• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN TEORI"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN TEORI 2.1DEPRESI

2.1.1 Pengertian Depresi

Depresi adalah perasaan sedih, ketidakberdayaan, dan pesimis, yang berhubungan dengan suatu penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan kepada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam (Nugroho, 2008). Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi dalam kehidupan seseorang yang ditandai dengan emosi, motivasi, fungsional gerakan tingkah laku, dan kognitif (Pieter dkk, 2011). Depresi adalah keadaan emosional yang ditandai kesedihan yang sangat, perasaan bersalah dan tidak berharga, menarik diri dari orang lain, serta kehilangan minat untuk tidur dan melakukan hubungan seks juga hal-hal menyenangkan lainnya (Nasir & Muhith, 2011). Depresi adalah perasaan sedih, pesimis, dan merasa sendirian yang merupakan bagian dari depresi mayor dan gangguan mood lainnya (Kaplan & Sadock, 2010).

2.1.2 Etiologi Depresi

Dalam Kaplan & Sadock (2010), penyebab terjadinya depresi adalah: a. Faktor Biologis

Banyak penelitian melaporkan abnormalitas metabolit amin biogenik seperti asam 5-hidroksiindolasetat (5-HIAA), asam homovanilat (HVA) dan 3 metoksi-4-hidroksifenilglikol (MHPG)- di dalam darah, urine dan cairan serebrospinalis pasien dengan gangguan mood. Laporan data ini paling konsisten dengan

(2)

hipotesis bahwa gangguan mood disebabkan oleh disregulasi heterogen amin biogenik.

b. Faktor Neurokimia

Walaupun data belum meyakinkan, neurotransmitter asam amino dan peptide neuroaktif telah dilibatkan dalam patofisiologi gangguan mood. Sejumlah peneliti telah mengajukan bahwa sistem messengers kedua- seperti regulasi kalsium, adenilat siklase, dan fosfatidilinositol- dapat menjadi penyebab. Asam amino glutamate dan glisin tampaknya menjadi neurotransmitter eksitasi utama pada sistem saraf pusat. Glutamat dan glisin berikatan dengan reseptor N-Metil-D-Aspartat (NMDA), jika berlebihan dapat memiliki efek neurotoksik. Hipokampus memiliki konsentrasi reseptor NMDA yang tinggi sehingga mungkin jika glutamate bersama dengan hiperkortisolemia memerantarai efek neurokognitif pada stres kronis. Terdapat bukti yang baru muncul bahwa obat yang menjadi antagonis reseptor NMDA memiliki efek antidepresan.

c. Faktor Genetik

Data genetik dengan kuat menunjukkan bahwa faktor genetik yang signifikan terlibat dalam timbulnya gangguan mood tetapi pola pewarisan genetik terjadi melalui mekanisme yang kompleks. Tidak hanya menyingkirkan pengaruh psikososial tetapi faktor nongenetik mungkin memiliki peranan kausatid di dalam timbulnya gangguan mood pada beberapa orang. Komponen genetik memiliki peranan yang bermakna di dalam gangguan bipolar I daripada gangguan depresi berat.

(3)

d. Faktor Psikososial

Peristiwa hidup dan penuh tekanan lebih sering timbul mendahului episode gangguan mood yang mengikuti. Hubungan ini telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresif berat dan gangguan depresif I. Sebuah teori yang diajukan untuk menerangkan pengamatan ini adalah bahwa stres yang menyertai episode pertama mengakibatkan perubahan yang bertahan lama di dalam biologi otak. Perubahan yang bertahan lama ini dapat menghasilkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberian sinyal intraneuron, perubahan yang bahkan mencakup hilangnya neuron dan berkurangnya kontak sinaps yang berlebihan. Akibatnya seseorang memiliki resiko tinggi mengalami episode gangguan mood berikutnya, bahkan tanpa stressor eksternal.

Sejumlah klinisi yakin bahwa peristiwa hidup memegang peranan utama dalam depresi. Klinisi lain menunjukkan bahwa peristiwa hidup hanya memegang peranan terbatas dalam awitan dan waktu depresi. Data yang paling meyakinkan menunjukkan bahwa peristiwa hidup yang paling sering menyebabkan timbulnya depresi dikemudian hari pada seseorang adalah kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun. Stresor lingkungan yang paling sering meyebabkan timbulnya awitan depresi adalah kematian pasangan. Faktor resiko lain adalah PHK- seseorang yang keluar dari pekerjaan sebanyak tiga kali lebih cenderung memberikan laporan gejala episode depresif berat daripada orang yang bekerja.

(4)

e. Faktor Kepribadian

Tidak ada satupun ciri bawaan atau jenis kepribadian yang secara khas merupakan predisposisi seseorang mengalami depresi dibawah situasi yang sesuai. Orang dengan gangguan kepribadian tertentu- objektif kompulsif, histrionik dan borderline- mungkin memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami depresi daripada orang dengan gangguan kepribadian antisosial atau paranoid. Gangguan kepribadian paranoid dapat menggunakan mekanisme defense proyeksi dan mekanisme eksternalisasi lainnya untuk melindungi diri mereka dari kemarahan di dalam dirinya. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa gangguan kepribadian tertentu terkait dengan timbulnya gangguan bipolar I dikemudian hari; meskipun demikian, orang dengan gangguan distemik dan siklotimik memiliki resiko gangguan depresi berat atau gangguan bipolar I kemudian hari.

f. Faktor Psikodinamik Depresi

Pemahaman psikodinamik depresi yang dijelaskan oleh Sigmund Freud dan dikembangkan Karl Abraham dikenal dengan pandangan klasik mengenai depresi. Teori ini memiliki 4 poin penting: (1) gangguan hubungan ibu-bayi selama fase oral (10-18 bulan pertama kehidupan) menjadi predisposisi kerentanan selanjutnya terhadap depresi; (2) depresi dapat terkait dengan kehilangan objek yang nyata atau khayalan; (3) introyeksi objek yang meninggal adalah mekanisme pertahanan yang dilakukan untuk menghadapi penderitaan akibat kehilangan objek; (4) kehilangan objek dianggap sebagai campuran cinta dan benci sehingga rasa marah diarahkan kedalam diri sendiri.

(5)

Menurut Stuart dan Sundeen (1998, dalam Azizah 2011), faktor penyebab depresi adalah:

a. Faktor Predisposisi

1. Faktor genetik, dianggap mempengaruhi transmisi gangguan afektif melalui riwayat keluarga dan keturunan.

2. Teori agresi menyerang ke dalam, menunjukkan bahwa depresi terjadi karena perasaan marah yang ditunjukkan kepada diri sendiri.

3. Teori kehilangan obyek, menunjuk kepada perpisahan traumatika individu dengan benda atau yang sangat berarti.

4. Teori organisasi kepribadian, menguraikan bagaimana konsep diri yang negatif dan harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang terhadap stressor.

5. Model kognitif, menyatakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap diri seseorang, dunia seseorang, dan masa depan seseorang.

6. Model ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness),

menunjukkan bahwa bukan semata-mata trauma menyebabkan depresi tetapi keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendali terhadap hasil yang penting dalam kehidupannya, oleh karena itu ia mengulang respon yang tidak adaptif.

7. Model perilaku, berkembang dari kerangka teori belajar sosial, yang mengasumsi penyebab depresi terletak pada kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi dengan lingkungan.

(6)

8. Model biologik, menguraikan perubahan kimia dalam tubuh yang terjadi selama depresi, termasuk defisiensi katekolamin, disfungsi endokrin, hipersekresi kortisol, dan variasi periodik dalam irama biologis.

b. Stresor Pencetus

Ada empat sumber utama stressor yang dapat mencetuskan gangguan alam perasaan (depresi) yaitu:

1. Kehilangan keterikatan yang nyata atau dibayangkan, termasuk kehilangan cinta, seseorang, fungsi fisik, kedudukan, atau harga diri. Karena elemen aktual dan simbolik melibatkan konsep kehilangan, maka persepsi seseorang merupakan hal yang sangat penting.

2. Persitiwa besar dalam kehidupan, hal ini sering dilaporkan sebagai pendahulu episode depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan kemampuan menyelesaikan masalah-masalah. 3. Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi

perkembangan depresi, terutama pada wanita.

4. Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik, seperti infeksi, neoplasma, dan gangguan keseimbangan metabolik, dapat mencetuskan gangguan alam perasaan. Diantara obat-obatan tersebut terdapat obat anti hipertensi dan penyalahgunaan zat yang menyebakan kecanduan. Kebanyakan penyakit kronik melemahkan tubuh juga sering disertai depresi.

(7)

2.1.3 Gejala Depresi

Hawari (2013) menyebutkan ciri kepribadian depresif antara lain: pemurung, sukar untuk bisa senang, sukar untuk bisa merasa bahagia, pesimis menghadapi masa depan, memandang diri rendah, mudah merasa bersalah dan berdosa, mudah mengalah, enggan bicara, mudah merasa haru, sedih dan menangis, gerakan lamban, lemah, letih, lesu dan kurang energik, sering mengeluh psikosomatik, mudah tegang, agitatif dan gelisah, serba cemas, khawatir dan takut, mudah tersinggung, tidak ada kepercayaan diri, merasa tidak mampu, tidak berguna, merasa selalu gagal dalam usaha, pekerjaan dan studi, suka menarik diri, pemalu dan pendiam, lebih suka menyisihkan diri, tidak suka bergaul dan pergaulan sosial sangat terbatas dan lebih senang berdamai untuk mengindari konflik.

Sedangkan Pieter dkk (2011), membagi gejala-gejala depresi dalam 3 klasifikasi yaitu:

a. Gejala Fisik

Pada gejala fisik dari orang yang mengalami depresi akan terjadi keluhan fisik (somatic), seperti sakit kepala atau pusing, rasa nyeri lambung, dan mual bahkan muntah-muntah, nyeri dada, dan sesak napas, gangguan tidur (sulit tidur), penurunan libido dan agitasi, jantung berdebar-debar, retardasi psikomotor, tidak nafsu makan atau makan berlebihan, diare, lesu dan kurang bergairah, gerakan lambat dan berat badan turun, dan terjadinya gangguan menstruasi, atau impotensi dan tidak respons pada hubungan seks.

(8)

b. Gejala Psikis

Gejala-gejala gangguan kognitif pada klien depresi terlihat dari ketidakmampuan berpikir logis, berkurangnya konsentrasi, hilangnya daya ingat, dan disorientasi. Adapun gejala-gejala gangguan afektif meliputi mudah marah dan gampang tersinggung, malu, cemas, bersalah disertai dengan perasaan terbebani, hilangnya percaya diri, karena mereka selalu menilai orang lain sukses, kaya, dan pandai, sementara diri saya tidak ada apa-apa (merasa tidak berguna) dan merasa diri terasing dalam lingkungan dan putus asa.

Gejala-gejala gangguan perilaku pada klien depresi terlihat dari rasa kecemasan yang berlebihan dan tidak dapat mengontrol tingkah laku, seperti berjalan mondar-mandir tanpa tujuan, bingung karena tidak bisa mengambil keputusan dan melakukan aktivitas, sedih yang mendalam, wajah tampak murung, pandangan mata kosong (melamun), merasa tidak ada lagi orang lain yang mau menyayanginya atau mempedulikan sehingga ada pemikiran untuk bunuh diri. Hal ini disertai dengan halusinasi yang mengatakan dirinya tidak berguna dan tidak ada perhatian pada kebersihan diri.

c. Gejala Sosial

Gejala-gejala gangguan sosial pada klien depresi terlihat dari keinginan untuk menyendiri dan tak mau bergaul, merasa malu dan bersalah apabila berkomunikasi dengan orang yang dianggap lebih berhasil, sukses, cantik, dan pandai. Klien merasa minder, kurang percaya diri, untuk membina relasi sosial sekalipun pada anggota keluarganya dan tidak memedulikan pada situasi.

(9)

Menurut PPDGJ-III (Maslim 1997, dalam Azizah 2011), tingkatan depresi ada tiga berdasarkan gejala-gejalanya yaitu:

1) Depresi Ringan Gejala:

a. Kehilangan minat dan kegembiraan

b. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.

c. Konsentrasi dan perhatian yang kurang d. Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang

e. Lamanya gejala tersebut berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu f. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa

dilakukannya 2) Depresi Sedang

Gejala:

a. Kehilangan minat dan kegembiraan

b. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas c. Konsentrasi dan perhatian yang kurang

d. Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang e. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna f. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

(10)

h. Mengadaptasi kesulitan untuk meneruskan kegiatan sosial pekerjaan dan urusan rumah tangga.

3) Depresi Berat Gejala:

a. Mood depresif

b. Kehilangan minat dan kegembiraan

c. Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas d. Konsentrasi dan perhatian yang kurang

e. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna f. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

g. Perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri atau bunuh diri h. Tidur terganggu

i. Disertai waham, halusinasi

j. Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu.

2.1.4 Skrining Depresi pada Lansia: Geriatric Depression Scale

Salah satu langkah awal yang penting dalam penatalaksanaan depresi adalah mendeteksi atau mengidentifikasi. Jika dicurigai terjadi depresi, perawat harus melakukan pengkajian dengan alat pengkajian yang terstandarisasi dan dapat dipercaya serta valid dan memang dirancang untuk diujikan kepada lansia. Salah satu alat yang paling mudah digunakan dan diinterpretasikan di berbagai tempat adalah Geriatric Depression Scale (GDS) (Stanley & Beare, 2006).

(11)

Geriatric Depression Scale (GDS), pertama kali diciptakan oleh Yesavage dkk, telah diuji dan digunakan secara luas dengan populasi yang lebih tua.

Geriatric Depression Scale tersebut menggunakan format laporan sederhana yang diisi sendiri dengan ya atau tidak atau dapat dibacakan untuk orang dengan gangguan penglihatan, serta memerlukan waktu sekitar 10 menit untuk menyelesaikannya (Stanley & Beare, 2006). Menurut Tamher & Noorkasiani (2009) GDS ada dua bentuk, yakni bentuk panjang terdiri dari 30 pertanyaan dan bentuk pendek yang terdiri dari 15 pertanyaan. Dari hasil uji yang dilakukan terhadap Geriatric Depression Scale (GDS) bentuk panjang dan bentuk pendek pada populasi lansia di nursing home ditemukan bahwa Geriatric Depression Scale (GDS) bentuk pendek yang terdiri dari 15 pertanyaan hasilnya lebih konsisten.

2.2LANSIA

2.2.1 Definisi Lansia

Lansia (lanjut usia) adalah periode penutup rentang kehidupan seseorang ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis seperti perubahan pada sel-sel tubuh, sikap tidak senang pada diri sendiri, kurang perhatian, terasing secara sosial, dan penyesuaian diri yang buruk (Hurlock, 2004). Menurut Maryam dkk (2008), menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain kulit mulai mengendur, timbul keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong, pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah, serta terjadi penimbunan lemak terutama di perut dan di pinggul. Kemunduran yang terjadi

(12)

adalah kemampuan-kemampuan kognitif seperti suka lupa, kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, tempat serta tidak mudah menerima hal/ide baru.

Masa usia lanjut (lansia) adalah masa penurunan berbagai hal, penurunan kemampuan fisik, penurunan aktivitas-aktivitas rutin, mulai berhenti bekerja, mulai ditinggalkan oleh anak-anak. sehingga sering kali muncul perasaan kesepian, tidak berguna dan tidak diperlukan oleh lingkungan (Hidayat, 2009). Menurut Bab I Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Usia Lanjut, lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas (Tamher & Noorkasiani, 2009).

2.2.2 Batasan Lansia

Menurut WHO (1999 dalam Nugroho, 2008) lansia digolongkan menjadi empat kelompok berdasarkan usia kronologis/biologis yaitu usia pertengahan (middle age) antara usia 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) antara usia 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua (very old)

di atas 90 tahun. Nugroho (2008), menyimpulkan pendapat beberapa ahli bahwa yang disebut lansia telah berumur 65 tahun ke atas. Burside menyebutkan ada empat tahap lanjut usia yaitu young old (usia 60-69 tahun), middle age old (usia 70-79 tahun), old-old (usia 80-89 tahun), dan very old-old (usia 90 tahun ke atas). Menurut UU No. 4 Tahun 1965 pasal 1, seseorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Nugroho, 2008).

(13)

2.2.3 Karakteristik Lansia

Beberapa karakteristik lansia yang perlu diketahui untuk mengetahui depresi pada lansia, yaitu:

a. Umur Lansia

Semakin bertambah usia seseorang, semakin siap pula dalam menerima cobaan, hal ini didukung oleh teori aktivitas yang menyatakan bahwa hubungan antara sistem sosial dengan individu bertahan stabil pada saat individu bergerak dari usia pertengahan menuju usia tua (Cox, 1994 dalam Tamher & Noorkasiani 2009).

b. Jenis Kelamin

Perbedaan gender juga dapat merupakan salah satu faktor yang memengaruhi psikologis lansia, sehingga akan berdampak pada bentuk adaptasi yang digunakan. Darmojo (1999) menyatakan hasil penelitian mereka yang memaparkan bahwa ternyata keadaan psikososial lansia di Indonesia secara umum masih lebih baik dibandingkan lansia di negara maju, antara lain tanda – tanda depresi (pria 4,3 % dan wanita 4,2 %) dapat diasumsikan bahwa wanita lebih mampu menghadapi masalah daripada kaum lelaki yang cenderung lebih emosional (Tamher & Noorkasiani, 2009).

c. Pendidikan

Tingkat pendidikan juga merupakan hal penting dalam menghadapi masalah. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin banyak pengalaman hidup yang dilaluinya, sehingga akan lebih siap menghadapi masalah yang terjadi. Umumnya lansia yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi masih dapat produktif,

(14)

mereka justru memberikan kontribusinya sebagai pengisi waktu luang dengan menulis buku – buku ilmiah atau hal lain. Tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi kemampuan untuk mendengar dan menyerap informasi yang didapatkan, menyelesaikan masalah, merubah perilaku serta merubah serta merubah gaya hidup (Loucknotte, 2006 dalam Sembiring 2013).

d. Status Perkawinan

Depresi banyak ditemukan pada lansia yang perkawinannya tidak membahagiakan, bercerai dan janda/duda (Blazer, 2003 dalam Sembiring 2013). Angka depresi meningkat pada lansia yang tidak menikah atau janda (Duckworth, 2009 dalam Sembiring 2013).

e. Jumlah Anak

Dukungan dari anak, cucu memegang peranan penting sebagai mediator dalam kontak sosial. Hubungan antara orang tua dan keluarga sebagai bentuk dukungan moral yang rendah sehingga mempengaruhi frekuensi keluarga mengunjungi orang tuanya. Saat ini banyak lansia yang hanya memiliki kurang dari satu anggota keluarga dekat dan pasangan merupakan satu-satunya teman hidup lansia. Banyak anggota keluarga tinggal jauh dan kurang bertanggungjawab terhadap orang tuanya (Lee, 1999 dalam Sembiring 2013).

2.2.4 Perubahan yang Terjadi pada Lansia

Perubahan yang terjadi pada lansia menurut Dwi & Fitrah (2010) adalah : 1. Fisik

Secara fisik seseorang yang mengalami usia lanjut terjadi deklinasi seksual proses, walaupun tidak nampak dari luar tubuh karena terjadi perubahan

(15)

penurunan pada produksi sekret dan proses spermatogenesisnya. Rasa kecemasan dan ragu mengenai kemampuan seksualnya merupakan gejala awal yang muncul bagi laki-laki. Sedangkan pada perempuan muncul gejala menopause atau berhentinya haid sehingga menimbulkan gangguan psikologis, biasanya sebelum munculnya gejala tersebut wanita sudah mulai menduga-duga tentang kemungkinan buruk yang terjadi pada dirinya

2. Psikologis dan hubungan sosial

Dilihat dari segi kejiwaan, individu yang menginjak lanjut usia biasanya labil apabila mendapat penolakan, penghinaan atau rasa kasihan yang tidak sesuai dengan keadaannya, oleh karena itu biasanya para lansia meginginkan untuk tidak tergantung dengan orang lain dengan usaha mereka sendiri walaupun biaya hidup tidak menjadi jaminan untuk dia mampu memenuhi kebutuhannya. Hal tersebut dilakukan karena dia ingin dihargai, dicintai, dan diinginkan kehadirannya dan ingin hidup lebih bermakna dan bermanfaat bagi orang lain dimasa tuanya. Seseorang yang sudah menginjak masa lansianya biasanya muncul sikap yang tidak disadari oleh dirinya sendiri seperti cerewet, pelupa, sering mengeluh, bersikap egois. Biasanya lansia akan merasa diterima bila anak cucu (keluarganya) menerima segala kekurangannya, lebih memperhatikan dan dimengerti walaupun mungkin itu sulit diterima bagi semua keluarga akan tetapi dengan pemahaman bahwa setiap orang nanti kelak ketika dia menginjak lanjut usia akan menunjukkan sikap yang sama.

(16)

3. Segi agama

Lanjut usia sangat mendambakan kasih sayang dan penerimaan sosial akan tetapi dilain pihak dia juga membutuhkan ketenangannya untuk beribadah, beramal dan berbuat baik dengan cara mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan lanjut usia bergeser dari kebutuhan biologik dan self survival diganti oleh kebutuhan lain seperti kebutuhan religious.

Referensi

Dokumen terkait

Gaya komunikasi yang terdapat pada pengguna BBM ( Blackberry Messenger), terdapat simbol seperti gambar Animasi atau Auto Text , dan Musik, ini diartikan sebagai contoh

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan brand communication dan service quality terhadap brand trust dalam membentuk brand loyalty pada bank Bri kantor cabang Solo Slamet

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Validasi Metode

berbagai jenis anggrek tanah, begonia dan lain-lain yang ditawarkan selalu terjual dengan cepat terutama yang dapat dipelihara didataran rendah m a u p u n d a t a r a n t i n g g i (

Dari uji Kruskal-Wallis terhadap erythrocyte basophilic stippling, dijumpai perbedaan yang signifikan antara ketiga kelompok sehingga layak dilakukan penelitian

Konsep tentang tindak pidana perzinaan menurut hukum Islam jauh berbeda dengan sistem hukum Barat, karena dalam hukum Islam, setiap hukuman seksual yang diharamkan itulah zina,

oleh karena peneliti menggunakan prinsip 5T dalam pemberian intervensi kepada responden yaitu yang pertama adalah tepat obat, buah pisang mengandung banyak senyawa yang

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi ini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan. hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan