• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. 2. Kelompok bakteri asetogenik: Desulfovibrio

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. 2. Kelompok bakteri asetogenik: Desulfovibrio"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Sludge Gas Bio

Pemanfaatan limbah peternakan antara lain dengan mengolah limbah menjadi gas bio. Gas bio merupakan gas campuran metana (CH4), karbondioksida (CO2) dan gas lainnya yang didapat dari hasil penguraian bahan organik (seperti kotoran hewan, kotoran manusia, dan tumbuhan) oleh bakteri metanogenik. Untuk menghasilkan gas bio, bahan organik yang dibutuhkan ditampung dalam biodigester. Proses penguraian bahan organik terjadi secara anaerob (tanpa oksigen), gas bio terbentuk pada hari ke 4-5 sesudah biodigester terisi penuh, dan mencapai puncak pada hari ke 20-25. Gas bio yang dihasilkan sebagian besar terdiri dari 50-70% metana (CH4), 30-40% karbondioksida (CO2), dan gas lainnya dalam jumlah kecil.

Ada tiga kelompok dari bakteri dan Arkhaebakteria yang berperan dalam proses pembentukan gas bio, yaitu:

1. Kelompok bakteri fermentatif: Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa jenis Enterobactericeae

2. Kelompok bakteri asetogenik: Desulfovibrio

3.Kelompok Arkhaebakteria dan bakteri metanogen: Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcu.

Material organik yang terkumpul pada digester (reaktor) akan diuraikan dalam dua tahap dengan bantuan dua jenis bakteri. Tahap pertama material organik akan didegradasi menjadi asam-asam lemah dengan bantuan bakteri pembentuk asam. Bakteri ini akan menguraikan sampah pada tingkat hidrolisis dan asidifikasi. Hidrolisis yaitu penguraian senyawa kompleks atau senyawa rantai panjang seperti lemak, protein, karbohidrat menjadi senyawa yang sederhana.Sedangkan asidifikasi yaitu pembentukan asam dari senyawa sederhana.Setelah material organik berubah menjadi asam asam, maka tahap kedua dari proses anaerob

(2)

adalah pembentukan gas metana dengan bantuan Arkhaebakteria pembentuk metana seperti Methanococus, Methanosarcina, Methanobacterium.Proses ini memiliki kemampuan untuk mengolah sampah atau limbah organik yang keberadaanya melimpah dan tidak bermanfaat menjadi produk yang lebih bernilai. Pembuatan gas bio dilakukan pada pengolahan limbah perkebunan limbah industri, limbah pertanian, dan limbah peternakan.Gas bio dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif untuk keperluan rumah tangga, sebagai pengganti minyak tanah, kayu bakar, dan elpiji. Bahan baku pembuatan gas bio berupa senyawa-senyawa organik yang terdapat pada limbah kotoran ternak (sapi, ayam, kambing), limbah organik rumah tangga dan pasar, limbah pertanian (jerami, sekam, bonggol jagung), limbah organik industri (ampas tebu, ampas tahu), dan limbah kotoran manusia. Setiap bahan baku memiliki perbedaan karakter sehingga akan menghasilkan kuantitas dan kualitas gas bio yang berbeda.(Agung, 2008; Koes, 2007).

Dalam reaktor gas bio dihasilkan limbah cair yang mengandung nitrogen dan senyawa organik lain yang bisa dimanfaatkan sebagai pupuk yaitu1 liter limbah cair gas bio setara dengan 20 gr urea yang dilarutkan dalam 1 liter air. Kandungan utama gas bio adalah metana, karbondioksida, sebagian kecil gas lain (gas nitrogen, hidrogen, karbonmonoksida dan uap air). Gas metana dalam jumlah besar membuat gas bio mudah terbakar dan dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif.

Starter yang mengandung bakteri metana diperlukan untuk mempercepat proses fermentasi anaerob. Beberapa jenis starter antara lain:

1. Starter alami, yaitu lumpur aktif seperti lumpur kolam ikan, air comberan atau cairan septi tank, timbunan kotoran, dan timbunan sampah organik

2. Starter semi buatan, yaitu dari fasilitas biodigester dalam stadium aktif

3. Starter buatan, yaitu bakteri yang dibiakkan secara laboratorium dengan media buatan (http://iteknik.blogs.linkbucks.com/2009/10/22/digester-gas bio,2009).

(3)

Sludge dapat ditingkatkan nilai ekonomisnya dengan diolah menjadi pupuk organik cair. Menurut Oman (2003), sludge yang berasal dari gas bio (sludge) sangat baik untuk dijadikan pupuk karena mengandung berbagai macam unsur yang dibutuhkan oleh tumbuhan seperti P, Mg, Ca, K, Cu dan Zn. Kandungan unsur hara dalam limbah(sludge) hasil pembuatan gas bio terbilang lengkap tetapi jumlahnya sedikit sehingga perlu ditingkatkan kualitasnya dengan penambahan bahan lain yang mengandung unsur hara makro dan penambahan mikroorganisme yang menguntungkan seperti mikroba penambat nitrogen. Slude mengalami penurunan COD sebesar 90% dari kondisi bahan awal dan perbandingan BOD/COD sludge sebesar 0,37. Nilai ini lebih kecil dari perbandingan BOD/COD limbah cair sebesar 0,5. Sludge juga mengandung lebih sedikit bakteri pathogen sehingga aman untuk digunakan sebagai pupuk (Widodo dkk, 2007).

Selain dari kotoran ternak, gas metana juga dapat diproduksi dari campuran beberapa jenis biomassa yang ada di perkebunan coklat, sedangkan kotoran ternak merupakan bahan pencampur yang berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan mikroba. Beberapa sifat biomassa yang memiliki pengaruh nyata terhadap produksi gas bio antara lain C/N rasio, pH, kadar air, kandungan total padatan dan ukurannya. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap proses adalah, suhu, laju pengumpanan, pengadukan dan konsistensi masukan, serta waktu tinggal di dalam reaktor.

Pengaruh Kondisi Tanah Terhadap Pertumbuhan Tanaman

Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan adalah cahaya,temperatur, air, ketersediaan komponen udara dan kesuburan tanah. Sementara faktor internal yang mendukung pertumbuhan mencakup semua proses fisiologi dari jaringan, kondisi stomata, akumulasi atau ketersediaan bahan makanan seperti glukosa dan perubahan struktural dari jaringan tumbuhan sebagai respon terhadap pertumbuhan, peningkatan umur pohon, serta penyakit yang terdapat pada bagian tumbuhan (Fritts, 1976).

(4)

Bahan organik tanah merupakan komponen kecil dari tanah mineral, namun mempunyai fungsi dan peranan sangat penting di dalam menentukan kesuburan dan produktivitas tanah melalui pengaruhnya terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Stevenson, 1982). Menurut Tan (1991), tanah memiliki produktivitas yang baik apabila kadar bahan organik berkisar antara 8 sampai 16%. Oleh karena itu untuk meningkatkan jumlah bahan organik tanah secara bertahap, bahan organik harus dikembalikan ke tanah sehingga akan terjadi akumulasi bahan organik tanah. Stevenson (1982) menyatakan peranan bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah: (1) membentuk kelat dengan ion logam penting seperti Cu, Fe, Al dan Mn, sehingga menjadi bentuk yang stabil dalam tanah dan pada kondisi tanah tertentu dapat dimanfaatkan tanaman atau mikroorganisme tanah, (2) sebagai penyangga perubahan pH tanah, (3) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, dan (4) bereaksi dengan senyawa organik lain seperti senyawa dari pestisida atau herbisida yang akhirnya ada yang menyebabkan perubahan bioaktivitasnya.

Pada tanah masam, ion Al, Fe dan Mn dapat ditukar tinggi dan akan

berpengaruh buruk bagi pertumbuhan tanaman karena daerah jelajah akar menjadisempit (Soepardi, 1983). Unsur P sangatlah penting untuk tanaman karena terlibat hampir pada seluruh proses metabolisme. Unsur P merupakan penyusun yang esensial untuk semua sel hidup, dengan demikian rendahnya kandungan hara tersebut akan mempengaruhi semua aspek metabolisme dan pertumbuhan (Gunarto dkk., 1998).

Pertanaman Campuran Rumput dan Leguminosa

Penanaman campuran antara leguminosa dengan rumput memberikan produksi bahan kering dan kualitas rumput yang lebih baik dibanding penanaman rumput secara tunggal (murni) (Bahar dkk., 1992). Bila dibandingkan dengan pertanaman tunggal maka pada pertanaman campuran dapat ditingkatkan kandungan protein sebagaimana diperlihatkan pada tanaman campuran antara rumput P. Maximumdengan Neonaotonia wightiidan Macroptilium atropurpureumbegitu

(5)

juga dengan tanaman legum lainnya bila dibandingkan dengan tanaman rumput yang ditanaman Smitt (1977). Lebih lanjut Manidool (1974) menyatakan bahwa spesies rumput yang kandungan proteinnya rendah dapat diupayakan agar lebih tinggi melalui pertanaman campuran dengan legum.

Pembuatan padang rumput campuran dapat dilakukan dengan menyebar biji rumput yang dicampur dengan biji leguminosa (Mc Ilroy, 1976) atau seperti yang dinyatakan oleh Kismono (1979) dengan menyisipkan jenis leguminosa unggul yang disesuaikan dengan daerah setempat, atau dengan cara lain yaitu pertanaman campuran dengan pola lajur yang mempunyai potensi untuk memanipulasi imbangan rumput-leguminosa dalam hijauan dan memberikan cara untuk pasokan pupuk nitrogen optimal terhadap rumput, tanpa melepaskan sumbangan fiksasi nitrogen dari leguminosa. Chrowder dan Chheda (1982) juga mengatakan bahwa leguminosa akan meningkatkan penyediaan protein bagi penggembalaan dan menyediakan nitrogen untuk pertumbuhan rumput.

Pertanaman campuran merupakan sistem penanaman dua atau lebih jenis tanaman dalam sebidang lahan pada musim tanam yang sama. Dengan demikian penanaman secara campuran dimungkinkan terjadi persaingan atau saling mempengaruhi antara komponen pertanaman yang berlangsung selama periode pertumbuhan tanaman yang mampu mempengaruhi hasil kedua atau lebih tanaman tersebut Gardner dkk., 1991 menyatakan bahwa pada pertanaman campuran leguminosa memberi sumbangan N pada rumput selama pertumbuhannya. Beberapa syarat perlu diperhatikan sebagai tanaman campuran, yaitu dapat menimbun N, tanaman tahunan yang berumur pendek, spesies-spesies yang permanen, tanaman yang tumbuh rapat, rendah dan lambat berbunga.Reksohadiprodjo (1994) bahwa tanaman leguminosa memiliki fungsimenyediakan atau memberikan nilai makanan yanglebih baik terutama protein, pospor, dan kalsium.

Menurut Sanchez (1993) bahwa, peranan legum pada pertanaman campuran legum-rumput adalah untuk memberikan tambahan nitrogen kepada rumput dan memperbaiki kandungan hara secara menyeluruh pada padang pengembalaan, terutama protein, fosfor, dan kalsium.

(6)

Pemupukan

Pupuk adalah semua bahan yang mengandung unsur-unsur yang berfungsi sebagai hara tanaman serta tidak mengandung unsur-unsur toksik yang dapat memperburuk keadaan tanaman.Menurut Haga (1999) dalam Oman (2003), pupuk organik cair dapat dibuat dari bahan-bahan organik berbentuk cair (limbah organik cair) dengan cara mengomposkan dan memberi aktivator pengomposan sehingga dapat dihasilkan pupuk organik cair yang stabil dan mengandung unsur hara lengkap.

Pengaruh kesuburan tanah berkaitan erat dengan pemberian pupuk pada tanah tersebut, baik pupuk organik maupun pupuk anorganik ( Leiwekabessy dan Sutandi , 1988).

Pemberian pupuk merupakan salah satu jalan yang harus ditempuh untuk memperbaiki keadaan tanah, baik dengan pupuk buatan (anorganik), maupun dengan pupuk organik (seperti pupuk kandang dan kompos). Untuk lebih sederhana lagi, sebaiknya pupuk anorganik yang diberikan lewat akar ini dikelompokkan lagi. Ada dua kelompok pupuk berdasarkan jenis hara yang dikandungnya, yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Ke dalam kelompok pupuk tunggal ini ada tiga macam pupuk yang dikenal dan banyak beredar di pasaran, yaitu pupuk yang berisi hara utama nitrogen (N), hara utama posfor (P), dan hara utama kalium (K) (Lingga dan Marsono 2002).

Sludge sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Penelitian yang dilakukan oleh Suzuki dkk, (2001) di Vietnam serta Kongkaew dkk., (2004) di Thailand menunjukkan bahwa sludge gas bio kaya akan unsur makro yaitu N, P dan K serta unsur mikro seperti Ca, Mg, Fe, Mn, Cu dan Zn. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Novilda (2012) yang menyatakan dari 250 ml sludge ≈ 2.5 g NPK

(7)

Deskripsi Tanaman Rumput dan Legum

Brachiaria Decumbens

Rumput Signal (Brachiaria decumbens) tumbuh baik pada daerah sub

humidstropis dan dapat tumbuh pada musim kering kurang dari 6 bulan. Tumbuh baik pada jenis tanah apapun termasuk tanah berpasir atau tanah asam, seperti dilaporkan oleh Mannetje dan Jones (1992) yang melaporkan bahwa Brachiaria decumbens sangat toleran terhadap tanah-tanah yang asam dan respon terhadap pemupukan yang mengandung unsur N, P, K, walaupun tidak tahan terhadap tanah berdrainase rendah tetapi tahan terhadap injakan, dan renggutan. Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman ini sampai 3000 m dpl dengan suhu optimal untuk tumbuh adalah 30–35 0C.

Cook dkk (2005) menyatakan bahwa rumput Brachiaria decumbens mempunyai produksi bahan kering tinggi dengan pemupukan berat, dengan produksi sekitar 10 ton/ha/tahun dan sampai 30 ton/ha dibawah kondisi ideal.

Produksi Brachiaria, selain dipengaruhi oleh pemupukan, juga dipengaruhi oleh tinggi pemotongan. Semakin tinggi tingkat pemotongan produksi yang dihasilkan semakin tinggi (Siregar dan Djajanegara, 1972).

Tabel 1. Kandungan nutrisi Brachiaria decumbens

`Spesies PK% N% Ca% P% Mg% K% Na% KCB% Brachiaria Decumbens 10,6 1,69 0,30 0,15 0,19 1,35 0,02

59,8

Sumber: Ciat, (1983) Brachiaria humidicola

(8)

Rumput Brachiaria humidicolamerupakan rumput asli Afrika Selatan, kemudian menyebar ke daerah Fiji dan Papua New Guinea, terkenal dengan namaKoronivia grass. Rumput ini merupakan rumput berumur panjang yang berkembang secara vegetatif dengan stolon.Stolon tumbuh pada jarak 1-2 m dan cepat menyebar sehingga bila ditanam di lapang segera membentuk hamparan. Rumput ini memiliki tangkai daun lincolate, 3-4 raceme dengan panjang spikelet 3,5-4 mm (Skerman dan Rivers, 1990).

Tanaman rumput tahunan yang mempunyai banyak stolon dan rizoma dan membentuk lapisan penutup tanah yang padat. Ditanam untuk padang gembala permanen dan sebagai penutup tanah untuk menahan erosi dan gulma. Dapat digunakan sebagai hay dan untuk menekan nematoda pada sistem tanaman pangan. Tumbuh pada beragam janis tanah mulai dari tanah sangat asam tidak subur (pH 3,5), tanah liat berat merekah, sampai tanah pasir berbatu pH tinggi. Kebutuhan Ca rendah.Tahan terhadap.Palatabilitas sedang dan langsung dimakan ternak ketikan tanaman dipertahankan tetap rendah dan banyak daun. Palatabilitas dapat menjadi rendah ketika ditanam pada tanah asam tidak subur karena helai daun menjadi sangat berserat dan berpigmen tinggi dan susah dicerna oleh ternak sehingga tidak disukai ternak (http://www.tropicalforages.info, 2012).

Brachiaria humidicola merupakan rumput yang tahan terhadap kekeringan dan genangan namun tidak setahan Brachiaria mutica. Rumput ini juga tahan terhadap penggembalaan berat dan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadapinvasi gulma, tetapi kurang cocok bila dilakukan penanaman dengan campuran leguminosa, hal ini karena pertumbuhan Brachiaria humidicola cepat sekali menutup tanah sehingga akan menekan pertumbuhan leguminosa (Jayadi, 1991). Brachiaria humidicola dapat tumbuh dengan baik apabila di tanam di bawah pohon kelapa serta sangat efektif untuk menahan erosi. Kapasitas produksinya dapat mencapai 20 ton/ha (Jayadi, 1991).

Komposisi zat makanan rumput Brachiaria humidicolamuda berdasarkanpersentase dari bahan kering mengandung protein kasar (PK) 5,1%; serat kasar (SK)37,4%; abu 9,8% dan BETN sebesar 46,1%, sedangkan yang sudah berbunga atau dewasa mengandung protein kasar 7,6%; serat kasar 35,5%;

(9)

abu 14,7% dan BETN sebesar 39,9% (Gohl, 1975 Dalam Skerman dan Rivers, 1990).

Brachiaria Ruziziensis

Brachiaria Ruziziensis adalah tanaman berumpun, tahunan merambat dengan rizoma yang pendek.Batang berongga tumbuh dari pucuk buku-buku merambat dan rizoma pendek. Daun panjang sampai 25 cm dan lebar 15 mm. Bunga terdiri dari 3-9 tandan yang relatif panjang (4-10 cm). Berat biji 250.000 biji/kg.Padang penggembalaan permanen atau semi permanen untuk digembalai atau dipotong sebagai pakan hijauan dan konservasi.Juga ditanam sebagai padangan dibawah kebun kelapa. Rumput Ruzi memerlukan tanah ringan atau loam dengan kesuburan tinggi sedang (pH 5,0-6,8) dan tidak tahan kondisi tanah yang sangat asam. Rumput Ruzi ini adalah rumput untuk dataran rendah sampai ketinggian 2000 m pada daerah tropis yang basah, dengan rata-rata curah hujan minimum 1200 mm. Dapat bertahan musim kering selama 4 bulan tetapi akan mati pada kekeringan yang panjang. Tidak tahan terhadap genangan dan tumbuh subur pada tanah berpengairan baik.

Tabel 2.Kandungan nutrisi Brachiaria ruziziensis

`Spesies PK% N% Ca% P% Mg% K% Na% KCB% Brachiaria Ruziziensis 11,6 1,86 0,31 0,16 0,20 1,80 0,02

60,7

Sumber: Ciat (1983)

Arachis glabarata

Arachis glabarata merupakan tanaman perennial dengan rhizome yang bercabang dan tanaman ini untuk tumbuh tegak diatas tanah. Mempunyai dua pasang daun

(10)

yang berbentuk ellips, panjangnya 6–20 mm dan lebarnya 5–14 mm. Bunga berwarna kuning sampai dengan orange dan panjang kelopak bunganya 6–7 mm. Polongnya kecil dengan panjang 10 mm dan tebal 5–6 mm. Mampu meningkatkan nilai nutrisi rumput pastura dan dapat bersaing dengan semua rumput pastura meskipun pertumbuhannya agak lambat (Bogdan 1977).

Arachis glabaratamemiliki kemampuan pada naungan bervariasi tergantung ekotipe, misalnya CPI12121 dinilai sangat tahan naungan dan CPI29986 daya tahan naungan rendah.Biasanya dapat tumbuh pada naungan sedang. Arachis glabarata merupakan leguminosa yang memiliki kemampuan beradaptasi pada tanah yang berdrainase baik mulai dari tanah pasir sampai liat, lebih menyukai tanak masam namun dapat tumbuh baik pada tanah netral atau sedikit basa, selain itu beradaptasi baik pada daerah tropis maupun subtropics (Bowman dan Wilson, 1996). Arachis glabarata memiliki kualitas hijauan yang baik dan memiliki produksi bahan kering yang baik.

Arachis glabrata merupakan jenis leguminosa yang mempunyai prospek untuk dikembangkan karena menunjukkan adaptasi yang cukup baik pada berbagai tipe tanah dan tahan terhadap gangguan hama, penyakit dan kekeringan, serta produksi berat kering 13,0 ton/ha/th dengan kandungan protein rata-rata 15,9% (Yuhaeni, 1989). Arachis sangat bermanfaat untuk campuran hay atau untuk padang pengembalaan (Prine dkk., 1981). Di daerah iklim kering seperti Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Arachis termasuk tanaman yang tumbuh baik pada musim hujan maupun kemarau sehingga jenis tanaman ini diharapkan untuk peningkatan pastura alam (Nulik dkk., 1986). Valentine dkk., (1986) melaporkan bahwa penanaman campuran Arachis glabrata dengan Paspalum notatum dapat meningkatkan 100 sampai 300% produksi berat kering rumput Paspalum dibandingkan dengan penanaman rumput secara tunggal.

Chamaecrista Rotundifolia

Jenis-jenis tumbuhan penutup tanah yang banyak digunakan adalah kelompok Legume Cover Crop karean secara alami memiliki bintil-bintil pada akarnya yang

(11)

memiliki fungsi sebagai penangkap nitrogen dari udara untuk mensuplai kebutuhan nitrogen bagipertumbuhan tanaman, meliputi jenis-jenis: Bermuda (Cynodon dactilon) , WF Millet (Panicum miliaceum), Burgundy (Macroptilium bracteatum), Wynn Cassia (Chamaecrista rotundifolia), Centrosema (Centrosema SP),(Soewandita, 2010).

Chamaecrista rotundifolia merupakan tanaman tahunan berumur pendek, tanaman semusim yang beregenerasi sendiri tinggi sekitar 1 m. Helai daun setengah lingkaran sampai bulat lebar dengan panjang 12-38 mm, lebar 5-25 mm. Bunga 1-2 (-3) axillary, kecil kuning. Buah polong linear, panjang 1-20-45 mm. Biji segi empat dengan 200.000-470.000 biji/kg, spesies pasangan rumput yang cocok ditanam dengan Chamaecrista rotundifolia antara lain Bothriochloa pertusa, Chloris gayana, Digitaria eriantha, Urochloa mosambicensis dan beberapa rumput lainnya dan spesies legume antara lain Stylosanthes guianensis varitas intermedia, Lotononis bainesii, Aeschynomene falcata (Jones, 1992).

Palatabilitas ternak terhadap Chamaecrista rotundifolia biasanya kurang disukai oleh ternak pada musim tumbuh dibawah curah hujan yang lebih tinggi, tetapi menjadi lebih diterima ketika rumput yang tumbuh bersama menjadi lebih tua di akhir musim.Dapat mencapai sekitar 20% dari ransum pada akhir musim gugur. Keunggulan dari legume chamaecrista rotundifolia antara lain penanaman dan penyebaran cukup cepat, kebutuhan pupuk rendah, dapat beradaptasi pada tanah asam dan produksi biji tinggi (Tarawali, 1995).

Kombinasi dari beberapa tanaman yaitu Wynn cassia, burgundi, jenis Leguminaceae, Crotalaria sp. mulai dipergunakan sebagai tumbuhan penutup tanah. Leguminaceae dipilih karena dapat menambah N tanah, tidak berkompetisi dengan tanaman pokok, juga beberapa jenisnya sangat toleran terhadap tanah miskin (Hadjowigeno, 1987).

(12)

Stylosantes Guianensis

Stylosanthes guianensis lebih dikenal dengan nama stylo, digunakan sebagai tanaman penutup tanah, sebagai pupuk hijau, dan sebagai tanaman pengganti pada penanaman berpindah tapi Stylo lebih dikenal sebagai tanaman pastura. Konsentrasi nitrogennya 1.5–3.0%. Legum berumur panjang, membentuk rumpun, batang berbulu, tinggi mencapai 1.5 m dan bertekstur kasar. Stylo merupakan jenis legum yang memberikan harapan baik untuk sebagian besar daerah di Indonesia. Toleransinya terhadap jenis tanah sangat luas bahkan tanah-tanah yang miskin unsur hara, dapat hidup pada tanah-tanah yang tergenang, dari berpasir sampai dengan tanah liat, toleransi pada tanah yang memiliki kandungan Al dan Mn yang tinggi tetapi tidak pada salinitas tanah yang tinggi (Mannetje dan Jones 1992).

Stylosanthes guianensis merupakan tanaman legum perenial, tingginya dapat mencapai 1,2 m. Daunnya trifoliat dengan panjang 0,5-4,5 cm dan lebar 0,2-2 cm, bunganya berwarna kuning sampai orange, benihnya berwarna coklat (bervariasi dari kuning sampai agak kehitaman). Tanaman ini lebih dikenal dengan nama stylo yang digunakan untuk tanaman pakan pada lahan pastura (penggembalaan maupun potongan), sebagai penutup tanah (mencegah erosi), pupuk hijau, dan diolah menjadi hay atau pellet. Stylo dapat tumbuh pada tanah dengan drainase yang baik, dan pada tekstur tanah dari pasir sampai liat (seperti tanah tropis latosol, liat, tanah berpasir, dan podsolik asam). Stylo dapat tumbuh pada pH tanah berkisar 4,0-8,3 dan toleran terhadap kandungan Al dan Mn yang tinggi namun tidak pada salinitas yang tinggi. Stylo dapat memanfaatkan P pada tanah dengan kandungan P yang rendah, namun dapat dengan baik merespon pemberian P, K, S, Ca, dan Cu pada taraf yang rendah (FAO, 2009).

Reksohadiprodjo dkk. (1976) menyatakan Stylosanthes guianensis pertumbuhan vegetatifnya adalah lambat, dengan demikian nitrogen yang diharapkan dari tanaman styloini belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh tanaman, sehingga perbedaan dari berbagai perlakuan belum menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan kadar PK hijauan Stylosantes guianensis.

(13)

Kapasitas Tampung Ternak

Menurut Reksohadiprodjo (1985), yang disitasi oleh Kencana (2000), Kapasitas tampung (Carrying Capacity) adalah kemampuan padang penggembalaan untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang dibutuhkan oleh sejumlah ternak yang digembalakan dalam luasan satu hektar atau kemampuan padang penggembalaan untuk menampung ternak per hektar. Departemen Pertanian (2010) lebih lanjut menjelaskan bahwa, kapasitas tampung adalah jumlah hijauan makanan ternak yang dapat disediakan kebun hijauan makanan ternak untuk kebutuhan ternak selama 1 (satu) tahun yang dinyatakan dalam satuan ternak (ST) per hektar.

Kapasitas tampung adalah kemampuan padang penggembalaan untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang dibutuhkan oleh sejumlah ternak yangdigembalakan dalam luasan satu hektar atau kemampuan padang penggembalaanuntuk menampung ternak per hektar (Reksohadiprodjo, 1994). Kapasitas tampungjuga dapat diartikan sebagai kemampuan padang rumput dalam menampung ternak (Susetyo, 1980) atau jumlah ternak yang dapat dipelihara per satuan luas padang (Subagio dan Kusmartono, 1988). Dengan demikian kapasitas tampung tersebut tergantung pada berbagai faktor seperti kondisi tanah, pemupukan, faktor klimat, spesies hijauan, serta jenis ternak/satwa yang digembalakan atau terdapat di suatu padangan.Kapasitas tampung ternak bertujuan untuk mendefinisikan tekanan penggembalaan jangka panjang dalam tingkat optimum yang secara aman berkelanjutan dan dihubungkan dengan ketersediaan hijauan.

Referensi

Dokumen terkait

Projek perumahan terbengkalai adalah masalah yang melibatkan semua pihak yang seperti Kementerian Perumahan dan Kerajaan Tempatan- KPKT, REHDA, Majlis Peguam, pihak bank,

Di samping belief, waria juga melakukan ritual sebagai bentuk komunikasi religius dengan Tuhannya, berupa salat atau pun Ibadah yang lain. Selain salat yang mereka

Dari analisis penelitian yang telah dilakukan maka dapat dideskripsikan bahwa sistem rekomendasi tempat kuliner lama pada aplikasi Eattoria masih belum ada fitur

Dukungan Penyelenggaraan Hari Anak Nasional (HAN) 1 Kegiatan, 1 Dokumen Lomba Manajemen lembaga PAUD Tingkat Provinsi 1 Kegiatan, 48 Lembaga Bintek Penyelenggaraan PAUD Model

Sosialisasi prinsip-prinsip dan praktek-praktek terbaik GCG serta kebijakan terkait lainnya, seperti corporate values dan corporate behaviours

Sedangkan Sistem ducting untuk AC, atau juga popular dengan sebutan “Air Handling System”, merupakan bagian penting dalam sistem AC sebagai alat penghantar udara yang telah

Pengawasan Ketenagakerjaan Terlaksananya Monev pelaksanaan Program Perlindungan dan pengembangan Lembaga Tenaga Kerja. 1 Keg BIDANG

Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Silase dari Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) yang diberi Pupuk Organik pada Berbagai Umur Pemotongan.. Skripsi :