• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. perjanjian. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk mencapai kebutuhan hidup, manusia memerlukan hubungan kerjasama antara satu dengan yang lainnya, baik hubungan atas suatu kebendaan maupun hubungan yang lain. Hal ini merupakan suatu peristiwa yang menimbulkan satu hubungan hukum antara orang-orang yang saling membutuhkan, sehingga timbul perjanjian. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan.1

Perikatan adalah isi dari perjanjian, yang memiliki sifat terbuka artinya isinya dapat ditentukan oleh para pihak dengan beberapa syarat yang disetujui oleh kedua belah pihak yaitu dengan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan undang-undang, hal ini mengandung makna Buku III KUHP Perdata dapat diikuti oleh para pihak atau dapat juga para pihak menentukan lain/menyimpanginya dengan beberapa syarat namun hanya yang bersifat pelengkap saja yang dapat disimpanginya, karena didalam ketentuan umum ada yang bersifat pelengkap dan pemaksa (yang bersifat pemaksa, misalnya Pasal 1320 KUHP Perdata).2

1 Subekti,Hukum Perjanjian, ( Jakarta : Intermasa, 2005 ), hlm.1

2Handri Raharjo,Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, , 2009),

(2)

Tujuan dari segala perjanjian ialah untuk dipenuhi oleh yang berjanji. Kalau semua orang melaksanakan ajaran yang diketemukan dalam tiap-tiap agama, bahwa janji harus dipenuhi, maka agaknya tidak perlu ada Hukum Perjanjian. Segala hukum mengatur tingkah laku orang-orang sebagai anggota masyarakat supaya ada tata tertib didalamnya dan supaya akhirnya masyarakat pada umumnya menemukan keadaan selamat dan bahagia. Keadaan selamat dan bahagia ini dengan sendirinya akan ada, apabila semua janji dalam masyarakat dipenuhi oleh para anggotanya. Maka disinilah letak keperluan adanya suatu Hukum Perjanjian, yang sebagian besar mengandung peraturan untuk peristiwa-peristiwa dalam mana orang-orang tidak memenuhi janji.3

Suatu perjanjian adalah semata-mata untuk suatu persetujuan yang diakui oleh hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok di dalam dunia usaha dan pemberian kredit, asuransi, pengangkutan barang, pembentukan organisasi usaha dan termasuk juga menyangkut tenaga kerja.4

Perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua atau lebih pihak yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk memberi prestasi.5 Dari pengertian singkat tersebut dijumpai beberapa unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain: hubungan hukum (rechsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang (persoon)

3Wirjono Prodjodikoro,Azas-Azas Hukum Perjanjian,(Bandung : Mandar Maju, 2011),

hlm.49.

4Abdul Kadir Muhammad,Hukum Perjanjian, (Bandung : Citra Aditya Abadi, 1992),

hlm. 93.

(3)

atau lebih yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi.

Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan dan ditulis.6

Pasal 1338 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan : “Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.” Ada persetujuan-persetujuan dimana untuk setiap salah satu pihak menimbulkan suatu kewajiban yang berkelanjutan, misalnya : sewa menyewa.7

Sewa menyewa adalah merupakan perjanjian timbal balik yang bagi masing-masing pihak menimbulkan perikatan terhadap yang lain. Perjanjian timbal balik seringkali juga disebut perjanjian bilateral atau perjanjian dua pihak. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban-kewajiban kepada kedua belah pihak, dan hak serta kewajiban itu mempunyai hubungan satu dengan lainnya.

Yang dimaksud dengan mempunyai hubungan antara yang satu dengan yang lain adalah bahwa bilamana dalam perikatan yang muncul dari perjanjian tersebut, yang satu mempunyai hak, maka pihak yang lain disana berkedudukan sebagai pihak yang memikul kewajiban.8Sehingga dalam hal ini muncul suatu tanggungjawab dari masing-masing pihak sehubungan dengan adanya hak dan kewajiban tersebut.

6Subekti,Op Cit, hlm. 1.

7R. Setiawan,Pokok-Pokok Hukum Perikatan,(Bandung : Binacipta, 1987), hlm. 64. 8J. Satrio,Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, (Bandung : Citra Aditya

(4)

Kedudukan pihak penyewa dan yang menyewakan diperkuat dengan adanya dasar hukum yang terdapat di dalam Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Perjanjian sewa menyewa pada dasarnya tergolong dalam jenis perjanjian untuk memberikan/menyerahkan sesuatu yang diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Berdasarkan ketentuan Pasal 1548 Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Perdata, yang dimaksud dengan sewa menyewa adalah :

“Suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari suatu barang selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya”.9

Hubungan yang terlihat didalam perjanjian sewa menyewa, yang menyewakan memberi hak pemakaian saja kepada penyewa dan bukan hak milik. Perjanjian sewa menyewa tidak memberikan suatu hak kebendaan, tetapi hanya memberi suatu hak perseorangan, terhadap yang menyewakan ada hak “persoonlijk” terhadap pemilik, akan tetapi hak orang yang menyewakan ini mengenai suatu benda, yaitu suatu barang yang disewakan.10

Dari penjelasan maka ada satu Bentuk Perjanjin Sewa - Menyewa yang dibuat secara bawah tangan yakni :

9Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : Intermasa, 2002), hlm. 123.

(5)

SURAT PERJANJIAN SEWA MENYEWA

Kami yang bertanda tangan dibawah ini : ... I. TUAN SARTONO WIJAYA, lahir di Binjai, pada 03 (tiga) Pebruari 1960

(seribu sembilan ratus enam puluh), Warga Negara Indonesia, Wiraswasta, bertempat tinggal di Binjai, Jalan Muhammad Husni Thamrim No.41, Kelurahan Pekan Binjai, Kecamatan Binjai Kota, Pemegang Nomor Induk Kependudukan (NIK) 1275020302600001;...

-Untuk selanjutnya disebut : ...

... Pihak Pertama Yang Menyewakan ...

II. TUAN SUKIWI TJONG, lahir di Stabat, pada tanggal 18 (delapan belas) April 1966 (seribu sembilan ratus enam puluh enam), Warga Negara Indonesia, wiraswasta, bertempat tinggal di Kabupaten Langkat, Jalan Wonosari Perdamaian, Kelurahan Perdamaian, Kecamatan Stabat, Pemegang Nomor Induk Kependudukan(NIK) 02.0204.180466.0001, untuk sementara berada di Binjai; ...

-dalam hal ini bertindak dalam kedudukan/jabatan, sebagai Ketua, dari dan dengan demikian, bertindak untuk dan atas nama serta guna menanggung kepentingan “ YAYASAN PANCA KARYA MITRA “, berkedudukan di Binjai, yang didirikan berdasarkan akte, tertanggal 22 (dua puluh dua) Agustus 2008 (dua ribu delapan) nomor 146, dibuat dihadapan ZONARITA, Sarjana Hukum, Notaris di Binjai, yang untuk tindakan hukum ini berhak berdasarkan ketentuan termaktub dalam Pasal 13 anggaran dasar Yayasan tersebut; ...

-untuk selanjutnya disebut : ...

... Pihak Kedua Penyewa ...

-Kedua belah pihak bersama-sama menerangkan dengan ini terlebih dahulu :

-Pihak Pertama, menerangkan dengan ini telah menyewakan kepada “ YAYASAN PANCA MITRA KARYA “ berkedudukan di Binjai, selanjutnya dibawah ini disebut pihak kedua, yang menerangkan telah menerima persewaan dari pihak pertama, yaitu atas : ...

-Satu unit bangunan sekolah, lengkap dengan barang-barang inventaris, yang terdiri dari bangku-bangku sekolah, meja guru dan papan tulis yang terdapat di masing-masing kelas dari sekolah tersebut, demikian berikut saluran-saluran air dan listrik, serta hak-hak atas langganannya, terletak didalam Provinsi Sumatera Utara, Kota Binjai, Kecamatan Binjai Kota, Kelurahan Kartini ...

Perjanjian sewa-menyewa gedung antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung telah memauat Asas Konsensualisme, asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menyebutkan secara tegas.

(6)

“Persetujuan yang dibuat secara sah “ dan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata erat hubungannya dengan ketentuan Pasal 1320 KHUPerdata tentang syarat sahnya perjanjian yang pertama yaitu sepakat dari para pihak yang mengikatkan diri, perjanjian ini terbentuk dan terjadi dengan tercapainya kata sepakat dari antara dua pihak.

Dalam perjanjian sewa menyewa selalu terdapat 2 (dua) belah pihak yang selalu mengikatkan diri untuk berprestasi satu sama lain. Pihak inilah yang menjadi subjek sewa menyewa. Subjek sewa menyewa merupakan subjek hukum dimana subjek hukum ini ada 2 (dua) yaitu : orang pribadi dan badan hukum.

Subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban. Menurut R. Suroso subjek hukum adalah :11

“Sesuatu yang menurut hukum berhak/berwenang untuk melakukan perbuatan hukum atau siapa yang mempunyai hak dan cakap bertindak dalam hukum, sesuatu pendukung hak (rechtsbevoedgheid) dan merupakan sesuatu yang menurut hukum mempunyai hak dan kewajiban”.

Hak dan kewajiban dapat timbul dari adanya suatu perjanjian yang dibuat para pihak ataupun yang telah ditentukan oleh undang-undang. Suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan suatu perikatan yang mana perikatan merupakan isi dari suatu perjanjian, jadi perikatan yang telah dilaksanakan para pihak dalam suatu perjanjian memberikan tuntutan pemenuhan hak dan kewajiban terhadap pelaksanaan isi dari perjanjian khususnya perjanjian sewa menyewa ini.

(7)

Jadi, dalam peranjian sewa menyewa ini, kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang lain ini adalah membayar harga sewa. Jadi barang diserahkan tidak untuk dimiliki seperti halnya dalam jual beli, tetapi hanya untuk dipakai dan dinikmati kegunaannya.12

Sering kali dalam perjanjian sewa-menyewa terjadi permasalahan jika salah satu pihak wanprestasi, adanya ketidak seimbangan antara hak dan kewajiban masing-masing pihak, adanya masalah yang timbul karena adanya hal-hal yang tidak diperjanjikan secara tegas dalam klausula perjanjian dan lain-lain. Menyangkut permasalahan-permasalahan yang bisa terjadi maka perlu adanya pengaturan yang lebih jelas dan terperinci antara kedua belah pihak yang sepakat untuk mengadakan perikatan. Perjanjian dalam kitab undang-undang Hukum Perdata telah diatur dalam Buku III tentang perikatan Bab Kedua, bagian kesatu sampai dengan keempat. Dan tentang sewa-menyewa dalam Buku III Bab Tujuh bagian kesatu sampai dengan keempat.

Begitu juga halnya yang terjadi dalam perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung sekolah, yang dimiliki oleh orang (personal), dimana pada saat dilakukan para penelitian dan mewawancarai pihak pengurus yayasan maupun pihak pemilik gedung, mereka menyatakan isi dari perjanjian tergantung dari kesepakatan kedua belah pihak. Namun demikian terkait dengan perjanjian ini, ada diatur didalamnya hak dan

(8)

kewajiban masing-masing pihak yaitu mengenai jangka waktu pembayaran, tenggang waktu sewa dan lain-lain, tetapi walaupun sudah diatur secara terperinci tidak tertutup kemungkinan dalam perjanjian sewa-menyewa ini akan timbul potensi permasalahan diantara para pihak, misalnya terkait dengan kewenangan pihak penyewa untuk menyewakan beberapa fasilitas yang ada kepada pihak ketiga.

Kemudian tenggang waktu pembayaran dan besarnya yang harus dibayar, salah satunya yang pernah muncul masalah yang terjadi terkait dengan uang sewa mengalami keterlambatan pembayaran yang dilakukan oleh pihak penyewa, sehingga dalam hal ini pihak yang menyewakan merasa dirugikan oleh pihak penyewa. Untuk menghindari hal-hal yang merugikan baik pihak penyewa maupun yang menyewakan maka perlu diatur lebih jelas hak dan kewajiban dari masing-masing pihak di dalam perjanjian sewa-menyewa tersebut, dan sanksi-sanksi yang harus dilakukan bila salah satu pihak melanggar atau tidak menepati perjanjian tersebut.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “Analisa Yuridis Perjanjian Sewa Menyewa Gedung Dibawah Tangan Terhadap Hal-Hal yang Tidak Diperjanjikan secara Tegas ”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka ada beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana pengaturan dan pelaksanaan perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung sekolah ?

(9)

2. Bagaimanakah kedudukan para pihak dilihat dari hak dan kewajiban yang diatur didalam perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan Pemilik Gedung Sekolah ?

3. Bagaimana penyelesaian Hukum terhadap masalah perbedaan persepsi antara pihak penyewa dengan yang menyewakan terhadap klausula perjanjian sewa menyewa ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaturan dan pelaksanaan perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung sekolah.

2. Untuk mengetahui kedudukan para pihak dilihat dari hak dan kewajiban yang diatur didalam perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung sekolah.

3. Untuk mengetahui penyelesaian hukum terhadap masalah perbedaan persepsi antara pihak penyewa dengan menyewakan terhadap klausula perjanjian sewa menyewa ?

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :

(10)

Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberi manfaat dalam bidang ilmu pengetahuan hukum khususnya bidang keperdataan terutama yang berhubungan dengan perjanjian.

2. Secara Praktis

Diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi bagi para pihak yaitu yang menyewakan dan penyewa yang melakukan perjanjian sewa menyewa dan juga bagi masyarakat yang akan melakukan perjanjian sewa menyewa.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada, maupun sedang dilakukan, khususnya pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, pembahasan mengenai analisa yuridis perjanjian sewa menyewa gedung dibawah tangan terhadap hal-hal yang tidak diperjanjikan secara tegas (Studi kasus di Yayasan Panca Mitra Karya), belum pernah dilakukan.

Pernah ada penelitian sebelumnya terkait dengan Perjanjian sewa-menyewa rumah yang dilakukan oleh :

1. Mahmud Khaiyath, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2003, dengan judul “Pembatalan Perjanjian Sewa Menyewa Rumah secara Sepihak Menurut Hukum Perjanjian (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Kelas I-A Medan), dengan beberapa permasalahan yang diteliti yaitu : Faktor- faktor apa sajakah yang menimbulkan pembatalan perjanjian sewa menyewa rumah secara pihak,

(11)

bagaimanakah pembatalan perjanjian sewa menyewa rumah secara sepihak sebelum jangka waktu sewa berakhir dan bagaimanakah akibat hukum terhadap pihak yang melakukan wanprestasi.

2. Rika Fitri, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2008, dengan judul “Analisa Yuridis Terhadap Akta Sewa Menyewa Rumah yang Dibuat Dihadapan Notaris (Studi Kantor Notaris Kota Medan)”, dengan beberapa permasalahan yang diteliti yaitu : bagaimanakah pengaturan klausul akta sewa menyewa yang dibuat di hadapan notaris, bagaimana pengaturan mengenai pengosongan dalam akta sewa menyewa rumah, dan perlindungan apakah yang diberikan dalam perjanjian sewa menyewa terhadap penyewa dan yang menyewakan.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

“Perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori”.13 Teori berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gajala spesifik atau proses tertentu terjadi dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenaran.14

13Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), hlm. 6 14J.J.J. M.Wuisman,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas,Penyunting : M. Hisyam,

(12)

Menurut Soerjono Soekanto, teori15 adalah “suatu sistim yang berisikan proposisi-proposisi yang telah diuji kebenarannya untuk menjelaskan aneka macam gejala sosial yang dihadapinya dan memberikan pengarahan pada aktifitas penelitian yang dijalankan serta memberikan taraf pemahaman tertentu”.

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan penulis dibidang hukum.16 Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian terdahulu.17 Kata lain dari kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian.18

Sehubungan dengan itu dalam meneliti tentang analisa yuridis perjanjian sewa menyewa gedung dibawah tangan terhadap hal-hal yang tidak diperjanjikan secara tegas, teori hukum yang digunakan sebagai pisau analisis adalah teori perjanjian tentang kebebasan berkontrak.

Pendekatan berdasarkan hukum terhadap asas kebebasan berkontrak sebagai suatu kebebasan manusia yang fundamental juga dikemukakan oleh Thomas Hobbes.

“Kontrak menurut Hobbes adalah metode dimana hak-hak fundamental dari manusia

15Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta : UI Press, 2008), hlm.6. 16M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hlm. 27. 17Burhan Ashshofa,Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 1998), hlm. 23. 18M. Solly Lubis,Op.Cit., hlm. 23.

(13)

dapat dialihkan, sebagaimana halnya dengan hukum alam yang menekankan tentang perlunya ada kebebasan bagi manusia, maka hal itu berlaku juga berkaitan dengan kontrak-kontrak”.19

Thomas Hobbes berpendapat bahwa alam telah membuat manusia sama, yaitu sama dalam panca indranya dan sama dalam pikirannya, sekali pun dapat dijumpai bahwa kadang-kadang ada manusia yang lebih kuat raganya dari manusia yang lain. Dari kesamaan ini timbul kesamaan harapan untuk memperoleh tujuan-tujuan akhirnya. “Apabila ada dua manusia yang menginginkan hal yang sama, yang untuk hal tersebut tidak mungkin dapat dinikmati bersama oleh mereka, maka mereka akan saling bermusuhan. Untuk mencapai apa yang diinginkan oleh mereka itu, mereka akan berusaha untuk menghancurkan atau menaklukkan yang lain”.20

Setelah memahami pemikiran Thomas Hobbes tersebut, maka apabila perkembangan dari berfungsinya asas kebebasan berkontrak dalam pembuatan-pembuatan kontrak ternyata telah menimbulkan penindasan oleh pihak yang satu terhadap pihak yang lain, sebagaimana hal yang demikian itu, menurut teori Thomas Hobbes pasti akan terjadi apabila manusia dibiarkan bebas tanpa kendali oleh suatu yang berkuasa dan berwenang, “maka seandainya Thomas Hobbes masih hidup dan sempat menyaksikan akses dari bekerjanya asas kebebasan berkontrak yang demikian

19Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi

Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993), hlm. 20.

(14)

itu, Ia akan menganjurkan agar negara campur tangan”. Ia akan mengemukakan pendapat bahwa karena manusia mempunyai ketakutan akan mati, berkeinginan untuk memperoleh sesuatu hal demi untuk dapat menikmati hidup secara leluasa dan mempunyai harapan untuk memperoleh hal-hal tersebut, maka nalar yang dipunyainya, yang cenderung mencari kedamaian, “sehingga akan berupaya untuk menemukan jalan ke arah yang dapat menghindarkan bentrokan dengan sesamanya dalam pembuatan suatu perjanjian”.21

Jadi didalam perjanjian sewa menyewa ini menganut azas kebebasan berkontrak, dimana para pihak menurut kehendak bebasnya masing-masing dapat membuat perjanjian dan setiap orang bebas mengikat diri dengan siapapun yang ia kehendaki. Pihak-pihak juga dapat bebas menentukan cakupan isi serta persyaratan dari suatu perjanjian dengan ketentuan bahwa perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa, baik ketertiban umum ataupun kesusilaan.

Istilah “kontrak” atau “perjanjian” dalam sistim hukum nasional memiliki pengertian yang sama, seperti halnya di Belanda tidak dibedakan atara pengertian “contract” dan “overeenkomst”.

Perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur dalam Buku III tentang Perikatan, Bab Kedua, Bagian Kesatu sampai dengan Bagian Keempat. Kata Perikatan mempunyai pengertian yang lebih luas daripada kata “Perjanjian”. Dimana kata Perikatan dapat diartikan sebagai “suatu hubungan hukum

(15)

antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”.22Sedangkan perjanjian dapat diartikan “sebagai suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lainnya atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.23

Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata :

“ Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih ”.

Berdasarkan pengertian diatas dapat diartikan hubungan antara perikatan dengan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan, sebab perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan selain undang-undang. Jadi Perikatan merupakan suatu pengertian yang abstrak, sedangkan Perjanjian adalah suatu peristiwa hukum yang kongkrit.24

Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat didalam ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata adalah tidak lengkap dan pula terlalu luas. Karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja, tetapi mencakup sampai kepada lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin yang merupakan perjanjian juga, namun memiliki sifat yang berbeda dengan

22Subekti,Op Cit, hlm.1. 23Ibid.

(16)

perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku Ke-III kriterianya dapat dinilai secara materiil atau uang.25

Dari pengertian perjanjian yang telah dikemukakan diatas, agar suatu perjanjian mempunyai kekuatan maka harus dipenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu :

a. Syarat Subyektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian dapat dibatalkan yang meliputi :

1). Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. 2). Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

b. Syarat Obyektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum yang meliputi :

1). Suatu hal (obyek) tertentu. 2). Sebab yang halal.

Kesepakatan diantara para pihak diatur dalam Pasal 1321-1328 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan kecakapan dalam rangka tindakan pribadi orang perorangan diatur dalam Pasal 1329-1331 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Syarat tersebut merupakan syarat subyektif yaitu syarat mengenai subyek hukum atau orangnya. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan syarat obyektif diatur dalam Pasal 1332-1334 Kitab

Undang-25Mariam Darus Badrulzaman,et al., Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung : Citra Aditya

(17)

undang Hukum Perdata mengenai keharusan adanya suatu obyek dalam perjanjian dan Pasal 1335-1337 mengatur mengenai kewajiban adanya suatu causa yang halal dalam setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak . Syarat tersebut merupakan syarat obyektif, apabila tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum.

Secara garis besar KUH Perdata mengklasifikasikan jenis‐jenis perjanjian adalah26:

a. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang membebani hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Sedangkan perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan kepada pihak lainnya, misalnya hibah.

b. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak membebani

Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan kepada satu pihak saja. Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan kedua prestasi tersebut ada hubungannya menurut hukum.

c. Perjanjian bernama dan tidak bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian‐perjanjian khusus, karena jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa. Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas, misalnya perjanjian kerjasama, perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaan.

d. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan dari perjanjian obligatoir dan perjanjian kebendaannya jatuh bersamaan.

e. Perjanjian konsensual dan perjanjian real

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada perjanjian kehendak antara pihak‐pihak. Sedangkan perjanjian real adalah perjanjian di samping ada perjanjian kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barang yang diperjanjikan.

(18)

Suatu perjanjian dalam pelaksanaannya ada kemungkinan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau mungkin tidak dapat dilaksanakan karena adanya hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan-hambatan tersebut dapat terjadi berupa wanprestasi dan keadaan memaksa (force majeur)27.

Wanprestasi menurut Abdul Kadir Muhamad mempunyai arti tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian28. Sedangkan menurut J. Satrio, wanprestasi mempunyai arti bahwa “debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepdanya, maka dikatakan bahwa debitur wanprestasi “29.

Dari dua pengertian di atas, maka secara umum wanprestasi berarti pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Misalnya seorang disebutkan dalam keadaan wanprestasi maka dia dalam melakukan pelaksanaan prestasi perjanjian telah terlambat dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut yang sepatutnya.

Seseorang dikatakan telah melakukan wanprestasi baik karena lalai maupun karena kesengajaan, apabila30:

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan.

27J. Satrio,Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya,(Bandung : Alumni, 1999), hlm.83 28Abdul Kadir Muhamad,Op Cit, hlm.20.

29J. Satrio,Op Cit, hlm.122

30Agus Yudha Hernoko,Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial,

(19)

b. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan.

c. Melakukan apa yang sudah diperjanjikan tetapi sudah terlambat. d. Melakukan suatu yang oleh perjanjian tidak boleh dilakukan.

Untuk menentukan dan menyatakan apakah seseorang melakukan wanprestasi, tidaklah mudah karena seringkali tidak diperjanjikan dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang telah diperjanjikan. Sebelum dinyatakan wanprestasi, seorang debitur harus lebih dahulu ditagih atau diberi teguran atau somasi, sebagaimana ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata yang menyebutkan : “Si berhutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berhutang akan terus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.” Apabila si berutang tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan ia “ Wanprestasi “ bila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya.

Sebagai akibat terjadinya wanprestasi maka debitur harus : a. Mengganti kerugian.

b. Benda yang dijadikan obyek dari perikatan sejak saat tidak dipenuhinya kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur.

c. Jika perikatan itu timbul dari perjanjian yang timbal balik, kreditur dapat minta pembatalan (pemutusan) perjanjian.

(20)

Pernyataan lalai ada yang diperlukan dan ada yang tidak diperlukan mengingat adanya bentuk wanprestasi.

a. Apabila debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali maka pernyataan lalai tidak diperlukan, kreditur langsung minta ganti kerugian.

b. Dalam hal debitur terlambat memenuhi prestasi maka pernyataan lalai diperlukan, karena debitur dianggap masih dapat berprestasi.

c. Kalau debitur keliru dalam memenuhi prestasi, Hoge Raad berpendapat pernyataan lalai perlu, tetapi Meijers berpendapat lain apabila karena kekeliruan debitur kemudian terjadi pemutusan perjanjian yang positif (positive contrackbreuk), pernyataan lalai tidak perlu.31

Keadaan memaksa (force majeur) adalah suatu keadaan tidak terduga, tidak disengaja dan tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh debitur, dimana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur dan dengan terpaksa peraturan hukum juga tidak diindahkan sebagaimana mestinya, hal ini disebabkan adanya kejadian yang berada diluar kekuasaan dan keberadaan ini dapat dijadikan alasan untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian.

Keadaan memaksa berdasarkan Pasal 1244 KUHPerdata adalah : a. Tidak memenuhi prestasi.

b. Ada sebab yang terletak diluar kesalahan debitur.

c. Faktor penyebab itu tidak terduga sebelumnya dan tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada debitur.

Pihak yang harus membuktikan adanya force majeur adalah pihak debitur yang tidak dapat berprestasi dan yang harus dibuktikan adalah :

a. Bahwa debitur tidak mempunyai kesalahan atas timbulnya halangan prestasi.

(21)

b. Tidak memiliki pilihan.

c. Halangan itu tidak dapat diduga sebelumnya.

d. Debitur tidak menanggung resiko baik menurut ketentuan undang-undang maupun perjanjian.

Ciri-Ciri dari Force Majeur adalah :

a. Suatu hal yang tidak terduga (Pasal 1244 KUHPerdata). b. Keadaan memaksa (Pasal 1245 KHUPerdata).

c. Diluar salahnya si berutang (Pasal 1444 KHUPerdata).

Dengan demikian debitur dibebaskan dari kewajiban untuk membayar ganti rugi akibat tidak terlaksananya kewajiban yang ditentukan dalam perjanjian karena sesuatu kejadian atau keadaan yang terjadi setelah perjanjian yang dibuat yang berada diluar daya atau menghindari atau kemampuan debitur untuk dapat menghentikan, menghindari atau mengendalikan kejadian atau keadaan yang menyebabkan tidak mungkin dilaksanakannya kewajiban tersebut.

Dengan kejadian atau keadaan itu tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada debitur ( Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata )32. Force Majeur dikenal juga dengan istilah-istilah lain yaituovermachtatau keadaan memaksa33.

32 Overmacht adalah suatu keadaan memaksa yaitu suatu keadaan diluar kekuasaan pihak debitur, yang menjadi dasar hukum untuk “memaafkan” kesalahan pihak debitur. Jadi suatuovermacht

mengandung dua unsur yaitu keadaan diluar kekuasaannya pihak debitur dan bersifat memaksa dan keadaan yang tidak dapat diketahui pada waktu perjanjian dibuat, sehingga pihak debitur akan luput dari perhukuman untuk menanggung resiko suatu perjanjian. Dengan kata lainovermachtmerintangi pihak debitur untuk memenuhi prestasi, Djohari Santoso dan Achmad Ali,Hukum Perjanjian Indonesi,

(Yogyakarta, Pustaka Fak.Hukum Universitas Islam Indonesia 1989), hal.63.

33Beberapa unsur yang harus dipenuhi, sehingga suatu keadaan digolongkan sebagai keadaan memaksa yaitu peristiwa itu terjadi diluar kehendak debitur, terjadinya peristiwa itu tidak

(22)

2. Konsepsi

Konsep berasal dari Bahasa Latin,conceptusyang memiliki arti sebagai suatu kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan pertimbangan.34 Konsepsi merupakan salah satu bagian terpenting dari teori konsepsi yang diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit yang disebut denganoperational definition35.Pentingnya definisi operasional tersebut adalah untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius), dari suatu istilah yang dipakai.36 Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, sebagai berikut :

a. Perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hukum pada satu pihak untuk memperoleh prestasi sekaligus mewajibkan para pihak lain untuk menunaikan prestasi.37

disengaja, peristiwa itu tidak dapat dikendalikan (dikuasai) oleh debitur, peristiwa itu berkaitan dengan obyek dan atau cara pemenuhan kontrak/perjanjian, peristiwa itu menyebabkan debitur tidak dapat atau terhalang memenuhi kewajiba, Janus Sidabalok, Penghantar Hukum Ekonomi, (Medan Bina Media, 2000), hal.96.

34Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin,Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah,

(Jakarta : Bumi Aksara, 2000), hlm. 122.

35Sutan Remy Sjahdeini,Op. Cit.,hlm. 10.

36Tan Kamelo, “Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan

Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara”,Disertasi, Medan, PPs-USU, 2002, hlm. 35.

37M. Yahya Harahap,Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cet. 1, (Bandung : Alumni, 1986),

(23)

b. Perjanjian sewa menyewa itu sendiri adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga oleh pihak tertentu yang disanggupi pembayarannya.

c. Wanprestasi adalah tidak dipenuhinya janji, baik karena disengaja maupun tidak disengaja atau sama sekali tidak memenuhi prestasi, prestasi yang dilakukan tidak sempurna, terlambat memenuhi prestasi dan melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.38

d. Yayasan adalah suatu badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.39

e. Perjanjian dibawah tangan adalah perjanjian yang dibuat serta ditanda tangani oleh para pihak yang bersepakat tanpa campur tangan Pejabat Umum.

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka jenis penelitian hukum dengan pendekatan deskriptif analisis, maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan

38Ahmadi Miru,Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak,(Jakarta : RajaGrafindo Persada,

2010), hlm. 74.

39Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 j. Undang-Undang Nomor 28

(24)

yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan.40

2. Spesifikasi dan Metode Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka sifat penelitian ini adalahdeskriptif yuridis, yaitu suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain.41

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau yuridis normatif, yakni penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran)42.

Penelitian hukum normatif selalu mengambil isu dari hukum sebagai sistem norma yang digunakan untuk memberikan “justifikasi” preskriptif tentang suatu peristiwa hukum, sehingga penelitian hukum normatif menjadikan sistem norma sebagai pusat kajiannya. Sistem norma dalam arti yang sederhana adalah sistem kaidah atau aturan, sehingga penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mempunyai objek kajian tentang kaidah atau aturan hukum sebagai suatu bangunan sistem yang terkait dengan suatu peristiwa hukum.

40Sunaryati Hartono,Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20,(Bandung :

Alumni, 1994), hlm.101.

41Bambang Sunggono,Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : RajaGrafindo Persada,

2001), hlm. 38.

42Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad,Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), hlm.34.

(25)

Jadi penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memberikan argumentasi hukum tentang perjanjian sewa menyewa antara yayasan selaku penyewa dengan pemilik gedung sekolah selaku yang menyewakan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.43

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, antara lain : 1). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2). Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti : hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum, yang terkait dengan masalah penelitian.

c. Bahan tertier adalah bahan pendukung diluar bidang hukum seperti kamus ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan masalah penelitian.

4. Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara :

43Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

(26)

a. Studi Dokumen yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, berupa dokumen-dokumen maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang tekait dengan perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung sekolah.

b. Wawancara (interview) adalah sekumpulan pertanyaan (tersusun dan bebas) yang diajukan dalam situasi atau keadaan tatap muka atau langsung berhadapan dan catatan lapangan diperlukan untuk menginventarisir hal-hal baru yang terdapat dilapangan yang ada kaitannya dengan daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan, antara lain dengan :

1). Pengurus Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya. 2). Pemilik Gedung Sekolah.

3). Notaris Kotamadya Binjai.

5. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, yaitu data yang diperoleh disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara kualitatif agar dapat diperoleh kejelasan masalah yang akan dibahas.

Pengertian analisis disini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan penginterpretasian secara logis dan sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara berfikir deduktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan penelitian ilmiah. Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif,

(27)

yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti.44 Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini secara deduktif.

44 H.B. Sutopo,Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif, Bagian II, (Surabaya : UNS Press,

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian Uji Independent T-test memperlihatkan bahwa Moringa Oleifera mempunyai pengaruh yang sama dengan Multiple Micro Nutrient dalam mencegah

Sedangkan penelitian yang dilakukan Chu dan McKenzie (2008) menemukan.. adanya kemampuan market timing dan stock selection perusahaan investasi reksadana saham. Beberapa

Dalam jual beli Account Clash of Clans Via Online tidak memenuhi asas dari akad karena akibat yang ditimbulkan oleh jual beli tersebut. mengandung jebakan dan jual beli

Pengelolaan lahan dengan kearifan lokal spesifik lokasi berdasarkan karakteristik dan kemampuan lahan, status hara tanah, kemasaman dan kandungan C-organik serta tanaman yang

Kegiatan ini dilakukan setelah anak bisa menyebutkan nama yang ada di dalam kartu flashcard dengan benar.Kegiatan ini digunakan untuk stimulus belajar membaca dengan teknik

“Sistem Informasi Perpustakaan adalah suatu cara yang digunakan untuk mempermudah pihak manajemen/karyawan dalam proses pengambilan keputusan untuk mencapai tujuan

Maka untuk menentukan zero crossing siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat dapat langsung menggunakan spektra derivat pertama selain itu pita serapan untuk

Pengelola hotel, pengelola Mall/Super Mall/Plaza, pengelola Toko Modern, penyelenggara pameran dan/atau pengelola Kawasan Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,