• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGOLAHAN BAHAN GALIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGOLAHAN BAHAN GALIAN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PETUNJUK PRAKTIKUM

PENGOLAHAN BAHAN GALIAN

Oleh :

IR. M. WINANTO AJIE PH, MSc IR. UNTUNG SUKAMTO, MT

IR. SUDARYANTO, MT

LABORATORIUM PENGOLAHAN BAHAN GALIAN

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN - FTM

UPN “VETERAN” YOGYAKARTA

2006

(2)

PETUNJUK

PRAKTIKUM

PENGOLAHAN BAHAN GALIAN

Oleh :

IR. M. WINANTO AJIE PH, MSc IR. UNTUNG SUKAMTO, MT

IR. SUDARYANTO, MT

LABORATORIUM PENGOLAHAN BAHAN GALIAN

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN - FTM

(3)

KATA PENGANTAR

Memenuhi kurikulum Jurusan Teknik Pertambangan – FTM UPN “Veteran”

Yogyakarta pada semester IV, mahasiswa diwajibkan mengikuti praktikum Pengolahan Bahan Galian, yang merupakan penunjang teori. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka disusunlah buku petunjuk praktikum, agar ada kesamaan persepsi.

Mulai tahun akademik 2001 / 2002, praktikum diselenggarakan dalam tahapan, yakni tahap pertama dibahas masalah kominusi, sampling dan analisis ayak, settling test. Sedangkan tahap kedua akan dibahas jigging, tabling dan flotasi.

Penyusun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Dosen mata kuliah Pengolahan Bahan Galian

2. Ketua Jurusan Teknik Pertambangan bersama Staf

3. Semua pihak yang telah membantu dan mendorong serta memberi fasilitas sehingga terwujudnya buku petunjuk ini.

Akhirnya kepada mahasiswa praktikan yang ingin memperdalam Pengolahan Bahan Galian, dianjurkan untuk membaca buku yang tertulis dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, Maret 2006

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……… i

KATA PENGANTAR ………. ii

DAFTAR ISI ……… iii

DAFTAR GAMBAR ……… v

DAFTAR LAMPIRAN ……… v

BAB I. PENDAHULUAN ……….. 1

II. TAHAPAN UMUM PENGOLAHAN BAHAN GALIAN ………… 3

2.1.PREPARASI ……… 3

2.2.KONSENTRASI ………. 5

2.2.1. Warna, Kilap, Bentuk Kristal ………. 6

2.2.2. Berat Jenis (Specific Gravity) ……… 6

2.2.3. Sifat Kemagnetan(Magnetic Susceptibility) ………. 9

2.2.4. Sifat Konduktor dan Non Konduktor ………. 9

2.2.5. Sifat Permukaan Mineral Senang Tidaknya Terhadap Gelembung Udara ……….. 9

2.3.DEWATERING ………. 10

III. PETUNJUK MENYUSUN LAPORAN ……… 11

3.1. Penyusunan Laporan ………... 11

3.2.Ketentuan Praktikum ……….. 12

IV. TUGAS DAN PETUNJUK PRAKTIKUM ……….. 13

4.1.Jaw Crusher ……… 13

4.2.Mengambil Contoh dan Analisis Ayak ……….. 14

4.3.Classifying ………. 15 4.4.Settling Test ………... 15 4.5.Panning ……….. 16 4.6.Jigging ……… 17 4.7.Tabling ……… 18 4.8.Sluicing ……….. 18 4.9.Flotasi ………. 19 DAFTAR PUSTAKA ………. 20

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar : Halaman

2.1. Meja Goyang ……… 6

2.2. Fixed Sieve Jig ………. 7

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN : Halaman

A. PETUNJUK PEMBUATAN LAPORAN PRAKTIKUM PBG………… 21

(6)

BAB I PENDAHULUAN

Pengolahan Bahan Galian (ore dressing) adalah suatu proses pengolahan bijih (ore) secara mekanik sehingga mineral berharga dapat dipisahkan dari mineral pengotornya dengan didasarkan pada sifat fisika atau sifat kimia-fisika permukaan mineral.

Bijih yang dilakukan pengolahan bahan galian akan dapat ditingkatkan kadarnya, sehingga dari hasil pengolahan tersebut diharapkan diperoleh keuntungan antara lain adalah :

1. Mengurangi ongkos transport dari tempat pengolahan sampai tempat peleburan. Hal ini karena mineral pengotor (gangue mineral) sudah dapat dipisahkan sehingga tidak ikut terangkut.

2. Mengurangi biaya peleburan. Dengan naiknya kadar bijih maka logam berharga semakin banyak untuk setiap berat yang sama, sehingga dalam satuan waktu tertentu logam hasil peleburan akan lebih banyak jika dibanding dengan peleburan bijih kadar rendah.

3. Mengurangi bahan imbuh (flux) selama peleburan. Semakin tinggi kadar bijih berarti kadar mineral pengotor semakin kecil, sehingga flux yang dibutuhkan juga semakin sedikit.

Bijih dari tambang umumnya masih berukuran relatif besar, sehingga mineral berharga belum terliberasi, maka perlu direduksi ukurannya dengan menggunakan alat peremuk (crusher) dan alat penggiling/penggerus (grinding mill). Supaya hasil peremukan dan penggilingan mempunyai ukuran yang sama, maka perlu dilakukan pengelompokan ukuran (sizing) yaitu dengan cara pengayakan (screening) maupun

classifying.

Konsentrasi dilakukan dengan menggunakan alat yang dirancang bangun mendasarkan sifat fisik mineral atau sifat kimia-fisika permukaan mineral pada bijih, diantaranya adalah :

(7)

Sifat fisika atau sifat kimia-fisika permukaan

Cara pemisahan

Warna, kilap, bentuk kristal Hand sorting

Berat jenis Gravity concentration

Kemagnitan Magnetic separation

Konduktifitas High tension separation Sifat permukaan mineral senang

tidaknya terhadap udara

Flotasi

Hasil konsentrasi berupa konsentrat dan tailing, jika pengerjaannya menggunakan cara basah tentu akan banyak mengandung air. Untuk mengurangi kandungan air dilakukan dewatering, yang mempunyai tiga tahap yaitu : thickening,

(8)

BAB II

TAHAPAN UMUM PENGOLAHAN BAHAN GALIAN

Pengolahan Bahan Galian (Ore Dressing) pada umumnya dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu : preparasi, konsentrasi, dan dewatering.

2.1. PREPARASI

Preparasi merupakan operasi atau tahap persiapan sebelum dilakukan konsentrasi, yaitu usaha untuk meliberasi/ membebaskan bijih antara mineral berharga dengan mineral pengotornya dengan jalan mereduksi / memperkecil ukuran butir. Tujuannya agar sifat mineralnya tampak murni / aseli dan tidak terikat lagi dengan mineral pengotornya. Pada preparasi sering dilakukan pengendalian / pengelompokan ukuran butir material (sizing) dengan menggunakan pengayak (screen) maupun classifyer.

Bijih yang berupa padatan (solid ore), umumnya antara mineral berharga dengan yang tidak berharga saling terikat satu sama lain, oleh sebeb itu perlu dilakukan peremukan dan penggerusan. Operasi pembebasan dari ikatan masing-masing mineral sering disebut liberation / unlocking. Bijih berukuran bongkah diremuk dengan menggunakan peremuk (crusher) maupun penggerus / penggiling (grinder), sehingga didapat produk yang berukuran lebih kecil / halus.

Kominusi (crushing dan grinding) umumnya dilakukan dalam 3 tahap, sebab kemampuan alat peremuk atau penggerus terbatas, yaitu :

1) Primary crushing, umumnya ukuran umpan 5 cm – 225 cm ( 2 inchi – 90 inchi) yang merupakan bijih hasil bongkaran dari tambang. Alat yang digunakan dapat berupa jaw crusher, gyratory crusher, maupun cone crusher.

2) Secondary crushing, umumnya ukuran umpan 2,5 cm–7,5 cm ( 1 inchi–3 inchi) yang merupakan produk dari primary crusher. Alat yang digunakan dapat berupa

(9)

3) Tertiary crushing / fine crushing / grinding, umumnya ukuran umpan 0,5 cm –1 cm ( 1/4 inchi – 3/8 inchi) yang merupakan produk dari secondary crusher. Alat yang digunakan dapat berupa ball mill, rod mill, tube mill.

Umumnya distribusi ukuran produk dari peremuk maupun penggerus sudah standar dan dinyatakan dalam bentuk grafik yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat alat peremuk / penggerus yang bersangkutan.

Perbandingan antara ukuran / dimensi terbesar umpan dengan ukuran / dimensi terbesar produk disebut nisbah reduksi (reduction ratio). Untuk tahap primary crushing nisbah reduksi berkisar 4 – 7, secondary crushing berkisar 8 – 50, dan tertiary crushing / fine crushing biasanya lebih besar 50. Pembatasan harga nisbah reduksi ini dimaksudkan agar kerja alat peremuk maupun penggerus lebih efektif untuk menghasilkan produk sesuai dengan target produksi.

Pada proses peremukan, pecahnya batuan / bijih disebabkan gaya dari luar lebih besar dari gaya tahan batuan / bijih, disamping itu nip angle (sudut jepit dari alat peremuk) memenuhi. Gaya yang bekerja pada umumnya : gaya tekan, gravitasi, gesek, chipping (menyudut), sedangkan pada proses penggilingan pecahnya bijih dapat disebabkan adanya grinding media yang dapat menimbulkan gaya : gesek,

impact atau jatuhan.

Pada operasi penggilingan menggunakan mill maka kecepatan putar mill perlu diperhitungkan karena sangat berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan. Kecepatan kritis mill, yaitu batas kecepatan putar silinder mill yang membuat semua isian (beban) didalam mill mulai menempel pada dinding bagian dalam silinder, sehingga tidak terjadi penggerusan / penggilingan. Besarnya kecepatan / putaran kritis mill ini menurut B.A.Wills (1985) dapat didekati dengan persamaan :

) d D ( 3 , 42 Nc   rpm Nc = putaran kritis, rpm

D = diameter bagian dfalam, meter d = diameter media gerus, meter

Umumnya pengoperasian mill pada kecepatan 50 – 90 % dari kecepatan kritisnya. Pada kecepatan cataracting ( + 80 % dari kecepatan kritis) maka penggerusan di dalam mill akan didominasi oleh gaya impact (akibat jatuhan dari

(10)

grinding media). Sedangkan pada kecepatan cascading ( + 60 % dari kecepatan kritis) maka penggerusan di dalam mill akan didominasi oleh gaya abrasi (akibat gesekan oleh grinding media).

Menurut Rittinger’s, permukaan baru yang dihasilkan sewaktu crushing

maupun grinding besarnya akan sebanding dengan kerja / energi yang dibutuhkan. Semakin besar luas permukaan material (semakin halus produk yang dihasilkan) maka akan semakin besar pula energi yang dibutuhkan untuk mereduksi ukuran tersebut.

Agar tidak terjadi overcrushing maupun over grinding pada waktu peremukan maupun penggerusan, maka diperlukan suatu pengendalian ukuran (sizing) dengan menggunakan pengayak (screen) atau classifier. Pada dasarnya

screening merupakan pengelompokan suatu partikel / material yang didasarkan pada

ukuran (opening) lubang ayakan. Pada umumnya pengayakan akan efektif (cocok) jika digunakan untuk ukuran yang dipisahkan lebih besar 20 mesh. Sedangkan

classifying merupakan pengelompokan material / partikel yang didasarkan pada

perbedaan kecepatan jatuh partikel dalam suatu media baik air maupun udara. Kecepatan jatuh partikel pada suatu media akan dipengaruhi oleh berat jenis, bentuk, dan volume butir partikel. Classifying ini akan efektif (cocok) jika digunakan pada ukuran material yang dipisahkan lebih besar 20 mesh.

Tujuan dari crushing maupun grinding, disamping untuk mereduksi ukuran bijih juga untuk meliberasi bijih agar lebih sempurna dan untuk memenuhi kehendak konsumen agar sesuai dengan persyaratan yang berlaku.

2.2. KONSENTRASI

Konsentrasi merupakan suatu operasi untuk memisahkan antara mineral yang berharga dengan mineral tak berharga / pengotornya (gangue mineral) dalam sustu bijih / material yang memanfaatkan sifat fisik atau sifat kimia-fisika permukaan mineral yang akan dipisahkan. Sifat fisik yang sering digunakan sebagai dasar pemisahan adalah :

(11)

2.2.1. Warna, kilap, bentuk kristal

Cara pemisahan mineral yang didasarkan pada warna, kilap, bentuk kristal dapat dilakukan secara manual, dan cara ini disebut dengan hand picking atau hand sorting. Umumnya mineral/ material yang dipisahkan ukurannya tidak terlalu halus dan biasanya merupakan pemisahan tahap paling awal.

2.2.2. Berat jenis (Specific Gravity)

Mineral dapat dipisahkan berdasarkan perbedaan berat jenis. Cara pemisahan mineral yang yang didasarkan pada perbedaan berat jenis disebut konsentrasi gravitasi (gravity concentration). Untuk mengetahui tingkat kemudahan suatu mineral jika dipisahkan dengan konsentrasi gravitasi dapat dilihat harga / nilai kriteria konsentrasinya (concentration criteria), yang ditujukkan dalam persamaan sebagai berikut : f l f h D D D D CC    CC = kriteria konsentrasi Dh = berat jenis mineral berat

Df = berat jenis fluida

Dl = berat jenis mineral ringan.

Secara umum jika nilai kriteria konsentrasi lebih besar 2,5 atau negatif maka mineral akan mudah dipisahkan dengan cara gravitasi untuk segala ukuran. Jika nilainya lebih kecil 2,5 maka efisiensi pemisahan juga akan menurun. Jika nilainya kurang dari 1,25 maka pemisahan cara gravitasi sulit untuk dilaksanakan.

Konsentrasi gravitasi dapat dikelompokkan menjadi :

1) Konsentrasi yang memanfaatkan aliran tipis horizontal (flowing film

concentration).

Konsentrasi ini didasarkan pada perbedaan berat jenis mineral yang dipisahkan dan dilakukan dengan menggunakan aliran air yang tipis. Pemisahan mineral akan dipengaruhi oleh gaya gesek antara mineral dengan dasar meja (deck), gaya dorong air terhadap partikel, gaya grafitasi maupun gaya centripetal (untuk

(12)

sedangkan gaya dorong air akan dominan terhadap mineral ringan dan gaya gravitasi akan mengenai pada mineral berat maupun ringan.

Gambar 2.1.

Meja Goyang (Shaking Table)

Akibat pengaruh gaya-gaya, maka mineral yang berat, kecil dan bentuknya datar atau pipih akan didapatkan pada hulu dari suatu aliran, sedangkan partikel ringan, kasar dan bentuknya membulat akan didapatkan di bagian hilir, dengan kata lain bahwa mineral ringan akan lebih jauh diangkut oleh air daripada mineral berat. Untuk membantu kerja gaya-gaya ini pada umumnya ditambahkan perlengkapan berupa pengaduk seperti cangkul, head motion. Peralatan konsentrasi yang berprinsip pada flowing film concentration adalah :

shaking table (meja goyang), sluice box dan humphrey spiral.

2) Jigging :

Jigging adalah operasi pengerjaan mineral mendasarkan atas perbedaan

kecepatan mengendap antara mineral berharga dengan gangue mineral. Ada 3 peristiwa penting dalam jigging, yaitu :

(13)

iii. Consolidation Trickling pada akhir suction

Agar ketiga peristiwa ini bisa terjadi berulang-ulang dan untuk membantu proses pemisahan, maka pada alat ini dilengkapi dengan peralatan penimbul pultion (dorongan) dan suction (isapan). Peralatan pembantu ini dapat berupa plunger,

diaphragma, pulsator maupun air pulsator. Akibat dari adanya ketiga peristiwa

dan gaya di atas, maka mineral berat akan terletak di bawah dan mineral ringan terletak di bagian atas dengan pemisah berupa screen yang ada jig bed-nya. Pada umumnya jig bed ini mempunyai berat jenis diantara mineral berat dan ringan sehingga kecepatan mengendapnya di antara mineral berat dan ringan. Alat yang digunakan mendasarkan atas sieve-nya dan dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Movable Sieve Jig (Hand Jig)

b. Fixed Sieve Jig (Plunger, Diaphragma, Pulsator dan Air Pulsator Jig)

Gambar 2.2.

Fixed Sieve Jig

3) Dense Medium Separation

Merupakan operasi pemisahan yang mendasarkan atas perbedaan SG dengan menggunakan cairan media yang mempunyai SG diantara mineral berat dan ringan. Bila media yang digunakan adalah cairan berat asli, maka operasi ini disebut heavy liquid separation (HLS), sedangkan bila yang digunakan adalah cairan berat tiruan / semu (pseudo liquid), maka operasi ini disebut heavy media

(14)

separation (HMS). Operasi ini tidak akan berhasil untuk mineral yang berukuran

sangat halus, sebab mineral tersebut akan selalu dalam suspensi, sehingga mineral berat tidak dapat dipisahkan dengan mineral ringan. Oleh karena itulah pada operasi HLS dan HMS, umpan harus diayak terlebih dahulu.

2.2.3. Sifat Kemagnetan (magnetic susceptibility)

Alat yang digunakan disebut magnetic separator, yang prinsip kerja pemisahannya mendasarkan atas sifat kemagnitan dari mineral. Mineral ada yang bersifat kuat tertarik oleh magnit, lemah tertarik oleh magnit maupun yang tidak tertarik oleh magnit. Dari sifat-sifat tersebut, maka mineral yang satu dapat dipisahkan dengan yang lain.

2.2.4. Sifat Konduktor dan Non Konduktor

Alat yang digunakan disebut high tension separator (HTS). Mineral konduktor yang mudah menghantarkan maupun menerima ion negatif secara cepat dapat dipisahkan dari mineral non konduktor yang lamban dalam menghantarkan/menerima ion. Sehingga dalam operasi ini akan didapat mineral konduktor dan mineral non konduktor.

2.2.5. Sifat Permukaan Mineral Senang Tidaknya Terhadap Gelembung Udara Cara konsentrasi ini disebut flotasi. Mineral yang senang terhadap udara cenderung mengapung sebab akan menempel pada udara, sedangkan mineral yang senang kepada air akan cenderung tenggelam. Ada tiga macam reagent yang biasa digunakan untuk membantu operasi flotasi, yaitu : modifier, collector dan frother.

Collector merupakan suatu reagent dari kelompok hydrocarbon yang terdiri dari

bagian polar dan non polar, yang berguna untuk mengubah sifat permukaan mineral dari tidak senang kepada udara menjadi senang kepada udara. Collector membuat permukaan mineral diselimuti oleh bagian polar, dengan bagian non polar menghadap keluar sehingga mineral ini menjadi tertempel pada udara. Untuk mineral yang tidak senang udara akan tetap tinggal di dasar cell flotasi tersebut. Modifier merupakan zat an-organik yang berfungsi membantu atau menghalangi kerja

(15)

satu polar dan non polar, berfungsi untuk menstabilkan gelembung udara agar tetap utuh (tidak pecah) hingga sampai permukaan.

2.3. DEWATERING

Adalah operasi pemisahan antara cairan dengan padatan yang pada umumnya melalui 3 tahapan, yaitu :

1) Thickening : merupakan tahapan pertama dari dewatering dengan mendasarkan

atas kecepatan jatuh material pada media, sehingga solid factor mencapai = 1 (%solid = 50 %).

2) Filtrasi : merupakan operasi pemisahan antara cairan dengan padatan

menggunakan saringan (filter) yang terbuat dari kain, hingga diperoleh solid

factor = 4 (%solid = 80 %).

3) Drying : merupakan operasi pemanasan material sampai 110 oC, sehingga

didapat %solid = 100 %.

Pekerjaan lain yang tidak kalah pentingnya adalah sampling, yaitu pengambilan conto material yang sesedikit mungkin namun dapat mewakili material keseluruhan. Sampling selalu dilakukan disetiap pekerjaan pengolahan bahan galian, dengan tujuan untuk meneliti apakah operasi yang sedang berjalan sesuai dengan yang dikehendaki atau tidak. Prinsip di dalam sampling adalah lebih baik mengambil conto berkali-kali dengan jumlah yang sedikit, dari pada mengambil conto hanya sekali tetapi dalam jumlah yang besar / banyak.

(16)

BAB III

PETUNJUK MENYUSUN LAPORAN

3.1. PENYUSUNAN LAPORAN

Pada dasarnya menyusun laporan praktikum pengolahan bahan galian tidak berbeda dengan petunjuk menyusun laporan yang telah diterangkan dalam kuliah, yakni ditulis dengan rapi pada kertas ukuran kuarto.

Adapun bentuk dan susunan laporan yang harus dibuat terdiri dari : 1). Halaman Judul

Halaman judul dibuat dengan komposisi seperti pada Lampiran B.

2). Kata Pengantar, Daftar Isi, Daftar Gambar, Daftar Tabel, Daftar Lampiran, yang ditulis sesuai dengan menyusun laporan.

3). Isi Laporan

Laporan pengolahan bahan galian secara garis besar dapat dibagi dalam beberapa Bab, yakni :

I. PENDAHULUAN

Di dalam Bab ini berikanlah uraian singkat tetapi jelas mengenai obyek permasalahan yang ada dalam laporan, diantaranya : Latar Belakang, Maksud dan Tujuan, Hipotesa dan Kesimpulan.

II. DASAR TEORI

Di dalam Bab ini berikanlah latar belakang teori yang berkaitan dengan isi praktikum, definisi-definisi yang menunjang acara praktikum.

III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Di dalam Bab ini berikanlah uraian tentang tugas yang telah dilaksanakan, prosedur percobaan, hasil percobaan, gambar alat serta bagian-bagiannya yang digunakan dalam percobaan.

IV. PEMBAHASAN

(17)

percobaan, maupun factor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil percobaan.

V. KESIMPULAN

Pada Bab ini yang ditulis adalah kesimpulan dari pembahasan, tidak perlu diuraikan lagi, dapat pula berisikan factor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil percobaan secara ringkas.

4). Daftar Bacaan / Daftar Pustaka

Disusun sesuai dengan petunjuk menyusun laporan. 5). Lampiran

Data-data yang harus dilampirkan adalah :

a. Jawaban pertanyaan (tulis dahulu pertanyaannya, baru kemudian jawabannya) b. Hasil percobaan atau perhitungannya.

c. Data-data yang mendukung isi laporan.

3.2. KETENTUAN PRAKTIKUM

Tata tertib praktikum ditulis tersendiri yang tidak terpisahkan dari Petunjuk Praktikum Pengolahan Bahan Galian ini. Pada ketentuan praktikum ini akan dijelaskan masalah yang berkaitan dengan penyerahan laporan maupun system penilaian yang berlaku dalam praktikum PBG (Lampiran A).

(18)

BAB IV

TUGAS DAN PETUNJUK PRAKTIKUM

(19)

Petunjuk Praktikum Pengolahan Bahan Galian

-LAMPIRAN A

KETENTUAN PRAKTIKUM PBG

A.1. LAPORAN

A.1.1. SETIAP PESERTA PRAKTIKUM WAJIB MEMBUAT LAPORAN PRAKTIKUM

A.1.2. LAPORAN PRAKTIKUM DITULIS TANGAN

A.1.3. LAPORAN PRAKTIKUM DIKUMPUL PALING LAMBAT SEBELUM PELAKSANAAN PRAKTIKUM BERIKUTNYA

A.2. PENILAIAN :

No. Komponen Penilaian % Buruk Sedang Baik Baik Sekali

1 Keaktifan 15 4 6 8 10

2 Kedisiplinan 15 4 6 8 10

3 Tes lisan saat praktikum 15 4 6 8 10

4 Laporan 20 4 6 8 10 5 Responsi 35 4 6 8 10 KETERANGAN NILAI : A : 8–10 B : 6–8 C : 4–6

D : < 4 DIANGGAP GUGUR (HARUS MENGULANG PRAKTIKUM)

A.3. SANGSI

Jika peserta praktikum tidak mengumpulkan laporan praktikum sesuai waktu yang telah ditentukan, maka dianggap gugur pada acara yang bersangkutan dan wajib untuk mengulang lagi dengan membayar setiap acara praktikum yang diulang sebesar Rp.

10.000,-Yogyakarta, 20 Maret 2005 Ka. Lab. PBG.

TTD

(20)

LAMPIRAN B

CONTOH MEMBUAT HALAMAN MUKA

LAPORAN PRAKTIKUM PENGOLAHAN BAHAN GALIAN

SETTLING TEST

OLEH : CAH AYU / BAGUS

112000007

PELAKSANAAN PRAKTIKUM :

HARI, TANGGAL : SENIN, 8 MARET 2005 JAM : 08.00–09.50 WIB

PEMBIMBING : IR. UNTUNG SUKAMTO, MT ASSISTEN PEMB. : DENADA

LABORATORIUM PENGOLAHAN BAHAN GALIAN JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN - FTM

U P N “VETERAN” JOGYAKARTA JOGYAKARTA

(21)

LAPORAN SEMENTARA

PRAKTIKUM PENGOLAHAN BAHAN GALIAN

HARI / TANGGAL : ………..… / ………….……. JAM : ……… s/d ………. ACARA : ………. ANGGOTA REGU : 1. ………. ……… ……….. 2. ………. ……… ……….. 3. ………. ……… ……….. 4. ………. ……… ……….. 5. ………. ……… ……….. 6. ………. ……… ……….. 7. ………. ……… ……….. 8. ………. ……… ……….. 9. ………. ……… ……….. 10. ………... ……… ……….. PEMBIMBING : ……… ……….... A. DISKRIPSI ALAT

(22)

B. PROSEDUR PERCOBAAN ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ………..……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… C. HASIL PERCOBAAN ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ………..……… ……… ……… ……… ……… ……… ………

(23)

KETENTUAN PEMBUATAN LAPORAN

I. KETENTUAN UMUM

 SETIAP PESERTA PRAKTIKUM WAJIB MEMBUAT LAPORAN PRAKTIKUM

 LAPORAN PRAKTIKUM DITULIS TANGAN / DIKETIK MANUAL

 JUMLAH HALAMAN MAKSIMUM 5 HALAMAN FOLIO

 LAPORAN PRAKTIKUM DIKUMPUL PALING LAMBAT SATU HARI SETELAH

PELAKSANAAN PRAKTIKUM II. FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM

FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM MELIPUTI :

 HALAMAN JUDUL

 ISI LAPORAN

A. TUJUAN PRAKTIKUM

Jelaskan maksud dan tujuan saudara melakukan praktikum pada acara tersebut.

B. BAHAN DAN ALAT YANG DIGUNAKAN

Sebutkan bahan praktikum yang digunakan secara rinci. Sebutkan alat-alat yang digunakan.

Gambar alat yang digunakan disertai bagian-bagian yang penting. C. PROSEDUR PERCOBAAN

Uraikan prosedur percobaan saudara secara rinci, jika perlu buat diagram alirnya.

D. PEMBAHASAN DATA HASIL PERCOBAAN

Lakukan pengamatan selama saudara melakukan praktikum, baik mekanisme kerja alat maupun perilaku material / partikel selama percobaan.

Catat semua data hasil percobaan saudara dan lakukan perhitungan sebagai pengolahan data, dan berilah komentar dari hasil percobaan saudara.

E. KESIMPULAN

Simpulkan hasil pengamatan dan perhitungan dari percobaan saudara. III. SANGSI

Setiap kelambatan satu hari penyerahan laporan makan nilai laporan resmi dikurangi 10 %.

(24)

DAFTAR BACAAN

1. Currie, JM, 1973, “Unit Operation in Mineral Processing”, Burnaby British

Columbia

2. Dorr John, VN and Bosqui, Francis L., 1950, “Cyanidation and Concentration of Gold and Silver Ore”, Mc. Graw Hill Book Company Inc., New York, Toronto,

London.

3. Hayes PC., 1985, “Process Selection in Extractive Metallurgy”, Hayes

Publishing Co., Australia.

4. Kelly Eg., Spottiswood DJ., 1982, “Introduction to Mineral Processing”, John

Referensi

Dokumen terkait

“ANALISIS EFEKTIFITAS PENERIMAAN PAJAK PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2006- 2008” telah

Upaya yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah untuk mengatasi hambatan dalam proses pemungutan pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian

Untuk mengetahui kualitas dan kuantitas bahan galian lain di wilayah pertambangan batubara di daerah Kabupaten Bungo, analisis dilakukan terhadap beberapa conto

dapat mewakili dan dapat menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya. Dalam pengambilan sampel, Peneliti menggunakan teknik purposive sampling. 128) “ purposive sampling

Sampel digunakan dalam penelitian untuk mewakili populasi.6 Teknik sampling disebut teknik yang bertujuan guna pengambilan sampel dari populasi representative.7 Pengambilan sampel yang

[r]

Tahapan penelitian ini meliputi studi literatur, observasi lapangan dan analisis laboratorium, pengambilan sampel berdasarkan kriteria fisik, perbedaan warna di setiap titik

Sedangkan panning adalah proses pemisahan mineral berharga dengan pengotornya berdasarkan perbedaan berat jenis pada aliran fluida horizontal lebih condong secara manual karena