• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KERANGKA KELEMBAGAAN dan REGULASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI KERANGKA KELEMBAGAAN dan REGULASI"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

RPIJM VI - 1

BAB VI

KERANGKA KELEMBAGAAN dan REGULASI

Dalam pembangunan prasarana bidang Cipta Karya, untuk mencapai hasil yang optimal diperlukan kelembagaan yang dapat berfungsi sebagai motor penggerak RPIJM agar dapat dikelola dengan baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kelembagaan dibagi dalam 3 komponen utama, yaitu organisasi, tata laksana dan sumber daya manusia. Organisasi sebagai wadah untuk melakukan tugas dan fungsi yang ditetapkan kepada lembaga; tata laksana merupakan motor yang menggerakkan organisasi melalui mekanisme kerja yang diciptakan; dan sumberdaya manusia sebagai operator dari kedua komponen tersebut. Dengan demikian untuk meningkatkan kinerja suatu lembaga, penataan terhadap ketiga komponen harus dilaksanakan secara bersamaan dan sebagai satu kesatuan.

6.1. Kerangka Kelembagaan

6.1.1. Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya

Beberapa kebijakan berikut merupakan landasan hukum dalam pengembangan

dan peningkatan kapasitas kelembagaan RPI2-JM pada pemerintahan

kabupaten/kota.

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Dalam UU 32/2004 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan menjalankan otonomi seluas-luasnya, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Untuk membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan otonomi, maka dibentuklah organisasi perangkat daerah yang ditetapkan melalui Pemerintah Daerah.

2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

(2)

RPIJM VI - 2 PP tersebut mencantumkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, dan pemerintah

berkewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap pemerintah

kabupaten/kota.

3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Daerah

Berdasarkan PP 41 tahun 2007, bidang PU meliputi bidang Bina Marga, Pengairan, Cipta Karya dan Penataan Ruang. Bidang PU merupakan perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas. Dinas ditetapkan terdiri dari 1 sekretariat dan paling banyak 4 bidang, dengan sekretariat terdiri dari 3 sub-bagian dan masing-masing bidang terdiri dari paling banyak 3 seksi.

4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014

Dalam Buku II Bab VIII Perpres ini dijabarkan tentang upaya untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi diperlukan adanya upaya penataan kelembagaan dan ketalalaksanaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, penyempurnaan sistem perencanaan dan penganggaran,serta pengembangan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dan aparaturnya. Untuk mendukung penataan kelembagaan, secara

beriringan telah ditempuh upaya untuk memperkuat aspek

ketatalaksanaan di lingkungan instansi pemerintah, seperti perbaikan standar operasi dan prosedur (SOP) dan penerapan e-government di berbagai instansi. Sejalan dengan pengembangan manajemen kinerja di lingkungan instansi pemerintah, seluruh instansi pusat dan daerah diharapkan secara bertahap dalam memperbaiki sistem ketatalaksanaan dengan menyiapkan perangkat SOP, mekanisme kerja yang lebih efisien dan efektif, dan mendukung upaya peningkatan akuntabilitas kinerja.

5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand

Design Reformasi Birokrasi 2010-2025

Tindak lanjut dari Peraturan Presiden ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Reformasi Birokrasi pada Pemerintah Daerah.

(3)

RPIJM VI - 3 Berdasarkan peraturan menteri ini, reformasi birokrasi pada pemerintah daerah dilaksanakan mulai tahun 2012, dengan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan kemampuan pemerintah daerah. Permen ini memberikan panduan dan kejelasan mengenai mekanisme serta prosedur dalam rangka pengusulan, penetapan, dan pembinaan pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah daerah. Upaya pembenahan birokrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya telah dimulai sejak tahun 2005. Pembenahan yang dilakukan adalah menyangkut 3 (tiga) pilar birokrasi, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan Sumber Daya Manusia (SDM). Untuk mendukung tercapainya good governance, maka perlu dilanjutkan dan disesuaikan dengan program reformasi birokrasi pemerintah, yang terdiri dari sembilan program, yaitu :

1. Program Manajemen Perubahan, meliputi: penyusunan strategi

manajemen perubahan dan strategi komunikasi K/L dan Pemda, sosialisasi dan internalisasi manajemen perubahan dalam rangka reformasi birokrasi;

2. Program Penataan Peraturan Perundang-undangan, meliputi:

penataan berbagai peraturan perundang-undangan yang

dikeluarkan/diterbitkan oleh K/L dan Pemda;

3. Program Penguatan dan Penataan Organisasi, meliputi: restrukturisasi

tugas dan fungsi unit kerja, serta penguatan unit kerja yang menangani organisasi, tata laksana, pelayanan publik, kepagawaian dan diklat;

4. Penataan Tatalaksana, meliputi: penyusunan SOP penyelenggaraan tugas

dan fungsi, serta pembangunan dan pengembangan e-government;

5. Penataan sistim manajemen SDN Aparatur meliputi penataan sistem

rekrutmen pegawai, analisis dan evaluasi jabatan, penyusunan standar kompetensi jabatan, asesmen individiu berdasarkan kompetensi

6. Penguatan Pengawasan, meliputi: penerapan Sistem Pengendalian Intern

Pemerintah (SPIP) dan Peningkatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP);

7. Penguatan Akuntabilitas, meliputi: penguatan akuntabilitas kinerja instansi

pemerintah, pengembangan sistem manajemen kinerja organisasi dan penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU);

(4)

RPIJM VI - 4 pada unit kerja masing-masing, penerapan SPM pada Kab/Kota.

9. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan.

6. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender

dalam Pembangunan Nasional

Di dalam Inpres ini dinyatakan bahwa pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan fungsional semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat

Pusat dan Daerah. Presiden menginstruksikan untuk melaksanakan

pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,

penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan

dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta Kewenangan masing-masing.

7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar

Pelayanan Minimum.

Peraturan Menteri PU ini menekankan tentang target pelayanan dasar bidang PU yang menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Target pelayanan dasar yang ditetapkan dalam Permen ini yaitu pada Pasal 5 ayat 2, dapat dilihat sebagai bagian dari beban dan tanggungjawab kelembagaan yang menangani bidang ke- PU-an, khususnya untuk sub bidang Cipta Karya yang dituangkan di dalam dokumen RPIJM.

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk

Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah

Peraturan menteri ini menjadi landasan petunjuk teknis dalam penataan perangkat daerah. Berdasarkan Permen ini dasar hukum penetapan perangkat daerah adalah Peraturan Daerah (Perda). Penjabaran tupoksi masing-masing SKPD Provinsi ditetapkan dengan Pergub, dan SKPD Kab/Kota dengan Perbup/Perwali.

9. Permendagri Nomor 57 tahun 2010 tentang Pedoman Standar

Pelayanan Perkotaan :

Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pemerintah daerah sebagai dasar untuk memberikan pelayanan perkotaan bagi masyarakat. SPP adalah standar pelayanan minimal kawasan perkotaan, yang sesuai dengan fungsi kawasan perkotaan merupakan tempat permukiman perkotaan,

(5)

RPIJM VI - 5 termasuk di dalamnya jenis pelayanan bidang keciptakaryaan, seperti perumahan, air minum, drainase, prasarana jalan lingkungan, persampahan, dan air limbah.

10. Kepmen PAN Nomor 75 tahun 2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan

Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil

Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi setiap instansi pemerintah dalam menghitung kebutuhan pegawai berdasarkan beban kerja dalam rangka penyusunan formasi PNS. Dalam perhitungan kebutuhan pegawai, aspek pokok yang harus diperhatikan adalah: beban kerja, standar kemampuan rata-rata, dan waktu kerja. Dalam keputusan ini, Gubernur

melakukan pembinaan dan pengendalian pelayanan perkotaan,

sedangkan Bupati melaksanakan dan memfasilitasi penyediaan pelayanan perkotaan.

Berdasarkan peraturan-peraturan di atas, maka dimungkinkan untuk mengeluarkan peraturan daerah untuk pemantapan dan pengembangan perangkat daerah, khususnya untuk urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum dan lebih khusus lagi tentang urusan pemerintahan pada sub bidang Cipta Karya. Dengan adanya suatu kelembagaan yang definitif untuk menangani urusan pemerintah pada bidang/sub bidang Cipta Karya maka diharapkan dapat meningkatkan kinerja pelayanan kelembagaan.

6.1.2. Struktur Organisasi, Tugas dan Fungsi Unit Pembangunan Infrastruktur Bidang

Cipta Karya

Penataan dan penguatan organisasi merupakan Program ke-3 dari Sembilan Program Reformasi Birokrasi. Keorganisasian yang dimaksud dalam pedoman ini adalah struktur, tugas, dan fungsi pemerintah daerah yang menangani bidang Cipta Karya.

1. Struktur organisasi instansi yang menangani urusan bidang Cipta Karya di

Kabupaten Malaka saat ini melalui Dinas PU dan Perumahan Rakyat Susunan organisasi Dinas PU dan Perumahan Rakyat terdiri dari :

a. Kepala Dinas

(6)

RPIJM VI - 6

 Sub Bagian Umum dan Keuangan

 Sub Bagian Kepegawaian

 Sub Bagian Program, Data dan Evaluasi

c. Bidang Cipta Karya dan Perumahan, membawahi :

 Seksi Perencanaan Teknis dan Pengembangan

 Seksi Pengawasan dan Pengendalian

 Seksi Perijinan dan Bina Jasa Konstruksi

d. Bidang Tata Ruang, membawahi :

 Seksi Perencanaan Ruang

 Seksi Pemanfaatan Ruang

 Seksi Pengendalian Ruang

e. Bidang Kebersihan, membawahi :

 Seksi Kebersihan

 Seksi Penyehatan Lingkungan dan Air Limbah

 Seksi Pemeliharaan Peralatan dan Perlengkapan

f. Kelompok Jabatan Fungsional

g. UPTD

2. Ringkasan tugas jabatan dan fungsi organisasi bidang Cipta Karya dan

Tata Ruang dalam Struktur Organisasi Pemerintah Kabupaten/Kota.

a. Kepala Dinas

Membantu Bupati melaksanakan sebagian tugas di sektor cipta karya dan perumahan dengan memimpin, mengorganisasikan dan mengendalikan bawahannya, serta merumuskan kebijakan teknis guna terlaksananya program dan kegiatan teknis pada bidang cipta karya, perumahan, penataan ruang dan pengembangan kawasan, jasa konstruksi serta bidang kebersihan dan pertamanan.

b. Sekretaris

Menjalankan sebagian tugas Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang di bidang kesekretariatan yang meliputi penanganan urusan-urusan umum, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, perencanaan dan pelaporan dengan menjabarkan kebijakan atasan untuk dijalankan oleh para kepala sub bagian dan staf di bawahnya.

(7)

RPIJM VI - 7 Menjalankan sebagian tugas Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang di bidang kecipta-karyaan yang meliputi pengembangan permukiman, air minum dan penyehatan lingkungan, serta di bidang perumahan yang meliputi penanganan perumahan formal, perumahan swadaya serta prasarana dan sarana perumahan, dengan menjabarkan kebijakan-kebijakan atasan dan menyusun program/kegiatan di bidang tersebut untuk dijalankan oleh para kepala seksi dan staf di bawahnya.

d. Bidang Tata Ruang

Menjalankan sebagian tugas Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang di bidang penataan ruang dan pengembangan kawasaan dengan menjabarkan kebijakan-kebijakan atasan serta menyusun program/ kegiatan di bidang tersebut untuk dijalankan oleh para kepala seksi dan staf di bawahnya.

e. Bidang Kebersihan

Menjalankan sebagian tugas Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang di bidang kebersihan dan pertamanan yang meliputi penanganan kebersihan, pengangkutan sampah, tempat pembuangan sampah serta penataan taman dan jalur hijau, dengan menjabarkan kebijakan-kebijakan atasan dan menyusun program/kegiatan di bidang tersebut untuk dijalankan oleh para kepala seksi dan staf di bawahnya.

(8)

RPIJM VI - 8

6.1.3. Kondisi Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya

Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan upaya perbaikan/

peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah (otonomi daerah), pasca desentralisasi pemerintahan, terindikasi dari penyempurnaan secara bertahap penataan kelembagaan Satuan Kerja Perangkat Daerah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 84 tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan dan Perumusan Organisasi Perangkat Daerah, PPRI Nomor 8 tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, selanjutnya direvisi dengan PPRI Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, membuktikan adanya upaya terus menerus untuk menyempurnakan aspek kelembagaan birokrasi daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah.

Terlaksananya pembangunan dan pengelolaan kabupaten/kota secara baik, yaitu melalui pelaksanaan program-program pembangunan yang telah direncanakan, perlu ditunjang oleh kemampuan administrasi yang baik dan teratur, disamping kemampuan pengetahuan serta keahlian yang memadai. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu diupayakan peningkatan fungsi administrasi pembangunan Kabupaten/Kota yang dapat menjawab berbagai permasalahan yang timbul, dalam hal ini menyangkut keikutsertaan berbagai instansi atau badan pemerintah ataupun pihak swasta dan masyarakat yang menjamin kelancaran proses pelaksanaan pembangunan. Untuk itu perlu diperhatikan prosedur administrasi pelaksanaan untuk mewujudkan setiap program perencanaan yaitu penetapan garis kerja dan koordinasi antara Dinas-Dinas yang terlibat, badan pelaksana, dan perencana atau dengan kata lain yaitu pemberian penegasan kewenangan dan tugas pada aparat-aparat yang terlibat dalam pembangunan kota sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Dalam pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan kabupaten Sabu Raijua aparat pelaksana yang berwenang adalah:

a.Bappeda Kabupaten Sabu Raijua

b.Bagian Pembangunan pada Sekretariat Daerah Kabupaten Sabu Raijua

(9)

RPIJM VI - 9

Adapun tugas dan fungsi dari masing-masing lembaga pemerintah pelaksana

pembangunan kota di Kabupaten Sabu Raijua adalah sebagai berikut:

1. Bappeda Kabupaten Sabu Raijua mempunyai tugas untuk

menyelenggarakan:

a. Penyiapan RPJP Daerah, RPJM Daerah, dan RKPD

b. Melaksanakan koordinasi perencanaan diantara dinas-dinas serta

organisasi lain dalam lingkup Kabupaten Sabu Raijua, instansi-instansi vertikal, Kecamatan-Kecamatan, Badan-badan lain yang berada dalam wilayah Kabupaten Sabu Raijua

c. Menyusun RKA Kabupaten Sabu Raijua bersama-sama dengan Bagian

Keuangan dengan koordinasi Sekretaris Daerah Kabupaten Sabu Raijua

d. Mengadakan koordinasi dan penelitian untuk kepentingan perencanaan

pembangunan.

e. Mengikuti persiapan dan perkembangan pelaksanaan rencana

pembangunan untuk penyempurnaan perencanaan lebih lanjut.

f. Memantau pelaksanaan pembangunan.

g. Bagian Pembangunan mempunyai tugas di bidang pembangunan yang

dibiayai

2. Bagian Pembangunan mempunyai tugas di bidang pembangunan yang

dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Sabu Raijua,bantuan pembangunan lain dari Propinsi Nusa Tenggara Timur dan Pemerintah Pusat. Bagian pembangunan terdiri dari:

a. Bagian penyusunan pelaksanaan program

b. Bagian pengendalian pelaksanaan program

c. Bagian evaluasi dan pelaporan

Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, bagian pembangunan mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Mengumpulkan, memelihara dan mengolah data, serta menyajikan

dokumen informasi.

b. Melakukan koordinasi penyusunan Program Tahunan Pembangunan

Kawasan perkotaan dalam lingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten Sabu Raijua dan seluruh organisasi lain.

(10)

RPIJM VI - 10

c. Mengadakan pengendalian administratif pelaksanaan pembangunan

daerah yang dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Sabu Raijua, bantuan pembangunan dan dana-dana pembangunan lain dari Propinsi Nusa Tenggara Timur dan Pemerintah Pusat

d. Melaksanakan evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan

pembangunan.

3. Aparat Teknis, yaitu Dinas Pekerjaan Umum yang merupakan unsur

pelaksanaan Pemerintah Daerah yang bertugas melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dan tugas pembantuan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, aparat teknis mempunyai fungsi sebagai berikut:

a.Perumusan kebijaksanaan teknis, pemberian bimbingan, pemberian

perijinan sesuai dengan kebijaksanaan yang telah digariskan oleh Bupati.

b. Pelaksanaan pembangunan fisik sesuai dengan tugas pokoknya dan

sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

c. Pengamanan dan pengendalian teknis atas pelaksanaan tugas pokoknya

dan sesuai dengan kebijaksanaan yang digariskan oleh Bupati.

Dalam rangka usaha menuju suatu pengembangan kota yang baik, diperlukan suatu pengelolaan yang baik dari aparat pemerintah kota tersebut atau unit-unit organisasi yang terdapat disuatu kota. Penanganan kegiatan pelayanan pada kawasan perkotaan biasanya dijalankan oleh kantor beserta dinas-dinas yang ada. Penanganan kegiatan-kegiatan pelayanaan perkotaan serta unit-unit organisasinya adalah sebagai berikut :

1. Fasilitas olahraga wewenang oleh Pemerintah kabupaten Sabu Raijua

2. Sarana kesehatan wewenang oleh Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua

dalam hal ini Dinas Kesehatan kabupaten Sabu Raijua

3. Jalan dan jembatan, wewenang Pemerintah Daerah, dalam hal ini PU Bina

Marga kabupaten Sabu Raijua

4. Drainase, wewenang Dinas Pekerjan Umum kabupaten Sabu Raijua

5. Sanitasi, wewenang Dinas Kesehatan kabupaten Sabu Raijua

(11)

RPIJM VI - 11

7. Pemadam kebakaran, wewenang Pemerintah Kabupaten, dalam hal ini

Unit/Satuan Pemadam Kebakaran kabupaten Sabu Raijua

Selain melaksanakan kegiatan rutin dan pembangunan salah satu fungsi Pemerintahan Kota adalah mengatur kegiatan-kegiatan rutin, pembangunan dan kegiatan masyarakat. Peraturan-peraturan tersebut harus mempunyai landasan hukum agar mempunyai kekuatan hukum yang jelas. Landasan hukum tersebut berupa Perda dan Keputusan Bupati berdasarkan peraturan perundangan yang lebih tinggi hirarkinya, seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri (Dalam Negeri), Keputusan Menteri (Dalam Negeri), dan Peraturan Daerah. Penilaian efektivitas peraturan perundangan dilakukan dengan membandingkan secara umum antara materi dengan pelaksanaannya. Umumnya peraturan perundangan cukup efektif walaupun masih banyak kekurangan.Hambatan atau kelemahan dapat terjadi pada penyusunan peraturan perundangan, maupun pada pelaksanaannya.

Beberapa kelemahan dalam penyusunan peraturan perundangan, antara lain :

a.Kurang matangnya perumusan materi peraturan perundangan sehingga

materinya kurang lengkap. Hal ini menyebabkan kelemahan atau peluang yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga pelaksanaanya menjadi kurang efektif

b.Kurang lengkapnya data yang menyulitkan perumusan materi maupun

penentuan objek dan subjek yang dikenakan peraturan perundangan

c.Dalam penyusunan materi peraturan perundangan kurang

mempertimbangkan aspirasi, tingkat perkembangan, kesadaran hukum dan keadilan hukum masyarakat sehingga menimbulkan pertentangan dalam masyarakat ataupun kepatuhan tanpa pengertian

d.Tidak memuat pedoman-pedoman pelaksanaan tugas bagi aparatur

pelaksana sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.

Kelemahan-kelemahan yang menyebabkan tidak efektifnya pelaksanaan

peraturan perundangan, antara lain:

a.Peraturan perundangan kurang dipublikasikan, atau bahkan tidak

dipublikasikan sama sekali, sehingga masyarakat umum tidak

(12)

RPIJM VI - 12

b.Aparatur pelaksana belum siap atau belum mampu melaksanakan

peraturan perundangan tersebut

c. Masyarakat belum siap atau belum mampu melaksanakan peraturan

perundangan tersebut, baik secara mental maupun ekonomi, ketidaksiapan mental dapat disebabkan ketidaktahuan masyarakat, kurangnya kesadaran

hukum, kepatuhan tanpa pengertian, atau kurangnya

penyuluhan/penerangan. Ketidaksiapan ekonomi terutama disebabkan oleh rendahnya penghasilan masyarakat.

Peran Serta Masyarakat

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 menyebutkan bahwa setiap orang, kelompok dan badan hukum berhak (dan wajib) berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam PP Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang, peran serta masyarakat diatur secara lebih detail.

Peran serta yang dimaksud adalah ‘berbagai kegiatan masyarakat yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang’. Pada tahap perencanaan, masyarakat berhak ikut serta di dalam proses penyusunan rencana, sehingga materi rencana tata ruang yang disusun tidak hanya berdasarkan aspirasi dari Pemerintah (top down), tetapi juga menggali potensi wilayah perencanaan dan aspirasi yang ada dalam masyarakat (bottom up).

Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilaksanakan kegiatan sosialisasi Rencana Tata Ruang dalam rangka menjaring segala informasi, aspirasi serta tanggapan dari masyarakat, perihal berbagai permasalahan yang berkaitan dengan Kegiatan Penyusunan Rencana Tata Ruang. Hasil masukan saran dan tanggapan masyarakat dari kegiatan sosialisasi akan diklarifikasi oleh aparat Pemerintah Daerah. Pihak konsultan/nara sumber, serta pihak masyarakat. Keseluruhan hasil kegiatan publikasi dan peran serta masyarakat dalam kegiatan perencanaan disajikan dalam Berita Acara yang ditanda tangani oleh TKPRD Kabupaten, Pejabat Kecamatan, serta pihak masyarakat (Wakil anggota masyarakat/tokoh masyarakat,

(13)

RPIJM VI - 13

LSM, Badan Usaha) dan dilengkapi bahan masukan peran serta masyarakat, untuk

kemudian rnenjadi bagian kelengkapan pengajuan proses legalitas rencana (Perda atau SK Bupati).

Pada tahap pemanfaatan ruang, peran serta masyarakat diwujudkan dalam mengisi pola pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan. Dalam hal ini sosialisasi, penyebaran informasi, maupun meningkatan kesadaran terhadap tata ruang perlu dilakukan agar kegiatan pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh masyarakat dapat sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku.

Keterlibatan masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang diharapkan dapat berfungsi sebagai pengontrol dan penyeimbang untuk menjaga konsistensi tujuan yang telah ditetapkan pada rencana tata ruang. Peran serta aktif masyarakat dalam kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang akan memberikan pengaruh positif terhadap kinerja pengendalian pemanfaatan ruang, karena masyarakat adalah pihak yang memiliki akses paling tinggi dalam kegiatan pemanfaatan ruang di sekitar wilayahnya masing-masing. Oleh karenanya, informasi mengenai pemanfaatan ruang oleh masyarakat menjadi informasi yang penting bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk menindaklanjuti pelanggaran pemanfaatan ruang.

Salah satu bentuk peran serta masyarakat yang paling sederhana dalam kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang adalah pemberian informasi mengenai kegiatan pemanfaatan ruang, baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota.

Dalam PP Nomor 69 Tahun 1996 dan Permendagri Nomor 9 Tahun 1998 disebutkan bahwa salah satu cara pertukaran informasi antara pemerintah dan masyarakat adalah melalui forum pertemuan. Forum pertemuan, yang sekarang sering pula disebut Mekanisme Konsultasi Publik merupakan cara peran serta masyarakat yang cukup berdampak bila diselenggarakan dengan baik. Penyelenggaraan konsultasi publik ini adalah tanggung jawab pemerintah dan dapat berupa diskusi, lokakarya, atau seminar. Dalam forum pertemuan atau konsultasi publik, pemerintah dapat menyampaikan rencana kerjanya dan masyarakat dapat pertimbangan ataupun

(14)

RPIJM VI - 14

keberatan mereka. Proses pelibatan masyarakat dapat dijalankan dalam bentuk

yang beragam seperti mengadakan diskusi, seminar, lokakarya. Peran Serta Pihak Swasta

Pihak swasta merupakan bagian dari masyarakat oleh karena itu pihak swasta juga mempunyai hak dan kewajiban dalam kegiatan penataan ruang mulai dari proses perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pihak swasta khususnya disini adalah para pengusaha (pengembang). Berkaitan dengan hal penataan ruang, selama ini pada umumnya para pengembang masih terbatas pada mengisi atau mengimplementasikan tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Pihak swasta dalam proses usaha pengembang akan selalu berkaitan dengan rencana tata ruang kota/wilayah, oleh karena itu pihak swasta juga diberi peran yang besar dalam penetapan tata ruang dimana peran dan keterlibatan dalam pembangunan kota/wilayah akan saling menguntungkan (mutual benefit). Mengingat peran pihak swasta (pengembang) sesungguhnya adalah pelaksana masterplan kota atau rencana tata ruang kota/wilayah yang telah ditetapkan, maka kepastian rencana tata ruang kota sangat penting bagi pengembang dalam mengisi tata ruang tersebut. Peran serta baik masyarakat, maupun swasta dalam penataan ruang perlu ditingkatkan, karena sampai saat ini masih sedikitnya masyarakat dan swasta yang mengetahui tata ruang. Miskinnya informasi dan kesadaran akan tata ruang diakibatkan minimnya informasi tata ruang yang disampaikan kepada pihak swasta maupun masyarakat

Pembiayaan Pembangunan

Dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran rencana pengembangan kabupaten Sabu Raijua. indikasi program pembiayaan pembangunan disusun berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:

a.Mengintegrasikan usaha-usaha pengembangan dan pembangunan kota

baik secara sektoral maupun spatial.

b.Mempertimbangkan Potensi dan kendala yang ada di Kota Seba agar

tercapai efisiensi dan efektifitas dari adanya usaha-usaha pembangunan kota.

(15)

RPIJM VI - 15

c.Mempertimbangkan penangangan masalah yang mendesak dengan

merumuskan skala prioritas pengembangan sektoral.

d.Memadukan upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana kota di

masa mendatang dengan kondisi fisik sarana dan prasarana yang telah ada dalam rangka meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat.

e.Optimalisasi kelembagaan pengelolaan kota dengan memperhitungkan

intensitas dan extensitas pelayanan oleh pemerintah kota kepada masyarakat di masa sekarang dan di masa depan.

f. Upaya peningkatan Sumber-sumber pembiayaan daerah dalam era

otonomi daerah di masa depan.

g.Kebutuhan dana pembangunan pada dasarnya akan ditentukan oleh

faktor-faktor sebagai berikut :

1. Keterampilan aparat

2. Pengendalian dan pengawasan operasional

3. Pertanggungjawaban

4. Perencanaan koordinasi

Untuk merealisasikan kegiatan pembangunan di Kawasan Perkotaan Seba tentunya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Biaya tersebut tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang pada umumnya didasarkan atas:

1. Pemenuhan kebutuhan rutin pemerintah

2. Usaha-usaha pertumbuhan ekonomi dan pembangunan pada umumnnya

3. Pemenuhan kebutuhan jangka pendek

Selain pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten, beberapa pembangunan fisik dilaksanakan dan dibiayai pula oleh masyarakat (swadaya murni). Pembangunan dengan sistem swadaya murni akan sangat membantu kegitan-kegiatan pembanguan kota disamping yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten. Sektor swasta dapat pula turut melaksanakan pembangunan melalui investasi pembangunan fisik prasarana atau perumahan. Hal ini akan membantu Pemerintah Kabupaten dalam melaksanakan kegiatan pembangunan tanpa memberatkan/menambah anggaran belanja Pemerintah Kabupaten.

Kebutuhan pembiayaan pembangunan yang akan diperkirakan adalah pembiayaan baik yang ditangani Pemerintah Kabupaten, maupun oleh swasta

(16)

RPIJM VI - 16

atau, masyarakat. Pembiayaan pembangunan besarnya sangat tergantung pada

ketersediaan dan jumlah proyek yang direncanakan. Jika dana pembangunan terbatas, maka prioritas utama adalah pembangunan sarana dan prasarana yang sifatnya mendesak.

Anggaran belanja sangat ditentukan oleh tersedianya anggaran pendapatan dan faktor-faktor eksternal. Beberapa faktor eksternal adalah fluktuasi ekonomi dalam

dan luar negeri, perubahan kebijaksanaan pemerintah selama proses

pembangunan dalam rangka penyesuaian dengan perubahan keadaan dan sebagainya.

Sumber dana pembanguan di Kawasan Perkotaan Seba dapat berasal baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dari luar negeri dapat berupa bantuan atau penanaman modal asing (PMA), Sumber keuangan dari pemerintah berasal dari pemerintah atas (Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi) dan Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua. Dana pernbangunan dari masyarakat berupa tabungan maupun swadaya murni masyarakat, sedangkan dari swasta dapat berupa. penanaman modal dalam negeri (PMDN) atau tabungan perusahaan. Selain bantuan luar negeri, sumber-sumber lainnya dan mempunyai peranan dalam pembiayaan pembangunan di Kawasan Perkotaan Seba adalah sumber-sumber dana yang berasal dari sektor pajak, restribusi daerah dan penerimaan dari sumber dana lain dan menurut undang-undang menjadi hak pemerintah daerah untuk memungutnya. Dengan demikian maka pembiayaan bagi penyelenggaraan pemerintah ini diupayakan dari sumber-sumber di daerah itu sendiri melalui pembayaran kewajiban masyarakat dalam bentuk pajak daerah dan restribusi daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah.

Berdasarkan Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, disebutkan bahwa sumber-sumber/pendapatan daerah meliputi

1. Pendapatan Asli Daerah Sendiri, yang terdiri dari :

a. Hasil pajak daerah

b. Hasil retribusi daerah

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah (Laba, deviden, penjualan saham

(17)

RPIJM VI - 17

2. Lain-lain pendapatan yang sah (Penjualan aset tetap daerah, jasa giro)

Pendapatan Asli Daerah Sendiri, yang terdiri dari:

a. Hasil pajak daerah

b. Hasil retribusi daerah

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah (Laba, deviden, penjualan saham

perusahaan daerah)

d. Lain-lain pendapatan yang sah (Penjualan aset tetap daerah, jasa giro)

3. Dana Perimbangan, meliputi:

a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

b. BPHTB

c. Sumberdaya Alam daerah

d. Dana Alokasi Umum

e. Dana Alokasi Khusus

4. Pinjaman Daerah, terdiri dari:

a. Pinjaman Dalam Negeri

b. Pinjaman Luar Negeri

5. Lain-lain Penerimaan yang Sah, terdiri dari:

a. Dana Hibah

b. Dana Darurat

c. Kerjasama Pemerintah dan Swasta

6.1.4. Kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Cipta Karya

Penyelenggaraan Urusan wajib Pekerjaan Umum dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sabu Raijua yang eksistensi kelembagaannya dibentuk dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sabu Raijua Nomor 7 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Sabu Raijua Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah. Sesuai peraturan daerah di atas maka tugas pokok dan fungsi dari Dinas Pekerjaan Umum yakni melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah bidang pekerjaan umum. Dalam rangka mewujudkan visi dan misi serta menjalankan tugas pokok dan fungsinya, komponen pendukung (Inputs) pada Dinas Pekerjaan Umum sebagai berikut :

(18)

RPIJM VI - 18

Sumber Daya Manusia

Jumlah pegawai sebanyak 76 orang yang terdiri dari :

- Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 51 orang dengan latar belakang

pendidikan Magister 2 orang, Strata I Teknik 14 orang (S1 Teknik Sipil 9 orang, S1 Teknik Arsitektur 2 orang, S1 Teknik Pengairan 1 orang, S1 Teknik Mesin 2 orang), Strata I Akuntansi 1 orang, Diploma III Teknik 3 orang, Diploma III Teknik Sipil 1 orang, Diploma III Teknik Mesin 1 orang, Diploma III Teknik Arsitektur 1 orang), Diploma III Akuntasi 1 orang, SLTA (STM,SMA/SMU, SMEA) 24 orang, SLTP 5 orang, SD 2 orang.

- Tenaga Harian Lepas sebanyak 25 orang dengan latar belakang

pendidikan dari 10 orang sarjana teknik, 2 orang Diploma III teknik, 3 orang STM, 7 orang SLTA, 3 orang SD.

(19)

RPIJM VI - 19

Tabel 6.1.

Hubungan Kerja Instansi Cipta Karya Di Kabupaten Sabu Raijua

No. Instansi Peran Instansi dalam

Pembangunan Bidang CK

Unit/Bagian yang Menangani Pembangunan Bidang CK

1. Bappeda Melakukan pengkoordinasian penyusunan program dan kegiatan, sasaran, pembinaan, pengarahan teknis,

pengawasan dan

pengendalian, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan program dan kegiatan bidang perencanaan dan

pengendalian pembangunan sumberdaya alam, infrastruktur dan lingkungan hidup serta tugas-tugas pembantuan agar mencapai hasil yang efektif, efisien dan akuntabel secara berkelanjutan

Bidang Koordinasi Perencanaan,

Pengendalian Sumber Daya Alam, Infrastruktur dan Lingkungan Hidup

2. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang

1)Menyusun program atau rencana guna melakukan pengembangan perumahan dan permukiman

2)Menyusun konsep kebijakan pembinaan teknis dibidang penataan bangunan kota dan kawasan khusus, pembangunan perumahan, prasarana lingkungan permukiman, air bersih, drainase, sanitasi,

persampahan dan prasarana lingkungan

3)Melaksanakan

pembangunan perumahan, prasarana lingkungan permukiman, air bersih, drainase, sanitasi,

persampahan dan prasarana lingkungan

Bidang Cipta Karya dan Perumahana, Bidang Tata Ruang, Bidang Kebersihan 3. Badan Lingkungan Hidup Merumuskan kebijakan operasional, melaksanakan pembinaan, evaluasi implementasi program pencegahan dan

pengendalian serta pemulihan kualitas lingkungan

Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan dan Pengelolaan Kualitas

(20)

RPIJM VI - 20

4. Dinas Kesehatan Melakukan perencanaan operasional, koordinasi, pembinaan, membagi tugas, member petunjuk, mengatur dan mengevaluasi dan

melaporkan penyelenggaraan program dan kegiatan urusan PSM dan JPKM serta

Penyehatan Lingkungan

Bidang Peningkatan Peran Serta Masyarakat dan Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat dan

Penyehatan Lingkungan

6.1.5. Analisa Kelembagaan

Dengan mengacu pada kondisi eksisting kelembagaan perangkat daerah, bagian ini menguraikan analisis permasalahan kelembagaan Pemerintah kabupaten/kota yang menangani bidang Cipta Karya.

A. Analisis Keorganisasian Bidang Cipta Karya

Tujuan analisis keorganisasian adalah untuk mengetahui permasalahan keorganisasian bidang cipta karya yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran produk RPIJM Bidang Cipta Karya. Analisis deskriptif dapat mengacu pada pertanyaan di bawah ini:

1. Apakah struktur organisasi perangkat kerja daerah sudah sesuai dengan

peraturan perundangan yang berlaku?

Struktur organisasi perangkat kerja daerah K a b u p a t e n S a b u R a i j u a sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741).

Peraturan Daerah yang menjadi dasar penetapan Struktur Organisasi Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua adalah : Peraturan Bupati No. 1 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Sabu Raijua serta Keputusan Bupati Sabu Raijua No. 1A Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Peraturan Bupati No. 1 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Sabu Raijua dan untuk tahun 2011 telah mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sabu

(21)

RPIJM VI - 21

Raijua Nomor 16 Tahun 2011 Tanggal 25 Agustus 2011 tentang Organisasi

dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Sabu Raijua

2. Apakah tugas dan fungsi organisasi bidang Cipta Karya sudah sesuai

dengan tugas dan fungsi masing-masing instansi ?

Tugas dan fungsi organisasi bidang Cipta Karya sudah sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing instansi sebagaimana yang audah diatur dalam Peraturan Bupati Sabu Raijua No. 1 Tahun 2009 Tentang Ikhtisar Jabatan, Rincian Tugas/Rincian Kegiatan Bappeda, Inspektorat dan Lembaga Teknis Daerah Lainnya Kabupaten Sabu Raijua

3. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi struktur organisasi :

Adanya kebijakan berupa landasan hukum dalam pengembangan dan peningkatan kapasitas kelembagaan bidang Cipta Karya pada pemerintahan kabupaten/kota.

4. Permasalahan yang ditemui dalam organisasi perangkat kerja daerah

khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya antara lain : a. Kurang SDM yang trampil

b. Rendahnya koordinasi antar instansi c. Disiplin dan etos kerja yang rendah

d. Terbatasnya sarana prasarana dan fasilitas kantor

B. Analisis Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya

Tujuan analisis permasalahan ketatalaksanaan kelembagaan bidang cipta karya adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran produk RPIJM Bidang Cipta Karya. Dalam proses analisis ini beberapa pertanyaan kunci yang perlu mendapat jawaban adalah sebagai berikut :

1. Perda penetapan Organisasi Pemerintah Kabupaten/Kota telah

menguraikan tupoksi dari masing-masing dinas/unit kerja yang ada :

Perda penetapan Organisasi Pemerintah Kabupaten/Kota telah

menguraikan tupoksi dari masing-masing dinas/unit kerja yang ada sebagaimana yang sudah diatur dalam Peraturan Bupati Sabu Raijua No. 1 Tahun 2009 Tentang Ikhtisar Jabatan, Rincian Tugas/Rincian Kegiatan

(22)

RPIJM VI - 22

Bappeda, Inspektorat dan Lembaga Teknis Daerah Lainnya Kabupaten

Sabu Raijua

2. Mekanisme hubungan kerja didalam dan antar instansi terkait bidang

cipta karya yang terjadi selama ini :

Masih adanya tumpang tindih tugas pokok dan fungsi Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang dengan lembaga /dinas dan instansi lain akibat belum optimalnya koordinasi antar SKPD

3. Keorganisasian bidang cipta karya yang ada sudah mengikuti ketentuan

dalam PP 41 tahun 2007.

Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Sabu Raijua sudah mencakup semua sektor bidang cipta karya yaitu bidang air minum, pengembangan permukiman, penyehatan lingkungan permukiman, dan

penataan bangunan dan lingkungan sudah tercantum dalam

keorganisasian yang dibentuk melalui Bidang Cipta Karya dan Perumahan, Bidang Tata Ruang dan Bidang Kebersihan.

4. Permasalahan yang ditemui dalam ketatalaksanaan perangkat kerja

daerah khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya antara lain adalah :

a. Kurang SDM yang trampil

b. Rendahnya koordinasi antar instansi c. Minimnya jumlah personil

d. Terbatasnya sarana prasarana dan fasilitas kantor

5. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi ketatalaksanaan perangkat

kerja daerah khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya antara lain adalah :

a.Diberlakukannya aturan-aturan baru yang berhubungan dengan

perencanaan

b.Keterbatasan sumber daya aparatur (kualitas dan kuantitas)

c.Kurangnya sarana prasarana

d.Semakin kompleksnya permasalahan perencanaan pembangunan

daerah

(23)

RPIJM VI - 23

f. Kompleksitas permasalahan sosial budaya di Kabupaten Sabu Raijua

g.Dinamika politik Eksekutif dan legislatif

h.Kurangnya kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam

pembangunan daerah

C. Analisis Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Cipta Karya

Tujuan analisis Sumber Daya Manusia adalah untuk mengetahui

permasalahan SDM bidang cipta karya yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran produk RPIJM Bidang Cipta Karya.

Dalam proses analisis SDM, beberapa pertanyaan kunci yang dapat dijawab adalah sebagai berikut :

1. Apakah SDM yang tersedia sudah memenuhi kebutuhan baik dari segi

jumlah maupun kualitas dalam perangkat daerah, khususnya di bidang Cipta Karya?

2. Apa saja permasalahan yang ditemui dalam manajemen SDM perangkat

kerja daerah khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya?

3. Apa saja faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kualitas

dan kuantitas SDM organisasi, khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya?

(24)

RPIJM VI - 24

Tabel 6.2.

Matriks kebutuhan Sumber Daya Manusia

No. Instansi Tingkat Pendidikan Jumlah Pegawai yang Ada Jumlah Pegawai yang Diperlukan 1. Bappeda SMA/Sederajat Diploma S1/Sederajat S2 S3 13 orang 5 orang 9 orang 5 orang - orang 15 orang 10 orang 10 orang 8 orang 1 orang 2. Dinas Cipta Karya

dan Tata Ruang

SMA/Sederajat Diploma S1/Sederajat S2 S3 21 orang 1 orang 13 orang 2 orang - orang 25 orang 5 orang 15 orang 7 orang 1 orang 3. Badan Lingkungan Hidup (BLHD) SMA/Sederajat Diploma S1/Sederajat S2 S3 6 orang 2 orang 15 orang 4 orang - orang 14 orang 5 orang 20 orang 5 orang 1 orang 4. Dinas Kesehatan SMA/Sederajat

Diploma S1/Sederajat S2 S3 10 orang 23 orang 20 orang 7 orang - orang 15 orang 25 orang 25 orang 8 orang 1 orang 5. PDAM SMA/Sederajat Diploma S1/Sederajat S2 S3 16 orang 2 orang 7 orang 1 orang - orang 20 orang 5 orang 10 orang 3 orang 1 orang

D. Analisis SWOT Kelembagaan.

Analisis SWOT Kelembagaan merupakan suatu metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) di bidang kelembagaan. Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam matriks SWOT.

Strategi yang digunakan adalah bagaimana kekuatan mampu mengambil keuntungan dari peluang yang ada (strategi S-O); bagaimana cara mengatasi kelemahan yang mencegah keuntungan dari peluang yang ada (strategi W-O); bagaimana kekuatan mampu menghadapi ancaman yang ada (strategi S-T); dan terakhir adalah bagaimana cara mengatasi

(25)

RPIJM VI - 25

kelemahan yang mampu membuat ancaman menjadi nyata atau

menciptakan sebuah ancaman baru (strategi W-T).

Berdasarkan informasi yang disusun dari pertanyaan serta analisis tentang keorganisasian, tata laksana dan SDM bidang Cipta Karya pada sub-bab

sebelumnya, selanjutnya dapat dirumuskan Matriks Analisis SWOT

Kelembagaan. Perumusan strategi bidang kelembagaan berdasarkan Analisis SWOT diharapkan dapat menjadi acuan dalam rencana pengembangan kelembagaan.

(26)

RPIJM VI - 26

Tabel 6.3

Matriks Analisa SWOT Kelembagaan Faktor

External Faktor

Internal

Peluang (O)

a. Membuat perangkat hukum b. Membentuk uni pengelola c. Menambah personil d. Peningkatan sarana dan prasarana

Aancaman(T)

a. Menjadikan SDM yang berkualitas

b. Kesadaran moral dan etos kerja yang rendah

Kekuatan (S)

a. PP 41 tahun 2007 b. PP 38 tahun 2007

Strategi SO (Kuadran 1) a.Membentuk perangkat

hukum yang mengatur posisi kelembagaan b.Penataan unit-unit

pengelola

c. Penataan kembali personil d.Mengadakan sarana

prasarana sesuai kebutuhan

Strategi ST (Kuadran 2) a.Perlu adanya komitmen

kuat dari semua personil dalam melaksanakan tugas tnggungjawabnya sesuai dengan tupoksinya b.Penerapan sistem pembinaan karier pegawai yang lebih adil sesuai jenjang karier

Kelemahan (W) a. Kurang SDM yang trampil b. Rendahnya koordinasi antar instansi

c. Disiplin dan etos kerja yang rendah

d. Terbatasnya sarana prasarana dan fasilitas kantor

Strategi WO (Kuadran 3) a. Mengadakan Bimtek dan

Bantek

b. Membuat Perda terkait penyelenggaraan kegiatan c. Merumuskan pedoman

kinerja aparatur

d. Menyusun SOP dan SPM dalam pengelolaan prasarana dan sarana bidang PU/Cipta Karya e. Pengadaan sarana

prasarana dan fasilitas kantor sesuai kebutuhan

Strategi WT (Kuadran 4) a. Penataan kembali personil berdasarkan klasifikasi kemampuan dan keahlian b. Membenahi sistem manajemen dan administrasi pemerintah menuju sistem yang transparan, responsif, efisien dan efektif c. Pembenahan dan

penyempurnaan sistem intensif dan disentif dalam rangka memotivasi kinerja

Berdasarkan tabel SWOT di atas, maka langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Menginventarisasi faktor-faktor dari metode SWOT yaitu kekuatan

(internal), kelemahan (internal), peluang (eksternal) dan ancaman (eksternal) kelembagaan organisasi perangkat kerja daerah, khususnya terkait dengan bidang Cipta Karya.

b. Melakukan perumusan strategi berdasarkan kolaborasi dari faktor-faktor

(27)

RPIJM VI - 27

 Mengembangkan strategi SO (kuadran I), yaitu strategi agar

kekuatan yang dimiliki organisasi mampu mengambil keuntungan dari peluang yang ada

 Mengembangkan strategi ST (kuadran II), yaitu dengan kekuatan yang

dimiliki organisasi, dapat dirumuskan strategi untuk mengurangi dampak dari pengaruh eksternal yang mempengaruhi kinerja organisasi.

 Mengembangkan strategi WO (kuadran III), yaitu memperbaiki

kelemahan- kelemahan organisasi yang ada dengan memanfaatkan peluang yang ada.

 Mengembangkan strategi WT (kuadran IV). Untuk strategi ini maka

diperlukan upaya yang sangat besar karena selain memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada, juga harus melakukan upaya-upaya untuk meminimalisir ancaman- ancaman yang berpotensi untuk melemahkan kinerja dari organisasi.

6.1.6. Rencana Pengembangan Kelembagaan.

Bagian ini menguraikan rencana dan usulan kelembagaan Pemerintah kabupaten/kota yang menangani bidang Cipta Karya.

Berdasarkan strategi yang dirumuskan dalam analisis SWOT sebelumnya, maka dapat dirumuskan tiga kelompok strategi meliputi strategi pengembangan organisasi, strategi pengembangan tata laksana, dan strategi pengembangan sumber daya manusia. Berdasarkan strategi-strategi tersebut, dapat dikembangkan rencana pengembangan kelembagaan di daerah.

6.1.7. Rencana Pengembangan Keorganisasian

Untuk merumuskan rencana pengembangan keorganisasian, dengan mengacu pada analisis SWOT, dilandaskan pada efektifitas dan efisiensi yang akan tercipta dari penataan struktur organisasi dan tupoksinya.

Rencana pengembangan keorganisasian dilakukan dengan mengacu pada analisis dan evaluasi tugas dan fungsi satuan organisasi termasuk perumusan dan pengembangan jabatan struktural dan fungsional di lingkungan Pemda, serta menyusun analisis jabatan dan beban kerja dalam rangka mendayagunakan

(28)

RPIJM VI - 28

dan meningkatkan kapasitas kelembagaan satuan organisasi di masing-masing unit

kerja di lingkungan Pemerintah Daerah, khususnya bidang Cipta Karya.

6.1.8. Rencana Pengembangan Tata Laksana

Untuk merumuskan rencana pengembangan tata laksana, dengan mengacu pada analisis SWOT sebelumnya, antara lain diperlukan evaluasi tatalaksana, pengembangan standar dan operasi prosedur, serta pembagian kerja dan program yang jelas antar unit dalam instansi ataupun lintas instansi di lingkungan Pemerintah Daerah, khususnya di bidang Cipta Karya.

6.1.9. Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)

Untuk merumuskan rencana pengembangan Sumber Daya Manusia, dengan mengacu pada analisis SWOT, antara lain diperlukan perencanaan karier setiap pegawai sesuai dengan kompetensi individu dan kebutuhan organisasi. Guna meningkatkan pelayanan kepegawaian, maka perencanaan pegawai hendaknya mengacu pada analisis jabatan yang terintegrasi sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Selain itu, rencana pengembangan SDM dapat dilakukan dengan peningkatan jenjang pendidikan serta mendukung pembinaan kapasitas pegawai melalui pelatihan. Sesuai dengan lingkup kegiatan bidang keciptakaryaan, dalam rangka peningkatan kualitas SDM terdapat beberapa pelatihan yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PU yang dapat menjadi referensi dipaparkan pada tabel 6.4

(29)

RPIJM VI - 29

Tabel 6.4

Pelatihan Peningkatan SDM Bidang Cipta Karya

No Jenis Pelatihan

1 Bimbingan Teknis Pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Pusat, Barat dan Timur serta sertifikasi Pengelola Teknis

2 Bimbingan Teknis Penyelenggaraan Bangunan Gedung Negara 3 Bimbingan Teknis Pengelolaan Rumah Negara Golongan III

5

Training of Trainers (TOT) Sosialisasi Peraturan Perundangan-undangan

Bangunan Gedung dan Lingkungan

6 Pelatihan Pengadaan Barang dan Jasa Dit. PBL

7

Peningkatan Kapasitas SDM Dit. PBL bekerjasama dengan Pusat Pembinaan

Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi

8 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan dalam Bidang Keprotokolan

9 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan dalam Bidang Tata Persuratan

10

Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan Pemeliharaan dan Pengamanan

Infrastruktur Publik Bidang Keciptakaryaan 11

Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan Aparatur Negara dalam Tanggap

Darurat Bencana

12 Pembinaan Teknis Percepatan Proses Hibah/Alih Status Barang Milik Negara

13 Pembinaan Teknis Penerapan Aplikasi SIMAK BMN 14 Pembinaan Teknis Pengembangan Kompetensi Pegawai 15 Pembinaan Teknis Pemetaan Kompetensi Pegawai 16 Diklat Pejabat Inti Satker (PIS)

17 Diklat Jabatan Fungsional

Setelah melakukan analisis SWOT maka tim perumus RPIJM perlu

melakukan perencanaan pengembangan kapasitas kelembagaan yang

dirangkum dalam tabel strategi dan rencana aksi yang meliputi aspek keorganisasian, tata laksana, dan sumber daya manusia seperti tabel 6.5 di bawah ini.

(30)

RPIJM VI - 30

Tabel 6.5

Rangkuman Rencana Aksi Pengembangan Kapasitas Kelembagaan

Aspek Kelembagaan Strategi Rencana Akasi

Organisasi

a. Penataan unit2 pengelola b. Membenahi sistem

manajemen dan administrasi Pemerintah menuju sistem yang transparan. Responsif, efesien dan efektip.

c. Pembenahan &

penyempurnaan sistem insentif dan disentif dalam rangka memotivasi kinerja.

 Penataan kembali penempatan personil kerdasarkan kualifikasi kemampuan dan keahliannya disesuaikan dengan bidang tugasnya.

 Membentuk unit-unit pengelola kegiatan sesuai dengan bidang kegiatan yang ada.

 Membentuk perangkat hukum yang mengatur posisi dan fungsi kelembagaan demi terjaminnya kualitas dan pola kebijaksanaan.

 Mengadakan sarana dan prasarana pendukung sesuai dengan analisis kebutuhan yang

mendukung peningkatan kinerja.

Tatalaksana

a. Membentuk perangkat hukum yg mengatur posisi

kelmbagaan

b. Mengadakan SP sesuai analisis kebutuhan

c. Mengadakan bimtek dan bantek

d. Membuat Perda terkait penyelengaraan kegiatan e. Merumuskan pedoman kinerja

aparatur

f. Menyusun Standard Operating Prosedur (SOP) dan Standard Pelayanan Minimal (SPM) dalam pengelolaan Prasarana dan Srana bidang PU/Cipta Karya

 Membuat peraturan Daerah yang terkait dengan

penyelenggaraan kegiatan ke-Cipta Karya-an.

 Menyusun Standard Operating Prosedur (SOP) dan Standard Pelayanan Minimal (SPM) dalam pengelolaan Prasarana dan Srana bidang PU/Cipta Karya

 Mengembangkan &

merumuskan moral dan etos kerja sebagai pedoman dalam kinerja aparatur.

 Membenahi sistem

manajemen dan administrasi Pemerintah menuju sistem yang transparan. Responsif, efesien dan efektip.

Sumber Daya Manusia

a. Penataan kembali personi b. Perlu adanya komitmen kuat

dari semua PNS dalam bekerja c. Penataan kembali personil

berdasarkan klasifikasi kemampuan & keahlian

1.Peningkatan SDM

 Menambah jumlah PNS Dinas Kimpraswil yg berkualifikasi teknis

 Melakukan Bimbingan Teknis dan Bantuan teknis dalam rangka transfer of knowledge baik manajemen

(31)

RPIJM VI - 31

Aspek Kelembagaan Strategi Rencana Akasi

Sarana maupun pelatihan-pelatihan teknis bidang PU/Cipta Karya.

 Penerapan sistem

pembinaan karier pegawai yang lebih adil sesuai jenjang karier.

 Pembenahan dan penyempurnaan sistem insentif dan disentif dalam rangka memotivasi kinerja. 2. Peningkatan Sarana dan

Prasarana Kerja

 Pengadaan kendaraan operasional sesuai dengan kebutuhan

 Pengadaan alat-alat penunjang kegiatan seperti alat ukur digital, peralatan laboratorium teknik (Air, Tanah dan Bahan Bangunan)

 Pengadaan Perpustakaan Dinas.

Kerangka Kelembagaan ini diperlukan untuk mengarahkan tugas dan fungsi pengeloaan AM, Sanitasi dan Kawasan Kumuh agar berjalan lancar dan tertata dengan baik.

Melihat struktur kelembagaan yang ada, sebenarnya sudah ada biidang atau seksi yang menangani AM dan sanitasi namun belum berjalan baik dan maksimal. Demikian juga dengan kelembagaan yang menangani kumuh hampir tidak ada kecuali penanganan hunian.

Beberapa permasalahan kelembagaan yang ada di kabupaten/kota terkait pengeloaan AM, Sanitasi dan penanganan/pencegahan kumuh, sebagai berikut :

o Belum maksimalnya/ belum ada sistim kelembagaan di tingkat desa

(SAB/SPAM) yang mengatur pengelolaan air bersih (air minum) dan sanitasi

o Belum terpikirkan kebijakan atau regulasi yang jelas melalui pihak swasta

atau investor

o Belum maksimal koordinasi tingkat SKPD didalam penetapan kebijakan/sistim

pengelolaan air limbah dan persampahan

(32)

RPIJM VI - 32

o Fungsi operator dan regulator belum dilakukan secara proporsional

o Masih sangat terbatas SDM yang terkait pengelolaan

o Terbitnya PP No.18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, yang

mengakibatkan terjadinya perubahan lingkup SKPD tingkat kabupaten dan provinsi.

Melihat akan permasalahan – permasalahan diatas, maka diusulkan untuk tidak membuat struktur organisasi yang baru melainkan memperkuat struktur organisasi yang sudah ada dengan melakukan restrukturisasi atau optimalisasi dengan menanbah fungsi sesuai kebutuhan. Penambahan fungsi dimaksud dengan cara melengkapi seksi-seksi terkait AM, Kumuh dan Sanitasi. Selain itu menambah point tentang pembinaan dan penataan infrastruktur pasca konstruksi untuk air minum, limbah, sampah serta pembentukan kelembagaan pengeloaan tingkat masyarakat di desa.

Restrukturisasi kelembagaan terkait kegiatan bidang Cipta Karya di kabupaten Sabu Raijua diusulkan sebagai berikut :

Tabel 6.6

Usulan Kerangka Kelembagaan Kabupaten Sabu Raijua

SEKTOR MASALAH KELEMBAGAAN USULAN KELEMBAGAAN USULAN

TAHUN

Air Minum

Belum ada pengelolaan

air minum di perkotaan UPT di Kota 2017 Perdesaan : Konsep BP

SPAM namun tidak berjalan krn koordinasi di Tk. Kab msh lemah

AMPL di fungsikan kembali; 2. BP SPAM dibuat SK Bupati; 3. Pembentukan UPT SPAM di Tk Kec. Di PU/CK

2017

Penanganan Kumuh

Belum ada Badan Pengelola

Pembentukan Badan/Tim Pokja Pengelolaan Kaw Kumuh di Tk Kab.

2017

Sanitasi

Koordinasi Antar Instansi yg berkecimpung dlm sanitasi msh

kurang/lemah

(33)

RPIJM VI - 33

6.2. Kerangka Regulasi

Kerangka regulasi diarahkan untuk memfasilitasi, mendorong dan mengatur perilaku penyelenggaraan pembangunan serta masyarakat termasuk swasta. Kerangka regulasi itu dapat berupa undang-undang, Peraturan Pemrintah, Peraturan Presiden, Instruksi Presiden atau Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta regulasi produk kabupaten/kota.

Meskipun peraturan-peraturan yang dimiliki kabupaten Sabu Raijua terkait AM, Sanitasi, Penataan Bangunan dan kumuh sudah ada, namun belum berjalan maksimal sesuai yang diharapkan. Bahkan aturan-aturan yang sudah itu belum sepenuhnya menyentuh persoalan-persoalan yang dihadapi seperti :

o Belum ada aturan atau sansksi dari pemerntah terkait pengelolaan air

minum, pengelolaan sanitasi

o Belum ada aturan tentang pencegahan bertambahnya kawasan kumuh

baru

o Belum ada kebijakan atau kerjasama yang mengikat dunia usaha dalam

sistem pengelolaan air minum maupun sanitasi

o Kurang SDM dan partisipasi pemangku kepentingan didalam membuat suatu

produk/aturan yang mengikat terkait pengelolaan air minum dan sanitasi.

o Peraturan sudah ada tapi belum dijalankan secara maksimun (Perda BG, IMB

dll)

Untuk memecahkan persoalan mendesak dan memperkuat fungsi pengaturan dalam mendukung pembangunan infrasyruktur bidang Cipta Karya di Kabupaten Sabu Raijua, maka perangkat peraturan yang perlu diusulkan antara lain :

(34)

RPIJM VI - 34

Tabel 6.7.

Matriks Kebutuhan Regulasi

NO REGULASI ARAH REGULASI MATERI REGULASI Penangungja

wab/THN

Perda JAKSTARDA

Jaktra daerah yg disusun sesuai potensi yg ada di kab/kota, termasuk Penyertaan modal ke PDAM dlm mengelola AM pasca konstruksi

PU

Perda Perlindungan Sumber-sumber Air

Perlindungan MA+Aset Air Minum & Status

Kepemilikan Sumber Air, Infiltrasi Air (Air tanah)

BPSPAM

Asosiasi BPSPAM

Penanganan Air Minum Perdesaan

Program AM dan Sanitasi di Desa yang dimasukan dalam RPJM Desa

Perdes BP SPAM

Meningkatkan

kemandirian desa dalam pemeliharaan SPAM

Kepala Desa dgn unit terkait BPD Tahun 2017

Perda Pendirian PDAM

Peningkatan pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat Bupati dgn unit terkait PU & PDAM Tahun 2017 Perda, Perbup, SK Pencegahan dan Penanaganan kawasan kumuh Pengentasan Kawasan Kumuh; Mengatur Kawasan Permukiman; Peningkatan kualitas permukiman, penceagahan bertambahnya kumuh baru PU dgn unit terkait kesehatan & BLH Tahun 2017

Perbup BG, IMB, TABG, SLF Meningkatkan kepatuhan bangunan di masyarakat Dinas CK & TR dgn unit terkait Lintas Sektor Tahun 2016

Perda/Perbub Peningkatan Pelayanan Sanitasi

Meningkatkan akses sanitasi serta tumbuhnya kesadaran masyarakat ttg adanya aturan yg mengikat Dinas CK dgn unit terkait Lintas Sektor Tahun 2016/2017

Perdes Organisasi Sanitasi

Adanya Organisasi Pengelola Sanitasi dan pemeliharaan sarana sanitasi berkelanjutan Kepala Desa dgn unit terkai BPD Tahun 2017

Perbup Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah dari hilir (pemilahan,

pemanfaatan kembali, pengangkutan) sampai

(35)

RPIJM VI - 35

NO REGULASI ARAH REGULASI MATERI REGULASI Penangungja

wab/THN

pada (sampai

pemrosesan akhir di TPA (hulu)

Kerangka regulasi yang diusulkan ini mempertimbangkan regulasi yang sudah ada, dan melengkapi kebutuhan regulasi yang belum diatur, maupun untuk perbaikan bilamana regulasi yang ada belum optimal dalam mencapai tujuan/sasaran pembangunan.

Referensi

Dokumen terkait

Fruktooligosakarida merupakan senyawa yang dibentuk dari tiga molekul monosakarida berupa 2 molekul fruktosa dan 1 molekul glukosa yang dihubungkan dengan ikatan 1,4

a) Topi Baret berbahan bludru warna coklat. c) Sepatu PDL, berbahan kulit warna hitam, bertali dan bersleting di sebelah dalam. d) Peluit berwarna hitam dan Tali

Bagi pengelola FJB Kaskus.co.id, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi praktis yang dapat digunakan dalam menyajikan tampilan FJB Kaskus.co.id

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis kedua ditemukan bahwa disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai PNS yang bekerja di badan kepegawaian daerah

Dalam penelitian Hubungan Iklim Organisasi Dengan Komitmen Aparatur Sipil Negara Di Kantor Kementerian Kota Surabaya, maka untuk mengetahui hubungan antar variabel tersebut

Dilihat dari elemen struktur mikro, pesan yang ditonjolkan dalam Pasal 37-39 UU Penyiaran 2002 ternyata tidak hanya diarah- kan untuk mendukung pembinaan Bahasa

Regresi linier sederhana adalah metode yang akan digunakan untuk perhitungan data peramalan beban dengan cara sebagai berikut, Dimana n merupakan jumlah data,

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bahaya saat proses unloading, frekuensi terjadi dan dampaknya pada manusia disekitar fasilitas, dan mengetahui tingkat