• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Seminar Nasional dan Workshop Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prosiding Seminar Nasional dan Workshop Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV tahun 2014"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

134

UJI AKTIVITAS ANTIHIPERURISEMIA EKSTRAK ETANOL SAMBILOTO (Androgravis paniculata Nees), BROTOWALI (Tinospora crispa (L.) Hook. & Thomson),

MANGGIS (Garcinia mangostana L.), LADA HITAM (Piper ningrum L.) DAN JAHE MERAH (Zingiber officinale Rosc.) SECARA IN VIVO

{In vivo antihyperurisemic activity of ethanol extract from sambiloto (Androgravis paniculata Nees), brotowali (Tinospora crispa (L.) Hook. & Thomson), manggis (Garcinia

mangostana L.), lada hitam (Piper ningrum L.) and jahe merah (Zingiber officinale

Rosc.)}

Dira1 & Fifi Harmely1

1Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Yayasan Perintis Padang

Jl. Adinegoro/Simp. Kalumpang KM 17 Lubuk Buaya Padang email: dira06139060@yahoo.com

ABSTRACT

Indonesia is very rich in various kinds of plants and herbs that can be used as traditional medicines and condiment dishes by community, including the sambiloto leaves, stem of brotowali, mangostana’s mesocarp fruit, the fruit of black pepper and red ginger rhizome. In vivo antihyperuricemia activity testing was done to investigate the effect of ethanol extract to uric acid level on plasma of the male albino rat which were previously inducted by diet of high purine food and potassium oxonate. Ethanolic extract was given in suspension in dose 300 mg/kg BW orally. The uric acid level was measured on day 8th and 16th through

enzymatic photometric method. The result of the research showed that ethanolic extract of mangostana’s mesocarp fruit and red ginger could decrease the blood uric acid level of male albino rat significantly (p<0,05). Both of these extracts can be used as a drug substance that can be made in the form of pharmaceutical preparations which have potential as drug anti hyperurisemic.

Keywords: antihyperurisemic, medicinal plant, in vivo. PENDAHULUAN Hiperurisemia merupakan suatu

keadaan yang menunjukkan kadar asam urat dalam darah meningkat dan mengalami kejenuhan. Hiperurisemia bisa timbul akibat produksi asam urat yang berlebih atau pembuangan yang berkurang disebabkan oleh adanya kelainan metabolik karena adanya perubahan genetik. Selain faktor genetik, proses biokimiawi berperan juga sebagai hiperurisemia (Dalimarta, 2002).

Gout merupakan suatu penyakit metabolit yang ditandai dengan tingginya kadar asam urat dalam serum, arthritis akut, endapan monosodium urat di persendian

dan tulang rawan, serta pembentukan batu asam urat di ginjal. Asam urat adalah asam lemah yang merupakan produk akhir metabolisme purin. Pada keadaan normal terjadi keseimbangan antara pembentukan dan pemecahan nukliotida purin (Murray, 2008). Enzim yang berperan penting dalam pembentukan asam urat yaitu xanthin oksidase, dimana tanpa enzim ini asam urat tidak dapat terbentuk. Asam urat lebih dari 0,42 mmol/L (7mg/dL) pada pria dan 0,36 mmol/L (6mg/dL) pada wanita, maka akan terjadi hiperurisemia (Sweetman, 2007; Rodwel, 2000).

(2)

135 Penyebab utama terjadinya peningkatan asam urat adalah meningkatnya kadar purin dalam tubuh, yang salah satunya berasal dari makanan yang mengandung purin tinggi, seperti jeroan (hati, ginjal, dan paru), ikan, udang, kepiting dan bayam. Makanan ini paling digemari masyarakat Indonesia.

Obat sintetik yang biasa dikonsumsi untuk mengobati asam urat oleh masyarakat adalah allopurinol yang menginhibisi aktivitas xantin oksidase. Enzim yang mengubah hipoxantin menjadi xantin dan selanjutnya menjadi asam urat. Melalui mekanisme umpan balik allopurinol menghambat sintesis purin yang merupakan prekursor xantin. Penggunaan allopurinol yang terlalu sering atau berlebihan dapat menimbulkan efek samping, yaitu timbulnya ruam di kulit, hepatitis, gangguan pencernaan, berkurangnya jumlah sel darah putih dan kerusakkan hati. Oleh sebab itu, diperlukan obat yang lebih aman dengan harga terjangkau.

Beberapa jenis tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati penyakit asam urat diantaranya adalah daun sambiloto, batang brotowali, kulit buah manggis, buah lada hitam dan rimpang jahe merah. Batang tanaman Brotowali (Tinospora crispa (L.) Hook. f. & Thomson) biasanya dijadikan oleh masyarakat sebagai jamu (Heyne, 1987). Manggis (Garcinia mangostana L.) atau yang biasa dikenal ”Queen of fruits” mengandung senyawa xanthone yaitu substansi kimia alami yang tergolong senyawa polifenol. Senyawa ini mempunyai aktivitas antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas dan mencegah kerusakan sel

sehingga proses degenerasi sel terhambat (Untung, 2012).

Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) juga merupakan salah satu tanaman yang berkhasiat dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit turutama disebabkan oleh adanya senyawa aktif andrografolid dan turunannya.

Rimpang jahe merah mengandung senyawa oleoresin yang lebih dikenal sebagai gingerol yang bersifat sebagai antioksidan. Jahe Merah memiliki kandungan minyak atsiri tinggi dan rasa paling pedas, sehingga cocok untuk bahan dasar farmasi dan jamu. Jahe digunakan untuk meningkatkan nafsu makan, pengobatan influenza, gangguan saluran pernapasan, batuk, masuk angin, gangguan pencernaan atau mulas, diare, muntah-muntah, obat gosok penyakit encok, terkilir, bengkak, gatal-gatal, digigit ular, dan kolera (Ahcmad, dkk., 2009).

Lada Hitam mengandung senyawa scoponin, flavonoid, amilum, limonene, piperidina, dan minyak lemak. Lada hitam umumnya digunakan untuk mengatasi perut kembung, tekanan darah tinggi, sesak nafas, asam urat, disentri, kolera, kaki bengkak, nyeri haid, rematik, salesma, sakit kepala (Wijayanti, 2012), dan sebagai antimikroba (Aldaly, 2010).

Berdasarkan penggunaan beberapa tumbuhan obat ini secara tradisional maka dilakukan penelitian untuk mengetahui aktivitas antihiperurisemia dengan pemberian ekstrak etanol masing masing tanaman secarain vivo dengan pengukuran kadar asam urat darah tikus putih jantan kemudian dibandingkan dengan sedian yang beredar yaitu allopurinol. METODE PENELITIAN

Bahan-bahan

Daun sambiloto, batang brotowali, kulit buah manggis, buah lada hitam, rimpang jahe merah, hati ayam mentah, allopurinol, NaCL fisiologi, etanol, aquadest, Carboxyl Methyl Cellulosa (CMC), kalium

oksonat, reagen Uric Acid FS TBHBA (DiaSys®), pellet makanan hewan.

Alat-alat

Botol maserasi, rotary evaporator, timbangan digital, pipet mikro, vorteks,

(3)

136 kuvet, fotometer, dan blender serta alat gelas laboratorium.

Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih jantan yang berumur 2-3 bulan, sehat, dan berat badan 150-350 gram. Hewan uji berjumlah 24 ekor dibagi menjadi 8 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor tikus.

Penyiapan Ekstrak

Lima tumbuhan yang diteliti terlebih dahulu diidentifikasi di Herbarium Universitas Andalas. Sampel dikeringkan dan dimaserasi untuk mendapatkan ekstrak kental. Ekstrak kental ini dilakukan standarisasi dengan parameter yang ada pada Materia Medika Indonesia.

Pembuatan Larutan Hati Ayam (Makanan Diet Purin Tinggi) MDPT

Hati ayam segar sebanyak 300 gram dicuci, dipotong kecil-kecil lalu masukkan dalam blender, kemudian tambah air suling 75 mL. Haluskan dengan blender, saring dan masukkan dalam wadah. Larutan ini dibuat baru setiap hari.

Pembuatan Suspensi Pottasium Oksanat Pottasium oksonat ditimbang sebanyak 150 mg/kgBB, gerus dalam lumpang dan tambahkan suspensi Na CMC 0,05 gram yang telah dikembangkan dalam air panas sebanyak 20 kalinya dan digerus homogen, setelah tersuspensi dengan baik volume dicukupkan dengan penambahan NaCL fisiologis sampai 10 ml.

Pembuatan suspensi sediaan uji

Konsentrasi ekstrak yang dibuat adalah 3%. Ekstrak ditimbang sebanyak 300 mg gerus dalam lumpang dan tambahkan Na CMC 0,05 gram yang telah dikembangkan dalam air panas sebanyak 20 kalinya dan gerus hingga homogen, kemudian diencerkan dengan aquadest sampai 10 ml.

Pembuatan Larutan Pembanding

Pembanding yang digunakan adalah allopurinol dosis 90 mg/kg BB. Ditimbang allopurinol 90 mg lalu gerus dalam lumping dan tambahkan Na CMC 0,05 g yang telah dikembangkan dengan air panas sebanyak 20 kalinya, cukupkan volume dengan aquadest hingga 10 ml.

Pemberian Dosis

Dosis sediaan uji yang diberikan adalah 300 mg/kg BB tikus. Untuk tikus dengan berat badan 200 gram adalah 300 mg/1000 g x 200 g = 60 mg/200 g BB. Pembanding yang digunakan adalah allopurinol 90 mg/kg BB tikus. Dosis pottasium oksonat yang digunakan adalah 150mg/kgBB tikus.

Perlakuan hewan percobaan

Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 8 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 3 ekor.Pengelompokkan hewan percobaan tersebut adalah sebagai berikut: Hewan percobaan diaklimatisasi selama satu minggu.

1. Kelompok 1: kelompok control negatif yang hanya diberi pembawa sediaan uji yaitu suspensi Na CMC 0,5%.

2. Kelompok 2: kelompok control positif yang diberi jus hati ayam dan suspensi Na CMC 0,5 % secara oral.

3. Kelompok 3: kelompok pembanding yang diberi jus hati ayam dan alopurinol dengan dosis 90 mg/kg BB secara oral. 4. Kelompok 4: kelompok yang diberi jus

hati ayam dan suspense ekstrak etanol daun sambiloto dengan dosis 300 mg/kg BB secara oral.

5. Kelompok 5: kelompok yang diberi jus hati ayam dan suspense ekstrak etanol batang brotowali dengan dosis 300 mg/kg BB secara oral.

6. Kelompok 6: kelompok yang diberi jus hati ayam dan suspense ekstrak etanol kulit buah manggis dengan dosis 300 mg/kg BB secara oral.

7. Kelompok 7: kelompok yang diberi jus hati ayam dan suspense ekstrak etanol buah lada hitam dengan dosis 300 mg/kg BB secara oral.

(4)

137 8. Kelompok 8: kelompok yang diberi jus

hati ayam dan suspense ekstrak etanol rimpang jahe merah dengan dosis 300 mg/kg BB secara oral.

Masing-masing kelompok diberikan sediaan seperti perlakuan di atas pada hari ke-1 sampai hari ke-7. Pada hari ke-8, diberikan suspensi potassium oksonat dosis 150 mg/kg BB secara intraperitoneal (volume pemberian untuk masing-masing tikus adalah 0,6 mL/200 g BB). Satu jam kemudian diberikan Na CMC, allopurinol, dan sediaan uji secara oral sesuai alokasi pengelompokan. Setelah satu jam, darah tikus diambil melalui pembuluh darah vena ekor yang terlebih dahulu direndam dengan air hangat (sebelum pengambilan darah, tikus dipuasakan terlebih dahulu).

Perlakuan pada hari ke-9 sampai hari ke-15 perlakuannya sama dengan hari ke-1 sampai hari ke-7, begitu juga perlakuan pada hari ke-16 sama dengan hari ke-8.

Pengukuran Kadar Asam Urat

Darah tikus diambil dengan menggunakan pipet hematokrit. Pengambilan darah dilakukan melalui vena ekor yang terlebih dahulu direndam dengan air hangat. Darah yang diperoleh disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 11.000 RPM. Plasma yang terpisah diambil dan ditentukan kadar asam uratanya.

Untuk pengukuran asam urat dengan photometer terlebih dahulu disiapkan tabung reaksi, tabung reaksi pertama berisi aquadest sebanyak 20µl (blanko), tabung reaksi yang kedua berisi asam urat standar sebanyak 20 µl (standar), dan tabung reaksi yang lain berisi plasma uji sebanyak 20 µl. Pada masing-masing tabung reaksi ditambahkan 1000 µl reagen uric acid (buffer posfat, TBHBA, 4-aminoantipirin, peroksidase, urikase), dikocok homogen dan dibiarkan selama 10 menit pada suhu 20-25 °C, selanjutnya diukur dengan alat photometer pada panjang gelombang 546 nm.

HASIL DAN DISKUSI Hasil

Hasil penentuan kadar asam urat dalam plasma tikus putih jantan dengan

metode pengukuran secara enzimatis ditunjukkan dalam tabel I.

Tabel I. Kadar Asam Urat Tikus Putih Jantan

Kelompok Tikus Kadar Asam Urat (mg/dL) Hari ke-8 Hari ke-16

Kontrol negatif (-) 1 1.3 1.4 2 1.5 1.6 3 1.7 1.7 Rata-rata 1.50 1.57 Kontrol positif (+) 1 3.0 3.6 2 3.2 3.8 3 3.3 4.2 Rata-rata 3.17 3.87 Pembanding (Allopurinol Dosis 90 mg/kg BB) 1 1.2 1.3 2 1.5 1.6 3 1.6 1.6 Rata-rata 1.43 1.50 Ekstrak daun sambiloto Dosis 300 mg/kg BB 1 2,0 2,2 2 2,3 3,2 3 2,6 3,4 Rata-rata 2,3 2,93

(5)

138 Ekstrak brotowali Dosis 300 mg/kg BB 1 2,9 3,1 2 2,9 3,4 3 3,0 3,9 Rata-rata 2,9 3,46

Ekstrak Kulit Buah Manggis Dosis 300 mg/kg BB 1 1.4 1.5 2 1.8 2.0 3 1.9 2.2 Rata-rata 1.70 1.90 Ekstrak lada hitam

Dosis 300 mg/kg BB

1 2,4 3,3

2 2,6 3,8

3 2,6 3,5

Rata-rata 2,53 3,53

Ekstrak Jahe merah Dosis 300 mg/kg BB 1 1,7 1,6 2 1,8 2,2 3 2,0 2,2 Rata-rata 1,83 2,0 Diskusi

Pengujian aktivitas antihiperurisemia secara in vivo dengan menggunakan hewan percobaan yaitu tikus putih jantan galur Asia sebanyak 24 ekor dengan berat badan kira-kira 150-250 gram, dengan usia 2-3 bulan, dimana pada umur tersebut perkembangan tubuhnya sempurna. Alasan pemilihan tikus karena tikus mudah didapat, mudah dalam pemeliharaannya serta mempunyai sifat fisiologis yang hampir sama dengan manusia. Pemilihan jenis kelamin jantan karena tikus jantan tidak mempunyai hormon estrogen, walaupun ada hanya dalam jumlah yang relatif sedikit serta kondisi hormonal pada tikus jantan lebih stabil jika dibandingkan dengan tikus betina. Sebelum dilakukan penelitian, tikus terlebih dahulu diaklimatisasi selama 7 hari yang bertujuan agar tikus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Setelah itu tikus diberi makanan diet purin tinggi (MDPT) yaitu jus hati ayam secara oral serta potassium oksonat 150 mg/kg BB dalam bentuk suspensi dengan Na CMC 0,5% secara intraperitoneal. Potassium oksonat bekerja untuk menghambat enzim urikase. Hewan tingkat rendah seperti tikus mempunyai enzim urikase yang akan mengubah asam urat menjadi allantoin, dimana allantoin ini lebih mudah diekskresikan dibandingkan dengan

asam urat. Jika enzim urikase sudah dihambat, maka kadar asam urat akan meningkat sehingga bisa digunakan sebagai model keadaan hiperurisemia. Keadaan hiperurisemia ini diperlukan untuk mengetahui apakah sediaan uji yang digunakan dapat menurunkan kadar asam urat atau tidak (Katzung, 2002). Pengambilan darah dilakukan 2 jam setelah pemberian potassium oksonat karena berdasarkan penelitian Katrin dkk (2009) kadar asam urat pada waktu tersebut mencapai kadar tertinggi, kemudian kadar asam urat akan menurun dan mencapai normal dalam waktu 24 jam. Adanya penurunan kadar asam urat merupakan parameter untuk mengukur potensi aktivitas antihiperurisemia suatu senyawa uji secara in vivo.

Sediaan yang diberikan kepada hewan percobaan berupa suspensi, yang bertujuan untuk mensuspensikan sediaan sehingga konsistensi sediaan pada saat diambil merata. Pensuspensi yang digunakan adalah Na CMC 0,5 % karena bersifat inert, maka diharapkan dapat diperoleh suspensi yang stabil, resistensi terhadap mikroba cukup baik dan kejernihannya tinggi. Pembanding yang digunakan adalah suspensi allopurinol dosis 90 mg/kg BB. Pemilihan allopurinol sebagai pembanding karena allopurinol adalah obat modern yang paling umum digunakan dalam menurunkan kadar

(6)

139 asam urat. Allopurinol bekerja menghambat enzim xantin oksidase sehingga pembentukan asam urat dapat terganggu (Price dan Wilson, 2003).

Kadar asam urat dalam plasma tikus putih jantan diukur dengan metode enzimatik dengan menggunakan reagen uric acid FS TBHBA (2,4,6-tribromo-3hydroxy-benzoic acid). Mekanisme reaksi yang terjadi adalah asam urat yang ada dalam plasma dioksidasi oleh enzim urikase dengan bantuan H2O dan

O2 menjadi alantoin, CO2, dan H2O2.

Hidrogen peroksida (H2O2) yang terbentuk

akan bereksi dengan 4-amino antipirin dan TBHBA (2,4,6-tribromo-3hydroxy-benzoic acid) menjadi quinonimin yang berwarna merah muda, dimana reaksi tersebut dikatalisis oleh enzim peroksidase (POD). Warna yang terbentuk tersebut diukur dengan dengan photometer pada panjang gelombang 546 nm. Besarnya intensitas warna yang dihasilkan oleh quinonimin tersebut ekivalen dengan kadar asam urat dalam darah (Thomas, 1998). Plasma yang mengandung asam urat direaksikan dengan reagen uric acid dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu 25ºC. Tujuan inkubasi adalah untuk memperoleh serapan yang optimum dan stabil dari quinonimin yang telah terbentuk

sempurna. Pengukuran kadar asam urat dilakukan pada dua titik waktu yaitu hari ke-8 dan hari ke-16.

Berdasarkan hasil pengamatan pada hari ke-8 dan hari ke-16, menunjukkan bahwa kadar asam urat rata-rata pada kelompok 2 sampai kelompok 8 mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena penginduksi tetap diberikan selama 16 hari, sehingga tidak mengimbangi kemampuan ekstrak dalam menurunkan kadar asam urat tikus putih jantan. Secara statistik kenaikan tersebut tidak signifikan (p>0,05). Walaupun demikian, dari hari ke-8 sampai hari ke-16 terjadi penurunan kadar asam urat dibandingkan kontrol positif.

Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak etanol kulit buah manggis dan rimpang jahe merah memiliki aktivitas antihiperurisemia secara in vivo yang sebanding dengan obat sintetis Allopurinol. Kadar asam urat tikus putih jantan pada hari ke-8 setelah diberi ekstrak kulit buah manggis dan rimpang jahe merah masing masingnya adalah 1.70 dan 1.83 mg/dL. Sedangkan pemberian Allopurinol kadarnya adalah 1.43 mg/dL. Sementara itu pada control negative dan positif kadarnya masing masing adalah 1.50 dan 3.17 mg/dL

KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa

ekstrak etanol kulit buah manggis dan rimpang jahe merah dapat menurunkan kadar asam urat tikus putih jantan secara signifikan (p<0,05). Kedua ekstrak ini dapat

dimanfaatkan sebagai bahan obat yang dapat dibuat dalam bentuk sediaan farmasi yang memiliki potensi sebagai obat antihiperurisemia

UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kepada Direktorat

Pembinaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi yang telah membiayai penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA Achmad, A.S.,Hakim, H. E., Makmur, L.,

Syah, M.Y., Juliawati, D.L., dan Mujahidin, D., 2009, Ilmu Kimia

Kegunaan Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid I, ITB: Bandung.

Aldaly, Zainab T.K. 2010. Antimicrobial Activity of Piperine Purified From

(7)

140 Pipper Nigrum. Journal of Basrah Researches ((Sciences)), Vol. 36 (5). Dalimartha S, 2002. Resep Tumbuhan Obat

untuk Asam Urat, Swadaya, Jakarta. Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna

Indonesia, Jilid III, diterjemahkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Yayasan Sarana Wahajaya, Jakarta.

Katrin, Elya, B., Amin, J., Permawati, M., 2009, Aktivitas Ekstrak Air Daun Gandarusa (Justicia gendarusa Burm.f) Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Darah Tikus, Jurnal Bahan Alam Indonesia, 7(1):1412-2855.

Katzung, B. G., 2002, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 8, alih bahasa oleh Bagian Farmakologi Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba Medika, Jakarta.

Murray, R. K., D. K. Graner, dan V. W. Rodwell, 2008, Biokimia Harper, Edisi 27, Fakultas Kedokteran EGC, Jakarta.

Price dan Wilson, 2003, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6, Fakultas Kedokteran EGC, Jakarta. Rodwell, V.W.,2000,”Metabolism of Purine

and Pyrimidine Nucleotides”, in

R.K.Murray, Harpers Biochemistry, 23th Edition, Mc Graw Hill, USA. Sweetman, Sean C., 2007, Martindal, The

Complete Drug Referece, 35th edition, Pharmaceutical Press, 498-503 P, London.

Thomas, L., 1998, Clinical Laboratory Diagnostic, 1st Edition. Franfurt:

TH-Books Verlagsgesellschaft.

Untung, O., 2012, Manfaat Kulit Manggis Andal Hadapi Kanker dan Jantung 503, Surabaya: Trubus.

Wijayanti, Itha, K., 2012, Ramuan Tradisional Lengkap Untuk Berbagai

Penyakit, Aulya Publishing,

Gambar

Tabel I. Kadar Asam Urat Tikus Putih Jantan

Referensi

Dokumen terkait

Upaya untuk mendalami sejarah dan strategi perkembangan ilmu adalah lewat pemberian mata kuliah filsafat ilmu pada semua tingkat pendidikan tinggi baik

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat penerapan pembelajaran yang mengacu pada kemampuan berpikir tingkat tinggi sebagai cara untuk

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa aplikasi ekstrak gulma siam (Chromolaena odorata) dapat menyebabkan kematian Helopeltis antonii dan Helopeltis

Secara umum dengan semakin banyaknya jumlah sudu impeler pompa maka semakin tinggi head pompa yang dihasilkan seperti terlihat pada Gambar 4.. Peningkatan head tersebut disebabkan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :1) Mengetahui perbedaan pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme dengan metode inkuri terbimbing dan metode

Dengan demikian hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa penggunaan Kartu Doplan dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar Biologi materi memahami sistem

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka kesimpulan yang dapat diambil diantaranya adalah penggunaan ekstrak daun kirinyuh (E. odoratum) selama 14 hari

Abstrak Unting adalah makanan tradisional orang Banjar, Kalimantan Selatan yang terbuat dari sagu.Tujuan dari penelitian ini adalah 1 mengetahui tingkat penerimaan konsumen