BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Harga Saham 1. Pengertian Saham
Saham (stock atau share) dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut. (Darmadji dan Fakhruddin, 2006: 6)
Di pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham sehari – hari, harga saham mengalami fluktuasi naik maupun turun. Pembentukan harga saham terjadi karena adanya permintaan (demand) dan penawaran (supply) atas saham tersebut. Dengan kata lain, harga saham terbentuk atas permintaan dan penawaran saham. Supply dan demand terjadi karena berbagai faktor, baik yang sifatnya spesifik atas saham (kinerja perusahaan dan industri dimana perusahaan tersebut bergerak), maupun faktor yang sifatnya makro seperti kondisi ekonomi negara, kondisi sosial – politik, maupun rumor – rumor yang berkembang. (Darmadji dan Fakhruddin, 2006: 13)
Harga saham adalah harga suatu saham yang diperdagangkan di bursa. Harga saham sering dicatat berdasarkan perdagangan terakhir pada hari bursa
sehingga sering disebut harga penutupan. Oleh karena itu harga saham diukur dari harga resmi berdasarkan transaksi penutupan terakhir pada hari bursa. Harga saham sangat dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran. Pada saat permintaan saham meningkat, maka harga saham tersebut akan cenderung meningkat, sebaliknya pada saat banyak pemilik saham menjual saham yang dimilikinya, maka harga saham tersebut cenderung akan mengalami penurunan (Anoraga, 2006:59).
Harga sebuah saham dapat berubah atau berfluktuasi dengan cepat bahkan dalam hitungan menit maupun hitungan detik. Hal tersebut diakibatkan karena banyaknya pesanan yang dimasukkan ke JATS (Jakarta Automated Trading System). Pada perdagangan Bursa Efek Indonesia terdapat lebih 400 terminal komputer dimana para floor trader dapat memasukkan pesanan yang diterimanya dari nasabah. Pada monitor-monitor yang memantau perdagangan saham, terdapat beberapa istilah harga saham yaitu (Darmadji dan Fakhruddin, 2006:131) :
1) Previous Price menunjukkan harga penutupan hari sebelumnya.
2) Open atau Opening Price menunjukkan harga pertama kali pada saat pembukaan sesi I perdagangan, yaitu pada jam 09.30 WIB.
3) High atau Highest Price menunjukkan harga tertinggi atas suatu saham yang terjadi sepanjang perdagangan paa hari tersebut.
4) Low atau Lowest Price menunjukkan harga terendah atas suatu saham yang terjadi sepanjang perdagangan pada hari tersebut.
5) Closing Price atau Last Price menunjukkan harga terakhir yang terjadi atas suatu saham, yaitu jam 16.00 WIB.
6) Change menunjukkan selisih antara harga pembukaan dengan harga terkahir yang terjadi pada hari tersebut.
2. Faktor -faktor yang Mempengaruhi Harga Saham
Menurut Alwi (2003:87), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan
1) Faktor Internal (Lingkungan Mikro)
Faktor internal ( lingkungan mikro ) antara lain adalah :
a) Pengumuman tentang pemasaran, produksi, penjualan seperti pengiklanan, rincian kontrak, perubahan harga, penarikan produksi, laporan keamanan produk, dan laporan penjualan.
b) Pengumuman pendanaan (financing announcements), seperti pengumuman yang berhubungan denga
c) Pengumuman badan direksi manajemen (management-board of director announcements) seperti perubahan dan pergantian direktur, manajemen, dan struktur organisasi.
d) Pengumuman pengambilalihan diversifikasi, seperti laporan merger, investasi ekuitas, laporan take over oleh pengakuisisian dan diakuisisi, laporan divestasi dan lainnya.
e) Pengumumainvestment annuncements), seperti melakukan ekspansi pabrik, pengembangan riset dan, penutupan usaha lainnya.
f) Pengumuman ketenagakerjaan (labour announcements), seperti negoisasi baru, kontrak baru, pemogokan dan lainnya.
g) Pengumuman laporan keuangan perusahaan, seperti peramalan laba sebelum akhir tahun fiskal dan setelah akhir tahun fiskal, earning per share (EPS) dan dividen per share (DPS), price earning ratio, net profit margin, return on assets (ROA), dan lain-lain.
2) Faktor eksternal (Lingkungan Makro)
Faktor eksternal ( lingkungan makro ) antara lain adalah :
a) Pengumuman dari pemerintah seperti
deposito, kurs valuta asin ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah.
b) Pengumuman hukum (legal announcements), seperti tuntutan karyawan terhadap perusahaan atau terhadap manajernya dan tuntutan perusahaan terhadap manajernya.
c) Pengumuman industri sekuritas (securities announcements), seperti laporan pertemuan tahunan, insider perdagangan, pembatasan/penundaaan trading.
d) Gejolak politik dalam negeri dan fluktuasi
faktor yang berpengaruh signifikan pada terjadinya pergerakan harga saham di bursa efek suatu negara.
2.1.2. Nilai Tukar
Nilai tukar Rupiah atau disebut juga Kurs Rupiah adalah perbandingan nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar Negara dimana masing – masing Negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut kurs valuta asing atau kurs (Salvatore, 2008).
Di dalam mengukur kurs mata uang ada dua cara yang dapat digunakan. Seperti yang diungkapkan Eiteman, Stonehill, Moffet (dalam Sartana, 2000): "European terms, expresses the rate as the foreign currency prices of home currency. This is also called indirect quote. The alternative method called American terms is to give the home currency price of one unit of foreign currency. This is also called a direct quote"
Cara pertama adalah indirect quote yang menunjukkan jumlah mata uang luar negeri yang dibutuhkan untuk membeli satu satuan mata uang dalam negeri. Sedangkan cara kedua adalah direct quote yang menunjukkan jumlah mata uang dalam negeri yang diperlukan untuk membeli satu satuan mata uang luar negeri.
Berikut adalah beberapa teori yang berkaitan dengan nilai tukar valuta asing (Berlianta, 2004:18-21) :
a) Balance of Payment Approach
Pendekatan ini didasarkan pada pendapat bahwa nilai tukar valuta ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan terhadap valuta tersebut. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur kekuatan penawaran dan permintaan tersebut adalah Balance of Payment.
Apabila Balance of Payment suatu negara mengalami defisit dapat diartikan bahwa penghasilan (arus uang masuk) lebih kecil daripada pengeluaran (arus uang keluar), maka permintaan akan valuta asing akan bertambah guna membayar defisit tersebut, nilai tukarnya akan cenderung mengalami penurunan dan sebaliknya.
b) Teori Purchasing Power Parity
Teori ini agak berbeda dengan pendekatan sebelumnya. Teori ini berusaha untuk menghubungkan nilai tukar dengan daya beli valuta tersebut terhadap barang dan jasa. Pendekatan ini menggunakan apa yang disebut Law of One Price sebagai dasar. Dalam Law of One Price disebutkan bahwa dengan asumsi tertentu, dua barang yang identik (sama dalam segala hal) harusnya mempunyai harga yang sama.
c) Fisher Effect
Teori ini diperkenalkan oleh Irving Fisher. Fisher Effect menyatakan bahwa tingkat suku bunga nominal di satu negara akan sama dengan tingkat suku bunga riil ditambah tingkat inflasi di negara itu. Pernyataan tersebut dapat digambarkan dengan persamaan sebagai berikut:
Suku Bunga Nominal = Suku Bunga Riil + Tingkat Inflasi
Dengan kata lain, tingkat suku bunga nominal di dua negara dapat berbeda karena tingkat inflasi mereka berbeda.
d) International Fisher Effect
Pendapat ini didasari oleh Fisher Effect, bahwa pergerakan nilai mata uang suatu negara di banding negara lain (pergerakan kurs) disebabkan oleh perbedaan suku bunga nominal yang ada di kedua negara tersebut.
Implikasi dari International Fisher Effect adalah bahwa orang tidak bisa menikmati keuntungan yang lebih tinggi hanya dengan menanamkan dana mereka ke negara yang mempunyai suku bunga nominal tinggi karena nilai mata uang negara yang suku bunganya tinggi tersebut akan terdepresiasi (turun nilainya) sebesar selisih bunga nominal dengan negara yang mempunyai suku bunga nominal lebih rendah.
1. Sistem Nilai Tukar
Sistem nilai tukar dapat diklasifikasikan menurut seberapa jauh nilai tukar dikendalikan oleh pemerintah (Madura, 2006). Sistem nilai tukar suatu negara biasanya masuk ke dalam salah satu kategori sistem tetap (fixed), sistem mengambang bebas (freely floating), sistem mengambang terkendali (managed floating), dan sistem terpatok (pegged).
1) Sistem Tetap (Fixed)
Pada sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate system), nilai tukar mata uang dibuat konstan ataupun hanya diperbolehkan berfluktuasi dalam kisaran yang sempit. Bila pada suatu saat nilai tukar mulai berfluktuasi terlalu besar, maka pemerintah akan melakukan intervensi untuk menjaga agar fluktuasi tetap berada dalam kisaran yang diinginkan.
2) Sistem Mengambang Bebas (Freely Floating)
Pada sistem nilai tukar mengambang bebas (freely floating exchange rate system), nilai tukar ditentukan sepenuhnya oleh pasar tanpa intervensi dari pemerintah. Bila pada sistem tetap tidak diperbolehkan adanya fleksibilitas nilai tukar, maka pada sistem mengambang bebas memperbolehkan adanya fleksibilitas secara penuh. Pada kondisi nilai tukar yang mengambang, nilai tukar akan disesuaikan secara terus-menerus sesuai dengan kondisi penawaran dan permintaan dari mata uang tersebut.
3) Sistem Mengambang Terkendali (Managed Floating)
Sistem nilai tukar ini berada di antara sistem tetap dan mengambang bebas. Nilai tukar dibiarkan mengambang dari hari ke hari dan tidak ada batasan-batasan resmi. Hal ini hampi sama dengan sistem tetap, akan tetapi pemerintah sewaktu-waktu dapat melakukan intervensi untuk menghindarkan fluktuasi yang terlalu jauh dari mata uangnya.
4) Sistem Terikat (Pegged)
Sistem nilai tukar terikat (pegged exchange rate), di mana mata uang lokal diikatkan nilainya pada sebuah valuta asing atau pada sebuah jenis mata uang tertentu. Nilai mata uang lokal akan mengikuti fluktuasi dari nilai mata uang yang dijadikan ikatan tersebut.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar
Sukirno (2004) menyatakan bahwa perubahan dalam permintaan dan penawaran suatu valuta dapat diakibatkan oleh banyak faktor, yaitu :
1) Kenaikan Harga (Inflasi)
Inflasi yang terjadi pada suatu negara sangat berpengaruh terhadap kurs atau nilai tukar negara tersebut. Inflasi yang berlaku pada umumnya cenderung menurunkan nilai suatu valuta asing. Kecenderungan seperti ini disebabkan efek inflasi yaitu inflasi menyebabkan harga di dalam negeri lebih tinggi dibandingkan barang impor sehingga impor akan meningkat, dan ekspor akan menurun karena harganya bertambah mahal.
2) Perubahan Harga Barang Ekspor dan Impor
Harga suatu barang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan apakah sesuatu barang akan diimpor maupun diekspor. Barang-barang dalam negeri yang dapat dijual dengan harga barang yang relatif murah akan menaikkan ekspor dan apabila harganya naik maka ekspornya akan berkurang. Pengurangan harga barang impor akan menambah jumlah impor, dan sebaliknya kenaikan harga barang impor akan mengurangi impor.
3) Perubahan Dalam Citarasa Masyarakat
Citarasa masyarakat mempengaruhi corak konsumsi mereka. Maka perubahan citarasa masyarakat akan mengubah corak konsumsi mereka ke atas barang-barang yang diproduksikan di dalam negeri maupun yang diimpor. Perbaikan kualitas barang-barang dalam negeri menyebabkan keinginan mengimpor berkurang dan dapat menyebabkan ekspor meningkat. Sedangkan perbaikan kualitas barang-barang impor menyebabkan keinginan masyarakat untuk mengimpor bertambah besar.
Perubahan - perubahan ini akan mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing.
4) Perubahan Suku Bunga dan Tingkat Pengembalian Investasi
Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi sangat penting perannya dalam mempengaruhi aliran modal. Apabila suku bunga dan tingkat pengembalian rendah maka akan mengakibatkan modal dalam negeri mengalir ke luar negeri, dan sebaliknya apabila suku bunga dan tingkat pengemabalian tinggi maka akan mengakibatkan modal luar negeri masuk ke dalam negeri. Apabila lebih banyak modal mengalir ke dalam negeri maka permintaan ke atas mata uangnya bertambah dengan demikian akan menambah nilai mata uangnya.
5) Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi suatu negara tergantung terhadap kemajuan ekonomi negara tersebut. Apabila kemajuan itu terutama diakibatkan oleh perkembangan ekspor, maka permintaan atas mata uang negara tersebut akan naik yang akan mengakibatkan harga saham akan naik. Sebaliknya, apabila kemajuan ekonomi tersebut mengakibatkan impor berkembang lebih cepat dibandingkan ekspor maka permintaan atas mata uang negara tersebut akan menjadi turun yang akan berdampak terhadap penurunan harga saham.
3. Hubungan Nilai Tukar dengan Harga Saham
Perubahan satu variabel makro ekonomi memiliki dampak yang berbeda terhadap setiap jenis saham, yaitu statu saham dapat terkena dampak positif sedangkan saham yang lainnya terkena dampak negatif. Kenaikan Kurs Dollar US yang tajam terhadap Rupiah akan berdampak negatif terhadap emiten yang memiliki hutang dalam Dollar US sementara produk emiten tersebut dijual secara lokal. Sementara itu, emiten yang berorientasi ekspor akan menerima dampak positif dari kenaikan Kurs Dollar US tersebut. Ini berarti harga saham emiten yang terkena dampak negatif akan mengalami penurunan di Bursak Efek, dan emiten yang terkena dampak positif akan meningkat harga sahamnya. (Samsul, 2006).
2.1.3. Suku Bunga
Pengertian dari suku bunga adalah harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu atau harga dari penggunaan uang yang dipergunakan pada saat ini dan akan dikembalikan pada saat mendatang (Herman, 2003).
Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu:
a) Suku bunga nominal adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku bunga ini merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum. Suku bunga ini menunjukkan sejumlah rupiah untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan.
b) Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah mengalami koreksi akibat inflasi dan didefinisikan sebagai suku bunga nominal dikurangi laju inflasi.
Suku bunga adalah harga yang harus dibayar atas modal pinjaman, dan dividen serta keuntungan modal yang merupakan hasil dari modal ekuitas (Brigham dan Houston, 2001:158). Suku bunga yang dibayarkan kepada penabung tergantung pada :
a) Tingkat pengembalian yang diharapkan produsen akan perolehan dari modal yang ditanamkan.
b) Saat mengkonsumsi yang disukai oleh konsumen / penabung (preferensi waktu dalam mengkonsumsi)
c) Resiko yang terkandung dalam pinjaman tersebut. d) Tingkat inflasi yang diperkirakan.
1. Fungsi Suku Bunga dalam Perekonomian
Menurut Sunariyah (2006), tingkat suku bunga mempunyai beberapa fungsi dalam suatu perekonomian, antara lain :
a) Sebagai daya tarik bagi penabung individu, institusi, atau lembaga yang mempunyai dana lebih untuk diinvestasikan.
b) Tingkat suku bunga dapat digunakan sebagi alat kontrol bagi pemerintah terhadap dana langsung investasi pada sektor-sektor ekonomi.
c) Tingkat suku bunga dapat digunkan sebagai alat moneter dalam mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu perekonomian.
d) Pemerintah dapat memanipulasi tingkat bunga untuk meningkatkan poduksi, sebagai akibatnya tingkat bunga dapat digunakan untuk mengontrol tingkat inflasi.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat umum suku bunga selain perkiraan inflasi, tingkat likuiditas aktiva yang dikehendaki, dan keadaan permintaan dan penawaran (Brigham dan Houston, 2001 : 158) adalah :
a) Kebijakan Bank Sentral
b) Besarnya defisit anggaran pendapatan dan belanja negara c) Neraca perdagangan luar negeri
d) Tingkat kegiatan usaha
3. Hubungan Suku Bunga dengan Harga Saham
Secara teoritis dapat dikatakan, bahwa investor mau melakukan investasi karena menginginkan keuntungan atau pertambahan modalnya tanpa menanggung resiko, perubahan suku bunga bank dapat mempengaruhi harga saham melalui 3 (tiga) cara, yaitu:
a) Perubahan suku bunga mempengaruhi kondisi perusahaan secara umum dan profitabilitas perusahaan yakni deviden dan harga saham biasa.
b) Perubahan suku bunga mempengaruhi hubungan antara perolehan dari obligasi dan perolehan deviden dari saham-saham dan oleh karena itu terdapat daya tarik yang relatif antara saham dan obligasi.
c) Perubahan suku bunga mempengaruhi psikologi para investor sehubungan dengan investasi kekayaan sehingga mempengaruhi harga saham. (Sunariyah, 2000)
Tingkat suku bunga yang tinggi merupakan sinyal negatif terhadap harga saham. Karena dengan kenaikan tingkat suku bunga akan meningkatkan beban bunga kredit dan menurunkan laba bersih. Penurunan laba bersih akan mengakibatkan laba per saham juga menurun dan akhirnya akan berakibat turunnya harga saham di pasar. Sehingga menyebabkan para investor menarik investasinya pada saham dan memindahkannya pada investasi berupa tabungan ataupun deposito. Sebaliknya, penurunan tingkat suku bunga akan menaikkan harga saham di pasar dan laba bersih per saham, sehingga mendorong harga saham meningkat. Maka, investor akan mengalihkan investasinya dari perbankan ke pasar modal. Investor akan memborong saham sehingga harga saham terdorong naik akibat meningkatnya permintaan saham. (Samsul, 2006).
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Witjaksono (2010) dengan judul “Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Kurs Rupiah, Indeks Nikkei 225, dan Indeks Dow Jones terhadap IHSG (studi kasus pada IHSG di BEI selama periode 2000-2009). Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa variabel Tingkat Suku Bunga SBI, dan Kurs Rupiah berpengaruh negatif terhadap IHSG. Sementara variabel Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Indeks Nikkei 225 dan Indeks Dow Jones berpengaruh positif terhadap IHSG. Selain itu diperoleh bahwa nilai adjusted R square adalah 96,1%. Ini berarti 96,1% pergerakan IHSG dapat diprediksi dari pergerakan ketujuh variabel independen tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Thobarry (2009). Dalam penelitian tersebut hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa nilai tukar dollar terhadap rupiah, suku bunga, inflasi dan pertumbuhan GDP secara bersama-sama berpengaruh terhadap indeks harga saham sektor properti, sedangkan secara parsial nilai tukar dollar terhadap rupiah berpengaruh positif signifikan terhadap indeks harga saham sektor properti sedangkan inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap indeks saham sektor properti. Variasi faktor yang berpengaruh terhadap indeks harga saham sektor properti dijelaskan oleh variabel independen yaitu, nilai tukar, suku bunga, inflasi dan pertumbuhan GDP yang secara bersama-sama berpengaruh sebesar 32,6% sedangkan sisanya 67,4% dijelaskan oleh faktor lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Maryanne (2009) dengan judul penelitian “Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga SBI, Volume Perdagangan Saham, Inflasi dan Beta Saham terhadap Harga Saham (Studi Empiris pada Perusahaan Sektor Perbankan Di Bursa Efek Indonesia Periode 2004 - 2007). Sampel penelitian ini sebanyak 23 perusahaan sektor perbankan di Bursa Efek Indonesia, dengan metode pooling data (periode triwulanan tahun 2004 –2007), sehingga
jumlah data observasi (n) = 368. Hasil penelitian bahwa secara parsial (individu) tidak ada pengaruh yang signifikan antara nilai tukar rupiah, inflasi terhadap harga saham. Dan secara parsial variabel yang berpengaruh negatif terhadap harga saham yaitu Suku Bunga SBI dan variabel yang berpengaruh positif terhadap harga saham yaitu Volume Perdagangan Saham.
2.3. Kerangka Konseptual
Berdasarkan teori Alwi (2003), terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi harga saham, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Pada penelitian ini meneliti dari segi faktor eksternal dimana indicator makro ekonomi yang digunakan adalah nilai tukar dan suku bunga.
Kenaikan Kurs Dollar US yang tajam terhadap Rupiah akan berdampak negatif terhadap emiten yang memiliki hutang dalam Dollar US sementara produk emiten tersebut dijual secara lokal. Sementara itu, emiten yang berorientasi ekspor akan menerima dampak positif dari kenaikan Kurs Dollar US tersebut. Ini berarti harga saham emiten yang terkena dampak negatif akan mengalami penurunan di Bursak Efek, dan emiten yang terkena dampak positif akan meningkat harga sahamnya. (Samsul, 2006).
Tingkat suku bunga diukur dengan menggunakan suku bunga yang ditentukan oleh Bank Indonesia melalui Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Besar kecilnya suku bunga sangat tergantung dari kondisi makro yang berkembang di Indonesia. Tingkat suku bunga yang tinggi merupakan sinyal negatif terhadap harga saham. Karena dengan kenaikan tingkat suku bunga akan meningkatkan
beban bunga kredit dan menurunkan laba bersih. Penurunan laba bersih akan mengakibatkan laba per saham juga menurun dan akhirnya akan berakibat turunnya harga saham di pasar. Sehingga menyebabkan para investor menarik investasinya pada saham dan memindahkannya pada investasi berupa tabungan ataupun deposito. Sebaliknya, penurunan tingkat suku bunga akan menaikkan harga saham di pasar dan laba bersih per saham, sehingga mendorong harga saham meningkat. Maka, investor akan mengalihkan investasinya dari perbankan ke pasar modal. Investor akan memborong saham sehingga harga saham terdorong naik akibat meningkatnya permintaan saham. (Samsul, 2006).
Berdasarkan teori - teori yang telah diuraikan diuraikan di atas, maka akan diuji apakah variabel nilai tukar Rupiah terhadap Dollar dan suku bunga SBI berpengaruh terhadap harga saham pada Industri Tekstil di Bursa Efek Indonesia, sehingga kerangka konseptual dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1.
Model Analisis Pengaruh Nilai Tukar Dan Suku Bunga Terhadap Harga Saham Di Bursa Efek Indonesia
SUKU BUNGA (X2) NILAI TUKAR (X1) HARGA SAHAM (Y)
2.4. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu jawaban yang diberikan masih berdasarkan pada teori yang relevan dan belum didasarkan pada faktor-faktor empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2005:51). Hipotesis tersebut tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi.
Berdasarkan kerangka konseptual, maka hipotesis penelitian ini adalah Nilai Tukar dan Suku Bunga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Harga Saham Industri Tekstil di Bursa Efek Indonesia.