DENGAN METODE GRANULASI KERING
SKRIPSI
Oleh :
Maria Yuli Trisusilawati NIM : 058114126
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
OPTIMASI ASAM FUMARAT DAN NATRIUM BIKARBONAT SEBAGAI EKSIPIEN DALAM PEMBUATAN GRANUL EFFERVESCENT EKSTRAK TEH HIJAU (Camellia sinensis L.)
DENGAN METODE GRANULASI KERING
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Maria Yuli Trisusilawati NIM : 058114126
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
Pandanglah setiap fajar sebagai janji yang melegakan hati
karena kehidupan adalah anugerah,
dan di dalamnya terkandung hal-hal yang indah...
Berkaryalah sebatas kemampuanmu, namun jangan selalu
memikirkan hasil akhirnya. Jangan sekali-kali pahala menjadi
motifmu. Jangan pula bemalas-malas dan duduk diam termangu
(Bhagavad Gita)
Karya ini kupersembahkan untuk:
Jesus Kristus Pembimbing Sejatiku,
Bapak dan Ibuku, Pahlawan hidupku,
Kakak dan adikku yang selalu memberiku semangat
dan kasih sayang
”Aflat
for everything
”
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
”Optimasi Asam Fumarat dan Natrium Bikarbonat Sebagai Eksipien dalam
Pembuatan Granul Effervescent Ekstrak Teh Hijau (Camellia sinensis L.) dengan
Metode Granulasi Kering” untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm).
Selama penelitian hingga penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak
langsung. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. ”Yesus Kristus”, atas semua anugrah-Nya.
2. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
3. Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan dan mendampingi penulis selama proses penelitian dan
penyusunan skripsi.
4. Dewi Setyaningsih, M.Sc, Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan
banyak pendampingan, dukungan, saran, dan kritik.
5. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan
banyak pendampingan, dukungan, saran, dan kritik.
6. Keluargaku (bapak, Ibu, Mas Edi, Mba Endah dan Yosep) yang telah
memberi dukungan, perhatian, dan doa sehingga terselesaikannya skripsi ini.
7. Segenap laboran atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis menempuh
perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
8. Yohanes Aflat Agung Krisyadi yang selalu memberi semangat, kasih sayang
dan juga doa.
9. “Team Green Tea”, Lia, Hendra, Ceci, Yokhe, Eva, Aster dan Erika atas
kerjasama dan bantuannya selama mengerjakan skripsi ini.
10. “Yuna, Lia, Ina dan Dina” yang telah menjadi sahabatku dan selalu
memberikan dukungan.
11.Teman-teman kelompok E dan teman-teman angkatan 2005 yang tidak bisa
disebutkan satu persatu.
Penulis telah berusaha sebaik-baiknya untuk menyelesaikan skripsi ini.
Namun penulis menyadari masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan di
dalamnya. Maka penulis mengharapkan kritik dan saran. Akhir kata, semoga
penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu kefarmasian.
Penulis
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 1 januari 2009
Penulis,
(Maria Yuli Trisusilawati)
INTISARI
Teh hijau (Camellia sinensis L.) telah diketahui memiliki banyak manfaat bagi kesehatan terutama sebagai antioksidan. Selama ini sediaan yang berasal dari teh hijau sangat terbatas. Untuk memberikan alternatif sediaan lain yang lebih acceptable maka ekstrak teh hijau dibuat dalam bentuk granul effervescent.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek asam fumarat, natrium bikarbonat dan interaksi keduanya yang dominan dalam menentukan sifat fisik sediaan granul effervescent serta untuk mendapatkan area komposisi optimum asam fumarat sebagai sumber asam dan natrium bikarbonat sebagai sumber basa dalam formula granul effervescent ekstrak teh hijau.
Penelitian ini termasuk dalam eksperimental murni menggunakan metode desain faktorial. Granul effervescent dibuat dengan metode granulasi kering. Optimasi dilakukan terhadap parameter sifat fisik granul effervescent yang meliputi kandungan lembab, kecepatan alir, waktu larut, dan pH larutan. Analisis statistik yang digunakan adalah Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan granul effervescent yang dihasilkan memenuhi persyaratan uji waktu larut, pH, kecepatan alir dan tidak memenuhi persyaratan uji kandungan lembab granul effervescent. Natrium bikarbonat berpengaruh dominan terhadap pH larutan, kecepatan alir dan kandungan lembab granul effervescent. Asam fumarat berpengaruh dominan terhadap waktu larut granul effervescent. Dari contour plot super imposed pada level yang diteliti tidak diperoleh area komposisi optimum campuran asam fumarat dan natrium bikarbonat yang menghasilkan granul dengan sifat fisik yang dikehendaki.
Kata kunci : ekstrak teh hijau, asam fumarat, natrium bikarbonat, granul effervescent, granulasi kering, desain faktorial.
ABSTRACT
Green tea (Camellia sinensis L.) known as a substance that have many benefit for health especially as antioxidant. Until now, dosage form that made from green tea is limited. In this research, green tea made in effervescent granule dosage form to give an alternative dosage form wich more acceptable.
The aims of the research were to investigate the dominant effect among fumaric acid, sodium bicarbonate, and the interaction between fumaric acid and sodium bicarbonate on the effervescent granule physical properties, and to obtain the optimum area of the composition fumaric acid and sodium bicarbonate from green tea extract effervescent granule formulas.
This research was a pure experimental study based on factorial design application. Effervescent granule made by dry granulation. Optimization were evaluated for physical properties parameter, i.e, moisture content, flow rate of effervescent granule, disintegration time, and pH of the solution.
The result showed that sodium bicarbonate was dominant in determining pH, granule flow properties and moisture content of granule, whereas fumaric acid dominant in disintegration time of effervescent granule. The optimum area of super imposed contour plot is not obtained by this research.
Key word : green tea extract, fumaric acid, sodium bicarbonate, effervescent granule, dry granulation, factorial design.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…... vi
PRAKATA …... vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix
INTISARI ... x
ABSTRACT ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN... xviii
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan masalah ... 3
2. Keaslian karya ... 4
3. Manfaat penelitian ... 4
B. Tujuan Penelitian ... 5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 6
A. Teh (Camellia sinensis L.) ... 6
1. Deskripsi ... 6
2. Kandungan kimia teh ... 6
3. Khasiat teh... 8
B. Ekstrak ... 8
C. Granul effervescent ... 8
1. Sumber asam ... 9
2. Sumber karbonat ... 10
3. Bahan pengikat ... 10
4. Bahan tambahan lain ... 11
D. Granulasi Kering ... 12
E. Sifat Fisik Granul ... 12
1. Kandungan lembab ... 12
2. Kecepatan alir ... 13
3. Waktu larut ... 13
4. pH... 13
F. Metode Desain Faktorial ... 14
G. Landasan Teori... 16
H. Hipotesis ... 17
BAB III. METODE PENELITIAN ... 18
A. Jenis Rancangan Penelitian ... 18
B. Variabel Penelitian ... 18
C. Definisi Operasional ... 19
D. Bahan Penelitian... 20
E. Alat Penelitian... 20
F. Tata Cara Penelitian ... 20
1. Pemeriksaan kualitas ekstrak teh hijau ... 20
2. Penentuan dosis ekstrak kering teh hijau ... 21
3. Penentuan level rendah dan level tinggi asam fumarat dan natrium bikarbonat dalam sediaan effervescent ekstrak teh hijau ... 21
4. Optimasi formula granul effervescent ekstrak teh hijau dengan kombinasi asam fumarat dan natrium bikarbonat... 22
5. Pembuatan granul effervescent dengan metode granulasi kering ... 22
6. Pemeriksaan sifat fisik granul effervescent... 23
7. Penentuan prosfil sifat fisik granul effervescent dan area komposisi optimum ... 25
G. Analisis Data ... 25
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27
A. Hasil Uji Kualitas Ekstrak Kering Teh Hijau ... 27
1. Pemerian ekstrak kering teh hijau ... 27
2. Uji kandungan lembab ekstrak ... 27
B. Pembuatan Granul Effervescent ... 28
C. Granul Effervescent ... 31
D. Uji Sifat Fisik Granul Effervescent ... 31
1. Kandungan lembab granul effervescent... 32
2. Kecepatan alir granul effervescent... 36
3. Waktu larut granul effervescent... 38
4. pH larutan ... 41
E. Optimasi Formula... 44
1. Kandungan lembab ... 45
2. Kecepatan alir ... 46
3. Waktu larut ... 47
4. pH larutan ... 48
5. Superimposed contour plot... 49
F. Perdiksi CO2Teoritis... 50
G. Prediksi Prospek Hasil Penelitian ... 51
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN …... 53
A. Kesimpulan ... 53
B. Saran... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 54
LAMPIRAN ... 57
BIOGRAFI PENULIS ... 88
DAFTAR TABEL
Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level
... 14
Tabel II. Formula granul effervescent ekstrak teh hijau ... 22
Tabel III. Hasil pengukuran kandungan lembab ekstrak kering teh hijau ... 28
Tabel IV. Hasil pengukuran sifat fisik granul ... 32
Tabel V. Hasil perhitungan efek faktor terhadap sifat fisik granul effervescent ekstrak teh hijau ... 32
Tabel VI. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon kandungan lembab granul effrevescent... 34
Tabel VII. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon kecepatan alir granul effrevescent... 38
Tabel VIII. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon waktu larut granul effrevescent... 41
Tabel IX. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon pH larutan effrevescent... 43
Tabel X. Hasil perhitungan CO2 teoritis ... 51
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Struktur epicatechin, epicatechin-3-gallat, epigallocatechin, dan
epigallocatechin-3-gallat... 7
Gambar 2 Grafik hubungan antara level asam fumarat (a) dan natrium bikarbonat (b) terhadap kandungan lembab granul effervescent... 34
Gambar 3 Grafik hubungan antara level asam fumarat (a) dan natrium bikarbonat (b) terhadap kecepatan alir granul effervescent... 36
Gambar 4 Grafik hubungan antara level asam fumarat (a) dan natrium bikarbonat (b) terhadap waktu larut granul effervescent... 39
Gambar 5 Grafik hubungan antara level asam fumarat (a) dan natrium bikarbonat (b) terhadap pH larutan ... 42
Gambar 6 Contour plot kandungan lembab granul effervescent ekstrak teh hijau... 45
Gambar 7 Contour plot kecepatan alir granul effervescent ekstrak teh hijau ... 46
Gambar 8 Contour plot waktu larut granul effervescent ekstrak teh hijau ... 47
Gambar 9 Contour plot pH larutan effervescent ekstrak teh hijau... 48
Gambar 10 Superimposed contour plot sifat fisik granul effervescent ekstrak teh hijau ... 49
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Certificate of Analysis ekstrak teh hijau ... 57
Lampiran 2. Penentuan level rendah dan level tinggi eksipien ... 58
Lampiran 3. Data uji kandungan lembab ekstrak kering teh hijau ... 59
Lampiran 4. Data hasil ujisifat fisik granul effervescent ekstrak teh hijau ... 60
Lampiran 5. Perhitungan Yate’s treatment ... 70
Lampiran 6. Perhitungan CO2 teoritis... 82
Lampiran 7. Data hasil uji homogenitas ... 85
Lampiran 8. Dokumentasi ... 86
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Tren gaya hidup kembali ke alam (back to nature) semakin menjadi pilihan
bagi masyarakat Indonesia saat ini, baik dalam hal obat, pencegahan ,maupun untuk
pemeliharaan kesehatan. Dengan adanya tren tersebut maka pengembangan bahan
alam sebagai alternatif pengobatan, pencegahan maupun pemeliharaan kesehatan
memiliki prospek yang cerah. Oleh karena itu saat ini banyak dilakukan
pengembangan, salah satunya dalam hal bentuk sediaan yang berasal dari bahan alam.
Dengan pengembangan bentuk sediaan dapat diperoleh suatu bentuk sediaan yang
berasal dari bahan alam yang lebih dapat diterima oleh masyarakat.
Teh (Camellia sinensis L.) merupakan salah satu bahan alam yang mudah
dijumpai di Indonesia. Teh dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan proses
pembuatannya yaitu teh fermentasi (teh hitam), teh semi fermentasi (teh oolong) dan
teh tanpa fermentasi (teh hijau) (Rohdiana, Raharjo, dan Gardjito, 2005).
Teh hijau secara luas dikonsumsi sebagai minuman yang sebagian besar
komponen utamanya polifenol (Rohdiana et al, 2005). Senyawa polifenol yang
banyak terdapat dalam teh adalah katekin yang meliputi epigalokatekin galat
(EGCG), epigalokatekin (EGC), epikatekin galat (ECG), dan epikatekin (EC) (Jia
Zhou, Yang, Wu, dan Liu, 1998). Epigalokatekin galat (EGCG) adalah jenis katekin
yang paling banyak dijumpai dalam ekstrak teh hijau (Zhou, Chiang, Portocarrero,
Zhu, Hill, Heppert dan Jayaratna, 2003). Dari beberapa penelitian diketahui bahwa
EGCG merupakan antioksidan yang potensial dibandingkan dengan katekin dan
turunan katekin lainnya karena EGCG memiliki gugus hidroksil yang paling banyak
(Zhou et al., 2003).
Secara tradisional, teh hijau biasa dikonsumsi dalam bentuk seduhan. Untuk
memberikan alternatif bentuk sediaan lain yang lebih mudah dikonsumsi, dapat
diterima oleh masyarakat dan terjamin ketepatan dosisnya, maka pada penelitian ini
ekstrak teh hijau disajikan dalam bentuk granul effervescent yang dibuat dengan
metode granulasi kering dengan asam fumarat sebagai sumber asam dan natrium
bikarbonat sebagai sumber basa. Granul effervescent berupa serbuk kasar sampai
kasar sekali dan mengandung unsur obat dalam campuran yang kering, biasanya
terdiri dari natrium bikarbonat, asam sitrat, asam tartrat, fumarat atau malat, bila
ditambah air, asam dan basanya akan bereaksi membebaskan karbondioksida
sehingga menghasilkan buih. Keuntungan sediaan effervescent adalah penyiapan
larutan dalam waktu seketika yang mengandung dosis yang tepat, penggunaannya
lebih mudah, dapat diberikan kepada orang yang mengalami kesulitan menelan tablet
atau kapsul, selain itu larutan dengan karbonat yang dihasilkan dapat memberikan
efek segar (Ansel, 1989).
Untuk mendapatkan granul effervescent yang berkualitas, maka diperlukan
studi formulasi salah satunya dari sisi sumber asam dan basa yang berperan penting
dalam pembentukan gas CO2 yang berfungsi dalam disintegrasi granul. Menurut
reaksi effervescent yang baik bila masing-masing digunakan pada range konsentrasi
10%-60% dari berat formula. Oleh karena itu optimasi asam fumarat dan natrium
bikarbonat perlu dilakukan untuk menghasilkan formula granul yang optimum dilihat
dari parameter sifat fisik granul effervescent yang memenuhi persyaratan kualitas.
Komposisi asam fumarat dan natrium bikarbonat dioptimasi berdasarkan
metode desain faktorial. Metode ini dapat mengidentifikasi efek masing-masing
faktor, maupun efek interaksi faktor. Metode desain faktorial juga dapat digunakan
untuk memperkirakan faktor yang dominan dalam menentukan respon (Muth, 1999).
Diharapkan dengan komposisi asam fumarat dan natrium bikarbonat yang optimum
diperoleh sediaan granul effervescent yang memenuhi kualitas fisik yang meliputi
kandungan lembab, kecepatan alir, waktu larut, dan pH larutan.
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan diteliti adalah:
a. Apakah ekstrak teh hijau dapat diformulasikan menjadi sediaan granul
effervescent yang memenuhi persyaratan kualitas?
b. Manakah diantara asam fumarat, natrium bikarbonat ataukah interaksi
antara natrium bikarbonat yang dominan dalam menentukan
masing-masing sifat fisik granul effervescent?
c. Apakah dapat ditemukan area komposisi optimum dari asam fumarat dan
natrium bikarbonat dalam contour plot yang menghasilkan sifat fisik
granul yang dikehendaki pada formula granul effervescent ekstrak teh
2. Keaslian karya
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan oleh penulis, penelitian tentang
optimasi asam fumarat dan natrium bikarbonat sebagai eksipien dalam pembuatan
granul effervescent ekstrak teh hijau secara granulasi kering belum pernah dilakukan.
Namun telah banyak penelitian sejenis tentang teh hijau dan optimasi sumber asam
dan basa dalam pembuatan granul effervescent, diantaranya:
a. Chrystyani, 2006, Optimasi Campuran asam Tartrat dan Asam Fumarat sebagai
Eksipien pada pembuatan Granul Effervescent Ekstrak Rimpang Temulawak
(Curcuma xanthorrizha Roxb.) secara Granulasi Basah : Aplikasi Desain
Faktorial, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
b. Natalia, 2006, Optimasi Natrium Sitrat dan Asam Fumarat dalam Pembuatan
Granul Effervescent Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrizha Roxb.) secara
Granulasi Basah, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
c. Rohdiana, et al., (2005), Evaluasi Daya Hambat Tablet Effervescent Teh Hijau
pada Oksidasi Asam Linoleat, Majalah Farmasi Indonesia, 16 (2).
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Penelitian ini bermanfaat untuk menambah khasanah
ilmu pengetahuan tentang bentuk sediaan granul effervescent yang berasal
dari bahan alam.
b. Manfaat praktis. Dari penelitian ini diharapkan dapat dihasilkan formula
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Membuat formula effervescent dengan bahan aktif yang berasal dari teh
hijau dalam bentuk sediaan granul effervescent yang dibuat secara granulasi kering.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui apakah ekstrak teh hijau dapat diformulasi menjadi sediaan
granul effervescent yang memenuhi persyaratan kualitas.
b. Untuk mengetahui efek yang dominan dalam menentukan sifat fisik granul
effervescent ekstrak teh hijau dari faktor asam fumarat, natrium bikarbonat
atau interaksi antara asam fumarat dan natrium bikarbonat.
c. Untuk mengetahui apakah diperoleh area komposisi optimum dari asam
fumarat-natrium bikarbonat pada superimposed contour plot yang
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Teh (Camellia sinensis L.)
1. Deskripsi
Pohon kecil, karena seringnya pemangkasan maka tampak seperti perdu.
Bila tidak dipangkas, akan tumbuh kecil ramping setinggi 5-10 m, dengan bentuk
tajuk seperti kerucut. Batang tegak, berkayu, bercabang-cabang, ujung ranting dan
daun muda berambut halus. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berseling, helai
daun kaku seperti kulit tipis, bentuknya elips memanjang, ujung dan pangkal runcing,
tepi bergerigi halus, pertulangan menyirip, panjang 6-18 cm, lebar 2-6 cm, warnanya
hijau, permukaan mengkilap. Bunga di ketiak daun, tunggal atau beberapa bunga
bergabung menjadi satu, berkelamin dua, garis tengah 3-4 cm, warnanya putih cerah
dengan kepala sari berwarna kuning, harum. Buahnya buah kotak, berdinding tebal,
pecah menurut ruang, masih muda hijau setelah tua cokelat kehitaman. Biji keras,
jumlah 1-3. Pucuk dan daun muda yang digunakan untuk pembuatan minuman teh.
Perbanyakan dengan biji, stek, sambungan atau cangkokan (Dalimartha, 1999).
2. Kandungan kimia teh
Daun mengandung kafein (2-3%), theobromin, theofilin, tanin, xanthine,
adenine, minyak atsiri, kuersetin, naringenin, dan natural fluoride (Dalimartha, 1999).
Daun teh juga mengandung 30-40% polifenol yang sebagian besar merupakan
katekin. Di dalam teh terdapat beberapa jenis katekin, yaitu epikatekin (EC),
epikatekin galat (ECG), epigallokatekin (EGC), epigallokatekin galat (EGCG),
gallokatekin dan katekin (Jia et al, 1998). EGCG merupakan antioksidan yang paling
efektif sebagai chemoprotective agent, jumlahnya sekitar 60-70% dari jumlah
keseluruhan katekin (Svobodova, Psotova, Walternova , 2003; Katiyar, Afaq, Perez,
Mukhtar, 2001). Struktur EC, ECG, EGC, dan EGCG seperti pada gambar 1.
HO OH O OH OH OH (-)-Epicatechin HO OH O O OH OH C O OH OH OH (-)-Epicatechin-3-gallate OH HO O OH OH OH OH (-)-Epigallocatechin HO OH O O OH OH C O OH OH OH (-)-Epigallocatechin-3-gallate OH
Gambar 1. Struktur epicatechin, epicatechin-3-gallat, epigallocatechin, dan epigallocatechin-3-gallat (Svobodova et al., 2003)
EGCG adalah suatu senyawa crystalline yang tidak higroskopis. EGCG
memiliki kelarutan tertinggi dalam aqueous jika berada antara pH 5-7. Kestabilan
EGCG yang diamati melalui suatu penelitian dengan konsentrasi EGCG 10 mg/ml
pada range pH 4-9 menghasilkan stabilitas tertinggi dari EGCG diperoleh jika berada
eksipien, sehingga bisa sangat dikembangkan menjadi oral dosage form (Kellar,
Poshni, Penzotti, Bedu-Addo, dan Payne, 2005).
3. Khasiat teh
Teh berkhasiat sebagai peluruh kencing (diuretik), stimulans jantung
(kardiotonik), menstimulir susunan saraf pusat, penyegar badan, dan sebagai
astringen pada saluran cerna (Dalimartha, 1999). Teh juga bermanfaat sebagai
antikanker, antimikrobia, antidiabetes, antioksidan dan menghambat kerusakan DNA
yang diinduksi oleh radiasi UV (Svobodova et al., 2003).
B. Ekstrak
Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang
diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat,
menggunakan menstruum yang cocok, kemudian semua atau hampir semua dari
pelarutnya diuapkan dan sisa endapan atau serbuk diatur untuk ditetapkan standarnya
(Ansel, 1989).
Ekstrak kering (extractum siccum) adalah ekstrak yang memiliki konsistensi
kering dan mudah digosokkan serta menunjukkan kandungan lembab tidak lebih dari
5% (Voigt, 1994).
C. Granul Effervescent
Granul effervescent adalah granul atau serbuk kasar sampai kasar sekali yang
(asam sitrat, asam tartrat, asam fumarat) dan unsur basa (natrium karbonat, natrium
bikarbonat). Bila ditambahkan dengan air, asam dan basanya akan bereaksi
membebaskan CO2 sehingga menghasilkan buih (Ansel, 1989).
Keuntungan sediaan effervescent adalah penyiapan larutan dalam waktu
seketika yang mangandung dosis yang tepat. Selain itu zat aktif akan cepat diabsorbsi
sehingga cepat mencapai onset. Banyak studi menerangkan bahwa tablet dan serbuk
effervescent dapat meningkatkan absorbsi jumlah zat aktifnya dibandingkan formulasi
konvensional seperti tablet dan kapsul (Lee, 2000).
Kerugian sediaan effervescent adalah produk yang dihasilkan sukar stabil
secara kimia. Bahkan kelembaban udara selama pembuatan produk sudah cukup
untuk memulai reaktifitas effervescent (Lachman, Lieberman dan Kanig, 1989).
Bahan-bahan tambahan dalam pembuatan sediaan effervescent
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan sediaan effervescent adalah :
a. Sumber asam
Yaitu bahan yang mengandung asam atau yang dapat membuat suasana asam
pada pencampuran effervescent. Sumber asam jika direaksikan dengan air akan
terhidrolisis kemudian melepaskan asam yang pada proses selanjutnya akan bereaksi
dengan sumber karbonat sehingga menghasilkan CO2 (Mohrle, 1989). Sumber asam
yang paling umum digunakan adalah food acid salah satunya yaitu asam fumarat.
Asam fumarat berbentuk kristal putih. Kelarutan dalam air 1 : 45, dalam etanol
(100%) sebesar 1 : 36%, dan dalam propilenglikol 1 : 30 dan bersifat non higroskopis
maka lembab yang terserap dalam sediaan menjadi lebih sedikit sehingga sediaan
effervescent yang dihasilkan lebih stabil. Asam fumarat memiliki kompresibilitas
yang baik dibandingkan dengan asam-asam lainnya (Mohrle, 1989).
b. Sumber karbonat
Karbonat digunakan untuk menghasilkan CO2. Sumber karbonat yang biasa
digunakan dalam pembuatan sediaan effervescent adalah natrium bikarbonat
(NaHCO3) dan natrium karbonat. Natrium bikarbonat lebih sering digunakan dalam
pembuatan sediaan effervescent (Ansel, 1989). Natrium bikarbonat memiliki
kelarutan yang sangat baik dalam air, non higroskopis, tersedia dalam bentuk bubuk
sampai granuler serta memiliki kompresibilitas yang paling baik diantara semua
karbonat (Mohrle, 1989). Sifat natrium bikarbonat yang non higroskopis dapat
mengurangi kemungkinan terserapnya lembab sehingga sediaan yang dihasilkan
memiliki kandungan lembab yang rendah. Dengan kandungan lembab yang rendah
maka sediaan effervescent yang dihasilkan menjadi lebih stabil.
c. Bahan pengikat
Yaitu bahan yang membantu mengikat serbuk menjadi granul atau mengikat
granul dalam proses pengempaan. PVP merupakan bahan pengikat yang paling
umum digunakan. PVP dapat digunakan baik untuk pencampuran basah ataupun
kering (Parikh, 1997). PVP cocok digunakan untuk meningkatkan kelarutan obat
yang tidak larut air. PVP merupakan zat yang bersifat hidrofilik yang mudah larut
dalam air. Sifat PVP yang hidrofilik ini dapat meningkatkan hidrofilisitas granul
menyebabkan terjadinya reaksi effervescent (Voigt, 1984). PVP yang digunakan
dalam penelitian ini adalah PVP K 30. PVP berupa serbuk putih atau putih
kekuningan, berbau lemah atau tidak berbau, higroskopik. PVP mudah larut dalam
air, dalam etanol (95%) P dan dalam kloroform P, kelarutan tergantung dari bobot
molekul rata-rata, praktis tidak larut dalam eter P (Anonim, 1979).
d. Bahan tambahan lain
Bahan-bahan tambahan yang sering ditambahkan dalam pembuatan sediaan
effervescent adalah pemanis dan pewarna. Bahan-bahan ini dipakai untuk
memperbaiki penampilan dan rasa dari sediaan effervescent (Mohrle, 1989).
Aspartam termasuk golongan 3 pemanis yang paling banyak digunakan dalam
industri makanan dan obat, selain sukrosa dan sakarin. Aspartam merupakan pemanis
yang dihasilkan dari sintesis kimia. Keunggulannya dibandingkan dengan sakarin
adalah rasa sesudahnya tidak ada dan tidak menimbulkan rasa pahit (Ansel, 1989).
Aspartam stabil dalam kondisi kering. Aspartam merupakan hasil sintesis, maka para
formulator harus mempertimbangkan lagi dalam menggunakan aspartam, sebagai
pemanis obat. Meskipun demikian penggunaannya masih bisa tetap dianjurkan
namun dengan sangat dibatasi (Lieberman dkk, 1989). Batas maksimum penggunaan
aspartam yang diperbolehkan tiap harinya yaitu 40 mg/kg BB (Rowe, Sheskey dan
D. Granulasi Kering
Granulasi kering dapat dilakukan melalui proses khusus dengan
menggunakan alat yang disebut dengan roller compactor atau chilsonator. Prosedur
lainnya yaitu slugging, dimana slug atau tablet berukuran besar dibuat dengan mesin
tablet dan kemudian dihancurkan untuk menghasilkan ukuran granul yang diinginkan
(Mohrle, 1989). Pada metode granulasi kering, baik bahan aktif maupun bahan
tambahan harus memiliki sifat kohesif supaya massa yang besar dapat terbentuk
(Ansel, 1969).
E. Sifat Fisik Granul Effervescent
Pemeriksaan sifat fisik granul Effervescent yang dilakukan meliputi:
1. Kandungan lembab granul
Kandungan lembab dapat mempengaruhi sifat fisika kimia sediaan padat.
Keseimbangan kandungan lembab dapat mempengaruhi aliran dan karakteristik
kompresi serbuk, kekerasan granul dan tablet, dan stabilitas obat. Kandungan lembab
granul effervescent perlu diketahui untuk melihat apakah ada reaksi effervescent yang
prematur, sehingga dapat mengakibatkan jumlah gas karbondioksida yang dihasilkan
berkurang sehingga berpengaruh terhadap kenyamanan orang yang mengkonsumsi
sediaan granul effervescent (Wadke & Jacobson, 1980). Kandungan lembab yang
baik pada granul effervescent yaitu antara 0,4% - 0,7% (Fausett, Junior, dan Dash,
2. Kecepatan alir
Sifat alir granul diperlukan untuk memastikan pencampuran yang efisien dan
didapat keseragaman bobot granul saat dituang ke dalam pengemas. Ada dua metode
yang umum digunakan untuk mengukur sifat alir, yaitu metode langsung dan metode
tidak langsung dengan mengukur sudut diam dan pengetapan (Banker dan Anderson,
1986). Waktu alir yang baik adalah kurang dari 10 detik untuk 100 g granul (Fudholi,
1983).
3. Waktu larut
Waktu larut sediaan effervescent merupakan salah satu karakteristik yang
penting. Ada beberapa faktor yang menghalangi hancurnya granul effervescent yaitu
konsentrasi berlebihan material yang tidak larut dan penggunaan bahan pengikat
terlalu banyak. Proses hancurnya granul effervescent dimulai dari terjadinya reaksi
effervescent sampai melarutnya partikel atau fragmen secara perlahan-lahan. Salah
satu keunggulan dari sediaan effervescent yaitu memiliki waktu larut yang cepat yaitu
1-2,5 menit (Wehling dan Fred , 2004).
4. pH larutan
Uji pH dilakukan dengan memasukkan indikator (elektroda) alat uji pH yaitu
pH meter elektrik ke dalam larutan granul effervescent. pH yang diharapkan untuk
granul effervescent ekstrak teh hijau adalah 5-7 karena pada pH tersebut kandungan
utama ekstrak teh hijau yaitu EGCG stabil dan memiliki kelarutan tertinggi (Kellar et
al., 2005).
F. Metode Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk
memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel
bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan matematika
(Bolton, 1997).
Penelitian desain faktorial yang paling sederhana adalah penelitian dengan
2 faktor dan 2 level (Armstrong dan James, 1996). Desain faktorial dua level berarti
ada dua faktor (misal A dan B) yang masing-masing faktor diuji pada dua level yang
berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi. Dengan desain faktorial dapat didesain
suatu percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara
signifikan terhadap respon, juga memungkinkan untuk mengetahui interaksi di antara
faktor-faktor tersebut (Bolton, 1997; Voigt, 1994).
Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat percobaan
(2n = 4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor). Rancangan
percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level seperti tabel I berikut :
Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level
Formula Faktor A Faktor B Interaksi
(1) - - +
A + - -
Keterangan :
- = level rendah + = level tinggi
Formula (1) = faktor A pada level rendah, faktor B pada level rendah Formula a = faktor A pada level tinggi, faktor B pada level rendah Formula b = faktor A pada level rendah, faktor B pada level tinggi Formula ab = faktor A pada level tinggi, faktor B pada level tinggi
Rumusan yang berlaku :
Y = b0 + b1(XA) + b2(XB) + b12 (XA)(XB)...(1)
Dengan :
Y = respon hasil atau sifat yang diamati (XA)(XB) = level faktor A dan faktor B
b0, b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan
Dari rumus (1) dan data yang diperoleh dapat dibuat contour plot suatu
respon tertentu yang sangat berguna dalam memilih komposisi campuran yang
optimum. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata
respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah (Bolton, 1997).
Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki
efisiensi yang maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam
menentukan respon. Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini
memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek
interaksi antarfaktor. Metode ini ekonomis, dapat mengurangi jumlah penelitian jika
G. Landasan Teori
Teh hijau telah diketahui memiliki banyak manfaat seperti menghambat
pertumbuhan tumor, mencegah arthritis, mencegah kerusakan hati, serta sebagai
penurun berat badan. Khasiat teh hijau yang juga telah banyak diteliti yaitu sebagai
antioksidan. Senyawa kimia dalam teh hijau yang diketahui berkhasiat sebagai
antioksidan adalah (-) epigallocathecin 3-gallate (EGCG) yang merupakan
komponen terbesar dalam teh hijau.
Dosis ekstrak teh hijau yang digunakan dihitung berdasarkan kandungan
EGCG dalam ekstrak teh hijau karena efek yang diinginkan yaitu sebagai
antioksidan. Sementara itu, dosis EGCG mengacu pada produk yang telah beredar di
pasaran yaitu 35 mg EGCG per sajian.
EGCG memiliki kompatibilitas yang baik dengan berbagai macam eksipien,
sehingga bisa dikembangkan menjadi oral dosage forms (Kellar et al., 2005). EGCG
paling stabil pada pH 5 dan memiliki kelarutan tertinggi pada pH 5-7. Pada penelitian
ini pH larutan optimum berkisar antara 5-7 sehingga EGCG tetap stabil dalam
sediaan effervescent.
Karena begitu banyaknya manfaat yang bisa diperoleh dari teh hijau maka
perlu dibuat sediaan yang dapat digunakan oleh masyarakat dengan mudah. Bentuk
sediaan yang dipilih pada penelitian ini adalah granul effervescent yang dibuat dengan
metode granulasi kering. Alasan pemilihan bentuk sediaan tersebut karena lebih
mudah dikonsumsi, memiliki rasa yang enak, dan terjamin ketepatan dosisnya.
dikempa menjadi slug kemudian dihancurkan dan diayak dengan ayakan yang
dikehendaki.
Sumber asam dan sumber basa dalam pembuatan granul effervescent
merupakan komponen yang mutlak harus ada. Oleh karena itu, pada penelitian ini
dilakukan optimasi komposisi asam fumarat sebagai sumber asam dan natrium
bikarbonat sebagai sumber basa. Level rendah asam fumarat yang digunakan adalah
15% sedangkan level tinggi yang digunakan adalah 25% dari berat yang diinginkan.
Sementara itu, penentuan jumlah basa yang digunakan didasarkan pada perhitungan
stoikiometri.
Prediksi formula optimum yang dilihat dari sifat fisik sediaan granul
effervescent dapat dilakukan dengan metode desain faktorial yang memiliki kelebihan
dapat mengidentifikasi masing-masing faktor maupun interaksi keduanya.
H. Hipotesis
1. Berdasarkan teori mengenai karakteristik ekstrak teh hijau maka teh hijau dapat
diformulasi menjadi sediaan effervescent yang memenuhi persyaratan kualitas.
2. Ada hubungan antara faktor asam fumarat, natrium bikarbonat atau interaksi
keduanya dengan respon sifat fisik yang dihasilkan meliputi kandungan lembab,
kecepatan alir, waktu larut dan pH larutan.
3. Diduga ditemukan area komposisi optimum asam fumarat dan natrium bikarbonat
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimental murni dengan
rancangan desain faktorial dan bersifat eksploratif, yaitu dengan mencari komposisi
optimum asam fumarat dan natrium bikarbonat sehingga dihasilkan granul
effervescent ekstrak teh hijau yang memenuhi persyaratan sifat fisik granul
effervescent.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah level rendah dan level tinggi
asam fumarat dan natrium bikarbonat sebagai sumber asam dan sumber basa. Level
rendah asam fumarat yaitu 600 mg sedangkan level tinggi asam fumarat yaitu 1000
mg. Level rendah natrium bikarbonat yaitu 874 mg sedangkan level tinggi natrium
bikarbonat yaitu 1445 mg.
2. Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik granul effervescent
yang meliputi kandungan lembab, kecepatan alir, waktu larut dan pH larutan.
3. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau terkendali meliputi kelembaban relatif ruangan (± RH
55%, suhu ruangan (± 18oC), suhu pengeringan bahan dan granul effervescent (400C),
lama pencampuran serbuk (20 menit, 20 rpm) dan lama pencampuran granul
(1 menit).
C. Definisi Operasional
1. Granul effervescent ekstrak teh hijau adalah suatu sediaan serbuk kasar sampai
kasar sekali yang mengandung zat aktif dari ekstrak teh hijau, juga terdiri dari
sumber asam (asam fumarat) dan sumber basa (natrium bikarbonat) yang bereaksi
dengan cepat menghasilkan gas CO2 dengan penambahanair.
2. Ekstrak teh hijau adalah ekstrak kering yang diperoleh dari PT. Sido Muncul
dengan kandungan EGCG sebesar 7,14%.
3. Komposisi optimum granul effervescent ekstrak teh hijau adalah komposisi bahan
penyusun granul (asam fumarat dan natrium bikarbonat) yang menghasilkan
granul effervescent yang memenuhi persyaratan sifat fisik sebagai berikut
memiliki kandungan lembab (0,4%-0,7%), kecepatan alir (lebih dari 10 gram per
detik), waktu larut (1-2,5menit), dan pH larutan (5-7).
4. Respon adalah besaran yang dapat dikuantifikasikan dan diamati. Dalam
penelitian ini respon adalah hasil percobaan sifat fisik granul (kandungan lembab,
5. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi level dan faktor. Besar
efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata - rata respon pada level
rendah dan rata–rata respon pada level tinggi.
D. Bahan Penelitian
Ekstrak teh hijau (PT. Sido Muncul), sukrosa (kualitas farmasetik, Brataco),
asam fumarat (kualitas farmasetik, MKR), natrium bikarbonat (kualitas farmasetik,
Brataco), aspartam (kualitas farmasetik, Brataco), PVP (kualitas farmasetik), etanol
96% (Brataco).
E. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas (Pyrex),
neraca elektrik (Mettler Toledo GB 3002), alat pengukur waktu alir, moisture
analyzer (Sinar TM IR Balance 6100), pengayak granul (Laboratory Science, IML),
oven (Memmert), lemari pendingin (Refrigerator, Toshiba), dehumidifier (OASIS
D125), Air Conditioner (LG), pH meter, Cube mixer, stopwatch (Illuminator, Casio).
F. Tata Cara Penelitian
1. Pemeriksaan kualitas ekstrak teh hijau
a. Pemerian ekstrak kering teh hijau
Pemerian ekstrak kering teh hijau meliputi warna, bau, dan rasa ekstrak teh
b. Uji kandungan air ekstrak
Uji dilakukan dengan menggunakan alat moisture analyzer.
2. Penentuan dosis ekstrak kering teh hijau
Dosis tiap sachet granul effervescent sebagai antioksidan, yaitu mengandung 35
mg epigallocatechin gallat (EGCG).
Kandungan EGCG dalam ekstrak kering teh hijau adalah 7,14 % dihitung dengan
kandungan lembab 3% sehingga untuk memperoleh 35 mg EGCG dibutuhkan
500 mg ekstrak kering teh hijau:
hijau teh ing ekstrak mg mg mg mg mg ker 500 2 , 490 100 / 14 , 7 35 14 , 7 35 ≈ = =
3. Penentuan level rendah dan level tinggi asam fumarat dan natrium bikarbonat
dalam sediaan effervescent
2 NaHCO3 + C4H4O4 → 2H2O + 2CO2 + Na2C4H2O4……….(2)
BM asam fumarat =116 ; BM Natrium bikarbonat = 84 • Level rendah
gram g 0,6 4
100 15
=
× Æ 0,0052mol
116 6 , 0
=
2 NaHCO3 + C4H4O4 → 2H2O + 2CO2 + Na2C4H2O4………...(3)
0,0104 0,0052 mol
Massa NaHCO3 = 0,0104 x 84 = 0,874 gram
Jadi, level rendah untuk asam fumarat (C4H4O4)= 0,6 gram dan level rendah
• Level tinggi
gram g 1 4 100
25
=
× Æ 0,0086 mol
116 1
=
2 NaHCO3 + C4H4O4 → 2H2O + 2CO2 + Na2C4H2O4………...(4)
0,0172 0,0086 mol
Massa NaHCO3 = 0,0172 x 84 = 1,445 gram
Jadi, level tinggi untuk fumarat (C4H4O4)= 1 gram dan level tinggi untuk basa
Na Bikarbonat (NaHCO3) = 1,445 gram.
4. Optimasi formula granul effervescent ekstrak teh hijau dengan kombinasi asam
fumarat dan basa natrium bikarbonat
Tabel II. Formula granul effervescent ekstrak teh hijau
FORMULA BAHAN (mg)
1 a b ab
Ekstrak teh hijau 500 500 500 500
Asam fumarat 600 1000 600 1000
Natrium bikarbonat 874 874 1445 1445
PVP untuk granul asam 9,36 9,36 9,36 9,36
PVP untuk granul basa 16,5 16,5 16,5 16,5
Sukrosa 975 975 975 975
Aspartam 80 80 80 80
5. Pembuatan granul effervescent dengan metode granulasi kering
Pada pembuatan granul effervescent ekstrak teh hijau dengan metode granulasi
campuran ekstrak teh hijau, asam fumarat, sukrosa, aspartam dan PVP sebagai
bahan pengikat. Granul basa dibuat dengan campuran natrium bikarbonat,
sukrosa, dan serbuk kering PVP sebagai pengikat. Sebelum digunakan
masing-masing bahan diayak terlebih dahulu dengan menggunakan ayakan nomor 50,
kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven (suhu ± 40oC) selama 2 hari.
Campuran serbuk asam dan campuran serbuk basa masing-masing dihomogenkan
dengan menggunakan cube mixer dengan kecepatan 20 rpm selama 20 menit
kemudian dikeringkan dalam oven (suhu ± 40oC) selama 2 hari lalu dilanjutkan
dengan proses slugging dengan menggunakan mesin tablet dengan tekanan 9 kg
dan ukuran punch diameter 20 mm, setelah itu dihancurkan untuk mendapatkan
granul dengan ukuran tertentu (dengan menggunakan ayakan ukuran mesh 20/30).
Granul asam dan basa yang terbentuk lalu dikeringkan dalam oven (suhu ±40oC)
selama 7 hari hingga didapatkan bobot konstan. Kemudian diuji sifat fisik granul
effervescent yang didapat.
6. Pemeriksaan sifat fisik granul effervescent
a. Kandungan lembab granul
Ditimbang granul seberat 5 g, dimasukkan ke dalam oven untuk
masing-masing formula (granul asam dan granul basa dalam kondisi terpisah) dalam cawan
petri yang tersedia yang sebelumnya sudah ditara. Waktu pengeringan diatur sehingga
bobot konstan (±7 hari) yakni sampai perbedaan bobot antara dua penimbangan
berurutan tidak lebih dari 0,25% (Anonim, 1995). Setelah didapat bobot konstan
kandungan lembab untuk campuran granul asam dan basa dengan menggunakan
moisture analyzer. Sejumlah kurang lebih 5 gram campuran granul asam dan basa
dimasukkan ke dalam cawan alumunium, kemudian pengukuran dilakukan dengan
pemanasan pada suhu 105oC selama 15 menit atau sampai bobot granul relatif
konstan (Ansel, 1989).
b. Kecepatan alir
Granul ditimbang 100 g kemudian dituang pelan-pelan ke dalam corong
berujung tangkai tertutup lewat dinding corong. Kemudian tutup pada ujung tangkai
dibuka dan granul dibiarkan mengalir keluar sampai habis. Waktu mengalirnya granul
sampai granul yang berada di dalam corong keluar semua dicatat dengan stopwatch.
(Voigt, 1994).
c. Waktu larut
Masukkan campuran granul (sesuai bobot granul tiap-tiap formula) ke dalam
gelas yang berisi 200 ml air. Catat waktu yang dibutuhkan granul untuk larut dalam
air dengan menggunakan stopwatch (Mohrle,1980).
d. pH larutan
Sejumlah granul sesuai bobot tiap formula yang sudah dilarutkan ke dalam
200 ml air pada suhu 20-250C, diukur pH larutan dengan menggunakan pH meter
setelah tidak lagi terjadi reaksi effervescent, yang ditandai dengan tidak lagi terbentuk
7. Penentuan profil sifat fisik granul effervescent dan area komposisi optimum
Respon untuk semua kombinasi dapat diprediksi dengan menggunakan persamaan
desain faktorial:
Y = b0 + b1(X1) + b2(X2) + b12 (X1)(X2)
Keterangan:
Y = respon hasil percobaan/sifat yang diamati, contohnya: waktu hancur.
X1 = level faktor 1 Æasam fumarat
X2 = level faktor 2 Ænatrium bikarbonat
X1X2 = level faktor 1 (asam fumarat) dikalikan level faktor 2 (natrium
bikarbonat).
b0 = rata-rata hasil semua percobaan.
B1, b2, b12 = koefisien yang dapat dihitung dari hasil percobaan.
G. Analisis Data
Data yang diperoleh dari sifat fisik yang terkumpul dianalisis menggunakan
metode desain faktorial. Dibuat profil sifat fisik (kandungan lembab, kecepatan alir,
waktu hancur, pH larutan) granul effervescent ekstrak teh hijau berdasarkan
persamaan desain faktorial (Bolton, 1997).
Dengan menggunakan perhitungan metode desain faktorial, dapat dihitung
besarnya efek/pengaruh asam fumarat, natrium bikarbonat dan interaksi keduanya
terhadap sifat fisik granul effervescent ekstrak teh hijau. Dari persamaan regresi
optimal dari masing-masing respon, sesuai dengan sifat fisik yang kita inginkan.
Masing-masing area optimal kemudian digabung menjadi superimposed contour plot
sehingga akan diperoleh komposisi optimumnya.
Untuk mengetahui perbedaan respon yang terjadi pada dua level asam-basa
yang berbeda dan mengetahui adanya interaksi antara asam-basa yang diteliti
dilakukan dengan analisis statistik Yate’s treatment. Berdasarkan analisis statistik ini
maka dapat ditentukan ada atau tidaknya hubungan dari setiap faktor dan interaksi
terhadap respon. Hal tersebut dapat dilihat dari F hitung dan F tabel. Sebelumnya
ditentukan hipotesis terlebih dahulu. Hipotesis alternatif (Hi) yaitu terdapat hubungan
antara faktor (asam fumarat, natrium bikarbonat, dan interaksi keduanya) dengan
respon. Hipotesis null (Hnull) merupakan negasi Hi, yaitu tidak ada hubungan. Hi
diterima dan H null ditolak apabila nilai Fhitung lebih besar daripada nilai Ftabel. Taraf
kepercayaan yang digunakan untuk uji statistik adalah 95 %. Derajat bebas faktor dan
interaksi (experiment) sebagai numerator, yaitu 1, dan derajat bebas experimental
error sebagai denominator, yaitu 33, sehingga diperoleh harga F tabel untuk faktor
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Uji Kualitas Ekstrak Kering Teh Hijau
Ekstrak kering yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari PT. Sido
Muncul.
1. Pemerian ekstrak kering teh hijau
Pemerian ekstrak kering teh hijau meliputi bentuk, warna, bau dan rasa.
Hasilnya adalah bentuk ekstrak kering, bau khas, warna kuning kecoklatan, rasa
pahit.
2. Uji kandungan lembab ekstrak
Uji kandungan lembab dilakukan dengan menimbang ekstrak sebanyak 5
gram kemudian dimasukkan ke dalam moisture analyzer dengan suhu 1050C selama
15 menit. Uji kandungan lembab ekstrak dilakukan untuk mengetahui pengaruh
ekstrak teh hijau terhadap stabilitas sediaan effervescent yang sangat tergantung pada
adanya air yang dapat menimbulkan reaksi effervescent dini. Menurut Voigt (1994),
untuk dapat dikatakan sebagai ekstrak kering kandungan air dalam ekstrak yaitu tidak
lebih dari 5%. Dari hasil rata-rata kadar air yang didapat seperti terlihat pada tabel III,
ekstrak yang digunakan sesuai dengan persyaratan kadar air untuk ekstrak kering.
Tabel III. Hasil pengukuran kandungan lembabdalam ekstrak kering teh hijau
Replikasi Kadar air (% b/b)
1 4,01 2 3,97 3 4,28 4 3,96 5 4,02 6 3,93 Rata-rata 4,03
SD 0,13
B. Pembuatan Granul Effervescent
Ekstrak teh hijau yang telah melalui pemeriksaan fisik selanjutnya diolah ke
dalam bentuk granul effervescent. Dalam pembuatan granul effervescent harus
diperhatikan kandungan air baik dalam ekstrak maupun bahan-bahan yang dipakai
dalam pembuatan granul effervescent. Oleh karena itu, sebelum dibuat menjadi
bentuk granul, bahan-bahan yang digunakan terlebih dahulu dikeringkan pada oven
dengan suhu 400C. Dipilih suhu 400C karena natrium bikarbonat yang merupakan
sumber basa dalam pembuatan granul effervescent ini dapat terurai menjadi natrium
karbonat pada suhu lebih dari 500C.
Dalam penelitian ini zat aktif yang dibidik sebagai antioksidan dalam ekstrak
teh hijau adalah EGCG. Dosis EGCG yang digunakan yaitu 35 mg. Pemakaian
EGCG secara berlebihan tidak dianjurkann karena dapat menyebabkan terjadinya
prooksidant (Tian, Sun, Xu, dan Hua, 2007). Pada CoA ekstrak teh hijau (lampiran
1), terdapat juga kandungan lain seperti kafein. Jumlah kafein yang tertera pada CoA
adalah 500 mg sehingga jumlah kafein yang terkandung dalam tiap kemasan adalah
28 mg. Menurut The American Dietetic Association konsumsi kafein per hari yang
diperbolehkan adalah tidak lebih dari 300 mg sehingga kandungan kafein dalam
granul effervecsent yang dihasilkan memenuhi persyaratan.
Pada formulasi granul effervescent ini digunakan asam fumarat sebagai
sumber asam dan natrium bikarbonat sebagai sumber basa. Penggunaan asam fumarat
dalam pembuatan granul effervescent ekstrak teh hijau dengan metode granulasi
kering ini adalah karena asam fumarat memiiki kompresibilitas yang baik, demikian
pula halnya dengan natrium bikarbonat yang memiliki kompresibilitas yang paling
baik diantara semua karbonat (Mohrle, 1989). Asam fumarat biasanya tidak
digunakan secara tunggal karena kelarutannya rendah dalam air (Mohrle, 1989).
Namun pada formulasi granul effervescent ini asam fumarat dicoba diformulasikan
secara tunggal. Untuk mengatasi masalah kelarutan asam fumarat yang rendah dalam
air maka range jumlah asam yang digunakan adalah 15%-25% dari keseluruhan berat
effervescent, dimana untuk menghasilkan sediaan effervescent yang baik jumlah asam
yang dipakai berkisar antara 10%-60% dari keseluruhan berat effervescent (Wehling
dan Fred, 2004). Penentuan jumlah natrium bikarbonat didasarkan pada reaksi
kesetaraan antara jumlah asam dan jumlah basa.
Pembuatan granul asam dan granul basa dilakukan secara terpisah. Hal ini
dilakukan mengingat keterbatasan ruangan yang digunakan untuk memproduksi
granul effervescent memiliki kelembaban relatif yang cukup tinggi. Meskipun sudah
penggunaan dehumidifier hanya dapat menurunkan kelembaban relatif ruangan
hingga 55%. Padahal persyaratan ruangan yang digunakan untuk membuat sediaan
effervescent adalah 25% (Mohrle, 1989). Tingginya kelembaban relatif ruangan
tersebut dapat mempengaruhi produk yang dihasilkan, salah satunya karena
memungkinkan terjadinya reaksi effervescent dini. Oleh karena itu granul asam dan
granul basa dibuat secara terpisah. Selain itu, upaya lain yang dilakukan untuk
mengatasi tingginya kelembaban relatif ruangan yaitu dengan mengeringkan
bahan-bahan sebelum digunakan.
Pada pembuatan granul asam, bahan-bahan yang digunakan adalah ekstrak
teh hijau, asam fumarat, sukrosa dan serbuk kering PVP. Ekstrak teh hijau dicampur
pada granul asam karena kandungan utama dalam ekstrak teh hijau yaitu EGCG lebih
stabil dalam suasana asam. Sementara pada pembuatan granul basa, bahan-bahan
yang digunakan adalah natrium bikarbonat, sukrosa, serbuk kering PVP, dan
aspartam. Aspartam ditambahkan pada bagian basa karena dalam suasana asam
aspartam dapat membentuk kabut sehingga penampilan sediaan effervescent menjadi
kurang menarik.
Pada pembuatan granul effervescent ditambahkan bahan pengikat PVP. PVP
dipilih karena efektif sebagai bahan pengikat pada sediaan effervescent (Mohrle,
C. Granul Effervescent
Granul effervescent ekstrak teh hijau yang dihasilkan memiliki rasa yang
enak seperti lemon tea karena adanya rasa asam yang dihasilkan dari sumber asam
dan memiliki penampilan yang menarik yaitu berwarna kekuningan jernih tetapi
berbuih dan buih yang dihasilkan menghilang dalam waktu yang cukup lama.
D. Uji sifat fisik granul effervescent
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah campuran telah
homogen atau belum homogen. Dari hasil uji homogenitas campuran granul asam dan
granul basa diperoleh CV lebih dari 5 (lampiran7) sehingga campuran granul asam
dan granul basa mungkin saja belum homogen atau bahkan telah lewat homogen.
Namun, menurut Mohrle homogenitas juga dapat dilihat dari pH dimana keseragaman
pH mencerminkan homogenitas campuran. Dari uji pH larutan diperoleh nilai CV
kurang dari 5 pada setiap formula (lampiran 4) sehingga dapat dikatakan bahwa
campuran antara granul asam dan granul basa sudah homogen.
Uji sifat fisik granul effervescent meliputi uji waktu larut, kecepatan alir, pH
Tabel IV. Hasil pengukuran sifat fisik granul effervescent
Formula
Sifat fisik (n=12) (1) (a) (b) (ab)
Kandungan lembab (%) 2,30 ± 0,24 2,03 ± 0,31 2,65 ± 0,11 2,52 ± 0,21
Kecepatan alir (g/dtk) 66,69± 6,14 73,58 ± 3,43 75,75 ± 4,96 75,61 ± 1,99 Waktu larut (detik) 96,58 ±14,27 187,83 ± 33,23 82,92± 14,64 146,58 ± 27,17
pH 5,89 ± 0,14 4,79 ± 0,14 6,37 ± 0,09 5,94 ± 0,12
Berdasarkan perhitungan desain faktorial sifat fisik granul, besarnya efek
asam fumarat, efek natrium bikarbonat, dan efek interaksi terhadap sifat fisik granul
effervescent adalah sebagai berikut:
Tabel V. Hasil perhitungan efek faktor terhadap sifat fisik granul effervescent
ekstrak teh hijau
Nilai efek Sifat fisik granul
A B Interaksi
Kandungan lembab (%) |-0,20| 0,43 0,07 Kecepatan alir (g/dtk) 3,38 5,54 |-3,51|
Waktu larut (detik) 77,46 │-27,46│ |-13,79|
pH |-0,76| 0,81 0,33
Keterangan : Efek A = efek asam fumarat, Efek B = efek natrium bikarbonat
1. Kandungan lembab granul effervescent
Pengukuran kandungan lembab dilakukan untuk mengetahui kandungan air
pada granul kering. Kandungan lembab granul dapat mempengaruhi sifat alir granul,
dan stabilitas granul selama penyimpanan. Kandungan lembab yang terlampau rendah
tinggi menyebabkan granul sukar mengalir dan tidak stabil dalam penyimpanan
(Voigt, 1984). Tetapi untuk granul effervescent kadar air yang rendah justru
memberikan keuntungan karena dapat menghindari terjadinya reaksi effervescent
dini.
Kandungan lembab granul effervescent yang baik adalah antara 0,4-0,7%
(Fausett, Gayser, dan Dash, 2000). Hasil penelitian (tabel IV) menunjukkan pada
semua formula tidak memenuhi persyaratan kandungan lembab granul effervescent.
Tingginya kandungan lembab pada granul effervescent hasil penelitian dikarenakan
keterbatasan pada ruangan tempat memproduksi granul effervescent yang memiliki
kelembaban relatif yang tinggi. Meskipun telah dilakukan upaya untuk menurunkan
kelembaban ruangan, namun pengendalian kelembaban relatif ruangan hanya dapat
mencapai 55%, padahal seharusnya kelembaban relatif ruangan untuk pembuatan
sediaan effervescent adalah 25%. Keterbatasan inilah yang membuat granul menyerap
lembab dari lingkungan sehingga kandungan lembab dalam granul effervescent
menjadi sangat tinggi yaitu hingga 2% sehingga granul effervescent yang dihasilkan
tidak dapat memenuhi persyaratan kualitas kandungan lembab granul effervescent
yaitu 0,4-0,7%. Meskipun demikian tetap dilakukan upaya untuk mengatasinya yaitu
dengan mengeringkan bahan-bahan sebelum digunakan.
Grafik pada gambar 2 menunjukkan hubungan asam fumarat dan natrium
1,0 1,5 2,0 2,5 3,0
600 700 800 900 1000 asam fum arat (m g)
k a ndun ga n le m b a b ( % )
level rendah basa level t inggi basa
1,0 1,5 2,0 2,5 3,0
874 974 1074 1174 1274 1374 natrium bikarbonat (m g)
k a ndunga n le m b a b ( % )
level rendah asam level tinggi asam
Gambar 2 a Gambar 2 b
Gambar 2 . Grafik hubungan antara level asam fumarat (a) dan natrium bikarbonat (b) terhadap kandungan lembab granul effervescent
Pada gambar 2a dan 2b terdapat dua garis yang tidak sejajar yang berarti
terdapat efek interaksi yang berpengaruh terhadap kandungan lembab granul. Gambar
2a memperlihatkan bahwa dengan penambahan asam fumarat menyebabkan
penurunan kandungan lembab granul baik pada penggunaan natrium bikarbonat level
tinggi maupun natrium bikarbonat level rendah. Sebaliknya pada gambar 2b tampak
bahwa penambahan natrium bikarbonat akan meningkatkan kandungan lembab
granul baik itu pada penggunaan asam fumarat level tinggi maupun asam fumarat
level rendah.
Berdasarkan perhitungan desain faktorial, natrium bikarbonat memiliki efek
yang dominan dalam menentukan kandungan lembab granul dibandingkan dengan
efek asam fumarat maupun efek interaksi (tabel V). Besar efek natrium bikarbonat
dalam menentukan kandungan lembab adalah 0,43, efek asam fumarat adalah |-0,20|,
dan efek interaksi asam fumarat-natrium bikarbonat adalah 0,07. Efek natrium
interaksi asam fumarat-natrium bikarbonat meningkatkan kandungan lembab granul.
Efek asam fumarat bernilai negatif, hal ini berarti asam fumarat akan menurunkan
kandungan lembab granul. Semakin banyak penggunaan asam fumarat maka
kandungan lembab granul semakin menurun. Hal ini disebabkan karakteristik asam
fumarat yang bersifat non higroskopis.
Tabel VI. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon kandungan lembab granul effervescent
Source of Variation Degrees of freedom
Sum of
Squares Mean Squares F
Replicates 11 0,610 0,056
Treatment 3 2,724 0,908
A 1 0,488 0,488 9,579
B 1 2,176 2,176 42,709
AB 1 0,060 0,060 1,182
Experimental error 33 1,681 0,051
Total 47 5,016
Dari hasil perhitungan harga F yang diperoleh dari Yate’s treatment (tabel
VI) untuk respon kandungan lembab granul memperlihatkan bahwa asam fumarat dan
natrium bikarbonat mempunyai harga F hitung yang lebih besar dari tabel yaitu 4,139
Oleh karena itu asam fumarat dan natrium bikarbonat memberikan pengaruh yang
bermakna secara statistik terhadap respon kandungan lembab. Harga F hitung yang
paling besar dimiliki oleh natrium bikarbonat, hal ini menegaskan bahwa natrium
bikarbonat merupakan faktor yang dominan dalam menentukan respon kandungan
2. Kecepatan alir granul effervescent
Pengukuran sifat alir granul pada penelitian ini dilakukan secara langsung
yaitu dengan mengukur waktu yang dibutuhkan sejumlah granul untuk mengalir
keluar dari corong pengukur waktu alir. Umumnya, sifat alir yang baik dapat
menghasilkan keseragaman bobot granul pada tiap formula.
Menurut Guyot (1987), kecepatan alir granul yang baik minimal 10
gram/detik. Keempat formula dalam penelitian ini memiliki kecepatan alir yang
memenuhi persyaratan yaitu lebih dari 10 gram/detik.
Grafik pada gambar 3 menunjukkan hubungan asam fumarat dan natrium
bikarbonat terhadap kecepatan alir granul effervescent.
50 60 70 80
600 700 800 900 1000
asam fum arat (m g)
k e c e p a ta n a li r (g /d tk )
level rendah basa level tinggi basa
50 60 70 80
874 974 1074 1174 1274 1374
natrium bikarbonat (m g)
kec ep at an al ir ( g /d tk)
level rendah asam level tinggi asam
Gambar 3 a Gambar 3 b
Gambar 3 . Grafik hubungan antara level asam fumarat (a) dan natrium bikarbonat (b) terhadap kecepatan alir granul effervescent
Gambar 3a memperlihatkan bahwa dengan penggunaan asam fumarat yang
semakin besar pada level yang diteliti akan meningkatkan kecepatan alir granul pada
granul pada penggunaan natrium bikarbonat level tinggi. Sementara itu, gambar 3b
memperlihatkan bahwa dengan penambahan natrium bikarbonat menyebabkan
peningkatan kecepatan alir baik itu pada penggunaan asam fumarat level tinggi
maupun asam fumarat level rendah.
Berdasarkan perhitungan desain faktroial pada kecepatan alir granul
effervescent, efek natrium bikarbonat lebih dominan dibandingkan dengan efek asam
fumarat dan interaksinya. Besar efek natrium bikarbonat dalam menentukan
kecepatan alir granul adalah 5,54, efek asam fumarat adalah 3,38 dan efek interaksi
asam fumarat-natrium bikarbonat adalah |-3,51|. Efek asam fumarat dan natrium
bikarbonat bernilai positif, hal ini berarti asam fumarat dan natrium bikarbonat akan
meningkatkan kecepatan alir granul. Semakin banyak penggunaan asam fumarat,
maka kecepatan alir granul akan semakin meningkat. Demikian juga dengan
penggunaan natrium bikarbonat, semakin banyak penggunaan natrium bikarbonat,
maka kecepatan alir granul semakin meningkat. Sementara itu, efek interaksi bernilai
negatif, hal ini berarti efek interaksi asam fumarat-natrium bikarbonat akan
Tabel VII. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon kecepatan alir granul
effervescent
Source of Variation Degrees of freedom
Sum of
Squares Mean Squares F
Replicates 11 261,919 23,811
Treatment 3 653,536 217,845
A 1 136,721 136,721 7,403
B 1 368,798 368,798 19,969
AB 1 148,017 148,017 8,015
Experimental error 33 609,457 18,468
Total 47 1524,912
Berdasarkan hasil perhitungan dengan Yate’s Treatment (tabel VII) untuk
respon kecepatan alir memperlihatkan bahwa asam fumarat, natrium bikarbonat dan
interaksinya mempunyai harga F hitung yang lebih besar dari F tabel yaitu 4,139.
Oleh karena itu asam fumarat, natrium bikarbonat dan interkasinya memberikan
pengaruh yang bermakna secara statistik terhadap respon kecepatan alir granul
effervescent. Natrium bikarbonat memiliki harga F hitung yang paling besar, hal ini
menegaskan bahwa natrium bikarbonat merupakan faktor yang paling dominan dalam
menentukan respon kecepatan alir.
3. Waktu larut granul effervescent
Proses larutnya granul effervescent diawali dengan penetrasi air ke dalam
granul effervescent. Karena bahan pengikat yang digunakan pada pembuatan granul
effervescent adalah PVP yang bersifat hidrofilik maka akan mempermudah penetrasi
air ke dalam granul sehingga granul effervescent mudah larut dalam air. Penetrasi air
yang kemudian menghasilkan CO2 dan mengakibatkan hancurnya granul effervescent.
Waktu larut merupakan salah satu sifat fisik sediaan effervescent yang khas, dimana
sediaan effervescent yang baik memiliki waktu larut 1-2,5 menit (Wehling dan Fred,
2004).
Pada penelitian ini hasil uji waktu larut granul effervescent pada formula a
tidak memenuhi persyaratan waktu larut granul effervescent. Berdasarkan gambar 4a
dapat dilihat bahwa penambahan asam fumarat dapat memperbesar waktu larut granul
effervescent pada level tinggi maupun level rendah natrium bikarbonat. Respon
sebaliknya tampak pada gambar 4b, peningkatan jumlah natrium bikarbonat
menyebabkan penurunan waktu larut pada penggunaan asam fumarat level rendah
maupun level tinggi.
50 100 150 200
600 700 800 900 1000
asam fumarat (mg)
w akt u l a ru t (d et ik)
level rendah basa level tinggi basa
50 100 150 200
874 974 1074 1174 1274 1374
natrium bikarbonat (mg)
wa k tu l a ru t (de ti k )
level rendah asam level tinggi asam
Gambar 4 a Gambar 4 b
Gambar 4 . Grafik hubungan antara level asam fumarat (a) dan natrium bikarbonat (b) terhadap waktu larut granul effervescent
Berdasarkan perhitungan desain faktorial, efek asam fumarat lebih dominan
larut. Besar efek asam fumarat adalah 77,46, efek natrium bikarbonat |-27,46|, dan
efek interaksi asam fumarat-natrium bikarbonat |-13,79| (tabel V). Efek asam fumarat
bernilai positif, berarti asam fumarat akan meningkatkan waktu larut. Semakin
banyak penggunaan asam fumarat, maka waktu larut semakin meningkat. Efek
natrium bikarbonat dan interaksi bernilai negatif, berarti natrium bikarbonat akan
menurunkan waktu larut. Semakin banyak penggunaan natrium bikarbonat, maka
waktu larut semakin menurun. Efek peningkatan waktu larut granul effervescent
dominan disebabkan oleh penggunaan asam fumarat. Hal ini disebabkan kelarutan
asam fumarat dalam air yang sangat rendah.
Tabel VIII. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon waktu larut granul
effervescent
Source of Variation Degrees of freedom
Sum of
Squares Mean Squares F
Replicates 11 4379,229 398,112
Treatment 3 83327,563 27775,854
A 1 71997,521 71997,521 120,488
B 1 9047,521 9047,521 15,141
Ab 1 2282,521 2282,521 3,820
Experimental error 33 19719,188 597,551
Total 47 107425,979
Dari hasil perhitungan harga F yang diperoleh dari Yate’s Treatment (tabel
VIII) untuk respon waktu larut memperlihatkan bahwa asam fumarat dan natrium
bikarbonat mempunyai harga F hitung yang lebih besar dari F tabel yaitu 4,139 . Oleh
karena itu asam fumarat dan natrium bikarbonat memberikan pengaruh yang
menegaskan bahwa asam fumarat merupakan faktor yang dominan dalam
menentukan respon waktu larut.
4. pH larutan granul effervescent
pH merupakan parameter yang menyatakan tingkat keasaman suatu zat. pH
dalam larutan effervescent ekstrak teh hijau akan berpengaruh pada kelarutan dan
stabilitasnya. EGCG memiliki kelarutan yang baik pada pH 5-7 (Kellar, Poshini, He,
Penzotto, Bedu-Addo, dan Payne, 2005). Sementara itu, dari sisi stabilitas EGCG
sangat tidak stabil pada pH basa > 8. Pada pH 4-8 kestabilan EGCG dipengaruhi oleh
pH dimana semakin asam maka EGCG akan semakin stabil (Zhu, Zhang, Tzang,
Huang dan Chen, 1997).
Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa larutan yang dihasilkan dari
formula a memiliki tingkat keasaman yang paling tinggi yaitu 4,79 ± 0,14. Hal ini
disebabkan formula a mempunyai kandungan asam yang tinggi dan kandungan basa
yang rendah. Di sisi lain formula b memiliki tingkat kebasaan yang paling tin