• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. ( ha) dan Nusa Tenggara ( ha). yang rendah. Biasanya terdapat aluminium yang dapat dipertukarkan dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. ( ha) dan Nusa Tenggara ( ha). yang rendah. Biasanya terdapat aluminium yang dapat dipertukarkan dalam"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol

Menurut Prasetyo dan Suriadikarta (2006) Ultisol termasuk salah satu jenis tanah yang tersebar luas sekitar 25 % (45.794.000 ha) dari total luas daratan Indonesia. Sebaran terluas terdapat di Kalimantan (21.938.000 ha), Sumatera (9.469.000 ha), Maluku dan Papua (8.859.000 ha), Sulawesi (4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha) dan Nusa Tenggara (53.000 ha).

Kata Ultisol berasal dari bahasa latin Ultimus, yang berarti terakhir atau dalam arti hal ultisol, tanah yang paling terkikis dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang terakhir. Ultisol memiliki horizon argilik dengan kejenuhan basa yang rendah. Biasanya terdapat aluminium yang dapat dipertukarkan dalam jumlah yang tinggi. Pada umumnya terbentuk di daerah humid dengan curah hujan tinggi, pencucian telah terjadi cukup intensif, sehingga kandungan

basa-basa rendah, yang bila diukur kejenuhan basa-basa pH-7 adalah <50% (Subagyo, et al., 2000).

Tanah Ultisol mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh penampang tanah yang dalam, mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K. Beberapa sifat tanah Psammentic Paleudult menurut Adiwiganda, et al. (1996) adalah : 1) Kandungan pasir yang tinggi sehingga

memiliki konsistensi lepas, 2) Kandungan bahan organik yang rendah, 3) Kapasitas tukar kation rendah, 4) Persentase kejenuhan basa <4% menyatakan

(2)

Dari data analisis tanah Ultisol, menunjukkan bahwa pada umumnya reaksi tanah masam hingga sangat masam (pH 5-3,10), rasio C/N tergolong rendah (5-10). Kandungan P-potensial yang rendah dan K-potensial yang bervariasi sangat rendah hingga rendah, baik lapisan atas maupun lapisan bawah (Subagyo, et al., 2000). Menurut Prasetyo dan Suriadikarta (2006) kandungan hara pada umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi.

Umumnya tanah Ultisol bereaksi masam, pH tanah yang rendah dapat mempengaruhi ketersediaan hara pada tanah. pH tanah dihubungkan dengan persentase kejenuhan basa. Jika kejenuhan basa kurang dari 100 persen, suatu peningkatan pH dikaitkan dengan suatu peningkatan jumlah kalsium dan magnesium di dalam larutan tanah. Pada tanah masam terdapat kandungan Al dan Fe yang cukup tinggi sehingga Fosfor dan Boron cenderung tidak tersedia dalam tanah (Foth, 1998).

Penelitian Supriyadi (2002) menyatakan bahwa kapasitas tukar kation (KTK) tanah berkorelasi dengan sifat tanah lainnya seperti liat, pasir, kandungan bahan organik ataupun C-organik dan pH tanah. Biasanya tanah dengan tekstur liat, bahan organik tinggi, pH tanah tinggi, tanah mempunyai KTK tinggi, karena banyaknya muatan negatif tapak jerapan meningkat terutama dari muatan tergantung pH sedangkan tanah dengan tekstur kasar cenderung rendah KTK nya.

Pemanfaatan Ultisol sebagai lahan pertanian memiliki beberapa kendala. Hardjowigeno (2007) menjelaskan bahwa terdapat beberapa permasalahan pada Ultisol, seperti reaksi tanah (pH) yang masam, kandungan Al yang tinggi, dan

(3)

kandungan hara yang rendah. Ultisol memiliki bahan organik yang rendah sampai sedang, dan Kapasitas Tukar Kation (KTK) < 24 me/100g liat. Kondisi Ultisol yang demikian dapat diatasi dengan berbagai upaya perbaikan, seperti pemberian kapur, pemupukan dan pemberian bahan organik.

Kapasitas tukar kation (KTK) adalah kemampuan suatu koloid untuk mengadsorpsi kation dan mempertukarkannya. Besarnya KTK suatu tanah ditentukan oleh faktor-faktor berikut antara lain 1) tekstur tanah, tanah bertekstur liat akan memilki nilai KTK lebih besar dibandingkan tanah yang bertekstur pasir. Hal ini karena liat merupakan koloid tanah, 2) kadar bahan organik, oleh karena sebagian bahan organik merupakan humus yang berperan sebagai koloid tanah, maka semakin banyak bahan organik akan semakin besar KTK tanah, 3) jenis mineral liat yang terkandung di tanah, jenis mineral liat sangat menentukan besarnya KTK tanah (Mukhlis, et al., 2011).

Bahan Organik

Bahan organik merupakan kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia heterotrofik dan ototrofik yang terlibat dan berada didalamnya. Bahan organik yang ditambahkan pada Ultisol dapat membantu melepaskan P yang terfiksasi (Atmojo, 2003).

Kandungan bahan organik (karbon organik) dalam tanah mencerminkan kualitas tanah yang langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada kualitas tanah tersebut (Editorial, 2007). Bahan organik juga berperanan menyediakan unsur hara N, P dan S yang dilepaskan secara lambat, meningkatkan kapasitas

(4)

tukar kation (KTK) tanah masam, menurunkan fiksasi P karena pemblokan sisi fiksasi oleh radikal organik, membantu memantapkan agregat tanah memodifikasi retensi air, dan membentuk komplek dengan unsur mikro (Sanchez, 1976).

Bahan organik terutama polisakarida dan koloid asam humus sangat berperan dalam pembentukan agregat yang baik pada hampir semua tanah seperti Mollisols, Alfisols, Ultisols dan Inceptisols. Meskipun bahan organik secara kuantitatif sedikit mengandung unsur hara, tetapi dalam penyediaan hara bahan organik berperan penting. Disamping untuk unsur unsur NPK, bahan organik juga merupakan sumber bagi hampir semua unsur lain seperti C, Zn, Cu, Mo, Ca, Mg dan Si. Penggunaan bahan organik dapat mencegah kahat pada tanah marginal atau tanah yang diusahakan secara intensif dengan pemupukan yang kurang seimbang (Suriadikarta, et al., 2002).

Beberapa sifat baik dari peranan bahan organik antara lain adalah : (1) mineralisasi bahan organik akan melepaskan unsur hara tanaman secara

lengkap (N, P, K, Ca, Mg, S, dan unsur hara mikro lainnya) tetapi dalam jumlah yang relatif kecil, (2) meningkatkan daya menahan air, sehingga kemampuan tanah untuk menyediakan air menjadi lebih banyak, (3) memperbaiki kehidupan mikroorganisme tanah (Purnomo, 2006).

Dari pelapukan bahan organik akan dihasilkan asam Humat, asam Fulvat serta asam-asam organik lainnya. Asam-asam itu dapat mengikat logam Al dan Fe, sehingga mengurangi kemasaman tanah serta mengikat logam P dan P akan lebih tersedia (Hakim, 2006).

(5)

Terdapat berbagai macam sumber bahan organik yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembenah tanah. Sumber bahan organik tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

Paitan (Tithonia diversifolia)

Paitan jarang dibudidayakan secara sengaja sehingga sering dikategorikan sebagai gulma paitan. Tanaman ini telah dikembangkan sebagai sumber bahan organik untuk meningkatkan ketersediaan hara. Pada tajuk berdaun 70 cm teratas mengandung unsur hara yang cukup tinggi yaitu 2,52% N; 1,97% K; 0,29% P; 0,51% Ca; dan 0,39% Mg (Simatupang, 2014).

Bahan organik yang dapat digunakan sebagai alternatif adalah paitan (T. diversifolia). Paitan mengandung asam-asam organik seperti asam sitrat, oksalat, suksinat, asetat, malat, butirat, propionat, phtalat dan benzoat. Asam-asam organik yang berperan dalam meningkatkan daya adsorptif tanah seperti menjerat (fixation), mengkhelat (chelation) atau membentuk senyawa kompleks bersama ion-ion logam (Hartati, et al., 2014).

Penggunaan bahan organik perlu mendapat perhatian yang lebih besar, mengingat banyaknya lahan yang telah mengalami degradasi bahan organik, disamping mahalnya pupuk anorganik (urea, ZA, SP36, dan KCl). Penggunaan pupuk anorganik secara terus-menerus tanpa tambahan pupuk organik dapat menguras bahan organik tanah dan menyebabkan degradasi kesuburan hayati tanah (Syafruddin, et al., 2008). Ditambahkan Mukhlis, et al. (2011) Pelapukan bahan organik akan menghasilkan asam humat, asam fulvat, humin dan asam-asam organik lainnya.

(6)

Salah satu cara untuk meningkatkan status kesuburan tanah adalah dengan menambahkan kompos paitan ke tanah pertanian dan mengurangi pupuk anorganik. Tithonia diversifolia dapat digunakan sebagai pupuk hijau maupun kompos karena pemanfaatannya dapat memperbaiki kesuburan tanah, meningkatkan C-organik, N tersedia, P2O5 total pada tanah dan meningkatkan produksi tanaman (Sari, 2013).

Kulit Durian

Penggunaan kompos kulit durian telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya seperti Hutagaol (2003) yang melakukan percobaan pemberian kompos kulit durian pada 3 taraf (0 g, 3,75 g, dan 7,5 g) dan kapur dolomit. Hasilnya menunjukkan bahwa perlakuan kompos kulit durian dan dolomit berpengaruh sangat nyata terhadap pH tanah, P-tersedia, kapasitas tukar kation (KTK), dan Al-dd tanah.

Menurut penelitian Lahuddin (1999), berikut disajikan kandungan hara pada kulit durian dalam tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik kulit durian segar

No. Karakteristik Nilai

1. Kandungan kulit buah durian 62,40%

2. Kandungan air 95,50% 3. Kandungan abu 4,60% 4. Kadar C 40,6 % (26,01 %*) 5. Kadar N 0,98 % (2,59 %*) 6. C/N 41,40% 7. P 0,13% 8. K 1,71%

*setelah menjadi kompos

Peningkatan pH tanah yang disebabkan oleh pemberian kompos disebabkan oleh kandungan basa-basa kompos yang sangat tinggi sehingga menyebabkan peningkatan pH yang sangat jelas. Peningkatan basa-basa ini juga

(7)

menyebabkan ketersediaan hara bagi pertumbuhan tanaman. Akibat langsung dari peningkatan pH adalah terjadinya peningkatan ketersediaan P pada tanah tersebut. Penambahan kompos limbah kota seperti kompos kulit buah durian dan kompos kulit buah kakao juga menyebabkan Al-dd menurun dengan jelas (Anas, 2000).

Tandan Kosong Kelapa Sawit

Kompos TKKS dapat dimanfaaatkan untuk memupuk semua jenis tanaman. Kompos TKKS memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara

lain : (1) Memperbaiki struktur tanah yang lempung menjadi ringan (2) Membantu kelarutan unsur-unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan

tanaman (3) Bersifat homogen dan mengurangi resiko sebagai pembawa hama tanaman (4) Merupakan pupuk yang tidak mudah tercuci oleh air yang meresap dalam tanah (5) Dapat diaplikasikan pada sembarang musim (Pasaribu, 2008).

Kompos dari limbah pabrik pengolahan kelapa sawit berupa tandan kosong merupakan salah satu sumber bahan baku yang potensial untuk dibuat kompos, karena ketersediannya dalam volume yang besar (Wijaya et al., 2001). Secara fisik tandan kosong kelapa sawit terdiri dari berbagai macam serat dengan komposisi antara lain sellulosa sekitar 45,95%; hemisellulosa sekitar 16,49% dan lignin sekitar 22.84% (Yunindanova, 2009).

Menurut Darmosarkoro dan Winarna (2003) salah satu kelebihan kompos

tandan kosong kelapa sawit adalah kandungan K yang tinggi, yaitu mencapai 127,9 me/100g. Selain itu, kompos dari TKKS juga memiliki pH yang cukup

tinggi (mencapai pH 8) sehingga berpotensi sebagai bahan pembenah kemasaman tanah. Kandungan hara tandan kosong kelapa sawit C-organik 42,8%, N 0,80%, P2O5 0,22%, K2O 2,90%, MgO 0,30%, B 10 ppm, Cu 23 ppm, Zn 51 ppm.

(8)

Pupuk Kandang Ayam

Pupuk kandang dari ayam atau unggas memiliki unsur hara yang lebih besar daripada jenis ternak lain. Penyebabnya adalah kotoran padat pada unggas tercampur dengan kotoran cairnya. Umumnya, kandungan unsur hara pada urine selalu lebih tinggi daripada kotoran padat. Seperti kompos, sebelum digunakan, pupuk kandang perlu mengalami proses penguraian. Dengan demikian kualitas pupuk kandang juga turut ditentukan oleh C/N rasio (Hakim, et al., 1986).

Hartatik dan Widowati (2011) mengemukakan bahwa pupuk kandang ayam mengandung unsur hara yang lebih tinggi dari pupuk kandang lain karena bagian cair (urine) bercampur dengan bagian padat. Berikut kandungannya lebih rinci disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan unsur hara beberapa jenis pupuk kandang Jenis Ternak N (%) P2O5 (%) K2O (%)

Ayam 2,6 2,9 3,4

Sapi 1,3 1,2 1,3

Kuda 1,4 1,2 1,3

Domba 1,6 1,3 1,2

Sumber : Balai Penelitian Tanah, 2011

Beberapa mamfaat pupuk organik adalah dapat menyediakan unsur hara makro dan mikro, mengandung asam humat (humus) yang mampu meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, meningkatkan aktivitas bahan mikroorganisme tanah, pada tanah masam penambahan bahan organik dapat membantu meningkatkan pH tanah, dan penggunaan pupuk organik tidak menyebabkan polusi tanah dan polusi air (Novizan, 2005).

Pada tanah masam proses dekomposisi bahan organik akan terganggu, sehingga pembebasan karbon dari bahan organik juga akan terhambat. Dengan penambahan bahan organik maka aktivitas mikroorganisme akan meningkat dan

(9)

proses perombakan bahan organik yang menghasilkan karbon juga akan meningkat (Hakim, et al., 1986).

Unsur Hara Fosfor (P)

Unsur fosfor (P) adalah unsur esensial kedua setelah N yang berperan penting dalam fotosintesis dan perkembangan akar. Ketersediaan fosfat di dalam tanah jarang yang melebihi 0.01% dari total P. Sebagian besar bentuk fosfat terikat oleh koloid tanah sehingga tersedia bagi tanaman (Ginting, et al., 2012). Fosfor berperan dalam transfer energi, bagian dari ATP (adenosin trifosfat), ADP (adenosin difosfat), penyusun protein, koenzim, asam nukleat, dan senyawa-senyawa metabolik yang lain. Karena keterlibatan unsur P yang begitu banyak,

maka ketersediaannya bagi tanaman menjadi sangat penting (Anas, 2000).

Kekurangan fosfat pada tanah Ultisol dapat disebabkan oleh kandungan fosfat dari bahan induk tanah memang sudah rendah, atau kandungan fosfat sebetulnya tinggi tetapi tidak tersedia untuk tanaman karena di serap oleh unsur lain seperti Al dan Fe. Ketersediaan P dalam tanah bagi tanaman di pengaruhi oleh kemasaman tanah (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Di dalam tanah kandungan P total berkisar 0,02-0,15% P tergantung pada bahan induk penyusun tanah tersebut. Bentuk-bentuk P di dalam tanah yaitu P dalam larutan tanah, P dalam bentuk labil (bentuk anorganik dan organik) dan P dalam bentuk tidak labil (stabil). Kandungan P organik di dalam tanah mineral berkisar 20-80%. Fosfat organik berasal dari senyawa-senyawa yang dibentuk di dalam sel tanaman, hewan dan mikroorganisme yang akan terlepas ketika

(10)

organisme itu mati. Bentuk utama dari P organik di dalam tanah adalah ester dari asam orthophosphoric (Hanafiah, et al., 2009).

Menurut Adhi dan Sudjadi (1987) akar tanaman menyerap P dari larutan tanah dalam bentuk H2PO4- dan HPO42-. Kecepatan penyerapan P larutan tanah tergantung konsentrasi P pada larutan tanah di muka akar. pH tanah mempengaruhi ketersediaan P untuk tanaman. Di dalam kisaran pH 5 s/d 7,2 bentuk ion yang dominan adalah H2PO4-, sedang antara pH 7,2 s/d 9 ion yang dominan adalah HPO42- (Engelstad, 1997).

Menurut Tisdale, et al. (1999), tanaman menyerap P dari larutan tanah pada perbandingan tertentu dari ion ortofosfat dalam larutan. Bila tidak terdapat faktor pembatas lainnya maka pertumbuhan tanaman berbanding langsung dengan jumlah P yang diserap dari larutan tanah. Oleh karena itu jumlah P yang terdapat dalam larutan tanah dan P dalam bentuk lain di dalam tanah dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Diagram keseimbangan antara P larutan dengan bentuk P lain

Keseimbangan dari bentuk tersebut dalam tanah sangat tergantung kepada tingkat pembentukan bahan organik dan dekomposisinya serta kemampuan tanah untuk mengikat ortofosfat larut ke dalam bentuk tidak larut. Keseimbangan ini akan terganggu dengan penambahan fosfor, immobilisasi fosfor larut oleh mikroorganisme dan oleh pelapukan cepat bahan bahan organik akibat pengolahan tanah.

Kombinasi P organik

P di dalam larutan tanah

Relatif tidak larut kombinasi Fe-P,

(11)

Ketersediaan unsur hara P, dalam bentuk H2PO4- dan HPO42-, menurun secara nyata pada tanah masam. Ion Al dan Fe, yang larut dalam tanah masam, akan berikatan dengan H2PO4- dan HPO42- membentuk senyawa Al-P sebagai varisit dan Fe-P sebagai strengit yang tidak larut, terendapkan.

Reaksi :

H2PO4- + Al(OH)3 + H+ Al(OH)2H2PO4 + H2O Vivianit

H2PO4- + Fe(OH)3 + H+ Fe(OH)2H2PO4 + H2O Strengit

Unsur hara P tersedia optimal pada pH 5.8-6.5 (Mukhlis, et al., 2011).

Ketersediaan fosfor anorganik sebagian besar ditentukan oleh faktor berikut : (1) pH tanah; (2) besi, aluminium dan mangan yang dapat larut; (3) terdapatnya mineral yang mengandung besi, aluminium dan mangan; (4) kalsium tersedia dan mineral kalsium; (5) jumlah dan dekomposisi bahan

organik; (6) kegiatan mikroorganisme. Empat faktor pertama saling berhubungan, karena efeknya sebagian besar tergantung pada pH (Buckman dan Brady, 1982).

Gambar

Tabel 1. Karakteristik kulit durian segar
Tabel 2. Kandungan unsur hara beberapa jenis pupuk kandang  Jenis Ternak  N (%)  P2O5 (%)  K2O (%)
Gambar 1. Diagram keseimbangan antara P larutan dengan bentuk P lain

Referensi

Dokumen terkait

Exploratory Research dan Qualitative Research Dari tujuan riset eksploratori seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya sebenarnya kita sudah dapat menduga bahwa desain

Setiap user disajikan hanya dengan data yang relevan dengan individu yang sesuai dengan hak akses mereka sehingga pengguna tidak akan melihat, misalnya, sebuah ruangan yang

Sedangkan perlakuan J1 (500.000 tanaman per ha) memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap variabel pengamatan nisbah luas daun umur 2 BST, Tidak terdapat

Pegumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik pembacaan. Data yang berupa puisi/teks diklasifikasikan berdasarkan unsur-unsur/bagian- bagian tertentu

Ideologi adalah suatu sistem nilai yang terdiri atas nilai dasar yang menjadi cita-cita dan nilai instrumental yang berfungsi sebagai metode atau cara mewujudkan cita-cita

Pendekatan kualitatif menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu tertentu dalam konteks tertentu dan lebih banyak meneliti kehidupan sehari-hari.25 Penelitian kualitatif

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Untuk mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah peserta didik antara yang menggunakan model pembelajaran

Selanjutnya, melihat kenyataan bahwa dari kelimpahan relatif dan sebaran 6 spesies yang ditemukan pada pertanaman lada di Way Kanan ini yang sebagian besar tidak berasosiasi