayakan lebih lanjut agar peran, kontribusi,

(6)

6

kondisi berdaya, kondisi ekonomi dan kebutuhan perempuan lainnya dapat meningkat.

Penelitian tentang dampak CBT terhadap pemberdayaan perempuan pun menjadi menarik untuk diteliti, mengingat belum adanya penelitian tentang CBT dan pemberdayaan perempuan di wilayah yang telah mendapat penilaian memiliki tingkat partisipasi dan pemberdayaan perempuan yang relative rendah. Meskipun begitu, terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan CBT, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan perempuan maupun keterkaitan antara kegiatan wisata dengan pemberdayaan perempuan. Misalnya adalah penelitian penelitian yang dilakukan oleh Pantiyasa, Suardana dan Saridewi.

Pantiyasa (2011 : 38-58) dalam penelitiannya berfokus pada beberapa hal, yakni strategi alternative yang dapat dilakukan dalam pengembangan CBT sehingga dapat berkelanjutan dan memberdayakan masyarakat Bedulu serta memaparkan tentang berbagai persepsi yakni persepsi wisatawan dan pengelola

tours and travel terhadap pelayanan yang diberikan. Sedangkan Suardana ( 2010 :

8-16) memaparkan tentang pemberdayaan perempuan di kawasan Kuta sebagai upaya peningkatan kualitas pariwisata Bali. Dalam penelitian tersebut, Suardana menjelaskan tentang presentase perempuan yang mendirikan usaha yang berkaitan dengan wisata di kawasan Kuta, Bali. Di lain sisi, Saridewi ( 2010 : 68-99) meneliti tentang upaya pemberdayaan masyarakat beserta permasalahan yang ada di dalamnya dan cara penanganan masalah tersebut dalam pengembangan ekowisata di Desa Dayuarjo dan Desa Jatiarjo, Kabupaten Pasuruan yang dilakukan oleh Yayasan Kaliandra Sejati sebagai pengelola Kawasan Ekowisata

(7)

7

Kaliandra. Dalam pembahasan dan kesimpulan dari penelitian tersebut, dipaparkan tentang cara cara memberdayakan masyarakat setempat dengan meningkatkan pendapatan dan taraf hidup dan menyediakan lapangan kerja terkait pariwisata, seperti usaha penginapan, souvenir dan menjadi pemandu wisata.

Dalam jurnal penelitian yang ditulis oleh Pantiyasa, meskipun bertema pemberdayaan masyarakat dalam CBT, dalam pembahasannya tidak menerangkan bagaimana strategi dan keadaan saat ini atau strategi yang saat ini digunakan di Desa Bedulu. Atau dengan kata lain, mayoritas hal hal yang ditulis tentang strategi pemberdayaan masyarakat dalam jurnal tersebut adalah “apa yang seharusnya ada”, bukan “apa yang senyatanya terjadi di lapangan” dan meskipun ada bab tertentu yang membahas tentang pemberdayaan masyarakat dalam CBT, hal tersebut hanya dikemukakan secara umum dan tanpa penjelasan secara detail, misalnya hanya menuliskan bahwa partisipasi masyarakat sangat baik karena masyarakat secara bersama sama menjaga keamanan kawasan wisata, bersikap sopan terhadap wisatawan, menjaga kelestarian lingkungan dan sebagainya.

Sementara dalam jurnal penelitian yang ditulis oleh Suardana, peran dan pemberdayaan perempuan yang menjadi pokok penelitian adalah peran perempuan terhadap seluruh sektor yang terkait dengan kepariwisataan, mulai dari destinasi wisata, penginapan (baik hotel berbintang maupun hotel melati), usaha atau toko souvenir, jasa tour and travel, jasa ticketing dan sebagainya, yang rata rata sudah terkelola dengan baik oleh pemerintah daerah maupun yang dikelola dengan kerjasama antar stakeholder. Pada jurnal tersebut tidak diterangkan secara jelas kontribusi, peran dan pemberdayaan perempuan dalam destinasi wisata yang

(8)

8

belum terlalu berkembang dengan baik maupun dalam destinasi wisata yang dikelola sendiri oleh masyarakat lokal (CBT). Hal tersebut terlihat dari hasil data yang diperoleh yakni meliputi persentase pemilik dan pekerja perempuan di hotel atau penginapan lain, presentase perempuan yang bekerja menjadi penyedia jasa dan barang pendukung destinasi wisata (seperti pemandu dan pengelola destinasi wisata yang sudah cukup terkenal), dan lain lain. Di lain sisi, dalam skripsinya, Saridewi sama seperti Pantiyasa dimana tidak dibedakan antara masyarakat laki laki dan perempuan, sehingga penelitian tersebut membahas pemberdayaan masyarakat dalam pariwisata, padahal yang perlu diperhatikan secara lebih mendalam adalah pemberdayaan perempuan karena seringkali perempuan tidak diikutsertakan atau diberi batasan batasan dalam berkarya, berkontribusi, mengeluarkan pendapat dan mengambil keputusan keputusan penting terkait pariwisata dan pengelolaanya.

Oleh karena itu, penelitian yang berjudul Analisis Dampak Pelaksanaan CBT di Destinasi Wisata Gunung Api Purba Nglanggeran Terhadap Kondisi Berdaya Perempuan Desa Nglanggeran memberikan kontribusi terhadap penyajian data dan pemetaan pemberdayaan , peran dan kontribusi perempuan dalam pelaksanaan CBT di Destinasi Wisata Gunung Api Purba Nglanggeran, serta menganalisis tentang pemberdayaan atau kondisi berdaya yang tercipta dari pelaksanaan CBT menggunakan indikator tertentu.

Destinasi wisata Gunung Api Purba Ngalenggeran, Gunungkidul dipilih menjadi lokus dalam penelitian ini karena beberapa alasan, yakni pertama, Menurut Suwarto dalam penelitiannya, Kabupaten Gunungkidul memiliki angka

(9)

9

partisipasi perempuan yang rendah sehingga hal ini membuat perempuan memiliki kemampuan yang lemah dalam mencari nafkah dan dalam penelitian tersebut juga disimpulkan bahwa tingkat partisipasi kerja perempuan jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan laki laki. Kedua, Gunung api purba Nglanggeran merupakan destinasi wisata yang mendapatkan banyak prestasi, diantaranya adalah Desa Nglanggeran menjadi juara 1 Desa wisata se Provinisi DIY pada tahun 2009, Juara II Pokdawis Berprestasi Tingkat Nasional dari Kementrian pariwisata dan Ekonomi Kreatif Tahun 2013 dan Juara II Desa Penerima PNPM Pariwisata Berprestasi Tingkat Nasional dari Kementrian pariwisata dan Ekonomi Kreatif Tahun 2013. Hal lain yang menjadikan destinasi wisata ini dipilih menjadi lokus penelitian adalah karena pengalaman dan prestasi pengelola destinasi wisata yang cukup banyak, bahkan pada tahun 2011 lalu, ketua pengelola destinasi wisata ini, yakni Sugeng Handoko terpilih menjadi Ketua Umum Forum Pemuda Pelopor Nasional dalam pemilihan di Hotel Savoy, Bandung, 27 Oktober 2011 lalu. Maka diharapkan dengan memilih destinasi wisata Gunung api purba Nglanggeran, Gunungkidul sebagai lokus penelitian, dapat menjawab pertanyaan penelitian ini tentang apakah dengan pengelolaan yang baik, pelaksanaan CBT di sebuah destinasi wisata yang terletak di daerah yang dinilai memiliki tingkat partisipasi dan pemberdayaan perempuan rendah berhasil memberdayakan perempuan sekitar.

(10)

10

1.2

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini adalah :

 Bagaimana dampak pelaksanaan sistem CBT dalam pengelolaan destinasi wisata Gunung Api Purba Nglanggeran terhadap pemberdayaan (kondisi berdaya) perempuan setempat?

1.3

TUJUAN PENELITIAN

Dengan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kondisi berdaya perempuan di Desa Nglanggeran sebagai dampak dari pelaksanaan CBT di destinasi wisata Gunung Api Purba Nglanggeran.

2. Untuk membuktikan teori yang ada dalam CBT, bahwa pelaksanaan CBT dapat lebih memberdayakan masyarakat, termasuk memberdayakan perempuan setempat

3. Untuk memberikan rekomendasi kepada pengelola destinasi wisata Gunung Api Purba Nglanggeran khususnya dalam program pemberdayaan perempuan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh dari pengajuan hipotesis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungaan antara persepsi terhadap kualitas produk dengan intensi membeli

karena faktor kelelahan dengan jam terbang total lebih dari 6624 jam dengan rute penerbangan sektor terbukti menghasilkan kadar enzim α-amylase saliva yang lebih tinggi

Chelpira Intan Permatasari FHUI 2010/1006661512 Bila istri yang salah dan belum memiliki anak, maka istri kembali ke tempat asal dengan membawa hara halong ate (harta bawaan

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2014 tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Ketua, Wakil

Hal tersebut menunjukkan bahwa massa air dari Samudera Pasifik cenderung lebih hangat dibandingkan dengan massa air yang berasal dari Samudera Hindia (Gambar 4).Pada

Berdasarkan hasil analisis bivariat (uji Chi-Square Test) diperoleh hasil yang menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah anggota keluarga

Hasil dari penelitian ini akan didapat solusi stratejik Sistem / Teknologi Informasi yang disertai dengan dukungan teknis atas infrastruktur TI yang sesuai untuk

puncak eksotermik yang tinggi, ini menjelaskan bahwa spesimen tersebut tidak memiliki fasa kristal (semuanya fasa amorf), sedangkan spesimen dengan anil selama 23