• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TANGGUNG JAWAB PT.GARUDA INDONESIA AIRLINES SEBAGAI PENGANGKUT TERHADAP PENUMPANG MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TANGGUNG JAWAB PT.GARUDA INDONESIA AIRLINES SEBAGAI PENGANGKUT TERHADAP PENUMPANG MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TANGGUNG JAWAB PT.GARUDA INDONESIA AIRLINES SEBAGAI PENGANGKUT TERHADAP PENUMPANG MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN

A. Pengertian dan Sejarah Pengangkutan

Kata pengangkutan berasal dari kata “angkut” yang artinya bawa atau muat dan kirimkan. Jadi pengangkutan diartikan sebagai pengangkutan dan pembawaan barang atau orang, pemuatan dan pengiriman barang atau orang, barang atau orang yang diangkut dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan selamat, walaupun demikian diperlukan suatu alat sebagai sarana pengangkut.

Selain itu banyak para sarjana yang mengemukakan pendapatnya megenai pengertian pengangkutan antara lain :

Menurut HMN. Poerwosutjipto mengatakan bahwa :

“ Pengangkutan adalah perjanjian timbal-balik antara pengangkut dengan pengirim dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari satu tempat ke tempat tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan”12

“Pengangkutan adalah proses kegiatan memuat barang atau penumpang kedalam pengangkutan, membawa barang atau penumpang dari tempat Sedangkan Abdul Kadir Muhammad mengatakan bahwa :

12

(2)

pemuatan ke tempat tujuan dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkut ke tempat yang ditentukan”.13

”Sebuah perjanjian timbal balik, dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari tempat tujuan tertentu dengan selamat tanpa berkurang jumlah dari barang yang dikirimkan, sedangkan pihak lainnya (pengirim atau penerima) berkeharusan memberikan pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut.”

Menurut Sution Usma Adji, bahwa pengangkutan adalah:

14

Sedangkan menurut Soekardono, bahwa perjanjian pengangkutan itu adalah : ”Sebuah perjanjian timbal balik, dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan ke tempat tujuan tertentu sedangkan pihak lain berkewajiban untuk membayar biaya tertentu pekerjaan pengangkutan itu”15

13

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkut Darat, laut dan Udara, (Jakarta : Cipta Aditya Bahkti 1991), hal. 19

14

Sutiono Usman Adji, dkk, Hukum Pengangkutan di Indonesia, (Bandung : Rineka Citra, 1990), hal. 6

15

Soekardono, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, ( Jakarta : Soereong, 1981), hal. 2

Tentang pengertian pengangkutan ini sendiri tidak ada diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) maupun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

Pasal 466 hanya menyatakan tentang pengangkut saja yaitu setiap orang yang berjanji untuk menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter atau voyage charter atau persetujuan lain.

(3)

Berdasarkan Pasal ini dapat diketahui bahwa KUHD hanya mengatur tentang pengangkutan melalui laut dan tidak secara tegas mengatur mengenai persoalan pengangkutan udara. Dengan demikian pengangkutan melalui udara diatur dalam peraturan tersendiri yang terpisah dari KUHD yaitu dalam sebuah Ordonansi Pengangkutan Udara/OPU (stb. 1939-100). Didalam Ordonansi Pengangkutan Udara ini tidak ada diatur secara jelas apa yang dimaksud dengan pengangkutan udara itu sendiri.

Pasal 521 KUHD berbunyi :

Pengangkutan dalam bab ini artinya ialah “barang siapa yang baik dengan persetujuan carter menurut perjalanan dengan persetujuan lain mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan orang (penumpang) yang seluruhnya atau sebagaian melalui Lautan”.

Menurut pengertian sehari-hari pengangkutan diartikan sebagai alat-alat yang dipergunakan untuk membawa penumpang atau barang dari suatu tempat ke tempat yang lain dimana alat angkutan yang digunakan dapat melalui laut, darat dan udara.

Masyarakat menganggap bahwa pengangkutan adalah hanya sebatas pengertian sebagai alat-alat untuk mengangkut dan tidak menganggap suatu proses yang merupakan sebuah proses atau kegiatan atau gerakan mengangkut dari suatu tempat-ke tempat yang lain.

Dari pendapat para sarjana diatas ada juga dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan pengertian antara perjanjian pengangkutan orang dengan perjanjian pengangkutan barang. Dimana perbedaannya adalah dalam perjanjian,

(4)

pengangkutan orang tidak mempunyai tanggung jawab adalah hal penyerahan setelah sampai ke tempat tujuan setelah mengangkut dengan selamat, tidak seperti yang terdapat dalam perjanjian pengangkutan barang dengan penyelenggaraan pengangkutan sampai dengan pada saat penyerahan barang tersebut diterima dengan baik oleh penerima barang.

Agar dapat memahami konsep pengangkutan secara komprehensif perlu dikaji terlebih dahulu aspek yang tersirat dalam konsep pengangkutan. Konsep pengangkutan meliputi tiga aspek, yaitu :16

1. Pengangkutan sebagai usaha (bussiness) 2. Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement)

3. Pengangkutan sebagai proses penerapan (applying process)

Ketiga aspek pengangkutan tersebut menyatakan kegiatan yang berakhir dengan pencapaian tujuan pengangkutan. Tujuan kegiatan usaha pengangkutan adalah memperoleh keuntungan dan/atau laba; tujuan kegiatan perjanjian pengangkutan adalah memperoleh hasil realisasi yang diinginkan oleh pihak-pihak; dan tujuan kegiatan pelaksanaan pengangkutan adalah memperoleh keuntungan dan tiba dengan selamat di tempat tujuan. Ketiga aspek pengangkutan tersebut menyatakan kegiatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan pelakunya. Tanpa kegiatan tidak mungkin tujuan dapat dicapai.

Kata yang paling tepat untuk menyatakan ketiga aspek kegiatan dan hasilnya itu adalah ”pengangkutan”. Karena sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, bukan ”angkutan”. Istilah angkutan artinya hasil dari perbuatan

16

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Penangkutan Niaga, ( Bandung : Cipta Aditya Bahkti, 2008), hal. 1

(5)

mengangkut atau menyatakan apa yang diangkut (muatan). Jika dipakai dengan istilah hukum, yang tepat adalah ”hukum pengangkutan” (transportation law), bukan ”hukum angkutan”.

Pengangkutan sebagai usaha (bussiness) adalah kegiatan usaha dibidang jasa pengangkutan yang menggunakan alat pengangkut mekanik. Alat pengangkut mekanik contohnya adalah gerbong untuk mengangkut barang, kereta untuk mengangkut penumpang, truk untuk mengangkut barang, bus untuk mengangkut penumpang, pesawat kargo untuk mengangkut barang, pesawat penumpang untuk mengangkut penumpang, kapal kargo untuk mengangkut barang dan kapal penumpang untuk mengangkut penumpang. Kegiatan usaha tersebut selalu berbentuk perusahaan perseorangan, persekutuan, atau badan hukum. Karena menjalankan perusahaan usaha jasa pengangkutan bertujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba.17

1. Pengangkutan dengan kereta api (railway)

Setiap perusahaaan yang bergerak di bidang jasa pengangkutan harus memperoleh izin usaha dari pemerintah sesuai dengan jasa pengangkutan yang dijalankannya. Perusahaan bidang jasa pengangkutan lazim disebut perusahaan pengangkutan. Perusahaan pengangkutan meliputi kegiatan usaha bidang jasa :

2. Pengangkutan dengan kendaraan bermotor umum (highway)

3. Pengangkutan dengan kapal laut, kapal penyeberangan, kapal danau dan kapal sungai (waterway)

4. Pengangkutan dengan pesawat udara (airway)

17

(6)

Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement) selalu didahului oleh kesepakatan antara pihak pengangkut dengan penumpang atau pengirim. Kesepakatan tersebut pada dasarnya berisi kewajiban dan hak, baik pengangkut dan penumpang maupun pengirim. Kewajiban pengangkut adalah mengangkut penumpang atau barang sejak tempat pemberangkatan sampai ke tempat tujuan yang telah disepakati dengan selamat. Sebagai imbalan pengangkut berhak memperoleh sejumlah uang jasa atau uang sewa yang disebut biaya pengangkutan. Kewajiban penumpang atau pengirim membayar sejumlah uang sebagai biaya pengangkutan dan memperoleh hak atas pengangkutan sampai ditempat tujuan dengan selamat.

Perjanjian pengangkutan pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis), tetapi selalu didukung oleh dokumen pengangkutan. Dokumen pengangkutan berfungsi sebagai bukti sudah terjadi perjanjian pengangkutan dan wajib dilaksanakanoleh pihak-pihak. Dokumen pengangkutan barang lazim disebut surat muatan, sedangkan dokumen pengangkutan penumpang lazim disebut karcis penumpang. Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuat tertulis yang disebut perjanjian carter (charter party) seperti carter pesawat udara untuk mengangkut jemaah haji dan carter kapal untuk mengangkut barang dagangan. Jadi perjanjian pengangkutan pada umumnya diadakan secara lisan dan didukung oleh dokumen pengangkutan yang membuktikan bahwa perjanjian tersebut sudah terjadi dan mengikat untuk dilaksanakan. Namun, apabila pihak-pihak menghendaki boleh juga perjanjian tersebut dibuat secara tertulis yang disebut charter party.

(7)

Beberapa alasan pihak-pihak menginginkan agar perjanjian pengangkutan dibuat secara tertulis karena beberapa alasan, yaitu :18

1. kedua pihak ingin memperoleh kepastian mengenai kewajiban dan hak.

2. kejelasan rincian mengenai objek, tujuan, dan beban risiko pihak-pihak.

3. kepastian dan kejelasan cara penyerahan dan pembayaran barang. 4. menghindari berbagai macam tafsiran arti kata dan isi perjanjian. 5. kepastian mengenai kapan, dimana dan alasan apa perjanjian

berakhir.

6. menghindari konflik pelaksanaan perjanjian akibat ketidak jelasan maksud yang dikehendaki pihak-pihak

Pengangkutan sebagai proses penerapan (applying process) adalah terdiri atas serangkaian perbuatan mulai dari pemuatan kedalam alat pengangkut, kemudian dibawa oleh pengangkut menuju ketempat tujuan yang telah ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat tujuan. Pengangkutan sebagai proses merupakan sistem yang mempunyai unsur-unsur sistem yaitu :19

a. subjek (pelaku) pengangkutan, yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan dan pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan.

18

Abdul Kadir Muhammad, Ibid., hal.3 19

(8)

b. status pelaku pengangkutan, khususnya pengangkut selalu berstatus perusahaan perseorangan, persekutuan atau badan hukum.

c. Objek pengangkutan, yaitu alat pengangkut, muatan dan biaya pengangkutan serta dokumen pengangkutan yang dibutuhkan dalam pengangkutan.

d. Peristiwa pengangkutan yaitu proses terjadinya pengangkutan dan penyelenggaraan pengangkutan serta berakhir di tempat tujuan.

e. Hubungan pengangkutan, yaitu hubungan kewajiban dan hak antara pihak-pihak dalam pengangkutan dan mereka yang berkepentingan dengan pengangkutan.

Pengangkut menurut P.J.S Purwodaminta adalah orang yang mengangkut atau alat yang mengangkut atau memindahkan barang yaitu benda mati, hewan. Sedangkan yang dimaksud dengan pengangkutan adalah memindahkan atau mengangkat barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan alat angkut. Keistimewaan dari perjanjian pengangkutan dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis, tidak ada keharusan untuk membuat perjanjian secara tertulis.

Kriteria atau ciri-ciri pengangkut adalah :

1. Menggunakan alat angkut baik pribadi ataupun sewa 2. Merupakan salah satu pihak dalam perjanjian. 3. Pengangkut sebagai penerbit dokumen angkutan 4. Sebagai pihak penerima ongkos angkut

(9)

Subjek hukum pengangkutan antara lain adalah :

1. Pihak yang secara langsung terikat dalam perjanjian yaitu mereka yang secara langsung terikat memenuhi kewajiban dan memperoleh hak dalam perjanjian pengangkutan. Mereka adalah pengangkut, penumpang, pengirim barang, dan adakalanya penerima dimasukkan.

2. Pihak yang tidak secara langsung terikat dengan perjanjian yaitu mereka yang secara tidak langsung terikat pada perjanjian pengangkutan karena bukan termasuk pihak dalam perjanjian pengangkutan, melainkan bertindak untuk dan atas nama, kepentingan pihak lain atau karena sesuatu alasan mereka memperoleh hak dalam perjanjian pengangkutan.

Seperti yang telah diketahui kewajiban pengangkut adalah mengangkut barang dengan selamat atau mengantarkan penumpang dengan selamat sampai ke tempat tujuan. Sedangkan hak pengangkut adalah mendapat upah atau ongkos dari penumpang atau pengirim barang.

Kewajiban penumpang adalah membayar upah atau ongkos kirim kepada pengangkut sedangkan haknya diangkut dari satu tempat ke tempat tertentu dengan selamat. Manfaat terjadinya pengangkutan ini yaitu meningkatkan nilai dan daya guna dari orang atau barang yang diangkut.

Dalam pengangkutan dikenal tiga sifat hukum pengangkutan, yaitu :

1. Perjanjian pengangkutan bersifat pelayanan berkala yang mempunyai dasar hukum Pasal 1601 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(10)

2. Perjanjian pengangkutan bersifat perjanjian pemborongan yang mempunyai dasar hukum Pasal 1608 dan Pasal 1648 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

3. Perjanjian pengangkutan adalah merupakan perjanjian campuran yang mempunyai dasar hukum Pasal 371, Pasal 648, Pasal 471 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

B. Prinsip-prinsip Hukum dalam Pengangkutan Udara

Berbicara mengenai suatu prinsip-prinsip hukum yang terdapat dalam perjanjian pengangkutan terdapat beberapa hal sebagaiamana diuraikan berikut ini.

Pihak pengangkut adalah pihak-pihak yang melakukan pengangkutan terhadap barang dan penumpang (orang) yang mengikatkan diri untuk meneyelenggarakan pengangkutan baik dengan cara carter menurut waktu perjalanan.20

1. Asas Hukum Publik yaitu hal yang mendasari atau melatar belakangi suatu peraturan hukum pengangkutan yang bersifat umum. Asas ini terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam hukum pengangkutan terdapat dua asas-asas hukum pengangkutan :

2. Asas Privat yaitu adanya hubungan hukum antara pengangkut, penumpang dan pengirim barang. Asas privat terdiri dari asas konsensual, asas koordinatif, asas campuran, asas retensi serta asas pembuktian dengan dokumen.

20

(11)

Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dikenal beberapa asas-asas, yaitu :

1. Manfaat

2. Usaha bersama dan kekeluargaan 3. Adil dan merata

4. keseimbangan, keserasian dan keselarasan 5. Kepentingan Umum

6. Keterpaduan 7. Tegaknya Hukum 8. Kemandirian

9. Keterbukaan dan Anti Monopoli 10. Berwawasan Lingkungan Hidup 11. Kedaulatan Negara

12. Kebangsaan 13. Kenusantaraan.

Dalam sistem angkutan udara dengan multimoda transport terdapat pihak pengangkut dalam angkutan udara yaitu perusahaan angkutan udara yang diberikan kuasa oleh pengirim untuk melakukan pengangkutan barang ke suatu tujuan tertentu.21

21

Sinta Uli, Op.cit, hlm.87

Agar dapat memahami lebih lanjut mengenai pengertian pengangkut, maka harus terlebih dahulu dipahami mengenai prinsip-prinsip yang dianut dalam pengangkutan.

(12)

Konvensi Warsawa 1929 merupakan sumber hukum mengenai tanggung jawab yang dipergunakan bagi angkutan dalam negeri seperti yang dimuat Ordonansi Pengangkutan Udara (stb. 1939-100) sebelum adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

Dalam konvensi Warsawa ini dipergunakan kombinasi prinsip yaitu prinsip Limiatation of Liability untuk penampungan bagasi yang tercatat dan barang muatan. Sedangkan bagasi tangan dipergunakan kombinasi antara prinsip Presumption of Non of Liability. Untuk kerugian karena kelambatan dalam pengangkutan dipergunakan juga kombinasi antara Prinsip Presumption of Liability dan Prinsip Limiatation of Liability. Konversi Warsawa dan OPU tidak mnenetapkan limit tanggung jawab secara tegas.

Baik dalam OPU (stb. 1939-100) dan Konversi Warsawa tahun 1929 adapun prinsip-prinsip pengangkutan yang dipergunakan adalah :

1. Prinsip “ Presumption of Liability” 2. Prinsip “ Presumption of Non Liability”

3. Prinsip “Absolut Liability atau Strict Liabillity” 4. Prinsip “Limitation of Liability”

Ad. 1 Prinsip “Presumption of Liability”

Prinsip ini mengatakan bahwa pengangkut barang adalah pihak yang dianggap selalu bertanggung jawab terhadap segala kerugian yang timbul terhadap barang selama dalam pengangkutan udara. Tetapi bila pengangkut tidak melakukan kelalaian dan telah berupaya melakukan tindakan yang perlu untuk

(13)

menghindari terjadinya kerugian tersebut atau dapat membuktikan bahwa peristiwa yang menimbulkan kerugian tersebut tidak mungkin dapat dihindari maka pengangkut dapat dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti kerugian.22

Prinsip ini berlaku untuk bagasi tangan, pengangkut dianggap selalu tidak bertanggung jawab untuk kerugian yang timbul pada bagasi tangan yaitu barang-barang yang dibawa sendiri oleh penumpang bagasi tidak tercatat “unregistered

baggage”, hand baggage dan cabin baggage. Pengangkut dianggap selalu tidak

bertanggung jawab. Hal ini merupakan kebalikan dari prinsip untuk penumpang atau bagasi tercatat atau barang muatan.

Ad.2 Prinsip “Presumption of Non Liability”

23

Prinsp ini mengatakan bahwa pengangkut atau operator pesawat udara tidak lagi dianggap selalu bertanggung jawab akan tetapi harus bertanggung-jawab untuk kerugian yang timbul pada pihak penumpang, pengirim atau penerima barang dan pada pihak ketiga di permukaan bumi.

Ad. 3 Prinsip “ Absolute Liability atau strict Liability”

24

Jadi dengan kata lain bahwa pengangkut harus bertanggung-jawab atas setiap kerugian yang diderita pihak lain yang disebabkan dari penyelenggaraan

22

E. Seuherman, Op.cit,. hal. 18 23

Ibid. hal. 20 24

(14)

pengangkutan tanpa dalih apapun kecuali dalam hal kerugian yang disebabkan oleh pihak yang menderita kerugian sendiri.

Ad. 4 Prinsip “Limitiation of Liability”

Prinsip ini mengatur soal tanggung-jawab pengangkut yang dibatasi sampai jumlah tertentu.

Dari beberapa penjelasan terhadap prinsip tanggung jawab pengangkutan diatas secara umum dapat diketahui bahwa tanggung jawab adalah ditimbulkan dari akibat adanya keadaan yang menyebabkan kerugian ataupun kehilangan terhadap pihak lain yang merupakan akibat dari penyelenggaraan suatu perjanjian pengangkutan. Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan “bahwa barang siapa yang menimbulkan kerugian pada pihak lain karena perbuatannya yang melawan hukum wajib mengganti kerugian tersebut”.

Peraturan ini tetap berlaku terhadap setiap perjanjian yang diadakan oleh para pihak yang berkepentingan dan para pihak yang secara tidak sengaja menjadi turut kedalam perjanjian tersebut secara dikehendaki ataupun tidak dikehendaki.

Dari prinsip-prinsip tersebut dimaksudkan untuk dapat terselengaranya tujuan penerbangan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang tercantum dalam Pasal 3 yaitu :

1. Mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang tertib, teratur, selamat, aman, nyaman dengan harga yang wajar dan menghindari praktek persaingan usaha yang tidak sehat.

(15)

2. Memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui udara dengan mengutamakan dan melindungi angkutan udara dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional.

3. Membina jiwa kedirgantaraan 4. Menjunjung kedaulatan negara

5. Menciptakan daya saing dengan mengembangkan teknologi dan industri angkutan udara nasional

6. Menunjang, mengerakkan dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional

7. Memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka perwujudan wawasan nusantara

8. Memningkatkan ketahanan nasional 9. Mempererat hubungan antar bangsa

C. Sejarah Berdirinya PT Garuda Indonesia (Persero) di Indonesia

Berdasarkan data yang penulis peroleh dari PT.Garuda Indonesia (Persero), sejarah Garuda Indonesia berawal dari tahun 1940-an. Di mana Indonesia masih berperang melawan Belanda. Pada saat itu, Garuda terbang jalur spesial dengan pesawat DC-3. 26 Januari 1949 dianggap sebagai hari jadi maskapai penerbangan ini. Pada saat itu nama maskapai ini adalah Indonesian

(16)

diambil dari nama gunung terkenal di Aceh. Dana untuk membeli pesawat ini didapatkan dari sumbangan rakyat Aceh, pesawat tersebut dibeli seharga 120,000 dolar malaya yang sama dengan 20 kg emas. Maskapai ini tetap mendukung Indonesia sampai revolusi terhadap Belanda berakhir. Garuda Indonesia mendapatkan konsesi monopoli penerbangan dari Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1950 dari Koninklijke Nederlandsch Indie Luchtvaart Maatschappij (KNILM), perusahaan penerbangan nasional Hindia Belanda. Garuda adalah hasil joint venture antara Pemerintah Indonesia dengan maskapai Belanda Koninklijke Luchtvaart Maatschappij (KLM). Pada awalnya, Pemerintah Indonesia memiliki 51% saham dan selama 10 tahun pertama, perusahaan ini dikelola oleh KLM. Karena paksaan nasionalis, KLM menjual sebagian dari sahamnya di tahun 1954 ke pemerintah Indonesia.25

Pada 1953, maskapai ini memiliki 46 pesawat, tetapi pada 1955 pesawat Catalina mereka harus pensiun. Tahun 1956 mereka membuat jalur penerbangan pertama ke Mekkah. Tahun 1960-an adalah saat kemajuan pesat maskapai ini. Tahun 1965 Garuda mendapat dua pesawat baru yaitu pesawat jet Convair 990 Pemerintah Burma banyak menolong maskapai ini pada masa awal maskapai ini. Oleh karena itu, pada saat maskapai ini diresmikan sebagai perusahaan pada 31 Maret 1950, Garuda menyumbangkan Pemerintah Burma sebuah pesawat DC-3. Pada mulanya, Garuda memiliki 27 pesawat terbang, staf terdidik, bandara dan jadwal penerbangan, sebagai kelanjutan dari KNILM. Ini sangat berbeda dengan perusahaan-perusahaan pioneer lainnya di Asia.

25

(17)

dan pesawat turboprop Lockheed L-118 Electra. Pada tahun 1961 dibuka jalur menuju Bandara Internasional Kai Tak di Hong Kong dan tahun 1965 tibalah era jet, dengan DC-8 mereka membuat jalur penerbangan ke Bandara Schiphol di Haarlemmermeer, Belanda, Eropa.

Tahun 1970-an Garuda mengambil Jet kecil DC-9 dan Fokker F28 saat itu Garuda memiliki 36 pesawat F28 dan merupakan operator pesawat terbesar di dunia untuk jenis pesawat tersebut, sementara pada 1980-an mengadopsi perangkat dari Airbus, seperti A300. Dan juga Boeing 737, juga McDonnell Douglas MD-11.

Dalam tahun 1990-an, Garuda mengalami beberapa musibah, dan maskapai ini mengalami periode ekonomi sulit. Tetapi, dalam tahun 2000-an ini maskapai ini telah dapat mengatasi masalah-masalah di atas dan dalam keadaan ekonomi yang bagus.

Salah satu lelucon awal mengenai maskapai penerbangan ini adalah bahwa Garuda merupakan akronim dari "Good Airline Run Under Dutch Administration" (Maskapai penerbangan yang baik bila dijalankan di bawah administrasi Belanda) atau "Good And Reliable Under Dutch Administration" (Maskapai yang baik dan terpercaya bila dijalankan di bawah administrasi Belanda). Ini mungkin merujuk pada kenyataan bahwa 10 tahun pertama, Garuda dikelola oleh KLM.

Pada 25 Desember 1949, wakil dari KLM yang juga teman Presiden Soekarno, Dr. Konijnenburg, menghadap dan melapor kepada Presiden di Yogyakarta bahwa KLM Interinsulair akan diserahkan kepada pemerintah sesuai dengan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) dan meminta kepada beliau

(18)

memberi nama bagi perusahaan tersebut karena pesawat yang akan membawanya dari Yogyakarta ke Jakarta nanti akan dicat sesuai nama itu.

Menanggapi hal tersebut, Presiden Soekarno menjawab dengan mengutip satu baris dari sebuah sajak bahasa Belanda gubahan pujangga terkenal, Noto Soeroto di zaman kolonial, Ik ben Garuda, Vishnoe's vogel, die zijn vleugels uitslaat hoog boven uw eilanden ("Aku adalah Garuda, burung milik Wisnu yang membentangkan sayapnya menjulang tinggi diatas kepulauanmu")

Maka pada 28 Desember 1949, terjadi penerbangan yang bersejarah yaitu pesawat DC-3 dengan registrasi PK-DPD milik KLM Interinsulair terbang membawa Presiden Soekarno dari Yogyakarta ke Kemayoran - Jakarta untuk pelantikannya sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan logo baru, Garuda Indonesian Airways, nama yang diberikan Presiden Soekarno kepada perusahaan penerbangan pertama ini

Mulai Juli 2009, Garuda Indonesia telah menggunakan livery baru pada beberapa pesawatnya yang terbaru yaitu pada Airbus A330-200 dengan registrasi PK-GPJ PK-GPK dan PK-GPH, serta sebuah Boeing 737-800 dengan registrasi PK-GMA. Keempat pesawat tersebut telah diperbaharui tampilan eksteriornya dengan livery baru untuk menyegarkan penampilan maskapai Garuda Indonesia.

Kabin pesawat Garuda Indonesia yang baru juga dilengkapi dengan PTV (Personal Television) pada setiap kursinya, 11 inci untuk kelas bisnis dan 8 inci untuk kelas ekonomi. Warna biru yang dominan pada kursi lama pesawat juga

(19)

diubah. Warna merah maroon digunakan pada kursi kelas bisnis, sedangkan kombinasi warna coklat tua - coklat muda digunakan pada kursi kelas ekonomi.26

Pada peristiwa Konferensi Asia Afrika yang digelar di Bandung, Jawa Barat 19 April 1955, Garuda Indonesia adalah maskapai penerbangan resmi untuk melayani delegasi dari 29 negara, termasuk kepala Negara dari Bandara Kemayoran, Jakarta Selatan sebelum mereka melakukan perjalanan ke Bandung. ketika peringatan 50 tahun Konferensi Asia Afrika pada April 2005, Garuda Indonesia menjadi maskapai penerbangan resmi yang membawa 75 kepala negara termasuk Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan dari Bandara Halim Perdana Kusuma di Jakarta menuju Bandung

Penerbangan pertama Garuda Indonesia dimulai pada tahun 1949. Pesawat pertamanya adalah Dakota DC-3. Pada akhir tahun1950-an, Garuda mempunyai 38 unit pesawat terbang yang terdiri 22 unit DC3, 8 pesawat Amphibi Catalina dan 8 Convair 240. pada tahun 1953, armada bertambah menjadi 46 unit dengan tambahan 8 unit Convair 340. dan pada tahun 1954,ditambah lagi dengan 14 unit De Havilland Herons. Pesawat Catalina mengalami kerusakan pada tahun 1955.

Garuda Indonesia memulai pelayanan penumpang menuju Bali pada tahun 1951 dengan menggunakan pesawat Douglas Dakota DC-3. Pelayanan pertama Garuda antara Denpasar-Sydney pada tahun 1961 dengan menggunakan pesawat Douglas DC-8. Secara konsisten Bali terpilih sebagai ”Pulau Terbaik di Dunia” dan Garuda mempunyai peranan penting dalam mengembangkan Bali sebagai tujuan wisata internasional.

26

(20)

Pada Juni 1956, penerbangan haji pertama membawa 40 jemaah haji menuju Saudi Arabia, Garuda Indonesia menggunakan pesawat Convair 340. Saat ini penerbangan haji membawa lebih dari 100.000 jemaah haji menuju Jeddah dari Indonesia tiap tahunnya.

Tahun 1961 peluncuran armada turbo-prop lockheed electras sekaligus peluncuran rute penerbangan ke Hong Kong. Pada tahun 1965, Garuda Indonesia adalah perusahaan penerbangan yang pertama dari Asia Tenggara untuk menawarkan layanan antar benua dari Jakarta ke Amsterdam melalui Colombo, Bombay, Roma, dan Prague. Penerbangan itu dioperasikan oleh pesawat terbang Convair 990A yang masih memegang rekor sebagai penerbangan sipil sub-sonic tercepat di dunia.

Dari awal tahun 1970-an hingga pertengahan 1980-an, Garuda Indonesia mengoperasikan armada yang paling besar Fokker Fellowship F-28 twinjets di dalam dunia. Pada saat bersamaan, armada Fokker F-28 terdiri atas 42 pesawat terbang, termasuk Mk-1000 dari 1971, Mk-3000 dari 1976, dan Mk-4000 yang versi paling terbaru dari tahun 1984. layanan F-28 diakhiri pada 5 April 2001 dengan Garuda Indonesia dan mentransfer ke Citilink, pengangkut biaya yang rendah dari Garuda Indonesia.

Garuda Indonesia menjadi penerbangan jet pada 1977, ketika berakhirnya pesawat terbang mesin turboprop Fokker Friendship F-27 digantikan oleh Fokker Fellowship F-28 Mk-3000 twinjets. Armada terdiri atas empat pesawat terbang

(21)

DC-9's, dan tiga puluh dua Fokker F-28's. Semua armada mengizinkan Garuda Indonesia untuk menawarkan tingkat kenyamanan yang baru dan keandalan mengarungi kepulauan Indonesia

21 Januari 1982, Garuda Indonesia adalah perusahaan penerbangan pertama untuk mengoperasikan suatu Airbus A300-B4 FFCC menggunakan suatu rancangan khusus kokpit pesawat terbang modern.

Tahun 1985 perbaikan fasilitas Garuda Indonesia di Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta dan garuda training centre di Jakarta barat telah diresmikan, agustus 2009 garuda indonesia akan menggunakan pesawat boeing B737-800NG untuk memenuhi permintaan pasar.dan pada tahun 2011 Garuda Indonesia akan menggunakan pesawat Boeing B777-300ER yang bias mengangkut 365 penumpang mengarungi 14685 kilometer nonstop

Ordonansi Pengangkutan Udara (Luchtvervoer Ordonantie Stb. 1939-100) merupakan salah satu peraturan hukum yang mengatur mengenai syarat-syarat untuk pengangkutan barang melalui udara disamping Undang-undang No.1 tahun 2009 Tentang Penerbangan.

Persyaratan umum penyelenggaraan pengangkutan barang melalui udara yang berlaku di Indonesia adalah apa yang dikatan sebagai “General Conditons of Carriage” yang telah disetujui bersama oleh negara anggota dari International Air Transport Association (IATA), dimana Indonesia menjadi anggotanya melalui Garuda Indonesia Airlines (GIA). International Air Transport of Association ini berlaku terhadap penumpang dan bagasi maupun muatan barang

(22)

Syarat-syarat umum pengangkutan atau General Conditions of Carriage ini dibuat adalah bertujuan mengadakan keseragaman dalam syarat-syarat pengangkutan dari para negara anggotanya, berlaku bagi pengangkutan barang melalui udara internasional dan domestik bagi negara yang menjadi anggota I.A.T.A untuk diselenggarakan oleh pengangkut udara.

Syarat-syarat khusus yang diberlakukan oleh pengangkutan udara adalah disesuaikan dengan persyaratan umum yang telah berlaku dan didasarkan kepada General Conditions of Carriage dari IATA (International Air Transport Association).

Tiket penumpang pesawat udara sebagai contoh biasanya telah memuat syarat-syarat khusus pengangkutan udara karena itu dengan diterimanya tiket itu oleh seorang penumpang maka terjadilah suatu perjanjian pengangkutan udara antara penumpang itu sendiri dengan pihak pengangkut yang syarat-syaratnya telah dianggap diketahui semuanya oleh kedua belah pihak dan menjadi hukum bagi kedua belah pihak tersebut.

Tiap-tiap pengangkut udara mempunyai syarat-syarat khusus yang didasarkan pada syarat-syarat umum dari IATA. “The General Condition of Carriage”. Sebagai contoh syarat-syarat khusus tersebut diambil dari syarat-syarat khusus pengangkutan udara yang tercantum pada tiket GIA (Garuda Indonesia Airlines) bagi pengangkutan dalam negeri, yakni:27

1. Perjanjian pengangkutan ini tunduk pada ketentuan-ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, serta pada syarat-syarat

27

(23)

pengangkutan, tarif-tarif, peraturan-peraturan dinas, kecuali waktu-waktu berangkat dan tiba yang tersebut didalamnya, dan peraturan-peraturan lain dari pengangkut yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perjanjian ini, dan yang dapat diperiksa di kantor-kantor pasasi pengangkut. 2. Tiket penumpang hanya dapat dipergunakan oleh orang yang namanya tertera

diatasnya, dan tidak dapat dipergunakan oleh orang lain. Penumpang menyetujui bahwa bila perlu pengangkut dapat memeriksa apakah tiket ini benar dipakai oleh orang yang berhak. Jika tiket ini dipergunakan atau dicoba untuk dipergunakan oleh seorang lain dari pada yang namanya tersebut dalam tiket ini maka pengangkut berhak menolak pengangkutan orang tersebut, serta hak pengangkutan dengan tiket ini oleh orang yang berhak dan tertera dalam tiket menjadi batal.

3. Hak untuk menyelenggarakan perjanjian pengangkutan ini kepada perusahaan pengangkutan lain, serta hak untuk mengubah tempat-tempat pemberhentian yang telah disetujui tetap berada ditangan pengangkut.

4. Pengangkut tidak bertanggungjawab atas kerugian apapun juga yang ditimbulkan oleh pembatalan dan/atau kelambatan penyerahan bagasi.

5. Bagasi yang tercatat yang diangkut berdasarkan perjanjian ini hanya akan diserahkan kepada penumpang, jika surat bagasinya dikembalikan kepada pengangkut.

6. Pengangkut bertanggungjawab atas kerugian-kerugian yang timbul pada penumpang dan bagasi dengan mengingat pada syarat-syarat dan batas-batas

(24)

yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

7. Bila penumpang pada saat penerimaan bagasi itu tidak mengajukan protes maka dianggap bahwa bagasi itu telah diterima dalam keadaan lengkap dan baik.

8. Semua tuntutan kerugian harus dibuktikan besarnya kerugian yang diderita. 9. Tidak seorangpun dari agen-agen, pegawai-pegawai atau wakil-wakil

pengangkut berhak mengubah atau membatalkan syarat-syarat pengangkutan, tarif-tarif, peraturan-peraturan dinas dan peraturan-peraturan lain dari pengangkut yang berlaku baik sebagian maupun seluruhnya.

Pemegang tiket penumpang pesawat udara yang sah adalah penumpang yang tertera namnya didalam tiket tersebut, dimana apabila terjadi kerugian yang disebabkan kesalahan atau kelalaian oleh pihak pengangkut atau pegawai yang bekerja pada pengangkut udara maka tiket itu dapat digunakan sebagai bukti yang sah untuk menuntut ganti kerugian yang diderita dan bagi pengangkut barang yang berlaku adalah suarat muatan barang.

Telah diterangkan sebelumnya, Pasal 155 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyatakan bahwa surat muatan udara diperlukan sebagai bukti tentang adanya perjanjian pengangkutan barang melalui udara, penerimaan barang dan syarat-syarat pengangkutan sehingga dapat dilihat fungsi dari surat muatan udara adalah sebagai berikut :

1. Surat muatan udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 huruf d wajib dibuat oleh pengirim kargo.

(25)

2. Surat muatan udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

a. tanggal dan tempat surat muatan udara dibuat; b. tempat pemberangkatan dan tujuan;

c. nama dan alamat pengangkut pertama; d. nama dan alamat pengirim kargo; e. nama dan alamat penerima kargo;

f. jumlah, cara pembungkusan, tanda-tanda istimewa, atau nomor kargo yang ada;

g. jumlah, berat, ukuran, atau besarnya kargo; h. jenis atau macam kargo yang dikirim; dan

i. pernyataan bahwa pengangkutan kargo ini tunduk pada ketentuan dalam undang-undang ini.

3. Penyerahan surat muatan udara oleh pengirim kepada pengangkut membuktikan kargo telah diterima oleh pengangkut dalam keadaan sebagaimana tercatat dalam surat muatan udara.

4. Dalam hal surat muatan udara tidak diisi keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau tidak diserahkan kepada pengangkut, pengangkut tidak berhak menggunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya

Agar suatu perjalanan dapat terselenggara dengan baik dan lancar maka harus diperhatikan beberapa mengenai dokumen-dokumen pengangkut. Adapun yang menjadi dokumen-dokumen dalam pengangkutan adalah antara lain :

(26)

1. Tiket penumpang 2. Tiket bagasi

3. Surat muatan udara

ad. 1. Tiket Penumpang

Tiket penumpang adalah suatu tanda bukti bahwa seseorang telah membayar uang angkutan dan akibatnya berhak naik pesawat udara sebagai penumpang.

Tiket penumpang juga merupakan tanda bukti telah ditutupnya perjanjian pengangkutan antara penumpang dan pengangkut, jadi penumpang adalah salah satu pihak dalam perjanjian pengangkutan udara sedangkan pihak lawannya adalah pengangkut udara. Tiket penumpang merupakan syarat dalam perjanjian pengangkutan udara, tetapi bukan merupakan syarat mutlak sebab tidak adanya tiket penumpang tidak berarti tidak adanya perjanjian pengangkutan udara (Pasal 150 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan). Jadi perjanjian pengangkutan udara bersifat konsensuil yang adanya perjanjian itu pertama kali harus dibuktikan dengan tiket penumpang. Bila tiket penumpang ini tidak ada, salah dibuatnya atau hilang maka perjanjian pengangkut udara dapat dibutkikan dengan alat pembuktian yang lain.

Adapun menurut Pasal 151 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, tiket penumpang itu berisi :

1. nomor, tempat, dan tanggal penerbitan; 2. nama penumpang dan nama pengangkut;

(27)

3. tempat, tanggal, waktu pemberangkatan, dan tujuan pendaratan; 4. nomor penerbangan;

5. tempat pendaratan yang direncanakan antara tempat pemberangkatan dan tempat tujuan, apabila ada; dan

6. pernyataan bahwa pengangkut tunduk pada ketentuan dalam undang-undang ini.

Dari ketentuan diatas tampak bahwa nama penumpang tidak diharuskan ditulis dalam tiket penumpang itu. Tetapi dalam praktek nama penumpang selalu ditulis dalam tiket. Penulis setuju dengan kebiasaan ini apalagi kalau ditinjau dari sudut ketertiban dan keamanan. Hal ini berhubungan erat dengan syarat-syarat khusus dari perusahaan pengangkutan udara yang bersangkutan, misalnya pada GIA yang berbunyi “tiket penumpang ini hanya dapat dipergunakan oleh orang yang namanya tertera di dalam tiket tersebut, dan tidak dapat dipergunakan oleh orang lain. Penumpang menyetujui bahwa bila perlu pengangkut dapat memeriksa apakah tiket ini benar-benar dipakai oleh orang yang berhak. Jika tiket ini dipergunakan atau dicoba untuk dipergunakan oleh seorang lain dari pada yang namanya tersebut dalam tiket ini, serta hak pengangkutan dengan tiket ini oleh orang yang berhak menjadi batal”.28

Jadi untuk kepentingan ketertiban dan keamanan penulis setuju nama penumpang itu ditulis dalam tiket penumpang yang bersangkutan.tidak perlu tiket ini dinyatakan merupakan perjanjian pengangkutan udara, tetapi tiket itu

28

(28)

merupakan tanda bukti adanya perjanjian pengangkutan udara dan perjanjian pengangkutan ini bersifat konsensuil.

Ad.2 Tiket Bagasi

Dalam pengangkutan itu sendiri, disamping pengangkutan terhadap subjek hukum seperti manusia juga terdapat pengangkutan terhadap benda seperti bagasi.

Tiket bagasi adalah tanda bukti penitipan barang yang nanti bila penumpang turun dari pesawat terbang, barang bagasi itu akan diminta kembali. Tiket bagasi berhubungan erat sekali dengan perjanjian angkutan, merupakan “accessoire verbintenis”. 29

29

Ibid, hal.97

Tiket bagasi berhubungan dengan barang-barang bagasi. Barang-barang adalah barang-barang yang dilaporkan kepada pengangkut dan untuk itu penumpang mendapat tiket bagasi. Jadi, tiket bagasi itu hubungannya erat sekali dengan perjanjian pengangkut. Tetapi meskipun begitu, tidak adanya tiket bagasi, suatu kesalahan didalamnya atau hilangnya tiket bagasi itu tidak mempengaruhi adanya atau berlakunya perjanjian pengangkutan udara yang tetap akan tunduk pada ketentuan-ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Akan tetapi bila pengangkut udara menerima bagasi untuk diangkut tanpa memberikan suatu tiket maka dia tidak berhak mempergunakan ketentuan-ketenuan Pasal 153 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

(29)

Dari ketentuan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk kepentingannya sendiri, pengangkut udara harus memberikan tiket bagasi kepada penumpang sebab kalau tidak, dia akan rugi bila barang bagasi itu hilang atau rusak.

Barang-barang yang dibawa penumpang dalam perjalan ada dua macam, yaitu:

1. Barang bawaan ialah barang-barang kecil yang dapat dibawa serta oleh penumpang dalam tempat duduknya, misalnya : koper tangan (hand back). Adanya barang-barang ini tidak perlu lagi dilaporkan kepada pengangkut dan terhadap barang-barang ini tidak dipungut biaya.

2. Barang-barang bagasi ialah barang-barang yang dilaporkan kepada pengangkut dan untuk ini penumpang mendapat tiket bagasi. Sampai berat tertentu penumpang dapat melaporkan barang bagasi tanpa biaya.

Menurut Pasal 153 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, tiket bagasi itu harus berisi :

1. nomor tanda pengenal bagasi;

2. kode tempat keberangkatan dan tempat tujuan; dan 3. berat bagasi.

Dari ketentuan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa tiket bagasi ini bersifat atas pembawa, tetapi tidak dimaksudkan bahwa tiket ini bisa diperjual-belikan. Tiket bagasi ini dibuat rangkap dua, satu untuk penumpang yang lainnya untuk pengangkut udara yang bersangkutan.

(30)

Ad.3 Surat Muatan Udara

Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan Surat Muatan Udara (airway bill) adalah dokumen berbentuk cetak, melalui proses elektronik, atau bentuk lainnya, yang merupakan salah satu bukti adanya perjanjian pengangkutan udara antara pengirim kargo dan pengangkut, dan hak penerima kargo untuk mengambil kargo.

Akan tetapi sebaliknya pengirim berhak meminta kepada pengangkut untuk menerima surat muatan udara. Surat muatan udara itu dibuat oleh pengirim dalam rangkap tiga dan diserahkan bersama-sama dengan barangnya kepada pengangkut. Tiga rangkap surat muatan tersebut diperinci sebagai berikut :

1. Lembar pertama memuat kata-kata “untuk pengangkut”, lembar ini ditantangani oleh pengirim.

2. Lembar kedua memuat kata-kata “untuk penerima”, lembar ini ditandatangani oleh pengirim dan pengangkut, dan dikirim bersama-sama barangnya.

3. Lembar ketiga ditanda tangani oleh pengangkut dan setelah barang-barang diterimanya, diserahkan kepada pengirim.

Setelah barang-barang diterimanya, maka oleh pengangkut harus menandatangani surat muatan itu. Tanda tangan pengangkut diganti dengan cap, sedang tanda tangan pengirim dapat dicetak atau dengan cap.

Dalam Pasal 155 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Surat muatan udara itu udara itu harus berisi :

(31)

2. tempat pemberangkatan dan tujuan; 3. nama dan alamat pengangkut pertama; 4. nama dan alamat pengirim kargo; 5. nama dan alamat penerima kargo;

6. jumlah, cara pembungkusan, tanda-tanda istimewa, atau nomor kargo yang ada;

7. jumlah, berat, ukuran, atau besarnya kargo; 8. jenis atau macam kargo yang dikirim; dan

9. pernyataan bahwa pengangkutan kargo ini tunduk pada ketentuan dalam undang-undang ini.

Apabila barang yang mudah rusak, padahal pengirim sudah diberitahu, maka pengangkut wajib menjual dengan cara yang tepat dan segera memberitahu kepada pengirim dan apabila ada alasan yang sah, hakim pengadilan negeri tempat barang disimpan dapat memberi kuasa kepada oarng untuk menjual barang seluruh atau sebagian barang sesuai yang ditentukan dengan kuasa dan hasilnya dipakai untuk biaya penyimpanan dan pengangkutan.

D. Tanggung Jawab PT. Garuda Indonesia (Persero) Sebagai Pengangkut Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009

Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara.

(32)

Sementara pengertian dari tanggung jawab pengangkut adalah kewajiban perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim barang serta pihak ketiga.

Tanggung jawab dapat diketahui dari kewajiban yang telah ditetapkan dalam perjanjian atau undang-undang. Kewajiban pengangkutan adalah menyelenggarakan pengangkutan. Kewajiban ini mengikat sejak penumpang atau pengirim melunasi biaya angkutan.30

1. Pengangkut tidak bertanggung jawab dan dapat menolak untuk mengangkut calon penumpang yang sakit, kecuali dapat menyerahkan surat keterangan dokter kepada pengangkut yang menyatakan bahwa orang tersebut diizinkan dapat diangkut dengan pesawat udara dan wajib didampingi oleh seorang dokter atau perawat yang bertanggung jawab dan dapat membantunya selama penerbangan berlangsung.

Tanggung jawab PT.Garuda Indonesia (Persero) sebagai pengangkut terhadap penumpang menurut pasal 141 undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan adalah pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, luka-luka, yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara.tetapi dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan terdapat batasan-batasan tanggung jawab dari PT.Garuda Indonesia (Persero) sebagai pengangkut terhadap penumpang yaitu :

30

Komar Kanta A, Tanggung Jawab Profesional, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994) Hal. 3

(33)

2. Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang atau rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakannya

3. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut.

4. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional.

Peranan pengangkutan dalam dunia perdagangan bersifat mutlak sebab tanpa pengangkutan perusahaan tidak mungkin dapat berjalan. Barang-barang yang dihasilkan produsen atau pabrik-pabrik dapat sampai di tangan pedagang atau pengusaha hanya dengan jalan pengangkutan, dan seterusnya dari pedangang atau pengusaha kepada konsumen juga harus menggunakan jasa pengangkutan. Pengangkutan disini dapat dilakukan oleh orang, kendaraan yang ditarik oleh binatang, kendaraan bermotor, kereta api, kapal api, kapal laut, kapal sungai, pesawat udara dan lain-lain.

Peranan jasa transportasi sangat strategis dan ganda karena berfungsi untuk mendorong pembangunan sektor lannya. Pelayanan bersifat global maka

(34)

internasional yang sekaligus mencerminkan sifat global. Untuk itu setiap negara harus mencapai tingkat pelayanan sesuai standar tersebut kaena kalau tidak maka negara atau wilayahnya disebut “black area”.

Fungsi pengangkutan adalah memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai. Disini jelas, meningkatnya daya guna dan nilai merupakan tujuan dari pengangkutan, yang berarti bila daya guna dan nilai di tempat baru itu tidak naik, maka pengangkutan tidak perlu diadakan, sebab merupakan suatu perbuatan yang merugikan bagi si pedangang.

Fungsi pengangkutan yang demikian itu tidak hanya berlaku di dunia perdagangan saja, tetapi juga berlaku di bidang pemerintahan, politik, sosial, pendidikan, hankam dan lain-lain.

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang menjadi sorotan pada maskapai penerbangan udara PT Sriwijaya Airlines adalah hilangnya bagasi penumpang, dalam hal penyelesaian hampir semua

perusahaan pengangkutan udara harus memperlakukan atau melayani penumpang secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Memberi kesempatan yang sama kepada para penumpang

Keterlambatan barang atau bagasi penumpang pada dasarnya juga merupakan tanggung jawab dari pengangkut. Ketentuan mengenai hal ini sama seperti tanggung jawab pengangkut

Setiap kecelakaan penerbangan selalu menimbulkan kerugian bagi penumpang yang tentu saja melahirkan permasalahan hukum, khususnya berkenaan dengan tanggung jawab

Dalam hal ketika maskapai penerbangan telah siap menjual tiket pesawat kepada para penumpang pesawat terbang artinya pesawat yang akan digunakan oleh para penumpang tersebut

Tidak adanya tiket penumpang, kesalahan di dalamnya atau hilangnya tiket tersebut tidak mempengaruhi ada­ nya atau berlakunya perjanjian pengangkutan udara, yang tetap akan

Dalam prakteknya maskapai penerbangan bertanggung jawab terhadap kerugian yang dialami penumpang apabila terjadi penundaan penerbangan / delay dalam pelaksanaan

Seorang penumpang dalam perjanjian angkutan udara tentunya mempunyai hak untuk diangkut ke tempat tujuan dengan pesawat udara yang telah ditunjuk atau