• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi campuran natrium sitrat-asam fumarat dan natrium bikarbonat sebagai eksipien dalam pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak [Curcuma xanthorrhiza Roxb.] secara granulasi basah dengan metode desain faktorial - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Optimasi campuran natrium sitrat-asam fumarat dan natrium bikarbonat sebagai eksipien dalam pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak [Curcuma xanthorrhiza Roxb.] secara granulasi basah dengan metode desain faktorial - USD Repository"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Tyas Ayu Puspita

038114132

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2007

(2)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Tyas Ayu Puspita

038114132

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2007

(3)

NATRIUM BIKARBONAT SEBAGAI EKSIPIEN DALAM PEMBUATAN GRANUL EFFERVESCENT EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SECARA GRANULASI BASAH DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL

Yang diajukan oleh : Tyas Ayu Puspita

038114132

Telah disetujui oleh

Pembimbing

Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. Tanggal ...

(4)

GRANUL EFFERVESCENT EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SECARA GRANULASI BASAH

DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL Oleh :

Tyas Ayu Puspita NIM : 038114132

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma pada tanggal : 17 Februari 2007

Mengetahui

Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma

Dekan

Rita Suhadi, M.Si., Apt. Pembimbing:

(Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt.)

Panitia Penguji:

1. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. ...

2. Rini Dwi Astuti, S.Farm., Apt. ...

3. Christine Patramurti, M.Si, Apt. ...

(5)

Kupersembahkan karya ini untuk:

T uha n Y e sus

yang selalu menyertaiku

Ba pa k da n M a m a yang tak henti mendukung setiap langkah hidupku

De ’ N a re s da n Da nu

Pengetahuan yang sejati adalah...

Ketika itu didasarkan pada takut akan Tuhan..

Ketika itu dapat membawa kemuliaan bagi DIA..

Ketika itu dapat berguna untuk memulihkan dunia..

Ketika itu dapat berguna untuk menolong sesama..

Segala pengetahuan di bumi suatu saat akan berlalu

Namun satu hal yang pasti

Selagi hal itu ada, ku tak kan henti tuk

mengusahakannya

Supaya lewat pengetahuan yang ada padaku

Dunia boleh melihat kebesaran-Nya

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi

kekuatan kepadaku

Filipi 4 : 13

(6)

sehingga skripsi berjudul Optimasi Campuran Natrium sitrat–Asam Fumarat dan Natrium Bikarbonat Sebagai Eksipien Dalam Pembuatan Granul Effervescent Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Secara Granulasi Basah Dengan Metode Desain Faktorial dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.), Program Studi Ilmu Farmasi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, khususnya kepada:

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., Selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing dan penguji

yang telah banyak membantu dan mendampingi dalam penyusunan skripsi ini dari awal sampai akhir.

3. Ibu Rini Dwi Astuti, S.Farm., Apt., selaku dosen penguji yang telah banyak memberi masukan, kritik, dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih sempurna.

4. Ibu Christine Patramurti, M.Si, Apt., selaku dosen penguji yang telah banyak memberi masukan, kritik, dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih sempurna.

(7)

6. Dr. Sudibyo Martono, M.S., selaku dosen yang telah membantu dalam penyediaan bahan berupa kurkumin baku sintesis.

7. Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si. dan Bapak Yohanes Dwiatmaka,

M.Si., Apt. yang telah banyak membantu dan memberi masukan selama pengerjaan skripsi ini.

8. Made Dwi Rantiasih dan Lucia Esti Purwandari yang telah menjadi rekan sekerja dalam pengerjaan skripsi ini dari awal sampai akhir sekaligus sebagai teman dan sahabat yang selalu mendukung dan memberikan banyak masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

9. Para laboran: Bapak Musrifin, Bapak Iswandi, Mas Agung, Mas Otok, Mas Wagiran, Mas Sigit, dan Mas Andri, serta Bapak Kiran, laboran Laboratorium Galenika Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, yang telah banyak membantu dalam penyediaan sarana dan prasarana selama penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan yang masih harus diperbaiki. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun sehingga skripsi ini menjadi lebih sempurna.

Penulis

(8)

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, ...

Penulis

Tyas Ayu Puspita

(9)

sebagai eksipien dalam granul effervescent ekstrak rimpang temulawak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek natrium sitrat–asam fumarat, natrium bikarbonat, atau interaksinya yang dominan dalam menentukan sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak. Sifat fisik granul effervescent yang diuji meliputi kecepatan alir, waktu larut, dan kandungan lembab. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mendapatkan area komposisi formula granul effervescent ekstrak rimpang temulawak yang optimum. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni menggunakan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level.

Hasil pengolahan data dengan desain faktorial menunjukkan hasil bahwa natrium bikarbonat merupakan faktor yang diprediksi dominan dalam menentukan kecepatan alir granul effervescent. Waktu larut granul effervescent diprediksi dominan dipengaruhi oleh faktor interaksi antara campuran asam dan natrium bikarbonat. Sedangkan campuran asam antara natrium sitrat dan asam fumarat diprediksi berpengaruh dominan dalam menentukan kandungan lembab granul effervescent. Dari contour plot super imposed ditemukan area optimum kombinasi campuran asam dan natrium bikarbonat dengan sifat fisik granul effervescent yang dikehendaki dalam pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak.

Kata kunci : natrium sitrat, asam fumarat, natrium bikarbonat, ekstrak rimpang temulawak, granul effervescent, desain faktorial.

(10)

effervescent of tumeric extract. The aims of this research were to observe which effect of sodium citrate–fumaric acid, sodium bicarbonate, or their interaction that was dominant in determining physical properties of effervescent granules of tumeric extract. They were effervescent granules’s flow rate, dissolution time, and moisture content. This research was also aimed to find out the optimum composition area of effervescent granules of tumeric extract. This research was pure experimental research using design factorial method with two factors and two levels.

The result of calculation data with design factorial shown that natrium bicarbonate was predicted as the dominant factor in determining effervescent granules’s flow rate. Dissolution time of effervescent granules predicted dominantly determined by interaction factor between acid combination and sodium bicarbonate. Acid combination between sodium citrate and fumaric acid was predicted dominantly determined effervescent granules’s moisture content. It was found out the optimum composition area from acid combination and sodium bicarbonate with desired physical properties in effervescent granules of tumeric extract.

Key words: sodium citrate, fumaric acid, sodium bicarbonate, tumeric extract, effervescent granules, factorial design.

(11)

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

INTISARI... ix

ABSTRACT... x

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan ... 3

2. Keaslian Penelitian... 4

3. Manfaat Penelitian ... 4

B. Tujuan Penelitian ... 5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 6

A. Temulawak... 6

1. Nama tanaman... 6

(12)

B. Maserasi ... 8

C. Ekstrak ... 9

D. Kurkumin ... 10

E. Granul Effervescent... 11

F. Bahan-bahan Pembuatan Granul Effervescent... 14

1. Sumber asam ... 14

2. Sumber karbonat ... 15

3. Bahan pengisi ... 15

4. Bahan pengikat... 15

G. Pemerian Bahan ... 16

1. Natrium sitrat anhidrat ... 16

2. Asam fumarat ... 16

3. Natrium bikarbonat ... 16

4. Laktosa ... 17

5. Aspartam ... 18

6. Polivinilpirolidon (PVP) ... 18

H. Sifat Fisik Granul ... 19

1. Sifat alir... 19

2. Kandungan lembab ... 19

3. Waktu larut... 19

(13)

L. Hipotesis... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 26

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 26

B. Variabel dan Definisi Variabel... 26

C. Definisi Operasional ... 27

D. Bahan Penelitian... 29

E. Alat Penelitian... 29

F. Skema Kerja Penelitian ... 30

G. Tata Cara Penelitian ... 31

1. Determinasi tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ... 31

2. Pengumpulan dan penyiapan simplisia rimpang temulawak ... 31

3. Pembuatan serbuk rimpang temulawak ... 31

4. Pembuatan ekstrak rimpang temulawak ... 32

5. Uji standarisasi ekstrak rimpang temulawak... 32

6. Penentuan dosis ekstrak rimpang temulawak ... 35

7. Penentuan level rendah dan level tinggi natrium sitrat–asam fumarat dan natrium bikarbonat ... 35

8. Formulasi dan pembuatan granul effervescent... 37

9. Pencampuran bahan ... 37

10. Pembuatan granul effervescent... 37

(14)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Hasil Determinasi Simplisia Temulawak... 40

B. Penyiapan dan Pembuatan Serbuk Simplisia rimpang Temulawak... 40

C. Hasil Pembuatan Ekstrak Rimpang Temulawak... 42

D. Hasil Standarisasi Ekstrak Rimpang Temulawak ... 44

1. Pemeriksaan organoleptis ... 45

2. Uji daya lekat ... 45

3. Uji viskositas... 46

4. Uji kandungan lembab ... 46

5. Uji kualitatif menggunakan KLT densitometri ... 48

6. Uji kuantitatif menggunakan KLT densitometri ... 51

E. Formulasi dan Pembuatan Granul Effervescent... 54

F. Uji Sifat Fisik Granul Effervescent... 58

1. Kecepatan alir ... 59

2. Waktu larut... 62

3. Kandungan lembab ... 65

G. Optimasi Formula Granul Effervescent... 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 74

A. Kesimpulan ... 74

B. Saran... 74

(15)
(16)

untuk masing-masing formula granul effervescent... 36

III. Formula granul effervescent ekstrak rimpang temulawak ... 37

IV. Hasil uji standarisasi ekstrak rimpang temulawak ... 44

V. Hasil pemeriksaan organoleptis ekstrak rimpang temulawak... 45

VI. Nilai Rf dan warna bercak hasil KLT densitometri ... 51

VII. Hubungan kadar kurkumin baku dengan area kromatogram untuk pembuatan kurva baku ... 52

VIII. Hasil perolehan kembali dan koefisien variasi kurkumin ... 53

IX. Hasil uji sifat fisik granul effervescent... 59

X. Hasil perhitungan efek terhadap sifat fisik granul effervescent... 59

XI. Hasil perhitungan perolehan kembali dan koefisien variasi kurkumin... 81

XII. Data uji viskositas ekstrak rimpang temulawak... 82

XIII. Data uji daya lekat ekstrak rimpang temulawak ... 83

XIV. Data uji kandungan lembab ekstrak rimpang temulawak ... 83

XV. Kadar kurkumin dalam sampel ... 84

XVI. Data uji kecepatan alir granul effervescent... 91

XVII. Nilai respon kecepatan alir masing-masing formula... 91

XVIII. Nilai efek terhadap kecepatan alir granul effervescent... 92

(17)

XXI. Nilai respon waktu larut masing-masing formula... 95

XXII. Nilai efek terhadap waktu larut granul effervescent... 95

XXIII. Nilai b grafik hubungan peningkatan level campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap waktu larut... 96

XXIV. Data uji kandungan lembab granul effervescent... 98

XXV. Nilai respon kandungan lembab masing-masing formula... 98

XXVI. Nilai efek terhadap kandungan lembab granul effervescent... 99

XXVII. Nilai b grafik hubungan peningkatan level campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap kandungan lembab ... 99

(18)

2. Skema kerja penelitian ... 30

3. Foto hasil KLT ekstrak rimpang temulawak dengan pendeteksi sinar UV 254 nm ... 49

4. Foto hasil KLT ekstrak rimpang temulawak dengan pendeteksi sinar UV 365 nm ... 50

5. Gugus kromofor dan auksokrom kurkumin ... 52

6. Kurva hubungan kadar kurkumin baku dengan area kromatogram untuk pembuatan kurva baku ... 53

7. Grafik hubungan pengaruh peningkatan level campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap kecepatan alir granul effervescent... 60

8. Grafik hubungan pengaruh peningkatan level campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap waktu larut granul effervescent... 64

9. Grafik hubungan pengaruh peningkatan level campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap kandungan lembab granul effervescent... 66

10. Contour plot kecepatan alir granul effervescent... 70

11. Contour plot waktu larut granul effervescent... 71

12. Contour plot kandungan lembab granul effervescent... 72

(19)

16. Kromatogram kurva baku ... 80

17. Foto ekstrak rimpang temulawak ... 82

18. Kromatogram sampel ... 85

19. Granul effervescent ekstrak rimpang temulawak ... 102

20. Contoh hasil larutan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak ... 102

(20)

3. Data perhitungan nilai recovery dan koefisien variasi... 81 4. Uji standarisasi ekstrak rimpang temulawak... 82 5. Penentuan dosis ekstrak rimpang temulawak ... 86 6. Perhitungan level natrium sitrat-asam fumarat dan natrium bikarbonat .... 87 7. Uji sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak... 91 8. Surat pengesahan determinasi ... 103

(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penggunaan obat tradisional di masyarakat bukan merupakan hal yang baru. Obat tradisional mulai muncul dan berkembang sejak jaman nenek moyang. Obat tradisional merupakan potensi dalam perkembangan dunia kefarmasian khususnya di Indonesia, namun sampai saat ini penggunaan obat tradisional masih terbatas khususnya dalam bidang bentuk sediaan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang formulasi obat mendorong pengembangan obat tradisional dalam hal bentuk sediaan. Pengembangan formulasi obat dari bahan alam dapat menghasilkan suatu bentuk sediaan obat yang aman, berkhasiat, dan mudah diterima oleh masyarakat.

Penelitian tentang pengembangan bentuk sediaan obat tradisional telah banyak dilakukan. Natalia (2006) telah melakukan penelitian tentang Optimasi Natrium Sitrat dan Asam Fumarat Dalam Pembuatan Granul Effervescent Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Secara Granulasi Basah. Dalam penelitian tersebut, dilakukan pengembangan formulasi ekstrak rimpang temulawak menjadi suatu bentuk sediaan granul effervescent karena hal ini dirasa penting mengingat temulawak memiliki khasiat dan kegunaan yang sangat beragam, salah satunya yaitu merangsang penciutan volume kandung empedu. Pemilihan bentuk sediaan effervescent didasarkan pada kelebihan bentuk sediaan ini. Penggunaan sediaan effervescent memungkinkan penyiapan larutan dalam

(22)

waktu seketika yang mengandung dosis obat yang tepat, selain itu rasa menyegarkan akibat CO2 yang dihasilkan dari reaksi effervescent merupakan

keunggulan sediaan ini. Dalam penelitian tersebut telah dilakukan optimasi terhadap kombinasi sumber asam yaitu natrium sitrat dan asam fumarat sebagai eksipien granul effervescent ekstrak rimpang temulawak.

Kandungan asam dan basa karbonat dalam sediaan effervescent sangatlah penting mengingat fungsinya yang terkait dengan kecepatan larut sediaan effervescent sebelum dikonsumsi. Asam dan basa karbonat dalam sediaan effervescent dengan adanya air akan bereaksi menghasilkan gas CO2 yang

berfungsi dalam disintegrasi. Mengingat pentingnya kedua jenis eksipien tersebut, bukan hanya sumber asam saja namun juga sumber karbonat, maka perlu dilakukan optimasi terhadap campuran sumber asam dan sumber karbonat dalam pembuatan granul effervescent. Komposisi sumber asam dan sumber karbonat yang optimum akan menghasilkan granul effervescent dengan kualitas yang dikehendaki. Granul effervescent yang dihasilkan diharapkan memenuhi persyaratan uji sifat fisik seperti kecepatan alir, waktu larut, dan kandungan lembab granul effervescent.

(23)

campuran yang lekat dan sukar menjadi granul. Selain itu granul effervescent yang dihasilkan tidak akan stabil karena mudah terjadi reaksi effervescent dini. Hal ini disebabkan sifat higroskopis dari natrium sitrat. Oleh karena itu dengan kombinasi kedua sumber asam ini diharapkan dapat dihasilkan granul effervescent yang stabil dan mudah larut dalam air. Sumber karbonat yang dipilih dalam penelitian ini adalah natrium bikarbonat karena merupakan sumber karbondioksida utama dalam sistem effervescent (Mohrle, 1980).

Optimasi formula dilakukan dengan metode desain faktorial dengan dua faktor dan dua level. Area komposisi formula granul effervescent yang optimum dapat diketahui lewat contour plot super imposed. Selain itu juga dapat diketahui efek yang dominan antara natrium sitrat–asam fumarat, natrium bikarbonat, atau interaksi keduanya yang menentukan sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak.

1. Permasalahan

Permasalahan yang akan diteliti adalah:

a. efek manakah yang diprediksi dominan dalam menentukan sifat fisik granul

effervescent ekstrak rimpang temulawak, campuran natrium sitrat–asam fumarat, natrium bikarbonat, atau interaksi keduanya?

b. apakah ditemukan area komposisi formula campuran natrium sitrat–asam

(24)

2. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang penggunaan ekstrak rimpang temulawak dalam granul effervescent telah dilakukan. Natalia (2006) telah melakukan penelitian tentang Optimasi Natrium Sitrat dan Asam Fumarat Dalam Pembuatan Granul Effervescent Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Secara Granulasi Basah. Penelitian lain terkait penggunaan ekstrak rimpang temulawak dalam sediaan effervescent juga telah dilakukan oleh Anggraeni (2005) mengenai Optimasi Formula Tablet Effervescent Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Dengan Kombinasi Natrium Sitrat dan Asam Fumarat Secara Granulasi Basah: Aplikasi Desain Faktorial. Optimasi Campuran Natrium Sitrat– Asam Fumarat dan Natrium Bikarbonat Sebagai Eksipien Dalam Pembuatan Granul Effervescent Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Secara Granulasi Basah Dengan Metode Desain Faktorial belum pernah dilakukan.

3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis

Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang penggunaan campuran natrium sitrat–asam fumarat dan natrium bikarbonat sebagai eksipien dalam pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak.

b. Manfaat Praktis

(25)

B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. mengetahui efek natrium sitrat–asam fumarat, natrium bikarbonat, atau interaksi keduanya yang diprediksi dominan dalam menentukan sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak.

b. menentukan area komposisi formula campuran natrium sitrat–asam fumarat

(26)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Temulawak 1. Nama tanaman

a. Nama tanaman: Curcuma xanthorrhiza Roxb. b. Sinonim: C. zerumbed majus Rumph.

c. Nama daerah: temulawak (Sumatera); koneng gede, temu raya, temu besar, aci koneng, koneng tegel, temulawak (Jawa); temolabak (Madura); tommo (Bali); tommon (Sulawesi Selatan); karbanga (Ternate).

d. Nama asing: Kiang huang (China), harida, haldi (IP), halud (Bengali), kurkum

(Arab), zardcchobacch (Persia), menjal (Tanil), kunong-huyung (Indochina). e. Nama simplisia: Curcumae Rhizoma (rimpang temulawak) (Dalimartha,

2000).

2. Uraian tanaman

Terna tahunan (perennial) ini tumbuh merumpun dengan batang semu yang tumbuh dari rimpangnya. Batang semu berasal dari pelepah-pelepah daun yang saling menutup membentuk batang. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 2 m. Tiap tanaman berdaun 2-9 helai, berbentuk bulat memanjang atau lanset, panjang 31-84 cm, lebar 10-18 cm, berwarna hijau, pada sisi kiri dan kanan ibu tulang daun terdapat semacam pita memanjang berwarna merah keunguan. Perbungaan termasuk tipe exantha, yaitu jenis temu yang bunganya keluar langsung dari rimpang yang panjangnya mencapai 40-60 cm. Bunga majemuk berbentuk bulir,

(27)

bulat panjang, panjang 9-23 cm, lebar 4-6 cm. Bunga muncul secara bergiliran dari kantong-kantong daun pelindung yang besar dan beraneka ragam dalam warna dan ukurannya. Mahkota bunga berwarna merah. Bunga mekar pada pagi hari dan berangsur-angsur layu pada sore hari. Sejauh ini, temulawak belum pernah dilaporkan menghasilkan buah atau biji. Rimpang dibedakan atas rimpang induk (empu) dan rimpang cabang. Rimpang induk bentuknya jorong atau gelondong, berwarna kuning tua atau cokelat kemerahan, bagian dalam berwarna jingga cokelat. Rimpang cabang keluar dari rimpang induk, ukurannya lebih kecil, tumbuhnya ke arah samping, bentuknya bermacam-macam, dan warnanya lebih muda. Akar-akar di bagian ujung membengkak, membentuk umbi yang kecil (Dalimartha, 2000).

3. Khasiat

(28)

4. Kandungan kimia

Temulawak mengandung fraksi pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri (3-12%). Fraksi pati merupakan kandungan terbesar, jumlah bervariasi antara 48-54% tergantung dari ketinggian tempat tumbuh. Makin tinggi tempat tumbuh maka kadar patinya semakin rendah dan kadar minyak atsirinya semakin tinggi (Dalimartha, 2000). Kurkuminoid dalam temulawak terdiri dari kurkumin dan desmetoksikurkumin (Afifah, 2003). Rimpang temulawak mengandung 1,6-2,2% kurkumin (Karden, 2003).

B. Maserasi

Istilah maserasi berasal dari bahasa Latin macerare, yang artinya ”merendam” (Ansel, 1989). Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar (Anonim, 1986).

(29)

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan (Anonim, 1986). Proses perkolasi memerlukan keterampilan operator yang lebih banyak daripada proses maserasi dan dari kedua proses, perkolasi mungkin lebih mahal dalam pelaksanaannya, karena memerlukan peralatan yang khusus dan waktu yang lebih banyak diperlukan oleh operator (Ansel, 1989). Maserasi merupakan metode ekstraksi yang paling banyak digunakan. Keuntungan maserasi dibandingkan dengan perkolasi dan ekstraksi countercurrent adalah sampel yang kecil dapat disiapkan dengan cara yang sama dengan batch produksi dan teknis. Namun kerugian metode ini yaitu bahwa proses ini tidak sepenuhnya dapat mengekstraksi senyawa (List dan Schmidt, 1989).

C. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Anonim, 1979). Pada ekstrak tumbuhan jika bahan pengekstraksinya sebagian atau seluruhnya diuapkan, maka diperoleh ekstrak, yang dikelompokkan menurut sifat-sifatnya menjadi:

1. ekstrak encer (extractum tenue): sediaan ini memiliki konsistensi seperti madu

dan dapat dituang.

2. ekstrak kental (extractum spissum): sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan

(30)

3. ekstrak kering (extractum siccum): sediaan ini memiliki konsistensi kering dan

mudah digosokkan. Melalui penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan sisanya terbentuk suatu produk, yang sebaiknya menunjukkan kandungan lembab tidak lebih dari 5%.

4. ekstrak cair (extractum fluidum): sediaan ini dibuat sedemikian hingga 1 bagian simplisia sesuai dengan 2 bagian ekstrak cair (Voigt, 1994).

D. Kurkumin

Salah satu kandungan dalam rimpang temulawak yaitu kurkuminoid yang termasuk dalam golongan diarilheptanoid (Tonnesen dan Karlsen, 1985). Kurkuminoid dalam rimpang temulawak terdiri dari kurkumin dan desmetoksikurkumin (Afifah, 2003). Kurkuminoid dalam rimpang temulawak sebesar 8000-20.000 ppm, sedangkan kurkumin sebesar 100-10.000 ppm (Duke, 1992).

O O

HO

H3CO OCH3

OH

Gambar 1. 1,7-Bis-(4-hydroxy-3-methoxy-phenyl)-hepta-1,6-diene-3,5-dione atau kurkumin

(31)

kurkumin atau perubahan kurkumin dalam pelarut. Pada suasana asam, warna larutan kurkumin adalah kuning namun warnanya berubah menjadi orange kemerahan dalam suasana basa (Tonnesen dan Karlsen, 1985). Pada suasana basa, kurkumin akan terdegradasi menjadi asam ferulat dan asam vanilat (Majeed, Vladimir, Uma, Rajendran, 1995). Kurkumin juga dapat terdegradasi dengan adanya cahaya (Tonnesen, Henegouwen, dan Karlsen, 1986).

E. Granul Effervescent

Granul effervescent merupakan granul atau serbuk kasar sampai kasar sekali dan mengandung unsur obat dalam campuran kering, bila ditambah dengan air asam dan basanya bereaksi membebaskan karbondioksida sehingga menghasilkan buih (Ansel, 1989). Granul effervescent dapat dibuat dengan dua metode yaitu metode basah dan metode kering (Aulton, 2002). Metode basah yang dimaksud yaitu metode granulasi basah, sedangkan metode kering yaitu granulasi kering (Linberg, Engfors, Ericsson, 1992). Pada prinsipnya, proses granulasi dalam pembuatan granul effervescent sama dengan granul konvensional (Mohrle, 1980).

(32)

menggunakan panas, menggunakan cairan nonreaktif, dan dengan cairan reaktif (Mohrle, 1980).

1. Granulasi basah

Teknik granulasi basah meliputi pencampuran bahan kering dengan cairan penggranul untuk menghasilkan massa yang dapat digranul. Massa tersebut yang mungkin secara alami plastis dan kohesif, diperkecil ukuran partikelnya sampai mencapai distribusi ukuran partikel yang optimum dan kemudian dikeringkan untuk menghasilkan granul yang kompresibel. Cara lain yaitu dengan mengeringkan massa granul yang terbentuk baru kemudian diperkecil ukuran partikelnya (Mohrle, 1980). Metode granulasi basah dapat dilakukan dengan 3 macam cara:

a. dengan panas

Metode klasik dalam pembuatan granul effervescent meliputi penghilangan air dari bahan hidrat pada suhu yang rendah untuk membentuk massa granul. Proses ini sulit dikontrol untuk mencapai hasil yang reprodusibel (Mohrle, 1980). b. dengan cairan nonreaktif

(33)

Keuntungan dari metode granulasi basah dengan menggunakan cairan nonreaktif adalah tidak semua bahan dalam formulasi perlu kontak dengan cairan penggranul atau panas pada proses pengeringan. Pada beberapa formulasi, dilakukan granulasi terpisah antara komponen asam dan basa untuk menghindari berbagai reaksi. Salah satu kerugian dari cara ini yaitu masih diperlukannya beberapa proses setelah granul dikeringkan. Kerugian lain yaitu uap dari cairan penggranul seringkali berbahaya sehingga harus dihilangkan dan dikumpulkan (Mohrle, 1980).

c. dengan cairan reaktif

Granulating agent yang paling efektif untuk campuran effervescent adalah air. Dalam proses ini air digunakan sebagai pengikat. Air selalu ditambahkan dalam bentuk semprotan halus pada bahan-bahan yang dipilih dalam formulasi ketika dilakukan pencampuran pada ribbon blender. Bahan-bahan tersebut harus lebih dapat melepaskan air yang diserap daripada menyerap dan mengikatnya. Salah satu kerugian dalam proses ini adalah bahwa formula yang mengandung bahan yang rentan terhadap air dan atau panas dapat terdegradasi dengan proses ini (Mohrle, 1980).

2. Granulasi kering

(34)

F. Bahan-bahan Pembuatan Granul Effervescent

Pemilihan bahan dalam pembuatan granul effervescent lebih rumit dibandingkan dengan bahan dalam pembuatan granul konvensional. Hal ini terkait dengan kandungan lembab. Sumber asam dan sumber karbonat dalam granul effervescent dengan adanya air akan bereaksi membebaskan CO2, hal ini akan

menyebabkan granul hancur. Reaksi ini dapat berlangsung dengan adanya sejumlah kecil air yang terikat atau diserap oleh bahan penyusun granul. Jika hal ini terjadi setelah pembuatan granul, akan menyebabkan produk menjadi tidak stabil. Oleh karena itu, bahan penyusun granul dipilih dalam bentuk anhidrat yang sedikit atau tidak menyerap lembab atau bentuk hidrat (mengikat air dalam molekulnya) yang stabil. Kelarutan bahan merupakan sifat lain yang penting dalam pembuatan granul effervescent. Jika bahan tidak larut, maka reaksi effervescent tidak akan terjadi dan granul tidak akan hancur secara cepat (Mohrle, 1980).

1. Sumber asam

Keasaman yang diperlukan untuk reaksi effervescent dapat diperoleh dari tiga sumber utama, yaitu food acid, asam anhidrat, dan garam asam. Beberapa garam asam tertentu seperti natrium dihidrogen fosfat, dinatrium dihidrogen pirofosfat, garam asam sitrat, dan natrium asam sulfit digunakan dalam produk effervescent (Mohrle, 1980).

(35)

menghasilkan reaksi effervescent. Air tidak boleh digunakan dalam proses produksi yang melibatkan bentuk anhidrat karena anhidrat akan terlebih dahulu berubah menjadi bentuk asam yang bersesuaian sebelum produk digunakan (Mohrle, 1980).

2. Sumber karbonat

Sumber karbonat digunakan sebagai bahan penghancur dan sumber timbulnya gas karbondioksida pada produk effervescent. Sumber karbonat yang biasa digunakan dalam produk effervescent adalah natrium bikarbonat (NaHCO3)

dan natrium karbonat (Na2CO3) (Mohrle, 1980).

3. Bahan pengisi

Pada peracikan obat dalam jumlah yang sangat kecil diperlukan bahan pengisi, untuk memungkinkan suatu pengempaan. Bahan pengisi ini menjamin granul memiliki ukuran atau massa yang dibutuhkan (Voigt, 1994). Pengisi juga dapat ditambahkan untuk memperbaiki daya kohesi sehingga dapat dikempa langsung atau untuk memacu aliran (Banker dan Anderson, 1986).

4. Bahan pengikat

(36)

G. Pemerian Bahan 1. Natrium sitrat anhidrat

Natrium sitrat berbentuk anhidrat, mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C6H5Na2O7 dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian

berupa hablur, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih. Kelarutan dalam bentuk hidrat mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih, tidak larut dalam etanol (Anonim, 1995).

2. Asam fumarat

Meskipun keasamannya kuat namun asam fumarat tidak umum digunakan dalam sediaan effervescent karena kelarutannya yang rendah dalam air. Asam fumarat tidak higroskopis dan paling ekonomis diantara food acid (Mohrle, 1980). Asam fumarat merupakan sumber asam yang memiliki sifat kompresi yang paling baik (Mohrle, 1980).

Asam fumarat berwarna putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau, berupa serbuk kristal. Kelarutan dalam air yaitu 4,5 g/L dan dalam etanol (100%) adalah 36 g/L pada suhu 20 oC (Linberg, et. al, 1992).

3. Natrium bikarbonat

Natrium bikarbonat merupakan sumber karbondioksida utama dalam sistem effervescent. Natrium bikarbonat larut dalam air, tidak higroskopis, murah, dan banyak tersedia. Natrium bikarbonat merupakan sumber karbonat yang memiliki sifat kompresi yang paling baik (Mohrle, 1980).

(37)

serbuk hablur, putih. Stabil di udara kering, tetapi dalam udara lembab secara perlahan-lahan terurai. Kelarutan, larut dalam air, tidak larut dalam etanol (Anonim, 1995).

4. Laktosa

Laktosa adalah gula yang diperoleh dari susu. Laktosa memiliki rumus molekul C12H22O11. Pemerian berupa serbuk atau massa hablur, keras, putih atau

putih krem. Tidak berbau dan rasa sedikit manis. Stabil di udara namun mudah menyerap bau. Kelarutan, mudah larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air mendidih, sangat sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan dalam eter (Anonim, 1995).

Laktosa merupakan bahan pengisi yang paling banyak dipakai karena tidak bereaksi dengan hampir semua bahan obat, baik yang digunakan dalam bentuk hidrat maupun anhidrat. Laktosa bentuk anhidrat dapat menyerap lembab bila terkena udara sehingga meningkatkan kelembaban sediaan. Sediaan seperti itu harus dikemas secara hati-hati untuk mencegah terkena udara lembab (Banker dan Anderson, 1986).

5. Aspartam

(38)

Aspartam stabil ketika kering namun dapat terhidrolisis dengan adanya lembab (Allen, 2002).

Penggunaan aspartam sebagai pemanis buatan masih diijinkan di Indonesia berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.5.1.4547 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, namun wajib mencantumkan peringatan fenilketonuria: mengandung fenilalanin, yang ditulis dan terlihat jelas pada label jika makanan atau minuman atau sediaan menggunakan pemanis buatan aspartam (Anonim, 2004). Batas penggunaan aspartam sebagai bahan pemanis tambahan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No: 208/Men.Kes./PER/IV/1985 tentang Pemanis Buatan adalah 0-40 mg/kg BB/hari (Anonim, 1985).

6. Polivinilpirolidon (PVP)

PVP adalah hasil polimerisasi 1-vinilpirolid-2-on. Dalam berbagai bentuk polimer dengan rumus molekul (C6H9NO)n, bobot molekul berkisar antara 10.000

hingga 700.000. Pemerian, berupa serbuk putih atau putih kekuningan, berbau lemah atau tidak berbau, dan higroskopis. Kelarutan, mudah larut dalam air, dalam etanol P, dalam kloroform P, kelarutan tergantung dari bobot molekul rata-rata, praktis tidak larut dalam eter P (Anonim, 1979).

(39)

H. Sifat Fisik Granul 1. Sifat alir

Metode yang paling sederhana untuk menentukan sifat alir secara langsung yaitu dengan mengukur kecepatan dimana serbuk keluar melalui hopper. Hopper harus dipilih untuk menghasilkan model yang baik untuk pengukuran sifat alir (Staniforth, 2002). Menurut Guyot, apabila waktu yang diperlukan oleh 100 gram granul untuk mengalir lebih lama dari 10 detik (T > 10 detik) dapat dikatakan bahwa dalam fabrikasi pada skala industri akan dijumpai kesulitan dalam hal regularitas berat sediaan (cit., Fudholi, 1983).

2. Kandungan lembab

Kandungan lembab dapat mempengaruhi sifat fisika kimia sediaan padat. Keseimbangan kandungan lembab dapat mempengaruhi aliran dan karakteristik kompresi serbuk, kekerasan granul dan tablet, serta stabilitas obat (Wedke, Serajudin, dan Jacobson, 1989). Persyaratan kandungan lembab untuk granul effervescent antara 0,4%-0,7 % (Fausett, Gayser, dan Dash, 2000).

3. Waktu larut

Granul effervescent yang baik diharapkan terlarut dalam waktu sampai 1 atau 2 menit membentuk larutan yang jernih. Dengan kata lain residu yang tidak larut harus seminimal mungkin (Mohrle, 1980).

I. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Densitometri

(40)

bersangkutan, yang terlebih dahulu dipisahkan dengan cara kromatografi lapis tipis. Penetapan kadar suatu senyawa menggunakan KLT densitometri ada dua cara. Cara yang pertama yaitu penotolan dilakukan bersamaan antara senyawa baku dan senyawa yang bersangkutan, kemudian dielusi. Kadar senyawa bersangkutan ditentukan dengan membandingkan harga AUC (area under curve) terhadap senyawa baku. Cara yang kedua yaitu dengan membuat kurva baku hubungan antara jumlah zat baku dengan AUC (Wardani, 2003).

Alat TLC Scanner memiliki sumber sinar yang dapat digerakkan di atas bercak-bercak pada lempeng KLT atau lempeng KLT dapat digerakkan menyusuri berkas sinar yang berasal dari sumber sinar. Teknik pengukurannya dapat didasarkan atas sinar yang diserap (absorbansi), sinar yang dipantulkan (reflaktansi), atau sinar yang difluoresensikan (fluoresensi). Sinar yang datang sebagian diserap dan sebagian lagi dipantulkan. Banyaknya sinar yang diserap sebanding dengan jumlah zat pada bercak yang terkena sinar tersebut.

Penelusuran bercak dapat pula dilakukan secara horisontal maupun vertikal (scanning horizontal atau scanning vertical). Penelusuran bercak secara horisontal dapat dilakukan satu per satu atau apabila bercak yang diperoleh pada pelat segaris, dapat dilakukan penelusuran semua bercak sekaligus.

(41)

akan mendapatkan hasil yang baik apabila dilakukan pada panjang gelombang maksimum (Wardani, 2003).

Dalam penetapan kadar kurkumin yang terdapat sebagai kurkuminoid, harus dipilih metode penetapan yang dapat memisahkan kurkumin dari turunan desmetoksinya. Metode penetapan kadar kurkumin dalam kurkuminoid secara KLT densitometri memiliki selektivitas, sensitivitas, dan ketelitian yang cukup tinggi, pengerjaannya mudah dan cepat, serta biaya yang dibutuhkan relatif murah (Martono, 1996).

J. Desain Faktorial

Desain faktorial adalah desain yang dipilih untuk menentukan pengaruh secara simultan dari beberapa faktor dan interaksinya. Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas (Bolton, 1990).

(42)

Tabel I. Notasi Formula Desain Faktorial

Formula Faktor A Faktor B Interaksi

1 - - +

a + - -

b - + -

ab + + +

Pada desain faktorial dua level dan dua faktor (A dan B) diperlukan 4 percobaan (2n = 4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan faktor). Keempat percobaan tersebut yaitu, (1) A dan B masing-masing pada level rendah, (a) A pada level tinggi dan B pada level rendah, (b) A pada level rendah dan B pada level tinggi, (ab) A dan B masing-masing pada level tinggi.

Persamaan umum dari desain faktorial adalah sebagai berikut: Y = b0 + b1 XA + b2 XB + b12 XA XB

Y = respon hasil atau sifat yang diamati XA, XB = level bagian A dan B

b0, b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan

Besarnya efek dapat dihitung dengan mengurangkan rata-rata respon pada level tinggi dengan rata-rata respon pada level rendah (Bolton, 1990). Konsep perhitungan efek adalah sebagai berikut:

(43)

Interaksi dapat diketahui dari grafik hubungan respon dan level faktor. Jika kurva menunjukan garis sejajar, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada interaksi antar eksipien dalam menentukan respon. Jika kurva menunjukkan garis yang tidak sejajar, maka dapat dikatakan bahwa ada interaksi antar eksipien dalam menentukan respon (Bolton, 1990).

Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan yaitu mempunyai efisiensi yang maksimal dalam memperkirakan efek yang dominan dalam menentukan respon. Keuntungan utamanya yaitu dapat mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek interaksi antar faktor. Metode ini ekonomis dalam arti dapat mengurangi jumlah penelitian jika dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor secara terpisah (Muth, 1999).

K. Landasan Teori

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) mempunyai khasiat laktagoga, kolagoga, antiinflamasi, tonikum, dan diuretik. Rimpang temulawak mengandung zat kuning kurkumin, minyak atsiri, pati, protein, lemak (fixed oil), selulosa, dan mineral. Rimpang temulawak mengandung 1,6-2,2% kurkumin. Salah satu khasiat kurkumin dalam rimpang temulawak yaitu berperan dalam penciutan kandung empedu manusia.

(44)

Granul effervescent merupakan granul yang mengandung asam dan karbonat atau bikarbonat yang bereaksi dengan cepat pada penambahan air dengan melepaskan gas CO2. Keuntungan granul effervescent sebagai bentuk

sediaan obat adalah kemungkinan penyiapan larutan dalam waktu seketika, yang mengandung dosis obat yang tepat. Kerugian dalam granul effervescent ialah kesukaran untuk menghasilkan produk yang stabil secara kimia. Sistem effervescent tidak stabil dengan adanya lembab.

Salah satu metode yang digunakan dalam pembuatan granul effervescent adalah metode granulasi basah dengan menggunakan cairan non reaktif. Keuntungan dari metode ini adalah tidak semua bahan dalam formulasi perlu kontak dengan cairan penggranul atau panas pada proses pengeringan. Namun kerugiannya yaitu masih diperlukannya beberapa proses setelah granul dikeringkan. Selain itu uap dari cairan penggranul, biasanya etanol atau isopropanol, seringkali berbahaya sehingga harus dihilangkan dan dikumpulkan.

Sumber asam dan sumber karbonat dalam granul effervescent dengan adanya air akan bereaksi membebaskan CO2, hal ini akan menyebabkan granul

(45)

asam secara keseluruhan. Sumber basa karbonat yang paling umum digunakan dalam sediaan effervescent yaitu natrium bikarbonat.

Metode desain faktorial digunakan dalam optimasi formula granul effervescent dengan campuran natrium sitrat–asam fumarat dan natrium bikarbonat. Dengan campuran natrium sitrat–asam fumarat dan natrium bikarbonat pada konsentrasi tertentu, diharapkan dapat dihasilkan granul effervescent yang memenuhi persyaratan uji sifat fisik seperti kecepatan alir, kandungan lembab, dan waktu larut granul effervescent. Hasil uji diolah berdasarkan rumus desain faktorial, Y = b0 + b1 XA + b2 XB + b12 XA XB. Area

komposisi formula granul effervescent yang optimum dapat ditentukan lewat contour plot super imposed. Selain itu dapat diketahui pula efek yang dominan antara natrium sitrat–asam fumarat, natrium bikarbonat, atau interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisik granul effervescent.

L. Hipotesis

(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan termasuk dalam jenis penelitian

eksperimental murni menggunakan desain faktorial dengan dua faktor dan dua

level.

B. Variabel Penelitian

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. variabel bebas:

a. natrium sitrat-asam fumarat

Level tinggi: 960 mg (natrium sitrat 640 mg dan asam fumarat 320 mg)

Level rendah: 600 mg (natrium sitrat 400 mg dan asam fumarat 200 mg)

b. natrium bikarbonat, level rendah 357 mg dan level tinggi 571 mg.

2. variabel tergantung

Sifat fisik granul, meliputi kecepatan alir, waktu larut, dan kandungan lembab.

3. variabel pengacau terkendali

Umur tanaman temulawak, sifat fisik ekstrak, RH lingkungan, dan suhu

ruangan.

4. variabel pengacau tak terkendali

Kandungan lembab awal bahan-bahan tambahan pembuatan granul

effervescent.

(47)

C. Definisi Operasional

1. Granul effervescent merupakan granul atau serbuk kasar sampai kasar sekali

yang mengandung ekstrak rimpang temulawak sebagai bahan obat dengan

natrium sitrat dan asam fumarat sebagai sumber asam dan natrium bikarbonat

sebagai sumber basa yang bereaksi cepat pada penambahan air dengan

menghasilkan gas CO2.

2. Ekstrak rimpang temulawak adalah ekstrak yang diperoleh dari serbuk

rimpang temulawak yang diekstraksi dengan cara maserasi dengan pelarut

etanol 96%.

3. Eksipien adalah bahan tambahan dalam pembuatan granul effervescent ekstrak

rimpang temulawak yang berupa sumber asam (natrium sitrat–asam fumarat),

sumber karbonat (natrium bikarbonat), dan bahan-bahan tambahan lain yang

digunakan dalam pembuatan granul tersebut.

4. Sifat fisik granul effervescent adalah parameter yang menentukan bahwa

granul yang dihasilkan memenuhi persyaratan, meliputi kecepatan alir > 10

gram/detik, kandungan lembab 0,4%-0,7%, dan waktu larut ≤ 120 detik.

5. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor. Penelitian ini menggunakan 2

level yaitu level tinggi dan level rendah, level tinggi campuran asam adalah

960 mg (natrium sitrat 640 mg dan asam fumarat 320 mg) dan level rendah

campuran asam adalah 600 mg (natrium sitrat 400 mg dan asam fumarat 200

(48)

6. Faktor adalah besaran yang memberikan pengaruh terhadap respon. Penelitian

ini menggunakan dua faktor yaitu natrium sitrat–asam fumarat sebagai faktor

pertama dan natrium bikarbonat sebagai faktor kedua.

7. Respon adalah sifat atau hasil percobaan yang diamati. Dalam penelitian ini

terdapat 3 respon yaitu kecepatan alir, kandungan lembab dan waktu larut.

8. Interaksi berarti bahwa efek faktor 1 yang diukur saat pada level rendah faktor

2 berbeda dengan efek faktor 1 ketika diukur pada level tinggi faktor 2,

demikian juga sebaliknya.

9. Kecepatan alir adalah kecepatan granul dengan bobot 100 gram untuk

mengalir melewati corong Hopper. Kandungan lembab adalah jumlah lembab

yang terdapat dalam granul effervescent. Waktu larut adalah waktu yang

dibutuhkan granul untuk larut dalam 200 ml air dengan pengadukan sebanyak

10 kali.

10.Komposisi optimum adalah komposisi natrium sitrat–asam fumarat dan

natrium bikarbonat yang menghasilkan granul effervescent dengan kecepatan

alir > 10 gram/detik, kandungan lembab 0,4%-0,7%, dan waktu larut ≤ 120

detik.

11.Contour plot adalah grafik yang memuat nilai respon sifat fisik granul

effervescent berdasarkan persamaan desain faktorial.

12.Contour plot super imposed adalah grafik yang merupakan gabungan

masing-masing contour plot sifat fisik granul effervescent yang digunakan untuk

menentukan area komposisi optimum campuran asam (natrium sitrat-asam

(49)

D. Bahan Penelitian 1. Bahan pembuatan ekstrak

Rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dari Samigaluh,

Kulon Progo dengan umur tanaman 2 tahun, etanol 96% (kualitas teknis),

aquadest, dan heksan (kualitas teknis).

2. Bahan pembuatan granul effervescent

Ekstrak rimpang temulawak, laktosa (kualitas farmasi), asam fumarat

(kualitas farmasi), natrium sitrat anhidrat (kualitas farmasi), natrium bikarbonat

(kualitas farmasi), aspartam (kualitas farmasi), PVP (kualitas farmasi), dan etanol

70%.

3. Bahan untuk KLT Densitometri

Kloroform (pro analisis), etanol (pro analisis), aquadest, kurkumin baku

hasil sintesis Curcumin Research Center Fakultas Farmasi Universitas Gajah

Mada, TLC Aluminium sheets precoated silica gel 60 F254 (20 x 20 cm) tebal 0,2

mm (E. Merck).

E. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas

(Pyrex), bejana stainless, neraca elektrik (Mettler Toledo GB 3002), alat pengukur

waktu alir (Laboratoriun FTS Padat USD), alat penguji kekentalan (Viscotester

VT-04 RION), stopwatch digital (Illuminator, Casio), pengayak granul

(Laboratory Sieve, IML), oven (Laboratorium Teknologi Sediaan Padat USD),

(50)

(Refrigerator, Toshiba), Dual Wavelength Chromatoscanner Shimadzu CS-930

digabungkan dengan data recorder Shimadzu DR-2, Direct Reading Microbalance

Shimadzu Type LM-20 (Readability 0,001 mg).

F. Skema Kerja Penelitian

Pengumpulan bahan

Pembuatan sebuk rimpang temulawak

Pembuatan ekstrak rimpang temulawak

Pembuatan granul

Pembuatan granul asam Pembuatan granul basa

Uji standarisasi ekstrak rimpang temulawak

Pencampuran granul asam dan basa

Uji sifat fisik granul effervescent

Analisis data

Kesimpulan

(51)

G. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Determinasi tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dilakukan

di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta menggunakan buku acuan Atlas Tumbuhan Obat Indonesia

Jilid 2 (Dalimartha, 2000) untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan

dalam penelitian ini adalah benar Curcuma xanthorrhiza Roxb.

2. Pengumpulan dan penyiapan simplisia rimpang temulawak

Rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) diperoleh dari

Samigaluh, Kulon Progo. Rimpang dicuci dengan air mengalir untuk

menghilangkan kotoran kemudian dilakukan sortasi basah untuk memisahkan

rimpang temulawak dari kemungkinan adanya campuran rimpang lain atau dari

bagian tanaman lain. Rimpang dikupas kulitnya lalu diiris tipis-tipis (± 3mm).

Pengeringan rimpang temulawak dilakukan di bawah sinar matahari dengan

ditutup kain hitam sampai kering ditandai dengan mudah dipatahkan atau hancur

bila diremas. Setelah simplisia kering, dilakukan sortasi kering untuk memisahkan

kemungkinan pengotor yang masih tertinggal dan simplisia yang rusak. Untuk

menyempurnakan pengeringan maka dilakukan pengeringan dengan oven sebelum

simplisia diserbuk, menggunakan suhu 50oC sampai simplisia kering ditandai

dengan mudah dipatahkan atau hancur bila diremas.

3. Pembuatan serbuk rimpang temulawak

Simplisia yang sudah kering diserbuk dengan mesin penyerbuk kemudian

(52)

4. Pembuatan ekstrak rimpang temulawak

Ekstrak diperoleh dengan proses maserasi serbuk rimpang temulawak

dengan cairan penyari berupa etanol 96%. Maserasi dilakukan dengan membasahi

serbuk temulawak dengan cairan penyari dengan perbandingan serbuk dan cairan

penyari yaitu 1:5 (Ansel, 1989) selama 4 hari (Voigt, 1994). Serbuk rimpang

temulawak sejumlah 12 kg dibasahi dengan 60 l etanol 96%. Setelah 4 hari, sari

diserkai dengan kain dan diambil cairan ekstraknya. Cuci sisa serbuk rimpang

temulawak yang telah diperas dengan pelarut dan serkai kembali dengan kain

sehingga volume total maserat yang diperoleh mencapai volume awal yaitu 60 l.

Untuk memisahkan amilum, ekstrak yang diperoleh dibiarkan selama 2 hari di

tempat yang sejuk dan terlindung dari cahaya, kemudian endapan yang terbentuk

(amilum) dipisahkan (Anonim, 1979). Ekstrak yang diperoleh dimurnikan dengan

heksan dengan perbandingan volume 1:1 untuk menghilangkan resin dengan cara

ekstraksi pelarut. Fase etanol diambil dan dilakukan penguapan menggunakan

waterbath dengan suhu 50–60oC sampai tersisa 1/9 bagian dari bobot awal serbuk

yang diekstraksi.

5. Uji standarisasi ekstrak rimpang temulawak a. Pemeriksaan organoleptis

Pemeriksaan organoleptis meliputi: warna, bau, rasa, dan konsistensi

ekstrak.

b. Uji daya lekat

Uji daya lekat dilakukan menggunakan dua buah gelas objek seluas 2,5 x

(53)

pada titik tengah tersebut, kemudian ditutup dengan gelas objek yang lain dan

ditekan dengan beban seberat 1 kg selama 5 menit. Kedua gelas objek yang saling

berlekatan dipasang pada alat uji dengan beban seberat 80 gram. Dicatat waktu

yang diperlukan sampai kedua gelas objek terpisah (Voigt, 1994).

c. Uji kandungan lembab

Uji kandungan lembab dilakukan menggunakan metode gravimetri.

Kurang lebih 10 g ekstrak yang telah ditimbang seksama, dipanaskan pada suhu

105 oC selama 5 jam kemudian ditimbang. Pemanasan dilanjutkan dan timbang

setiap 1 jam sampai perbedaan antara dua penimbangan berturut-turut tidak lebih

dari 0,25% (Anonim, 1995).

d. Uji viskositas

Uji ini dilakukan menggunakan viscotester electric. Ekstrak dimasukkan

ke dalam bejana stainless steel dan dipilih rotor yang sesuai dengan konsistensi

ekstrak. Rotor dipasang pada alat uji dan diatur sehingga rotor tercelup dalam

ekstrak dan alat uji kemudian dihidupkan. Dicatat skala yang ditunjukkan oleh

jarum sesuai nomor rotor yang dipakai.

e. Uji kualitatif menggunakan KLT densitometri

Timbang seksama lebih kurang 25 mg ekstrak rimpang temulawak

kemudian larutkan dalam 10,0 ml etanol p.a. Lakukan pemisahan secara

kromatografi lapis tipis diikuti deteksi bercak menggunakan sinar UV 254 nm dan

365 nm. Hitung nilai Rf kurkumin sampel kemudian bandingkan dengan nilai Rf

kurkumin baku (Martono, 1996).

(54)

f. Uji kuantitatif menggunakan KLT densitometri

1). Penyiapan larutan baku kurkumin, perolehan kembali (recovery) dan

koefisien variasi (CV)

Timbang kurkumin sintesis seksama lebih kurang 25 mg, larutkan dalam

etanol p.a. ad 25,0 ml (larutan induk = 1,0 g/l). Buat pengenceran larutan induk

dengan etanol hingga diperoleh seri larutan baku yang mengandung kurkumin

0,12; 0,14; 0,18; 0,23; dan 0,35 μg/μl (masing-masing 4 kali) dengan cara

mengambil 1,2; 1,4; 1,8; 2,3; dan 3,5 ml larutan induk kemudian diencerkan

dengan etanol p.a. ad 10,0 ml. Semua larutan baku harus terlindung dari cahaya.

Larutan ditotolkan sebanyak 1μl pada lempeng silica-gel 60 F254 kemudian segera

dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhi dengan campuran

kloroform:etanol:aquadest (25:0,96:0,04). Pengembangan dilakukan setinggi 6,5

cm. Segera keluarkan lempeng silica-gel, dikeringkan dan secepatnya discanning

dengan densitometer pada λ 420 nm. Hitung persamaan garis regresi linier untuk

digunakan sebagai kurva baku. Kemudian dihitung kadar kurkumin (yang

diperoleh kembali) dengan menggunakan persamaan garis regresi kurva baku

hasil perhitungan. Selanjutnya dihitung nilai perolehan kembali dan koefisien

variasinya.

2). Penetapan kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak

Hasil pemisahan sampel ekstrak rimpang temulawak yang telah dipisahkan

secara kromatografi lapis tipis di-scanning densitometri seperti pada larutan baku.

Kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak dihitung berdasarkan

(55)

persamaan regresi linier dari kurkumin baku. Selanjutnya dihitung kadar rata-rata

dan standar deviasinya (SD) (Martono, 1996).

6. Penentuan dosis ekstrak rimpang temulawak

Dosis kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak sebagai perangsang

penciutan volume kandung empedu dalam penelitian “Efek Kurkumin Pada

Kandung Empedu Manusia” adalah 20 mg untuk sekali minum (Lelo, 1998).

Dosis kurkumin dihitung berdasarkan kadar kurkumin dalam ekstrak yang

ditetapkan secara KLT densitometri. Dosis ekstrak rimpang temulawak dihitung

sebagai dosis kurkumin dalam ekstrak.

Kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak = 6.11 %.

Maka berat ekstrak rimpang temulawak yang digunakan adalah:

mg

6. Penentuan level rendah dan level tinggi natrium sitrat–asam fumarat dan natrium bikarbonat

Berdasarkan desain faktorial dengan dua faktor (natrium sitrat–asam

fumarat dan natrium bikarbonat) dan dua level. Dari penelitian sebelumnya

diperoleh level rendah untuk natrium sitrat sebesar 200 mg, asam fumarat 200 mg,

sedangkan level tinggi untuk natrium sitrat sebesar 1000 mg, asam fumarat 1000

mg (Natalia, 2006). Dari contour plot super imposed respon kecepatan alir dan

waktu larut granul pada penelitian tersebut dapat ditemukan area optimum.

Selanjutnya, dari area tersebut dapat diambil satu titik yang kemudian digunakan

untuk menentukan level tinggi dan level rendah penelitian ini. Titik yang diambil

(56)

x1 : x2 = 915 : 457,5 (x1 adalah faktor natrium sitrat dan x2 adalah faktor asam

fumarat).

Menurut Wehling dan Fred, 2004, komposisi asam yang paling baik dalam

sediaan effervescent adalah 25-40% dari bobot total. Bobot granul total yang

ditentukan yaitu 2400 mg. Jadi jumlah campuran asam yang digunakan yaitu

600-960 mg. Dengan demikian dapat ditentukan campuran natrium sitrat dan asam

fumarat yang digunakan pada level rendah adalah 600 mg, sedangkan untuk level

tinggi sebesar 960 mg.

Dengan perbandingan antara natrium sitrat dan asam fumarat yang

diperoleh dari titik yang diambil dari contour plot super imposed respon

kecepatan alir dan waktu larut granul pada penelitian Natalia (2006), dapat

ditentukan masing-masing jumlah natrium sitrat dan asam fumarat untuk tiap level

campuran asam. Sedangkan jumlah natrium bikarbonat yang digunakan untuk

level tinggi dan rendah dapat dihitung secara stoikiometri terhadap jumlah

campuran natrium sitrat dan asam fumarat pada masing-masing level. Jumlah

natrium sitrat, asam fumarat, dan natrium bikarbonat hasil perhitungan untuk tiap

formula adalah sebagai berikut:

Tabel II. Jumlah natrium sitrat, asam fumarat, dan natrium bikarbonat untuk masing-masing formula granul effervescent

(57)

7. Formulasi dan pembuatan granul effervescent

Pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak dibuat dalam 4

formula dengan variasi sumber asam dan basa.

Tabel III. Formula granul effervescent ekstrak rimpang temulawak Bahan (mg) Formula 1 Formula a Formula b Formula ab Ekstrak rimpang

temulawak 327 327 327 327

Natrium sitrat 400 640 400 640

Asam fumarat 200 320 200 320

Natrium bikarbonat 357 357 571 571

Aspartam 50 50 50 50

Laktosa 1061 1061 1061 1061

PVP 21 21 21 21

8. Pencampuran bahan

Bahan-bahan dicampur sesuai dengan formula masing-masing dan dibuat

dalam bentuk granul. Pencampuran bahan dan seluruh proses granulasi dilakukan

pada ruangan tertutup dengan suhu 25oCdankelembaban relatif 50-53%.

9. Pembuatan granul effervescent

Granul yang dibuat ada 2 macam yaitu granul asam dan granul basa.

Granul asam dibuat dengan campuran ekstrak rimpang temulawak, sumber asam

(natrium sitrat–asam fumarat), laktosa, dan PVP (dalam etanol 70% dengan

konsentrasi 3%) sebagai cairan pengikat. Granul basa dibuat dengan campuran

sumber basa (natrium bikarbonat), laktosa, aspartam, dan larutan PVP sebagai

pengikat. Massa granul basah diayak dengan ayakan ukuran mesh no. 12, lalu

granul dikeringkan. Granul asam dan granul basa dikeringkan dengan oven

(58)

diayak dengan ayakan 30/40 kemudian dilakukan pencampuran antara granul

asam dan granul basa. Granul yang diperoleh kemudian diuji sifat fisiknya.

10.Pemeriksaan sifat fisik granul effervescent a. Kecepatan alir

Granul ditimbang seberat 100 gram kemudian dituang secara

perlahan-lahan ke dalam corong pengukur lewat tepi corong. Buka tutup corong, biarkan

granul mengalir keluar. Dicatat waktu yang dibutuhkan granul sampai semua

granul mengalir keluar dengan menggunakan stopwatch (Voigt, 1994).

b. Waktu larut

Penentuan waktu larut granul effervescent dilakukan dengan cara

melarutkan sejumlah granul sesuai dengan bobot formula masing-masing ke

dalam 200 ml air (Wehling, 2004), kemudian dicatat waktu mulai dimasukkan

kedalam air sampai semua granul habis terlarut. Syarat waktu larut granul adalah

≤ 120 detik (Mohrle, 1980).

c. Uji kandungan lembab

Penentuan kandungan lembab granul dilakukan menggunakan oven. Oven

dipanaskan pada suhu 105oC selama 5 menit. Ditimbang granul sejumlah 5 gram

untuk masing-masing formula kemudian dimasukkan ke dalam oven. Atur waktu

pengeringan hingga selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,25% (Ansel,

1989). Persen kandungan lembab yang ditunjukkan merupakan hasil bagi antara

selisih bobot granul dengan bobot granul akhir dikalikan 100% (Voigt, 1994).

(59)

11.Penentuan rumus dan contour plot sifat fisik granul effervescent

Penentuan rumus sifat fisik granul effervescent dilakukan dengan metode

desain faktorial dengan menggunakan rumus:

Y = b0 + b1 XA + b2 XB + b12 XA XB

Y = respon hasil atau sifat yang diamati

XA, XB = level bagian A dan B

b0, b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan

Dari persamaan yang diperoleh, maka dapat dibuat contour plot sifat fisik granul

effervescent serta contour plot super imposed untuk menentukan area optimum.

H. Analisis Hasil

Berdasarkan rumus Y = bo + b1XA + b2XB + b12XAXB dapat dibuat contour

plot sifat fisik granul effervescent. Dari contour plot tersebut kemudian

digabungkan menjadi contour plot super imposed untuk mengetahui komposisi

(60)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Determinasi Simplisia Temulawak

Determinasi simplisia temulawak bertujuan untuk memastikan kebenaran

rimpang yang digunakan dalam penelitian. Kesalahan penggunaan tanaman dapat

menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Determinasi tanaman dilakukan di

Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma. Determinasi dilakukan dengan pembuatan herbarium basah tanaman

temulawak yang kemudian akan dicocokkan dengan buku acuan ”Atlas

Tumbuhan Obat Indonesia” (Dalimartha, 2000). Hasil determinasi menunjukkan

bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah benar-benar tanaman

temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.).

B. Penyiapan dan Pembuatan Serbuk Simplisia rimpang Temulawak Rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) diperoleh dari

Samigaluh, Kulon Progo. Pencucian rimpang temulawak dengan air mengalir

dimaksudkan untuk menghilangkan tanah atau kotoran lain yang menempel pada

rimpang. Sortasi basah dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan rimpang

temulawak dari kemungkinan adanya campuran rimpang lain atau dari bagian

tanaman lain yang tidak diinginkan.

Rimpang yang telah dikupas kulitnya kemudian diiris tipis-tipis (± 3mm).

Pengirisan ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam pengeringan,

(61)

pengepakan, dan penyerbukan. Pengirisan rimpang perlu dilakukan dengan

ketebalan tertentu (± 3mm) karena pengirisan dengan ketebalan terlalu besar akan

memperlama waktu pengeringan. Sebaliknya, semakin tipis irisan rimpang

menyebabkan waktu pengeringan semakin cepat. Namun, irisan yang terlalu tipis

dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah

menguap sehingga dapat mempengaruhi komposisi bau dan rasa. Oleh karena itu,

pengirisan yang terlalu tipis sebaiknya dihindari.

Pengeringan rimpang temulawak dilakukan di bawah sinar matahari

dengan ditutup kain hitam. Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan simplisia

yang tidah mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.

Pengeringan akan menyebabkan kadar air dalam simplisia berkurang dan reaksi

enzimatik terhenti sehingga penurunan mutu dan perusakan simplisia dapat

dicegah. Penutupan dengan kain hitam dilakukan untuk mencegah kontak

langsung rimpang dengan sinar matahari karena hal ini dapat menyebabkan

zat-zat yang mudah rusak akibat sinar matahari dapat berkurang.

Sortasi kering dilakukan setelah simplisia kering yang ditandai dengan

mudah dipatahkan atau hancur bila diremas. Hal ini dilakukan untuk memisahkan

kemungkinan pengotor yang masih tertinggal dan simplisia yang rusak. Untuk

menyempurnakan pengeringan maka dilakukan pengeringan dengan oven sebelum

simplisia diserbuk, menggunakan suhu 50oC sampai simplisia kering ditandai

dengan mudah dipatahkan atau hancur bila diremas. Simplisia yang sudah kering

diserbuk dengan tujuan untuk memperkecil ukuran partikel sehingga luas

(62)

Semakin luas permukaan kontak antara simplisia dan cairan penyari maka

penyarian akan semakin baik. Penyerbukan simplisia yang terlalu halus

sebaliknya, harus dihindari karena ukuran partikel sebuk yang terlalu kecil

menyebabkan ruang antar sel berkurang sehingga cairan penyari akan sulit untuk

menembus ruang antar sel tersebut.

C. Hasil Pembuatan Ekstrak Rimpang Temulawak

Ekstraksi bertujuan untuk mengambil zat-zat yang larut dalam cairan

penyari. Metode yang digunakan dalam ekstraksi adalah maserasi menggunakan

cairan penyari berupa etanol 96%. Hal ini dilakukan karena zat aktif berupa

kurkumin larut dalam etanol. Selain itu, keuntungan penyarian menggunakan

etanol yaitu dapat mencegah tumbuhnya jamur dan bakteri sehingga ekstrak yang

dihasilkan stabil dan awet (Anonim, 1986).

Maserasi merupakan metode ekstraksi yang paling sederhana. Keuntungan

metode ekstraksi maserasi ini adalah praktis, tidak membutuhkan cairan penyari

yang banyak, dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Metode maserasi

memungkinkan proses ekstraksi berjalan sekaligus dalam jumlah yang besar.

Selain itu, dengan metode ini dapat dilakukan standarisasi ekstrak yang

dihasilkan. Proses ekstraksi yang terstandar akan menghasilkan ekstrak yang

reprodusibel, artinya jika proses ekstraksi dilakukan dengan cara yang dimaksud

maka akan dihasilkan ekstrak yang kurang lebih sama karakteristiknya. Dalam hal

(63)

akan mengandung jumlah kurkumin yang kurang lebih sama. Hal ini terkait

dengan kelarutan jenuh kurkumin dalam cairan penyari.

Dalam proses ekstraksi, cairan penyari akan menembus dinding sel dan

kemudian melarutkan zat aktif yaitu kurkumin. Perbedaan konsentrasi kurkumin

di dalam sel dengan cairan penyari di luar sel, menyebabkan zat aktif dapat tersari

keluar dari dalam sel (Anonim, 1986). Setelah cairan penyari terjenuhkan dengan

kurkumin maka proses penyarian akan berhenti. Kejenuhan sistem penyari inilah

yang digunakan untuk menghasilkan ekstrak yang terstandar.

Dalam pembuatan ekstrak rimpang temulawak ini, perendaman dilakukan

selama 4 hari (Voigt, 1994) dengan perbandingan antara serbuk simplisia dan

cairan penyari sebesar 1 : 5 (Ansel, 1989). Maserat yang diperoleh perlu

didiamkan selama 2 hari untuk memisahkan amilum yang ikut tersari saat proses

maserasi (Anonim, 1979). Pemurnian menggunakan metode ekstraksi pelarut

dilakukan untuk menghilangkan senyawa-senyawa non polar yang ikut tersari saat

proses maserasi, sebagai contoh yaitu resin. Pemurnian ini dilakukan diawal

sebelum ekstrak dipekatkan karena pada tahap ini ekstrak masih memiliki

konsistensi cair sehingga mudah untuk dilakukan ekstraksi pelarut. Pelarut untuk

pemurnian yang dipilih adalah heksan karena merupakan pelarut non polar yang

dapat melarutkan senyawa-senyawa non polar yang terdapat dalam ekstrak.

Heksan tidak bercampur dengan etanol sehingga kedua fase ini dapat dipisahkan

menggunakan corong pisah. Fase heksan yang mengandung senyawa-senyawa

(64)

fase etanol. Penguapan dilakukan menggunakan penangas air dengan suhu 50–

60oC sampai tersisa 1/9 bagian dari bobot awal serbuk yang diekstraksi.

D. Hasil Standarisasi Ekstrak Rimpang Temulawak

Uji standarisasi dilakukan terhadap ekstrak rimpang temulawak yang

diperoleh dari maserasi serbuk rimpang temulawak dengan pelarut etanol 96%.

Uji yang dilakukan meliputi pemeriksaan organoleptis, uji daya lekat, uji

viskositas, uji kandungan lembab, dan uji kualitatif (nilai Rf kurkumin) dan

kuantitatif (penetapan kadar kurkumin) menggunakan KLT densitometri. Hasil uji

akan digunakan untuk standarisasi untuk mendapatkan kriteria-kriteria fisik yang

sesuai dengan ekstrak rimpang temulawak yang diperoleh. Kriteria-kriteria ini

nantinya akan digunakan untuk acuan sifat ekstrak rimpang temulawak pada

produksi selanjutnya. Sifat-sifat fisik ekstrak yang berbeda akan menghasilkan

sifat fisik granul effervescent yang berbeda pula. Dengan standarisasi ekstrak

diharapkan jika menggunakan ekstrak rimpang temulawak dengan standar

sifat-sifat fisik yang sama maka akan menghasilkan granul effervescent dengan

sifat-sifat fisik yang kurang lebih juga sama. Berikut merupakan hasil uji standarisasi

ekstrak rimpang temulawak:

Tabel IV. Hasil uji standarisasi ekstrak rimpang temulawak

Uji Daya lekat (detik) 0,34 ± 0,01

Viskositas (dPaS) 1,68 ± 0,06 Kandungan lembab (%) 32,88 ± 7,56

Nilai Rf kurkumin 0,54 ± 0,01 Penetapan kadar kurkumin (%) 6,11 ± 0,39

Gambar

Gambar 1. 1,7-Bis-(4-hydroxy-3-methoxy-phenyl)-hepta-1,6-diene-3,5-dione atau kurkumin
Tabel I. Notasi Formula Desain Faktorial
Gambar 2. Skema kerja penelitian
Tabel IV. Hasil uji standarisasi ekstrak rimpang temulawak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karena pembahasan tema ini sangat menarik, maka ada empat pertanyaan penting yang perlu diberikan jawabannya dalam tulisan ini, yaitu; Apa faktor pendukung

(1) Untuk pelaksanaan Anggaran Belanja Pembangunan, Departemen/ Lembaga Pemerintah Non Departemen/instansi vertikal di daerah mengisi Daftar Isian Proyek atau dokumen lain

Perjanjian Kerja Bersama yang selanjutnya disingkat PKB adalah perjanjian yang diselenggarakan oleh Serikat Pekerja / Serikat Buruh hasil perundingan antara

Penyelidikan endapan bitumen padat di daerah Meulaboh merupakan kegiatan survey pendahuluan dimaksudkan untuk mempelajari keadaan geologi, khususnya mengenai sebaran dan

Setelah jumlah minimum sampel didapatkan, maka jumlah sampel untuk tiap jenis kendaraan dilakukan dengan menghitung proporsi besarnya jumlah kendaraan tersebut yang lewat

Apabila dana subsidi yang diklaim ke Bank oleh Lini 4 lebih rendah dari alokasi subsidi pemerintah yang disalurkan ke Bank (misalnya karena petani tidak menebus semua jatah

Pembatasan penggunaan hak kemerdekaan atau kebebasan menyatakan pendapat di muka umum sebagai implementasi dari pelaksanaan hak asasi manusia telah diatur secara

Bagaimana membuat sistem trading otomatis menggunakan analisis teknikal dengan acuan candlestick digabungkan dengan metode Martingale menggunakan bahasa pemrograman