BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok dari penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, kinerja insulin atau kedua-duanya (ADA, 2014). Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolisme yang termasuk dalam kelompok kadar gula darah yang melebihi batas normal atau lebih dikenal dengan hiperglikemia yaitu lebih dari 120mg/dl atau 120 mg% (Suiraoka, 2012). Diabetes mellitus yaitu suatu penyakit yang disebabkan karena ketidakmampuan tubuh dalam mengendalikan jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah, ini yang menyebabkan hiperglikemia (keadaan gula darah yang tingginya sudah membahayakan (Setiabudi, 2008).
Menurut World Health Organization (WHO), menyebutkan diabetes mellitus adalah sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah yang disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat dari insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar
Diabetes mellitus ditandai dengan gejala yaitu poliuria (banyak kencing), polidipsia (banyak minum), dan polifagia (banyak makan). Jika jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dalam filtrat glomerulus meningkat kira-kira di atas 225 mg/menit, glukosa dalam jumlah banyak mulai dibuang bersama dengan keluarnya urin. Jika jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bil kadar glukosa dalam darah meningkat melebihi 180 mg%. Akibatnya sering disebut “ambang” darah
untuk timbulnya glukosa di dalam urin sekitar 180 mg%. Saat kadar glukosa darah meningkat dan melebihi ambang batas ginjal maka glukosa yang berlebihan ini akan diekskresikan. Untuk mengeluarkan glukosa melalui ginjal dibutuhkan banyak air (H20), dan hal ini yang membuat penderita sering merasakan ingin kencing dan tubuh mengalami dehidrasi sehingga timbul rasa haus yang mengakibatkan banyak minum. Gejala ini sering disertai dengan kelelahan karena ketidakmampuan tubuh untuk menggunakan glukosa dan penurunan berat badan karena pemecahan protein tubuh dan lemak sebagai alternatif sumber energi glukosa. Penglihatan kabur yang disebabkan oleh perubahan lensa reftraksi juga dapat terjadi. Pasien juga akan mengalami tingkat infeksi yang lebih tinggi terutama pada candida dan infeksi saluran kemih karena glukosa urin mengalami peningkatan (Walker & Whittlesea, 2012).
tidak terkontrol, misalnya neuropati, hipertensi, jantung koroner, retinopati, nefropati, dan gangren. Faktor risiko terjadinya diabetes mellitus diantaranya yaitu faktor genetik, obesitas, dan gaya hidup yang kurang beraktivitas (American Diabetes Association, 2015).
Menurut American Diabetes Association (ADA, 2014) membagi diabetes menjadi empat jenis, yaitu : diabetes mellitus tipe 1, diabetes mellitus tipe 2, diabetes mellitus gestasional, dan diabetes mellitus tipe lain. Penyakit diabetes mellitus apabila tidak dilakukan perawatan dengan baik maka semakin lama akan menyebabkan komplikasi yang akan memperparah kondisi tubuh. Komplikasi diabetes mellitus diantaranya yaitu : hipoglikemi, ketoasidosis diabetik, sindrom hiperglikemik iperosmolar nonketotik, serta komplikasi vaskuler dan non-vaskuler yang dapat berakibat pada terjadinya ulkus (Waspadji. 2009).
B. Lama Menderita Diabetes Mellitus
penderitanya. Menurut Fitri (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien DM adalah faktor demografi dan faktor medis. Faktor demografi yaitu salah satunya terdiri dari lama menderita diabetes mellitus.
Penelitian yang dilakukan oleh Islam et al., (2013) durasi lama menderita diabetes mellitus sangat berpengaruh pada meningkatnya stress bagi penderitanya. Akan tetapi, apabila penderitanya mampu mengendalikan stress akibat penyakit diabetes mellitus yang dideritanya sudah lama, maka kualitas hidup akan tetap terjaga. Pengendalian stress dan penurunan tingkat stress sangat mempengaruhi dalam pengaturan pola hidup untuk selanjutnya. Salah satu cara penurunan tingkat stress yaitu banyaknya dukungan keluarga yang didapatkan.
C. Kualitas Hidup pada Pasien Diabetes Mellitus
World Health Organization (2014) mendefinisikan bahwa kualitas hidup sebagai suatu persepsi individu tentang harkat dan martabatnya di dalam konteks budaya dan sistem nilai, yang berhubungan dengan tujuan hidup dan target individu tersebut. Kualitas hidup tersebut terbagi atas 4 aspek yaitu aspek fisik, aspek psikologi, aspek hubungan sosial, dan aspek lingkungan (WHO, 2014).
Menurut Power (2013), definisi kualitas hidup adalah kualitas hidup sebagai persepsi individu mengenai posisi mereka dalam kehidupan yang dilihat dari sistem nilai dimana mereka tinggal serta hubunganya dengan tujuan, harapan, standar dan hal-hal lain yang menjadi perhatian individu. Rahmawati (2013) menyebutkan bahwa kualitas hidup merupakan persepsi individu tentang posisinya dalam kehidupan, dalam berhubungan dengan sistem budaya dan juga nilai setempat dan berhubungan dengan cita-cita, penghargaan, dan pandangan-pandangnannya, yang merupakan pengukuran dari multidimensi, tidak terbatas hanya pada efek fisik maupun psikologis dalam pengobatan.
Menurut WHO (2014) kualitas hidup memiliki empat aspek domain, yaitu :
1) Domain fisik, yaitu terdiri dari kenyamanan fisik dalam beraktivitas, tenaga yang dimiliki dan perasaan lelah, kesempatan untuk tidur dan istirahat, ketergantungan pada bahan-bahan medis atau pertolongan medis, mobilitas.
2) Domain psikologis, terdiri dari perasaan positif dan negatif, kemampuan berfikir dan belajar ketika menghadapi masalah, kemampuan mengingat dan berkonsentrasi dalam mengerjakan usaha, harga diri, gambaran diri serta penampilan diri, spiritualitas atau kepercayaan personal.
3) Domain hubungan sosial, merupakan terdiri dari hubungan setiap individu, dukungan sosial atau social support, aktivitas seksual. 4) Domain lingkungan yang terdiri dari keamanan lingkungan tempat
tinggal, sumber penghasilan, kesehatan dan perhatian sosial, kesempatan untuk mendapatkan informasi baru, partisipasi dalam kesempatan berkreasi.
Pada umumnya penilaian dari kualitas hidup dilakukan melalui pemeriksaan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan atau melalui pemeriksaan laboratorium. Instrumen WHOQoL (World Health Organization Quality of Life) fokus pada pandangan individu terhadap kesejahteraan yang memberikan
baik, akan tetapi efek dari penyakit yang mempengaruhi persepsi atau pemikiran individu terhadap hubungan sosial, kemampuan dalam bekerja, status penghasilan dan membutuhkan support yang lebih.
Manfaat dari pengukuran kualitas hidup pada pasien dalam praktek medis adalah untuk meningkatkan hubungan tenaga kesehatan dengan pasien, untuk menilai keefektifan dari pengobatan, evaluasi dari pelayanan kesehatan, serta untuk penelitian dan membuat kebijakan.
Persepsi individu tentang dampak dan kepuasan dari derajat kesehatan dan keterbatasannya menjadi sangat penting sebagai evaluasi akhir terhadap pengobatan. Terkait dengan pasien diabetes mellitus (DM), mengkaji kualitas hidup yang bertujuan untuk menilai tekanan personal dalam melakukan manajemen penyakit diabetes mellitus dan bagaimana tekanan tersebut dapat menurunkan kualitas hidup (Yusra, 2010).
Pengukuran kualitas hidup menggunakan skala pengukuran
WHOQoL-BREF (World Health Organizatio Quality of Life-WHOQoL-BREF) yang telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. WHOQoL-BREF terdiri dari 26 pertanyaan yang meliputi 4 domain yaitu kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan. Domain kesehatan fisik terdiri dari 7 pertanyaan, psikologis terdiri dari 6 pertanyaan, hubungan sosial terdiri dari 3 pertanyaan, dan domain lingkungan terdiri dari 8 pertanyaan, dan 2 pertanyaan untuk kualitas hidup secara umum. Pengukuran menggunakan skala ini juga terdiri dari 2 bagian pertanyaan, yaitu bagian kualitas hidup secara umum dan kualitas hidup secara keseluruhan. Kuesioner WHOQoL telah diterima secara luas dan dapat dijadikan alat ukur yang akurat untuk menilai kualitas hidup. Pada penelitian yang dilakukan oleh Yudianto et al., (2008) tentang kualitas hidup pasien diabetes mellitus, skala pengukuranya sama yaitu menggunakan skala pengukuran World Health Organization Quality of Life-BREF (WHOQoL-BREF. Diperkuat oleh penelitian dari Mishra et al., (2015) melakukan penelitian tentang kualitas hidup pasien diabetes mellitus yang mengalami depresi di Nepal, skala ukur yang digunakan yaitu World Health Organization Quality of Life-BREF(WHOQoL-BREF).
a. Usia
Berdasarkan penelitian dari Utami et al., (2014), menyatakan hasil penelitianya yaitu bahwa sebagian besar responden berumur 55-60 tahun (pra lansia), karena pada usia ini fungsi tubuh sudah mulai menurun. Didukung oleh penelitian Ginanjar (2014), usia responden sebagian besar ≥52 tahun. Seperti yang dijelaskan oleh World Health Organization (WHO) individu yang berusia setelah 30 tahun akan mengalami peningkatan kadar glukosa darah yaitu sebanyak 1-2mg/dl setiap satu tahun pada saat puasa dan akan mengalami peningkatan kembali mencapai 5,6-13 mg/dl pada 2jam setelah makan (Sudoyo et al., 2009).
b. Jenis kelamin
Diabetes mellitus memberikan efek yang kurang baik terhadap kualitas hidup penderitanya. Wanita mempunyai kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien laki-laki (Gautam et al., 2009).
c. Tingkat pendidikan
D. Kerangka Teori
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Teori
(American Diabetes Association, 2015; Fitri ,2012; Yusra, 2010; WHO, 2014) Diabetes
Mellitus
Penyakit degeneratif dan menahun
Lama menderita penyakit
Respon fisiologis Respon psikologis 1. Faktor
genetik 2. Faktor gaya
hidup 3. Faktor usia
Kualitas Hidup
Faktor yang mempengaruhi : 1. Kesehatan fisik 2. Kesehatan psikologis 3. Hubungan sosial 4. Hubungan dengan
E. Kerangka Konsep
F. Hipotesis
Hipotesis yaitu jawaban sementara dari penelitian yang hasilnya perlu dibuktikan kembali (Notoatmodjo, 2012).
Ho : Tidak terdapat hubungan antara lama menderita penyakit dengan kualitas hidup pada pasien diabetes mellitus di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo.