• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,

DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1Tinjuan Pustaka 2.1.1 Minyak Goreng

Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang penting bagi masyarakat Indonesia. Konsumsi minyak goreng masyarakat terbagi dalam dua kategori yaitu minyak goreng curah dan kemasan. Minyak goreng curah adalah minyak yang tidak memiliki merek dan diukur dalam satuan massa (kilogram). Minyak goreng kemasan adalah minyak goreng yang diberi merek dan dikemas dengan botol, plastik refill, dan jerigen. Minyak goreng kemasan diukur dalam satuan volume (liter). Pada umumnya minyak goreng yang beredar di Indonesia berasal dari kelapa sawit (Irvani, 2008).

Minyak goreng dapat dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia, baik yang berada di pedesaan maupun di perkotaan. Oleh karena itu, minyak goreng dapat pula dikategorikan sebagai komoditas yang cukup strategis, karena pengalaman selama ini menunjukkan bahwa kelangkaan minyak goreng dapat menimbulkan dampak ekonomis dan politis yang cukup berarti bagi perekonomian kita (Amang, 1996).

Minyak goreng juga merupakan salah satu produk kebutuhan rumah tangga yang digunakan untuk kebutuhan memasak. Peningkatan kebutuhan manusia dalam mengkonsumsi makanan akan cenderung meningkatkan permintaan produk minyak goreng. Banyaknya produk minyak goreng yang beredar di pasar seperti Bimoli, Sania,

(2)

karakteristik (feature) dan keunggulan masing-masing mulai dari warna, kandungan gizi, kemasan, dan lain sebagainya semakin memacu para produsen untuk memasuki tingkat persaingan yang tinggi dalam mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasarnya agar jangan diambil alih oleh perusahaan kompetitor (Afifuddin, 2007).

2.1.2 Konsumsi Minyak Goreng

Sebagian besar permintaan terhadap minyak goreng adalah untuk konsumsi rumah tangga. Tingginya tingkat permintaan terhadap minyak goreng adalah dikarenakan minyak goreng adalah salah satu dari bahan pangan pokok yang tidak bisa tidak dikonsumsi. Selain itu juga sebagian besar penduduk Indonesia menyukai menu makanan yang berbau goreng-gorengan. Sedangkan di Kota Medan, konsumsi minyak/lemak pada tahun 2010 adalah sebesar 40,45 (ribu ton/tahun) yang terbagi dalam dua kategori yaitu konsumsi minyak kelapa sebesar 12,69 (ribu ton/tahun) dan minyak sawit 27,76 (ribu ton/tahun(Badan Ketahanan Pangan, 2010).

Seiring dengan perkembangan zaman, maka masalah kesehatan saat ini menjadi suatu hal yang sangat penting. Sehingga menyebabkan terjadinya pola hidup sehat yang menimbulkan perubahan pada pola konsumsi pangan dan berimplikasi pada perpindahan merek minyak goreng yang digunakan (Irvani, 2008).

Dan sebagaimana diketahui bahwa minyak goreng memiliki kandungan lemak yang tinggi sehingga konsumsinya cenderung dibatasi atau bahkan dikurangi. Semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga, semakin besar pula peluang untuk menggantikan minyak goreng yang mengandung lemak atau minyak goreng curah dengan minyak goreng yang lebih baik mutu kesehatannya yaitu minyak goreng kemasan (bermerek), yang pada

(3)

2.1.3 Pengertian dan Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Istilah perilaku erat hubungannya dengan objek yang studinya diarahkan pada permasalahan manusia. Di bidang studi pemasaran, konsep perilaku konsumen secara terus-menerus dikembangkan dengan berbagai pendekatan. Menurut Sumarwan (2004) menyatakan bahwa perilaku konsumen (consumer behavior) diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen untuk mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.

Menurut Engel, Roger dan Paul (2000), perilaku konsumen diartikan “Those actions directly involved in obtaining, consuming, and disposing of products and services, including the decision processes that precede and follow this action”. Perilaku konsumen merupakan tindakan–tindakan yang terlibat secara langsung dalam memperoleh, mengkonsumsi, dan membuang suat mendahului dan mengikuti tindakan – tindakan tersebut.

Perilaku konsumen berhubungan dengan alasan dan tekanan yang mempengaruhi pemilihan, pembelian, penggunaan, dan pembuangan barang dan jasa yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pribadi. Perilaku konsumen menitikberatkan pada aktivitas yang berhubungan dengan konsumsi dari individu. (Hanna & Wozniak, 2001).

Menurut Kotler (2001), Keputusan pembelian dari pembeli merupakan hasil suatu hubungan yang saling mempengaruhi dan yang rumit antara faktor-faktor internal yaitu budaya, sosial, pribadi, dan psikologi dari pembeli.

(4)

Pengenalan Kebutuhan Perilaku setelah Pembelian Keputusan Pembelian Evaluasi Alternatif Pencarian Informasi

1) faktor budaya (kebudayaan, subbudaya, dan kelas sosial), 2) faktor sosial (kelompok acuan, keluarga, peran dan status),

3) faktor pribadi (umur, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, dan kepribadian), dan 4) faktor psikologis (pengetahuan, motivasi, keyakinan, dan sikap).

Selain faktor internal juga terdapat faktor eksternal yang menimbulkan persepsi konsumen yaitu faktor stimulus pemasaran yang terdiri atas produk, harga, distribusi, dan promosi. Faktor internal dan faktor eksternal ini kemudian menimbulkan dua persepsi konsumen yaitu persepsi internal konsumen dan persepsi stimulus konsumen. Kedua persepsi ini sangat mempengaruhi konsumen dalam membuat keputusan membeli produk berdasarkan selera mereka (Umar, 2000).

Kotler (2001) juga menjelaskan bagaimana seseorang dalam mengambil keputusan dalam pembelian suatu produk. Keputusan membeli yang dilakukan oleh konsumen melalui beberapa tahap yaitu: tahap pengenalan kebutuhan, tahap pencarian informasi, tahap evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan terakhir tahap perilaku setelah pembelian.

Gambar 2.1 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian

Perilaku konsumen menggambarkan bagaimana konsumen membuat keputusan-keputusan pembelian dan bagaimana mereka menggunakan dan mengatur pembelian barang atau jasa. Keputusan ini didasarkan atas persepsi mereka yang dipengaruhi oleh berbagai faktor.

(5)

2.1.4 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Etriya dkk (2004), mengenai Analisis Ekuitas Berbagai Merek Minyak Goreng dengan menggunakan metode uji Cochran dan Analisis Rantai Markov diperoleh hasil penelitian dari sampel yang diambil sebanyak 149 responden bahwa merek yang menempati posisi top of mind adalah Bimoli, sedangkan Sania berada pada posisi Brand recall. Pada analisis asosiasi merek, warna kuning jernih dan kemasan menarik menjadi asosiasi bagi Sania. Sedangkan merek Bimoli dan Tropical memiliki asosiasi yang sama yaitu kuning jernih, kualitas masakan baik, dan mudah diperoleh. Untuk merek Filma asosiasi mereknya adalah kuning jernih, kualitas masakan baik, mudah diperoleh, dan teknologi proses yang baik. Sedangkan pada analisis loyalitas merek, terjadi perpindahan merek yang tinggi untuk merek Sania, Bimoli, Tropicall, dan Filma. Dugaan pangsa pasar tertinggi minyak goreng kemasan di Bogor ditempati oleh Bimoli Spesial, sedangkan Sania bersaing ketat dengan Tropical.

Selanjutnya Dewi E. W. (2010), membuat penelitian mengenai Analisis Pasar Perpindahan Kartu Pra Bayar GSM dengan Rantai Markov (studi kasus mahasiswa UNDIP Semarang) diperoleh hasil penelitian bahwa harga kartu perdana/voucher isi ulang merupakan faktor yang paling berpengaruh bagi konsumen untuk tetap loyal karena harga kartu perdana/voucher isi ulang menduduki peringkat pertama. Banyak konsumen yang berpindah merek ke kartu pra bayar IM3, ini ditunjukkan oleh tingginya angka probabilitas transisi, konsumen dari merek kartu pra bayar IM3 juga memiliki loyalitas paling tinggi, kemudian diikuti merek kartu pra bayar Simpati, Mentari, AS, XL, Three, dan Axis. Kondisi steady state terjadi pada periode ke-29, sehingga didapatkan kemungkinan probabilitas pasar yang akan datang untuk kartu pra bayar Simpati sebesar

(6)

4,43%; AS sebesar 3,87%; IM3 sebesar 76,25%; Mentari sebesar 0,18%; XL sebesar 1,33%; Three sebesar 4,38%, dan Axis sebesar 9,11%.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pangsa Pasar (Market Share)

Pangsa pasar (Market Share) dapat diartikan sebagai bagian pasar yang dikuasai oleh suatu perusahaan, atau persentase penjualan suatu perusahaan terhadap total penjualan para pesaing terbesarnya pada waktu dan tempat tertentu. Jika suatu perusahaan dengan produk tertentu mempunyai pangsa pasar 35%, maka dapat diartikan bahwa jika penjualan total produk-produk sejenis dalam periode tertentu adalah sebesar 1000 unit, maka perusahaan tersebut melalui produknya akan memperoleh penjualan sebesar 350 unit. Besarnya pangsa pasar setiap saat akan berubah sesuai dengan perubahan selera konsumen, atau berpindahnya minat konsumen dari suatu produk ke produk lain (Durianto dan Sitinjak, 2001).

Dalam tulisan Lubis (2004) strategi pemasaran bisa digolongkan atas dasar pangsa pasar yang diperoleh suatu perusahaan, maka terbagi atas 4 kelompok, yaitu:

1. Market Leader, disebut pimpinan pasar apabila pangsa pasar yang dikuasai berada pada kisaran 40% atau lebih.

2. Market Chalengger, disebut penantang pasar apabila pangsa pasar yang dikuasai berada pada kisaran 30%.

3. Market Follower, disebut pengikut pasar apabila pangsa pasar yang dikuasai berada pada kisaran 20%.

4. Market Nitcher, disebut juga penggarap relung pasar apabila pangsa pasar yang dikuasai berada pada kisaran 10% atau kurang.

(7)

2.2.2 Ekuitas Merek (Brand Equity)

Merek adalah nama simbol yang diberikan produsen yang bersifat membedakan barang atau jasa yang dihasilkan produsen lain. Aaker (1997) mengatakan bahwa ekuitas merek merupakan satu set Brand Asset dan Liability yang berhubungan dengan sebuah merek dan simbol yang disediakan sebuah produk atau servis bagi pengguna. Ekuitas merek mempunyai lima kategori, yaitu:

1. Loyalitas merek (Brand Loyality)

2. Kesadaran akan merek (Brand Awareness) 3. Asosiasi merek (Brand Association) 4. Kesan kualitas (Perceived Quality)

5. Aset-aset merek lainnya (Other Propriertary Brand Asset)

Loyalitas merek merupakan inti dari ekuitas merek. Suatu produk dapat mempunyai brand awareness yang baik, kualitas yang baik, dan brand association yang cukup banyak, tetapi belum tentu mempunyai loyalitas merek. Sebaliknya, produk yang memiliki loyalitas merek dapat dipastikan memiliki kesadaran merek yang tinggi, kualitas yang baik, dan asosiasi yang cukup dikenal (Aaker, 1997).

Adapun komponen dari ekuitas merek menurut Aaker (1997) adalah: 1. Brand Loyality (Loyalitas merek)

Brand Loyality merupakan satu ukuran keterkaitan antara pengguna kepada sebuah merek. Ukuran ini dapat memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga maupun unsur-unsur produk. Dalam kaitannya dengan loyalitas merek suatu produk, didapati adanya beberapa tingkatan loyalitas merek.

(8)

Setiap tingkat mewakili tantangan pemasaran yang berbeda, dan mewakili juga tipe aset yang berbeda dalam mengelola dan mengeksploitasinya. Semuanya mungkin tidak mewakili kelas produk atau pasar yang spesifik.

2. Brand Awareness (Kesadaran akan merek)

Brand awareness adalah kesanggupan seorang pengguna untuk mengenali dan mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu produk tertentu. Pengukuran Brand awareness, menurut Aaker (1997), didasarkan pada pengertian-pengertian yang mencakup tindakan dalam kesadaran akan merek yaitu:

a. Top of Mind, menggambarkan merek yang pertama kali diingat atau disebut responden ketika ditanya tentang suatu produk.

b. Brand Recall, atau pengingatan kembali merek, mencerminkam merek-merek apa saja yang diingat responden setelah menyebut merek pertama.

c. Brand Recognition, atau merek yang diingat konsumen setelah diberi bantuan.

d. Unware of Brand, merupakan tingkatan yang paling rendah dimana responden tidak mengenal merek suatu produk meskipun sudah diberi bantuan.

3. Brand Association (Asosiasi merek)

Brand association adalah segala sesuatu yang dapat dihubungkan dalam memori responden terhadap suatu produk. Berbagai asosiasi merek saling berhubungan akan membentuk brand image. Pada umumnya asosiasi merek, terutama yang membentuk merek, akan menjadi pijakan bagi pengguna dalam keputusan pembelian dan loyalitas pada merek tersebut.

(9)

4. Perceived Quality (Kesan kualitas)

Perceived quality merupakan persepsi pengguna terhadap kualitas suatu merek produk. Kesan kualitas ini akan membentuk persepsi kualitas dari suatu produk dimata pengguna. Dimensi perceived quality dibagi menjadi:

a. Kinerja, melibatkan berbagai karakteristik operasional utama.

b. Pelayanan, mencerminkan kemampuan suatu produk dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan.

c. Ketahanan, mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut.

d. Keandalan, konsistensi dari kinerja yang dihasilkan dari suatu pembelian ke pembelian berikutnya.

e. Karakteristik produk, bagian-bgian tambahan dari suatu produk.

f. Hasil, mengarah kepada kualitas yang dirasakan melibatkan dimensi sebelumnya.

2.2.3 Perpindahan Merek (Brand Switching)

Brand switching adalah kegiatan seorang pengguna yang melakukan perpindahan merek dari suatu produk yang satu ke produk yang lainnya karena alasan tertentu. Brand switching ini merupakan bagian dari loyalitas merek dimana seorang pengguna yang setia menggunakan merek tertentu. Loyalitas merek (Brand Loyality) adalah suatu ukuran keterkaitan pengguna terhadap sebuah merek. Loyalitas merek adalah kondisi pasar dengan tingkat pertumbuhan yang sangat rendah namun tingkat persaingan yang sangat ketat saat ini. Keberadaan pengguna sangat loyal pada merek suatu produk sangat dibutuhkan agar perusahaan dapat bertahan hidup dan upaya mempertahankan pengguna ini sering menjadi strategi yang jauh lebih efektif daripada menarik pengguna baru untuk mengkonsumsi produk mereka (Durianto dan Sitinjak, 2001).

(10)

Dalam kaitannya dengan loyalitas suatu produk, terdapat tingkatan loyalitas merek. Adapun tingkatan tersebut menurut Durianto dan Sitinjak (2001) adalah sebagai berikut: 1. Switcher (Pengguna yang berpindah-pindah)

Pengguna pada tingkat ini dikatakan sebagai pengguna yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pengguna untuk berpindah dari merek suatu produk ke produk lainnya mengindikasikan mereka sebagai pengguna yang sama sekali tidak loyal pada merek tersebut. Pada tingkatan ini merek apapun mereka anggap memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian. Ciri dari pengguna ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah.

2. Habitual Buyer (Pengguna yang bersifat kebiasaan)

Pada tingkatan ini pengguna dapat dikategorikan sebagai pengguna yang puas dengan merek yamg dipakainya. Pengguna ini membeli merek suatu produk didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini.

3. Satisfied Buyer with Switching Cost (Pengguna yang puas dengan biaya peralihan) Pengguna yang berada pada tingkatan ini termasuk dalam kategori puas bila mereka mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka berpindah ke merek produk lainnya dengan menggunakan switching cost (biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka berpindah merek.

4. Likes the Brand (Pengguna yang menyukai merek tertentu)

Pengguna yang masuk dalam kategori ini merupakan pembeli yang bersungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Rasa suka pengguna bisa saja didasari oleh asosiasi yang

(11)

terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakan merek produk yang sebelumnya baik yang digunakan pribadi maupun kerabatnya.

5. Committed Buyer (Pengguna yang setia)

Pada tingkatan ini pengguna merupakan pembeli yang setia. Mereka memiliki kebanggaan terhadap merek suatu produk bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsi maupun sebagai ekspresi diri mereka. Salah satu aktualisasi dari pelanggan ini ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada orang lain.

Loyalitas merek pengguna terhadap suatu merek dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Supranto (2006), terdapat lima faktor pengguna loyal terhadap merek yang digunakan, antara lain:

1. Customer Value

Customer value merupakan persepsi pengguna yang membandingkan antara biaya atau harga atau beban yang harus ditanggung dan manfaat yang diterimanya. Manfaat ini bisa tangibel, yaitu menyangkut kegunaan secara fisik, bisa pula manfaat intangibel, yaitu yang bersifat psikologis atau emosional pengguna.

2. Switching Barrier

Switching barrier adalah hambatan atau beban atau biaya yang harus ditanggung pengguna bila dia akan berpindah dari satu merek ke merek lain. Hambatan ini tidak selalu karena nilai ekonomi saja, tetapi bisa juga berkaitan dengan fungsi psikologis, sosial, bahkan ritual.

(12)

3. Customer Characteeristic

Customer characteristic adalah karakter pengguna dalam menggunakan merek suatu produk. Pada kenyataannya setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda dengan individu lainnya.

4. Customer Satisfaction

Customer satisfaction merupakan pengalaman pengguna ketika menggunakan merek yang digunakan.

5. Competitive Environment

Competitive Environment menyangkut sejauh mana kompetisi atau persaingan yang terjadi antar merek dalam satu kategori produk.

2.2.4 Konsep Perpindahan Merek

Menurut Swastha (2002), perilaku perpindahan merek pada pelanggan merupakan suatu fenomena yang kompleks yang dipengaruhi banyak faktor. Seperti ketidakpuasan konsumen, perilaku, persaingan, dan harga. Perpindahan merek yang dilakukan oleh konsumen juga dapat disebabkan oleh pencarian variasi (variety seeking) yang dipengaruhi oleh promosi penjualan maupun iklan yang dilakukan oleh produsen dalam strategi memasarkan dan mempertahankan produk mereka dari kompetitor.

Sedangkan dalam bukunya Durianto (2001) mengatakan bahwa ada 4 faktor yang menyebabkan konsumen berpindah merek yaitu ketidakpuasan konsumen, kebutuhan mencari variasi lain (variety seeking), harga, dan iklan. Seorang konsumen yang mengalami ketidakpuasan mempunyai kemungkinan akan merubah perilaku keputusan membelinya dengan mencari alternatif merek lain pada konsumsi berikutnya untuk meningkatkan kepuasannya.

(13)

Kebutuhan mencari variasi lain (variety seeking) adalah sebuah komitmen kognitif untuk membeli merek yang berbeda karena berbagai alasan yang berbeda, keinginan baru atau timbul rasa bosan pada sesuatu yang telah lama dikonsumsi. Karena konsumen diperhadapkan dengan berbagai macam variasi produk dengan berbagai jenis merek, keadaan ini dapat mempengaruhi konsumen untuk mencoba berbagai macam produk dan merek sehingga konsumen tidak sepenuhnya setia pada satu produk.

Harga merupakan salah satu variable penting dalan pemasaran dimana harga dapat mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli suatu produk. Harga secara sederhana diartikan sebagai sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya. Harga suatu merek yang terlalu mahal dengan karakteristik yang ditawarkan sama dengan merek produsen lain dapat menyebabkan konsumen berpindah merek. Konsumen akan loyal pada merek berkualitas tinggi dengan harga yang wajar.

Iklan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya keputusan perpindahan merek. Iklan dan promosi dapat mengubah probabilitas seorang konsumen dalam membeli sebuah produk dengan merek tertentu pada suatu kategori yang sama di masa yang akan datang. Iklan memberikan rangsangan dan dorongan pada konsumen untuk berpindah merek karena menimbulkan ingatan akan pesan promosi yang disampaikan. Konsumen dengan tingkat persepsi yang berbeda mempunyai berbagai macam kemungkinan untuk berpindah merek.

(14)

2.2.5 Rantai Markov (Markov Chain)

Dalam bukunya, Siagian (2006), menyatakan bahwa analisis Rantai Markov adalah suatu metode yang mempelajari sifat-sifat suatu variabel pada masa sekarang yang didasarkan pada sifat-sifatnya di masa lalu dalam usaha menaksir sifat-sifat variabel tersebut di masa yang akan datang. Dalam analisis Markov yang dihasilkan adalah suatu informasi probabilistik yang dapat digunakan untuk membantu pembuatan keputusan, jadi analisis ini bukan suatu teknik optimisasi melainkan suatu teknik deskriptif.

Rantai Markov sebenarnya merupakan bentuk khusus dari model probabilitas yang melibatkan waktu dan lebih dikenal sebagai proses stokastik. Rantai Markov merupakan proses stokastik dari variable-variabel acak {Xt;t = 0,1,2,3,…} yang membentuk suatu deret dan memenuhi sifat Markov.

Dalam sifat Markov, jika diberikan kejadian-kejadian yang telah berlalu (past states) X0,X1,X2,….,Xt-1, artinya kejadian yang akan datang (future state) Xt+1 bersifat bebas (independen) dari kejadian-kejadian yang telah berlalu (past state) X0,X1,X2,….,Xt-1, dan kejadian yang akan datang (future state) Xt+1 hanya bergantung pada kejadian yang sedang berlangsung (present state) Xt.

Untuk suatu pengamatan yang prosesnya sampai waktu ke t, maka distribusi nilai proses dari waktu ke t+1 hanya bergantung pada nilai dari proses pada waktu t. Secara umum dituliskan:

P(Xt+1 = i│X0 = j0,X1 = j1,…,Xt-1 = jt-1,Xt = jt) = P(Xt+1 = i│Xt = j)

Pengguna Rantai Markov terhadap suatu masalah memerlukan pemahaman tentang tiga keadaan yaitu keadaan awal, keadaan transisi, dan keadaan setimbang. Dari tiga keadaan

(15)

dalam Rantai Markov hanya berhubungan dengan keadaan transisi. Asumsi-asumsi dalam Rantai Markov adalah sebagai berikut:

a. Jumlah probabilitas transisi keadaan adalah 1 b. Probabilitas transisi tidak berubah selamanya

c. Probabilitas transisi hanya tergantung pada status sekarang, bukan periode sebelumnya.

Probabilitas mempunyai banyak persamaan seperti kemungkinan, kesempatan dan kecendrungan. Probabilitas menunjukkan kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang bersifat acak. Suatu peristiwa disebut acak jika terjadinya peristiwa tersebut tidak diketahui sebelumnya. Oleh karena itu, probabilitas dapat digunakan sebagai alat ukur terjadinya peristiwa di masa yang akan datang.

Nilai probabilitas yang paling kecil adalah 0 yang berarti bahwa peristiwa tersebut pasti tidak akan terjadi. Sedangkan nilai probabilitas yang terbesar adalah 1 yang berarti bahwa peristiwa tersebut pasti akan terjadi. Secara umum, nilai probabilitas suatu peristiwa X adalah:

0 ≤ P(X) ≤ 1

Analisis ini sangat sering digunakan untuk membantu pembuatan keputusan dalam bisnis dan industri, misalnya dalam masalah ganti merek, masalah hutang-piutang, masalah operasi mesin, analisis pengawasan, dan lain-lain. Sedangkan di bidang pertanian paling banyak digunakan di bagian sosial ekonomi. Sebagai statenya antara lain adalah banyaknya jumlah produksi industri pertanian, lokasi industri pertanian, pertumbuhan ekonomi, pembangunan pertanian, struktur pasar, dan berbagai jenis merek suatu produk

(16)

2.2Kerangka Pemikiran

Setiap perusahaan memiliki tujuan pemasaran agar dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Oleh karena itu, para pemasar seharusnya senantiasa mempelajari perilaku konsumen dalam membeli kebutuhan mereka sebagai pelanggan sasaran mereka. Pemahaman pengambilan keputusan konsumen sangat penting bagi suatu organisasi, karena berhasil atau tidaknya produk tergantung pada persepsi konsumen terhadap produk tersebut. Memahami tingkat keterlibatan konsumen terhadap produk berarti berusaha mengidentifikasikan hal- hal yang menyebabkan seseorang terlibat dalam pembelian.

Perilaku konsumen menggambarkan bagaimana konsumen membuat keputusan-keputusan pembelian dan bagaimana mereka menggunakan dan mengatur pembelian barang atau jasa. Keputusan ini didasarkan atas persepsi mereka yang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.

Yang termasuk kedalam faktor internal adalah kebudayaan (kebiasaan), faktor sosial (kelompok acuan, keluarga, status), faktor pribadi (umur, pekerjaan, situasi ekonomi/keuangan), dan faktor psikologis (motivasi dan keyakinan). Sedangkan yang termasuk kedalam faktor eksternal adalah stimulus pemasaran yang terdiri dari produk (merek, kemasan, label, warna, bau, rasa), harga (diskon), dan promosi (iklan).

Kedua faktor tersebut yaitu faktor internal dan faktor eksternal akan membentuk persepsi konsumen yaitu persepsi internal dan faktor stimulus konsumen yang akan mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan membeli produk minyak goreng. Suatu keputusan adalah pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pemilihan alternatif.

(17)

yang dibelinya, atau dia harus memilih satu dan beberapa pilihan merek minyak goreng dengan berbagai pertimbangan tertentu untuk memilih produk minyak goreng yang paling sesuai (best fit) bagi mereka.

Dengan memperhatikan perilaku konsumen yang berbeda-beda dalam membuat keputusan membeli produk minyak goreng maka produsen harus tanggap dengan keinginan konsumen terhadap produk minyak goreng yang dipasarkan dengan berbagai karakteristik yang dapat menyebabkan konsumen berpindah merek dari satu merek minyak goreng ke minyak goreng lainnya. Sehingga produsen perlu melakukan analisis pola perpindahan yang dilakukan konsumen untuk mendapatkan informasi mengenai persepsi konsumen terhadap produk minyak goreng yang dikonsumsinya. Informasi ini kemudian dapat membantu produsen membuat produk minyak yang sesuai dengan keinginan/persepsi konsumen dan mengetahui informasi pangsa pasar di masa mendatang.

(18)

Faktor Internal Faktor Eksternal Stimulus Pemasaran Persepsi Internal Konsumen Keputusan Membeli Minyak Goreng

Analisis Konsumen dan Produk Minyak Goreng

Persepsi Stimulus Konsumen

Peramalan Keinginan Produk Minyak Goreng

di Masa Mendatang

Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran Keterangan: Menyatakan Hubungan

Gambar

Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran  Keterangan:                Menyatakan Hubungan

Referensi

Dokumen terkait

Sebaliknya, jika harga suatu barang atau jasa semakin rendah maka konsumen akan meningkatkan jumlah barang yang diminta (Mushlich, 1997)... Semakin tinggi harga daging sapi,

Nilai tambah yang tercipta dari industri lain yang merupakan kaitan kedepan dari industri minyak goreng seperti industri sabun, industri makanan lain (kerupuk, restoran)

Saluran pemasaran adalah himpunan organisasi yang saling bergantung yang terlibat dalam proses untuk membuat produk atau jasa yang siap untuk dikonsumsi atau digunakan oleh

Selain itu indikator empirik yang sering digunakan dalam pengkajian efisiensi pemasaran di antaranya adalah margin pemasaran dan transmisi harga dari pasar konsumen kepada

Saluran pemasaran merupakan aliran barang mulai dari produsen ke konsumen yang terjadi karena adanya lembaga pemasaran, perpindahan barang antar lembaga menimbulkan biaya oleh

Tidak berbeda halnya dengan kegiatan impor, dampak negatif yang ditimbulkan adalah peningkatan impor yang apabila tidak dapat dibendung karena daya saing yang rendah

Pada kemitraan tipe dispersal, pihak pengusaha lebih kuat dibandingkan produsen.Pihak pengusah ini sangat berperan dalam berhubungan dengan produsen yang lemah.Akan tetapi

Primi Infantyasning 2001 Pengaruh Citra Negara Asal Produk Terhadap Keinginan Membeli Konsumen Sebuah Studi Empiris Pembelian Telepon Seluler di Kota Semarang