1 1.1 Latar Belakang Penelitian
Pada dekade awal abad ke-21, bangsa Indonesia mengalami gelombang
besar pada masa reformasi berupa meningkatnya tuntutan demokratisasi,
desentralisasi, dan globalisasi. Globalisasi yang menyentuh berbagai bidang
kehidupan di seluruh wilayah pemerintahan negara menuntut reformasi sistem
perekonomian dan pemerintahan. Salah satu prasyarat yang perlu dikembangkan
dalam upaya menghadapi tantangan tersebut adalah komitmen yang tinggi untuk
menerapkan nilai luhur dan prinsip tata kelola (corporate governance) dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan negara. Penerapan unsur-unsur good corporate
governance seperti transparansi, akuntabilitas, responsibilitas dan kewajaran merupakan jaminan bahwa suatu pemerintahan dikatakan baik (Yuwono, 2008).
Hasil dari Corruption Perception Index menyebutkan bahwa tahun 2012, skor Indonesia adalah 32, pada urutan 118 dari 176 negara yang diukur. Indonesia
sejajar posisinya dengan Republik Dominika, Ekuador, Mesir dan Madagaskar,
sedangkan di kawasan ASEAN, posisi Indonesia berada di peringkat 6 dari 8
negara, berada di bawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand,
Tabel 1.1
Peringkat Korupsi Di Beberapa Negara Asia Tenggara Tahun 2012
Negara Skor CPI Peringkat
Singapura 87 5 Brunei Darussalam 55 46 Malaysia 49 54 Thailand 37 88 Filipina 34 108 Indonesia 32 118 Vietnam 31 123 Myanmar 15 172
Sumber: Transparancy International
Skor 32 menunjukkan bahwa Indonesia masih belum dapat keluar dari
situasi korupsi yang sudah mengakar. Hal ini menunjukan bahwa masih lemahnya
penerapan good corporate governance di Indonesia.
Perusahaan maupun sektor perbankan di Indonesia didesak menerapkan
tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance. Selain menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, tata kelola yang baik juga untuk
mengantisipasi krisis dan mencegah korupsi di level perusahaan. Antisipasi krisis
ada di tangan perusahaan. Tata kelola yang baik terkait integrasi dan
interkonektivitas. Ini tidak hanya hubungan dengan luar, tetapi juga kinerja serta
dampak stakeholders dan anak perusahaan. Penerapan good corporate governance (GCG) terkait langsung atas tanggap darurat jika sewaktu-sewaktu terjadi krisis. Kata krisis bisa mengacu pada krisis ekonomi makro di satu negara
atau daerah, juga di internal perusahaan. Oleh karena itu, penerapan GCG penting
bagi internal perusahaan dan otoritas perekonomian di satu negara. Penerapan
GCG paling utama adalah di internal perusahaan. Ketika pengawas internal
bergantung pada akuntabilitas akuntan publik dan lembaga pemerintah. Kita
punya pengalaman keduanya, krisis dari dalam negeri tahun 1997 dan luar negeri
seperti tahun 2008. Ini menjadi pelajaran berharga dalam penerapan GCG
(Kompas, 2011).
Dalam rangka economy recovery, pemerintah Indonesia dan
International Monetary Fund (IMF) memperkenalkan dan mengintroduksir konsep good corporate governance (GCG) sebagai tata cara kelola perusahaan yang sehat. Konsep ini diharapkan dapat melindungi pemegang saham dan
kreditor agar dapat memperoleh kembali investasinya. Penelitian yang dilakukan
oleh Asian Development Bank (ADB) menyimpulkan penyebab krisis ekonomi di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, adalah mekanisme pengawasan dewan
komisaris (board of director) serta komite audit (audit committee) suatu perusahaan tidak berfungsi dengan efektif dalam melindungi kepentingan
pemegang saham dan pengelolaan perusahaan yang belum profesional. Dengan
demikian, penerapan konsep GCG di Indonesia diharapkan dapat meningkatkan
profesionalisme dan kesejahteraan pemegang saham tanpa mengabaikan
kepentingan stakeholders (Sutedi, 2011).
Sistem perbankan yang baik dalam suatu negara adalah salah satu
indikator bahwa negara tersebut telah memiliki atau terbangun manajemen tata
kelola pemerintahan yang baik. Sebagaimana dilihat hampir semua negara maju
dan berkembang memberikan perhatian yang sangat besar dalam menciptakan
sistem perbankan yang tangguh. Kajian Organization for Economic Cooperation
Governance yang dijadikan acuan oleh banyak negara dalam menyusun pedoman
Corporate Governance. Kajian OECD tersebut kemudian dirumuskan menjadi
empat prinsip utama Good Corporate Governance (GCG) yang berlaku universal,
yaitu kewajaran (fairness), keterbukaan (transparancy), akuntabilitas
(accountability), dan pertanggungjawaban (responsibility) (Syakhroza, 2009).
Adanya ketidakseimbangan kepentingan antara agen yaitu manajemen
yang menjalankan organisasi dengan principal yaitu para pemilik modal, maka penciptaan tata kelola organisasi yang baik (good corporate governance)
sangatlah penting. Konsep utama yang menjadi alasan diperlukannya tata kelola
organisasi yang baik adalah teori keagenan, yaitu hubungan antara manajemen
dengan para pemilik modal. Teori ini didasari atas hubungan kontrak yang terjadi
antara pemilik dengan manajer, dimana pemilik yang akan memberikan modal
dan direksi serta manajemen yang bertugas untuk mengelola dan menjalankan
organisasi dengan menggunakan modal yang diberikan oleh pemilik modal.
Direksi dan manajemen kemudian memiliki kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan dana yang diberikan oleh pemilik modal (Kurniawan,
2012).
Di dalam prakteknya, karena adanya perbedaan kepentingan di antara
kedua pihak ini, maka manajemen mungkin saja mengambil keputusan-keputusan
yang menguntungkan mereka namun tidak menguntungkan organisasi, yang pada
akhirnya akan merugikan kepentingan pemegang saham melalui berbagai
rekayasa akuntansi yang dilakukan. Dengan kata lain, teori keagenan menjelaskan
kepentingan yang saling bertentangan. Manajemen berkepentingan untuk
memperoleh kesejahteraan sedangkan pemegang saham berkepentingan terhadap
kekayaan yang ditanamkan di dalam organisasi. Perbedaan kepentingan antara
manajemen dengan para pemegang saham inilah yang dinamakan dengan agency problem (Kurniawan, 2012).
Di dalam praktiknya penerapan GCG pada BUMN ataupun BUMD
bukanlah hal mudah untuk dilakukan walaupun ada beberapa perusahaan yang
sudah mulai memperkenalkan GCG tetapi belum menerapkannya secara
menyeluruh. Fenomena ini banyak terjadi, salah satunya dalam dunia perbankan
di Indonesia. Pelaksanaan GCG di bank umum pada dasarnya belum mengalami
peningkatan yag signifikan maupun kestabilan dalam pelaksanaan akibat
buruknya penerapan tata kelola perusahaan. Demikian yang terjadi pada Bank
Jabar Banten yang merupakan salah satu bank BUMD milik pemerintahan
Provinsi Jawa Barat dan Banten. Pemberitaan pertama dikutip dari koran harian
Pikiran Rakyat (Rabu, 24 Maret 2010) bahwa DPRD Jabar meminta manajemen
Bank Jabar untuk menjalankan prinsip good corporate governance (GCG) secara
konsisten. Disamping itu, hasil temuan Pansus, ada beberapa kinerja Bank Jabar
yang tidak transparan, seperti pengelolaan penyaluran CSR yang belum
mencerminkan prinsip pelaksanaan GCG, pengelolaan bisnis yang berprinsip
keadilan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas, sehingga DPRD Jabar meminta
manajemen Bank Jabar untuk menghindari segala bentuk gratifikasi, melakukan
efisiensi dan melaksanakan pra-RUPS sebelum RUPS dengan melibatkan DPRD
Pemberitaan kedua dikutip dari koran harian Kompas (Senin, 24 Juni
2013) menurut Halim Alamsyah selaku Deputi Gubernur BI menuturkan bahwa
bank sentral melihat terjadinya kasus-kasus yang salah satunya sedang dialami
oleh PT. Bank Jawa Barat dan Banten, Tbk (BJBR) karena adanya kelemahan
dalam tata kelola perusahaan (good corporate governance/GCG). Halim mengaku, pihaknya tak bisa bicara satu per satu permasalahan bank yang terjadi.
Namun ia meyakinkan bahwa BI akan menindaklanjuti kasus sesuai ketentuan
yang ada. BI juga akan melakukan fit and proper test terhadap penanggung jawab di bank yang bersangkutan bila diperlukan. Apabila kasusnya cukup berat, BI pun
dapat membatasi ekspansi bank tersebut. Selain itu, BI juga bisa melakukan
pergantian pengurus dan memperbaiki berbagai prosedur operasional standard
(standard operating procedure/SOP) bank. Ia menegaskan, BI akan memberi sanksi bagi bank tergantung pada tingkat kesalahan bank tersebut. Meski begitu,
Halim menyadari bahwa beberapa bank bisa mengalami risiko operasional apa
pun. Risiko ini dapat menimbulkan permasalahan hukum. Hanya saja, terdapat
juga kasus-kasus yang tidak akan mengganggu kinerja perbankan. Ke depannya,
BI pun akan terus melaporkan perkembangan berbagai masalah perbankan.
Namun, ia berharap jangan sampai masyarakat mengira ada permasalahan sangat
serius yang dihadapi oleh bank (kompas, 2013).
Strategic Indonesia mencatat, dalam kuartal I 2011 telah terjadi sembila kasus pembobolan bank di berbagai industri perbankan. Jos Luhukay (2011),
pengamat Perbankan Strategic Indonesia, mengatakan modus kejahatan perbankan bukan hanya soal penipuan, tetapi lemahnya pengawasan internal
control bank terhadap sumber daya manusia juga menjadi titik celah kejahatan perbankan. Internal control menjadi masalah utama perbankan. Salah satu kasusnya adalah Pembobolan Kantor Kas Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tamini
Square. Melibatkan supervisor kantor kas tersebut dibantu empat tersangka dari
luar bank. Modusnya, membuka rekening atas nama tersangka di luar bank. Uang
ditransfer ke rekening tersebut sebesar 6 juta dollar AS. Kemudian uang ditukar
dengan dollar hitam (dollar AS palsu berwarna hitam) menjadi 60 juta dollar AS
(kompas, 2011).
Citibank mengakui ada kolusi antara relantionship manager (RM) dan teller sehingga dana nasabah senilai Rp 44 miliar dibawa lari Inong Malinda Dee.
Kolusi tersebut berlangsung tapi selama 4 tahun lalu (2007-2011) hingga akhirnya
terkuak karena ada nasabah yang melapor. Menurut Vice President Citibank yang juga Head Citibank Landmark, Jakarta Meliana Suntikno, Total ada 117 transaksi seakan-akan nasabah yang melapor mendandatangani langsung blanko transfer,
lalu diserahkan ke teller. Meliana memaparkan bahwa dalam sistem Citibank
untuk melakukan transaksi di atas Rp 300 juta harus melalui verifikasi yang ketat. Nasabah harus mengisi formulir penarikan sendiri, setelah itu formulir tersebut
juga harus melewati pemeriksaan teller. Teller bertugas untuk memastikan apakah
data yang berada di formulir itu benar atau tidak, sistem itu merupakan standar
operasional prosedur (SOP) yang berlaku di Citibank. Namun melinda berhasil
menjebol sistem yang diterapkan bank asal Amerika Serikat (AS) tersebut
Berbagai macam kasus yang terjadi, baik di Indonesia maupun di dunia,
telah menunjukkan bahwa sebuah organisasi yang tidak melaksanakan
prinsip-prinsip maupun mekanisme-mekanisme tata kelola organisasi dengan baik sering
kali akan mengakibatkan tujuan organisasi tidak tercapai, bahkan terkadang dapat
berdampak pada kejatuhan sebuah organisasi. Oleh karena itu diperlukan suatu
fungsi yang dapat membantu organisasi dalam menerapkan proses tata kelola
organisasi yang baik. Apabila kita berpedoman pada Standar Profesi Audit
Internal, maka dapat diketahui bahwa audit internal memiliki fungsi untuk menilai
dan memberikan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses tata kelola
yang diterapkan di dalam organisasi (Kurniawan, 2012).
Di Indonesia, kurang efektifnya Corporate Governance merupakan akar permasalahan krisis ekonomi. Annual report Bapepam tahun 2004 mencatat beberapa kasus sehubungan dengan tidak berperannya pengendalian internal dan
sangat lemahnya audit internal sehingga tidak mampu mendeteksi terjadinya
kesalahan dalam tubuh perusahaan. Hal ini mengindikasikan
perusahaan-perusahaan tersebut tidak dijalankan dengan prinsip tata kelola yang baik (Good Corporate Governance). Pengendalian Internal yang memadai harus dapat menyediakan informasi yang dapat dipercaya, kepatuhan terhadap kebijakan,
prosedur, hukum dan peraturan, pengamanan aset, pemanfaatan sumber daya
Dalam penelitian ini penulis merujuk pada penelitian terdahulu antara
lain:
1. Dewi Saptantinah Puji Astuti (2010) mengkaji Peran Internal Audit
dan Komite Audit Dalam Mewujudkan Good Corporate Governance, hasil dari penelitian menyatakan bahwa internal audit dan komite audit berperan dalam mewujudkan good corporate governance.
2. An Nissa Sumunar (2004) mengkaji Pengaruh Pengendalian Intern
Terhadap Penerapan Prinsip-prinsip GCG, hasil penelitian ini
menunjukan bahwa Pengendalian Intern berpengaruh terhadap
penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance.
3. Gusnardi (2011) mengkaji Pengaruh Peran Komite Audit,
Pengendalian Internal, Audit Internal dan Pelaksanaan Tata Kelola
Perusahaan Terhadap Pencegahan Kecurangan, Penelitian ini
menyimpulkan komite audit, pengendalian internal, audit internal,
dan pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berpengaruh
signifikan terhadap pencegahan kecurangan perusahaan
Dilihat dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa hasil penelitian terdahulu mengenai pelaksanaan audit internal dan
pengendalian internal terhadap efektivitas good corporate governance memang mempunyai pengaruh yang signifikan.`
Baik buruknya penerapan Good Corporate Governance di Indonesia memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan audit internal dan pengendalian internal.
Dengan berfungsinya pengendalian internal dan pelaksanaan audit internal serta
dapat dipatuhinya lima prinsip Good Corporate Governance yaitu transparansi, akuntabilitas, pertanggungajawaban, independensi, dan kewajaran maka suatu
perusahaan maupun sektor perbankan akan memiliki tata kelola yang baik.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang telah dipaparkan di atas, maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengangkat judul :
“PENGARUH PELAKSANAAN AUDIT INTERNAL DAN
PENGENDALIAN INTERNAL TERHADAP EFEKTIVITAS GOOD CORPORATE GOVERNANCE (Studi Kasus Pada Beberapa Bank di Wilayah Bandung).”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang sudah diuraikan di atas, maka
penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :
1. Apakah pelaksanaan audit internal berpengaruh terhadap efektivitas
good corporate governance.
2. Apakah pelaksanaan pengendalian internal berpengaruh terhadap
efektivitas good corporate governance.
3. Apakah pelaksanaan audit internal dan pengendalian internal
berpengaruh secara simultan terhadap efektivitas good corporate governance.
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan identifikasi masalah, penelitian ini mempunyai tujuan
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan audit internal
terhadap efektivitas good corporate governance.
2. Untuk mengetahui dan menganilisis pengaruh pengendalian internal
terhadap efektivitas good corporate governance.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pelaksanaan audit
internal dan pengendalian internal secara simultan terhadap
efektivitas good corporate governance.
1.4 Kegunaan Penelitian
Dengan adanya hasil dari penelitian ini, peneliti mengharapkan agar data
maupun informasi yang diperoleh dapat memberikan kegunaan bagi setiap
kalangan sebagai berikut :
1. Bagi Penulis
Dengan melakukan penelitian langsung pada kondisi tempat
penenilian yang sebenarnya, mudah-mudahan dari hasil penelitian
yang didapat ini akan menambah wawasan dan pengetahuan serta
memperoleh gambaran nyata, baik pemahaman mengenai penerapan
teori yang telah diberikan pada saat kuliah dengan penerapan praktek
pelaksanaan audit internal dan pengendalian internal terhadap
efektivitas good corporate governance.
2. Bagi Perusahaan
Dari hasil penelitian yang diperoleh ini mudah-mudahan dapat
memberikan informasi dan bahan masukan yang bermanfaat
terutama bagi pihak pemangku kepentingan (stakeholders), pengelola perusahaan (manajemen) dan organisasi perusahaan dalam
menerapkan tata kelola perusahaan yang baik, khususnya mengenai
pengaruh Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pelaksanaan audit
internal dan pengendalian internal terhadap efektivitas good corporate governance.
3. Bagi penelitian lain
Mudah-mudahan dari hasil penelitian ini dapat memberikan data dan
informasi yang dapat memperkaya wawasan ilmu pengetahuan,
khususnya sebagai bahan referensi dan pembanding bagi mereka
yang berminat mengadakan penelitian lebih lanjut dibidang ini
dengan topik yang sama, sehingga penelitian-penelitian selanjutnya
akan menjadi lebih baik di waktu yang akan datang.
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penulis mengadakan penelitian yang dilakukan di beberapa Bank wilayah
Bandung. Waktu penelitian dilakukan pada bulan September 2014 sampai dengan
PENGARUH PELAKSANAAN AUDIT
INTERNAL DAN PENGENDALIAN INTERNAL
TERHADAP EFEKTIVITAS
GOOD
CORPORATE GOVERNANCE
(Studi Kasus Pada Beberapa Bank di Wilayah Bandung)
Disusun Oleh :
NAMA : Yeka Rangga Prasetyo NPM : 0110U263
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIDYATAMA
Terakreditasi (Accredited)
SK :Ketua Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT)
Nomor : 014/BAN-PT/AK-XII/S-1/VI/2009