2 | P a g e
Daftar Isi
Daftar Isi
Daftar Isi
Daftar Isi
Pengantar ………3
Panduan Penggunaan ………..13
FOREST TENURE ... 19
SPATIAL / LAND USE PLANNING ... 38
FOREST MANAGEMENT ... 58
3 | P a g e
Pengantar Umum
Penilaian Tata Kelola Kehutanan
Berbasis Indikator
4 | P a g e
Pengantar Umum
Penilaian Tata Kelola Kehutanan Berbasis Indikator
Pendahuluan
Kebutuhan terhadap kerangka metodologis yang komprehensif untuk melakukan penelitian terhadap
kondisi tata kelola (governance) sektor kehutanan telah lama dirasakan oleh pemangku kepentingan di
sektor kehutanan.1 Oleh karenanya, tidak dapat disangkal jika Indonesia sebagai negara dengan tutupan
hutan hujan tropis terbesar ketiga di dunia2 juga memiliki kebutuhan atas perangkat penilaian yang
mampu memberikan hasil penilaian yang komprehensif mengenai kondisi pelaksanaan tata kelola atau penyelenggaraan kehutanan saat ini.
Gambaran mengenai kondisi aktual dibutuhkan oleh para pembuat kebijakan untuk mengidentifikasi persoalan dalam tata kelola untuk kemudian merumuskan strategi reformasi kebijakan. Sementara itu pelaku usaha di sektor kehutanan dapat menggunakannya sebagai alat untuk melihat kelayakan investasi serta menganalisis resiko-resiko yang mungkin muncul. Serta yang terpenting adalah bagi masyarakat untuk mengetahui sejauh mana implementasi tata kelola kehutanan memberikan dampak positif bagi keberlangsungan kehidupannya, khususnya masyarakat di sekitar hutan, atau untuk melakukan kerja-kerja advokasi jika pelaksanaan tata kelola kehutanan justru merugikan mereka. Seiring dengan semakin luasnya perhatian dunia terhadap masalah kehutanan Indonesia, terutama dengan komitmen pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi melalui pencegahan deforestasi dan degradasi hutan, maka kebutuhan atas sebuah kerangka penilaian terhadap tata kelola kehutanan menjadi semakin mendesak dan mutlak diperlukan.
Indikator yang digunakan dalam penilaian ini pada awalnya dikembangkan oleh suatu koalisi masyarakat sipil di tingkat global, yang terdiri dari World Resources Institute, The Instituto do Homem e Meio Ambiente da Amazonia (IMAZON), and the Instituto Centro de Vida (ICV), terutama untuk melakukan penilaian bagi negara-negara yang masih memiliki hutan tropis tersisa seperti Brazil dan Kamerun.
Koalisi tersebut tergabung dalam Governance of Forest Initiatives (GFI). Kemudian World Resources
Institute (WRI), yang telah memiliki pengalaman dalam melakukan penilaian tata kelola di bidang
Lingkungan Hidup (2001-2007) dan energy/electricity governance (2005) di Indonesia, kemudian
mengajak beberapa organisasi masyarakat sipil, untuk mengembangkan indikator yang sama khususnya untuk melakukan penilaian kinerja dari para pelaku kehutanan. Di dalam perjalanannya maka terbentuklah sebuah Jaringan Tata Kelola Hutan - Indonesia yang beranggotakan ICEL, HuMA, FWI, SEKALA dan Telapak.
Indikator yang dihadirkan saat ini, bukan lagi indikator awal yang ditawarkan oleh koalisi global, namun sudah melalui proses kontekstualisasi dengan kondisi Indonesia. Walaupun diakui sulit untuk menyusun sebuah tolok ukur yang sempurna, demikian juga dengan indikator ini. Tetu saja masih banyak aspek yang belum bisa tertangkap oleh tim penyusun dalam mengembangkan indikator ini. Oleh karena itu,
indikator ini menjadi sebuah dokumen hidup (living document) yang akan dapat terus berkembang dan
1
Food and Agriculture Organizations, Framework for Assesing and Monitoring Forest Governance, hal. 7
2
5 | P a g e
menyesuaikan kondisi yang ada. Meskipun tidak sempurna, tim penyusun menyakini bila indikator ini dapat terpenuhi, maka hal tersebut sudah menunjukan sebuah kondisi minimal dalam tata kelola kehutanan Indonesia yang baik. Hal terpenting adalah dokumen ini dapat membantu pengambil kebijakan, pelaku usaha, dan masyarakat untuk melihat permasalahan yang ada dan mengambil tindakan untuk perbaikan tata kelola kehutanan di Indonesia.
Indikator Tata Kelola sebagai Metodologi Forest Governance Assessment
a. Kerangka Indikator Tata Kelola
Kerangka indikator ini mengelompokkan aktivitas-aktivitas tata kelola di sektor kehutanan dalam empat isu tematik pokok yang menggambarkan aktivitas tata kelola dari hulu sampai hilir. Tata kelola kehutanan diawali dengan aktivitas yang terkait dengan pengukuhan dan penatabatasan kawasan hutan
yang memberikan kejelasan status sebuah kawasan (aspek tenurial). Kepastian tersebut akan
memudahkan proses penatagunaan kawasan hutan sebagai bagian dari aktivitas penataan ruang secara keseluruhan, dimana dibuat perencanaan penggunaan dan peruntukan kawasan hutan sesuai dengan
fungsinya (aspek penatagunaan kawasan hutan). Dengan adanya proses penatagunaan kawasan hutan
maka aktivitas pengelolaan kawasan hutan beserta pengawasannya dapat dilakukan secara optimal
dengan memperhatikan perencanaan kehutanan sebagai panduannya (aspek manajemen hutan). Dan
pada akhirnya aktivitas pendayagunaan kawasan dan atau sumber daya hutan sebagai bagian dari kekayaan alam nasional tentunya diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat melalui
penerimaan negara dari pungutan sektor kehutanan (aspek pendapatan dari sektor kehutanan)
Penjelasan lebih lanjut dari empat isu tematik tersebut dapat dilihat di bawah ini:
Penguasaan, Pemilikan dan Pemanfaatan Kawasan Hutan (Forest Tenure)
Merupakan relasi antara masyarakat dengan kawasan hutan yang mencakup hak kepemilikan, hak penguasaan, maupun akses bagi pemanfaatan atas kawasan dan atau sumber daya hutan. Relasi tersebut menentukan siapa berhak untuk memiliki, menguasai atau memfaatkan apa, dalam kondisi seperti apa, serta untuk jangka waktu berapa lama atas kawasan hutan dan atau sumber daya hutan baik itu dalam bentuk yang formal (diakui oleh negara) maupun informal.
Penatagunaan Kawasan Hutan (Forest/ Land Use Planning)
Merupakan proses berkesinambungan yang melibatkan institusi lintas sektor untuk membuat perencanaan penatagunaan kawasan hutan dan lahan yang optimal berdasarkan daya dukung dan daya tampung serta memperhatikan aspek ekologi, ekonomi dan sosial serta keberlanjutan untuk generasi yang akan datang. Penatagunaan kawasan hutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penatagunaan ruang dan wilayah yang lebih luas. Proses penatagunaan kawasan hutan mencakup aktivitas penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Pengelolaan Kawasan Hutan atau Manajemen Hutan (Forest Management)
Merupakan aktivitas pengelolaan hutan baik di level kebijakan maupun pada tingkat tapak (tataran pengelolaan di lapangan) yang mencakup aktivitas penyusunan rencana pengelolaan, pengelolaan dan perlindungan (termasuk didalamnya pengawasan dan penegakan hukum) atas berbagai bentuk
6 | P a g e
penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan pada semua jenis fungsi hutan (Hutan Lindung, Hutan Produksi, dan Hutan Konservasi).
Pendapatan dari Sektor Kehutanan dan Mekanisme Insentif Ekonomi di Sektor Kehutanan (Forest Revenues and Economic Incentives)
Merupakan aktivitas yang terkait untuk memperoleh pendapatan dan penerimaan negara dari pungutan berupa pajak dan iuran di sektor kehutanan yang dibebankan karena adanya aktifitas penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan dan pemungutan hasil hutan yang berada di kawasan hutan tersebut. Penerimaan dari sektor kehutanan lainnya diperoleh dari aktivitas pemberian insentif ekonomi atas aktivitas usaha pada kawasan hutan atau yang berdampak pada kawasan hutan. Tematik ini mencakup kebijakan serta implementasi atas kebijakan fiskal dan finansial di sektor kehutanan.
b. Tujuan dan Cakupan Penilaian
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa indikator ini ditujukan untuk menjadi alat ukur dalam menilai kondisi pelaksanaan tata kelola pada sektor kehutanan. Proses penilaian dengan menggunakan indikator-indikator akan memberikan sebuah analisis tentang:
I. Gambaran komprehensif mengenai kondisi tata kelola pada sektor kehutanan di Indonesia.
II. Gap analysis antara kondisi ideal dengan kondisi realitas di lapangan, sebagai dasar untuk
menemukenali titik permasalahan yang krusial untuk dibenahi
III. Berdasarkan kedua poin di atas akan menghasilkan sebuah daftar rekomendasi untuk perbaikan
tata kelola kehutanan di Indonesia
Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, cakupan penilaian tidak hanya dilakukan secara tunggal terhadap keempat isu tematik seperti di atas, tetapi proses penilaian akan menyandingkan keempat isu tematik tersebut dengan aspek-aspek yang menentukan berjalannya suatu sistem kenegaraan. Mulai
dari aspek aturan hukum (rules) (hukum umum maupun hukum spesifik), para aktor (actors) yang
terlibat, hingga pelaksanaan atas aturan hukum di tingkat tapak (practices). Pemahaman cakupan
terhadap aspek-aspek di atas akan dijabarkan seperti di bawah ini:
1. General Rules (Aturan hukum umum)
Merupakan aspek aturan hukum yang berisi jaminan konstitusional kepada warga negaranya serta aturan kehutanan dan terkait yang bersifat umum. Termasuk didalamnya adalah aturan hukum di dalam konstitusi, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang. Aturan
hukum umum berisi aspek normatif yang menggambarkan kondisi ideal (das sollen) yang diharapkan
dapat dilakukan secara benar dan baik ketika melaksanakan tata kelola kehutanan di Indonesia.
2. Rules (aturan teknis)
Merupakan aspek aturan hukum yang bersifat teknis, berisi aturan-aturan yang lebih spesifik dan
terperinci yang merupakan penjabaran dari aturan hukum umum. Yang termasuk dalam kategori ini tidak hanya peraturan perundang-undangan, seperti surat keputusan, peraturan menteri, surat edaran, dan sebagainya. Tetapi juga berupa peraturan teknis yang mengikat bagi aparatur pemerintah, seperti tugas pokok dan fungsi (tupoksi), struktur/mekanisme kerja, aturan internal, serta dokumen tertulis lainnya yang relevan dengan administrasi kepemerintahan.
7 | P a g e
Mengenai Jaminan Hukum Pada Penilaian
Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang undang No 10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, hirarki peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah:
i) UUD 1945 ;
ii) Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
iii) Peraturan Pemerintah
iv) Peraturan Presiden
v) Peraturan Daerah
Dalam kaitannya dengan tata kelola di sektor kehutanan, yang termasuk dalam aspek Rules menurut
Indikator mencakup peraturan perundang-undangan dari level Undang-undang/Perpu hingga ke level Perda. Karakteristik dari peraturan perundang-undangan adalah bersifat mengatur umum.
Selain peraturan perundang-undangan, termasuk dalam komponen yang dianalisis dalam aspek Rules adalah peraturan kebijakan. Peraturan kebijakan (beleidsregel/ speigelrecht/ policy rules) adalah
ketentuan (bukan rules atau hukum) yang dibuat oleh pemerintah sebagai pelaksana administrasi
negara. Peraturan kebijakan dibuat oleh pejabat atau badan administrasi negara yang memiliki kewenangan selain berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan juga
memiliki kewenangan berdasarkan atas asas kebebasan bertindak (beleidsvrijheid atau freises
ermessen).
Peraturan kebijakan tidak termasuk dalam bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan, meskipun dalam banyak hal tampak (menunjukan gejala) sebagai peraturan perundang-undangan. Peraturan kebijakan pada dasarnya ditujukan kepada badan atau pejabat administrasi negara sendiri (lingkup administratur pemerintah), meski demikian, ketentuan tersebut secara langsung dapat pula mengenai masyarakat umum. Misalnya ketentuan tentang Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) pengadaan tender barang dan jasa di lingkungan Kementerian Kehutanan yang tidak hanya harus ditaati oleh pejabat di lingkup Kementerian Kehutanan tetapi juga oleh masyarakat umum yang hendak mengikuti tender tersebut.
Dalam pelaksanaannya, peraturan kebijakan di sektor kehutanan dapat menjelma dalam berbagai bentuk dan jenis, yakni :
• Peraturan kebijakan yang berbentuk peraturan, yakni peraturan kebijakan yang tampak seperti
peraturan perundang-undangan (mengatur umum), misalnya Peraturan Menteri Kehutanan.
• Peraturan kebijakan yang berbentuk keputusan, yakni peraturan kebijakan yang berisi aturan yang
konkret-individual, misalnya Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan
• Peraturan kebijakan yang berbentuk Surat Edaran
• Peraturan kebijakan yang berbentuk Instruksi
• Peraturan kebijakan yang berbentuk pengumuman.
Oleh karena itu dalam kaitannya dengan penilaian tata kelola di aspek Rules mencakup peraturan perundang-undangan yang berisi jabaran spesifik mencakup Undang-undang/Perpu sampai Perda, serta peraturan kebijakan yang berisi aturan yang lebih teknis (Peraturan Menteri, Surat Keputusan, Surat Edaran, dll).
8 | P a g e
3. Actors (Aktor)
Merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam tata kelola yang terkait sektor kehutanan. Dalam
kaitannya dengan tata kelola kehutanan, aspek actors mencakup semua para pemangku kepentingan
(stakeholder) dalam pelaksanaan tata kelola tersebut. Penilaian terhadap pihak-pihak yang terlibat
dalam pelaksanaan tata kelola di sektor kehutanan bertujuan untuk mengetahui persepsi dan pemahaman mereka atas segala sesuatu yang tertuang dalam aturan hukum dan kebijakan serta mengetahui kapasitas mereka atas persoalan tata kelola itu sendiri.
Cakupan actors berdasarkan indikator tata kelola di sektor kehutanan ini meliputi aktor-aktor dari
level nasional hingga ke level daerah. Spectrum aktor yang dinilai dimulai dari pelaku langsung di sektor kehutanan, yaitu pemerintah (pembuat kebijakan), pelaku usaha kehutanan, dan masyarakat lokal dan adat, sampai kepada para kalangan pemerhati di sektor kehutanan, diantaranya organisasi masyarakat sipil, media massa, dan kalangan akademisi.
4. Practices (Praktek dan implementasi atas aturan dan kebijkan di tingkat tapak)
Aspek practices dalam indikator merupakan resultan (hasil) atas interaksi aspek actors dan rules.
Implementasi atas aturan hukum dan kebijakan oleh aktor-aktor dalam pelaksanaan tata kelola merupakan gambaran praktek tata kelola di tingkat tapak, mencakup didalamnya adalah persoalan efektivitas, pengawasan, dan penegakan hukum. Penilaian terhadap praktek tersebut akan melihat dampak di tingkat tapak akibat dari hukum yang ada dan bentuk upaya yang telah dilakukan oleh para aktor berdasarkan pemahaman yang mereka miliki.
Keempat aspek yang dinilai tersebut pada akhirnya akan memberikan gambaran utuh dan komprehensif
persoalan tata kelola sektor kehutanan, baik kondisi de jure atau das sollen yakni kondisi ideal yang
diinginkan sebagaimana tertuang dalam aturan-aturan normatif maupun kondisi de facto atau das sein
yakni kondisi riil terkait implementasi aturan hukum dan kebijakan di tingkat tapak. Kesenjangan (gap)
antara kondisi das sollen dan kondisi das sein menunjukan adanya persoalan dalam pelaksanaan tata
kelola sektor kehutanan di Indonesia.
Kondisi Tata Kelola Aspek Tata Kelola
De Jure atau Das Sollen Aspek Jaminan Hukum Umum
Aspek Aturan Hukum
Kesenjangan antara kondisi ideal dengan kondisi real di lapangan Persoalan pada Tata Kelola
De Facto atau Das Sein Aspek Aktor
9 | P a g e
c. Elemen Tata Kelola yang Baik
Tata kelola yang baik (good governance) tidak dapat dilepaskan dari prinsip dasar, yaitu transparansi,
partisipasi, dan akuntabilitas sebagai unsur utama. Terminologi good governance memang belum baku,
tetapi sudah banyak definisi yang coba membedah makna dari good governance. Namun demikian,
tidak dapat disangkal lagi bahwa good governance telah dianggap sebagai elemen penting untuk
menjamin kesejahteraan nasional (national prosperity). Dengan cara meningkatkan akuntabilitas,
reliabilitas (kehandalan), dan pengambilan kebijakan, yang diperkirakan di dalam organisasi pemerintah,
korporasi (sektor swasta), bahkan dalam organisasi masyarakat sipil.3
Komisi Hak Azazi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN Commission on Human Rights)
mengidentifikasi beberapa prinsip yakni transparansi, pertanggungjawaban (responsibility),
akuntabilitas, partisipasi, dan ketanggapan (responsiveness) sebagai prinsip kunci good governance.
Sementara The Canadian International Development Agency mendefinisikan bahwa good governance
dicerminkan bila kekuasaan organisasi (atau pemerintah) dijalankan dengan efektif, adil (equitable),
jujur, transparan, dan akuntabel. Sementara itu The UN Development Program (UNDP) pada tahun 1997
mengemukakan 8 (delapan) prinsip good governance yakni :
i. Kesetaraan untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan
ii. Ketanggapan atas kebutuhan stakeholder (responsiveness)
iii. Kemampuan untuk memediasi perbedaan diantara stakeholder untuk mencapai consensus
bersama.
iv. Akuntabilitas kepada stakeholder yang dilayani.
v. Transparansi dalam proses pengambilan kebijakan
vi. Aktivitas didasarkan pada aturan/kerangka hukum.
vii. Memiliki visi yang luas dan jangka panjang untuk memperbaiki proses tata kelola yang menjamin
keberlanjutan pembangunan sosial dan ekonomi.
viii. Jaminan atas hak semua orang untuk meningkatkan taraf hidup melalui cara-cara yang adil dan
inklusif.
Konsep serupa juga terdapat dalam UU No. 28 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme mengenai asas-asas umum pemerintahan negara yang baik, yakni:
i. Asas kepastian hukum
ii. Asas tertib penyelenggaraan negara
iii. Asas kepentingan umum
iv. Asas keterbukaan
v. Asas proporsionalitas
vi. Asas profesionalitas
vii. Asas akuntabilitas
Dari berbagai definisi dan prinisp-prinsip good governance tersebut, indikator penilaian di dalam
dokumen ini mengambil Transparansi, Partisipasi, Akuntabilitas danKoordinasi sebagai prinsip kunci.
Keempat prinsip kunci inilah yang digunakan sebagai dasar dalam proses penilaian terhadap kualitas
aspek Rules, Actors, dan Practices. Pemilihan keempat prinsip good governance dalam indikator bukan
untuk tujuan simplifikasi, melainkan untuk memudahkan identifikasi persoalan melalui pengelompokan indikator-indikator berdasarkan prinsip minimum tercapainya tata kelola yang baik di sektor kehutanan.
3
10 | P a g e
1. Transparansi, adalah proses keterbukaan untuk menyampaikan aktivitas yang dilakukan sehingga
pihak luar (termasuk masyarakat lokal/adat, pelaku usaha, maupun instansi pemerintah lain) dapat mengawasi dan memperhatikan aktivitas tersebut. Memfasilitasi akses informasi merupakan hal yang terpenting untuk menginformasikan dan mendorong partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya hutan. Komponen transparansi mencakup komprehensifnya informasi, ketepatan waktu dalam pelayanan informasi, ketersediaan informasi bagi publik, dan adanya upaya untuk memastikan sampainya informasi kepada kelompok rentan.
2. Partisipasi (inklusifitas), adalah proses pelibatan pemangku kepentingan (stakeholder) seluas
mungkin dalam pembuatan kebijakan. Masukan yang beragam dari berbagai pihak dalam proses pembuatan kebijakan dapat membantu pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan berbagai persoalan, perspektif, dan opsi-opsi alternatif dalam menyelesaikan suatu persoalan. Proses partisipasi membuka peluang bagi pembuat kebijakan untuk mendapatkan pengetahuan baru, mengintegrasikan harapan publik kedalam proses pengambilan kebijakan, sekaligus mengantisipasi terjadinya konflik sosial yang mungkin muncul. Komponen yang menjamin akses partisipasi mencakup, tersedianya ruang formal melalui forum-forum yang relevan, adanya mekanisme untuk memastikan partisipasi publik, proses yang inklusif dan terbuka, dan adanya kepastian masukan dari publik akan diakomodir di dalam penyusunan kebijakan.
3. Akuntabilitas, adalah mekanisme tanggung-gugat antara pembuat kebijakan dengan stakeholder
yang dilayani. Adanya mekanisme akuntabilitas memberikan kesempatan kepada stakeholder untuk meminta penjelasan dan pertanggungjawaban apabila terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan konsesus dalam pelaksanaan tata kelola di sektor kehutanan. Di dalam dokumen indikator
tata kelola, akses kepada keadilan (access to justice) dikategorikan sebagai bagian dari mekanisme
akuntabilitas.
4. Koordinasi, adalah mekanisme yang memastikan sejauhmana pihak-pihak lain (khususnya institusi
pemerintah) yang memiliki kepentingan terhadap sektor kehutanan, memiliki kesamaan tujuan yang tercermin di dalam program kerjanya. Terdapat berberapa instansi pemerintah yang memiliki kewenangan yang bersinggungan langsung dengan pengelolaan kawasan hutan, dan umumnya persoalan minimnya koordinasi menjadi faktor utama yang menyebabkan tidak efisiensi dan efektifnya tata kelola di sektor kehutanan.
Di setiap prinsip di atas, terdapat indikator-indikator yang dapat dikategorikan kedalam kelompok
“Kapasitas”, seperti kapasitas untuk memfasilitasi proses partisipasi, kapasitas mendorong penegakan
hukum, dan sebagainya. Selain itu, pada indikator ini mengakomodir beberapa prinsip tambahan dari
good governance, seperti keadilan dan kesetaraan gender.
d. Metode Penelitian
Proses penilaian menggunakan metodologi gabungan studi pustaka dan empiris. Studi pustaka diperlukan untuk melihat berbagai ketentuan hukum yang tersedia dalam aspek kehutanan. Tidak terbatas pada ketentuan hukum formal, namun juga melihat bagaimana laporan, catatan proses, dokumentasi, pemberitaan media massa dan dokumen terkait di dalam institusi pemerintahan.
11 | P a g e
Sedangkan studi empiris diperlukan untuk melihat kepada pemahaman dan persepsi setiap aktor
(stakeholder) kehutanan melalui wawancara semi tertutup. Yang dikategorikan sebagai aktor adalah
setiap orang yang terlibat dalam proses pengelolaan hutan, diantaranya instansi pemerintah, masyarakat lokal dan adat, organisasi masyarakat sipil, akademisi dan media massa.
Data dan informasi hasil wawancara kemudian diverifikasi dengan dokumen-dokumen dan observasi di lapangan melalui proses pengujian terhadap peraturan yang berlaku, seperti hak atas informasi publik dan kepastian terkerlibatan publik (partisipasi). Selain itu, persepsi para aktor akan diverifikasi kembali melalui observasi di lapangan terkait implikasi dari kehadiran aturan dan kebijakan di ltingkat tapak. Sehingga pada akhirnya, dapat diketahui secara jelas bagaimana pemahaman, pelaksanaan dan efektifitas dari pengaturan dari berbagai peraturan.
Penelitian ini akan menentukan beberapa kriteria kasus sebagai representasi permasalahan dalam tata kelola kehutanan di suatu daerah yang dijadikan sebagai daerah penelitian. Suatu wilayah dimungkinkan memiliki beberapa kasus ataupun keempat kritera kasus untuk masing masing isu tematik:
Tematik Kriteria kasus
Penguasaan, Pemilikan dan Pemanfaatan hutan (Forest Tenure)
Kasus yang dijadikan studi adalah hasil atau proses dari penyelesaian konflik antara pemerintah dengan
masyarakat lokal/adat atau perusahaan dengan masyarakat lokal/adat
Penatagunaan Kawasan Hutan (Forest/ Land Use Planning)
Kasus yang dijadikan studi adalah, hasil atau proses dari penatagunaan kawasan hutan di suatu daerah, dimana proses ataupun hasilnya mendapatkan penerimaan yang baik dari semua pihak, khususnya masyarakat lokal/adat.
Pengelolaan Kawasan Hutan atau
Manajemen Hutan (Forest Management)
Kasus yang dijadikan studi adalah, hasil atau proses dari pembentukan wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari (Kesatuan Pengelolaan Hutan/KPH)
Pendapatan dari Sektor Kehutanan dan Mekanisme Insentif Ekonomi di Sektor Kehutanan (Forest Revenues and Economic Incentives)
Kasus yang dijadikan studi adalah, hasil atau proses penganggaran yang diperoleh dari sektor kehutanan serta pengalokasiannya kembali untuk kebutuhan menjaga keberlanjutan sumber daya hutan
Mekanisme Penelitian
Sebagai kegiatan yang bertujuan untuk melakukan penilaian mengenai kondisi, kinerja, dan capaian tata
kelola yang ada saat ini, aktivitas penelitian tentang governance kerap kali diabaikan. Bahkan dipandang
sebelah mata oleh stakeholder, khususnya oleh pihak-pihak yang “dinilai” dalam penelitian tentang
12 | P a g e
dari stakeholder kehutanan terhadap proses assessment indikator tata kelola. Dengan demikian maka hasil penelitian ini dapat diterima oleh para pihak sekaligus memastikan akuntabilitas dari penelitian.
Proses penelitian akan dilakukan oleh struktur penelitian seperti ini:
Pelibatan stakeholder dalam proses assessment dilakukan dengan membentuk Dewan Pengarah
Nasional (National Advisory Panel/ NAP), yang akan terdiri dari individu-individu sebagai representasi
stakeholder di sektor kehutanan (pemerintah, sektor usaha, masyarakat, akademisi dan organisasi masyarakat sipil). Dalam penelitian ini, yang dijadikan dewan pengarah adalah representasi dari masing-masing kamar di dewan kehutanan nasional (DKN). Kontribusi dan pelibatan NAP diakomodir melalui pertemuan rutin untuk mengkonsultasikan proses assessment dan mereview hasil assessment sepanjang proses penelitian berlangsung.
Pada tingkat daerah, penelitian dilakukan oleh 2 (dua) orang assessor daerah yang terdiri dari 1 (satu)
orang yang berlatar belakang akademisi/atau dari dinas terkait dan 1 (satu) orang yang berlatar belakang organisasi masyarakat sipil. Komposisi ini diperlukan untuk dapat menjaga subjektifitas penelitian sekaligus kedalaman analisis. Asesor daerah akan melakukan penelitian di tingkat tapak untuk setiap kasus yang terdapat di daerahnya, dengan menggunakan kriteria kasus sebagaimana dijabarkan sebelumnya.
Pada tingkat nasional, penelitian juga dilakukan oleh 2 (dua) orang asesor nasional yang berlatar
belakang organisasi masyarakat sipil. Hal ini dikarenakan asesor di tingkat nasional akan lebih mudah dan cepat berinteraksi dan berkonsultasi dengan NAP. Peran dari asesor nasional adalah untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan hukum dan kebijakan yang bersifat nasional. Selain itu juga melihat kesiapan aktor di tingkat nasional dalam memahami dan melaksanakan peraturan perundangan.
Hasil assessment di tingkat daerah maupun nasional, secara simultan akan dikonsultasikan kepada NAP untuk mendapatkan input dan penajaman substansi. Pertemuan bulanan digunakan untuk menjabarkan berbagai temuan yang telah berhasil dianalisa oleh asesor di tingkat nasional dan tingkat daerah. Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian secara teknis (keseharian), maka asesor nasional maupun daerah
dibantu oleh beberapa orang konsultan. Konsultan berperan untuk membantu proses analisis terhadap
temuan-temuan dari kegiatan assesment untuk disusun kedalam sebuah laporan penelitian. Konsultan National Advisory Panel
Assesor daerah
Assesor Nasional
Konsultan Sekretariat
13 | P a g e
dalam penelitian ini terdiri dari 5 organisasi (HuMA, ICEL, FWI, Telapak, dan SEKALA) yang tergabung di dalam sebuah Jaringan Tata Kelola Hutan - Indonesia.
Untuk memperlancar komunikasi dan konsolidasi dalam pelaksanaan penelitian, proses pelaksanaan
penelitian akan difasilitasi oleh sebuah sekretariat. Di samping itu, sekretariat juga berperan untuk
memastikan semua tahapan penelitian dapat berjalan dengan lancar dan memberi dukungan teknis administratif agar berjalan sesuai dengan tujuan dan waktu yang tersedia.
14 | P a g e
Panduan Penggunaan
Indikator GFI
15 | P a g e
Bagaimana Membaca Indikator?
Tanya : Bagaimana membaca tabel indikator ini?
Jawab : Dalam penilaian tata kelola kehutanan ini, digunakan 4 tema utama dalam penilaiannya.
Karena yang ingin didapatkan adalah suatu penggambaran lengkap dan komprehensif atas kondisi
tantangan mendasar sektor kehutanan dari “hulu ke hilir”. Semua dimulai dengan tenurial,
perencanaan lahan/hutan, manajemen hutan, dan aspek pendapatan kehutanan. Dari keempat
tema tersebut masing-masing diukur menggunakan 4 prinsip dasar yang sama, yaitu 1) transparansi, 2) inklusifitas / partisipasi, 3) akuntabilitas, dan 4) koordinasi. Penilaian mencakup aspek “hukum”, “aktor” dan “praktek / implementasi”.
Hukum: akan menilai keberadaan maupun kualitas suatu peraturan perundangan yang
berlaku terkait jaminan hukum yang mengatur mengenai transparansi, inklusifitas/partisipasi, akuntabilitas dan kordinasi di sektor kehutanan. Penilaian atas hukum dibagi menjadi hukum umum dan khusus.
Hukum umum dimaksudkan sebagai pengukur suatu kerangka hukum dasar di dalam
mengatur sektor kehutanan (mis: konstitusi, UU Kehutanan, UU Lingkungan Hidup, dll).
Sedangkan Rules, menilai dengan lebih terperinci aturan-aturan hukum dan kebijakan
(peraturan perundang-undangan dan kebijakan) yang tingkatannya lebih rendah (mis: Peraturan Pemerintah, Instruksi Presiden, Keputusan Menteri, Aturan Tata Laksana, dll).
Aktor: akan menilai bagaimana upaya dan dampak dari aturan hukum yang sudah tersedia
dapat dilaksanakan, berpengaruh positif kepada masyarakat dan insntasi pemerintah. Karena aktor seharusnya bertindak atas dasar aturan hukum. Sehingga perubahan perilaku atau
status quo dari suatu kondisi dinilai dalam konteks aktor.
Praktek: akan melihat bagaimana hukum dan aktor dapat bekerja sebagai sebuah sistem /
mekanisme yang efektif dan mewujudkan suatu kondisi tata kelola pemerintahan yang baik di sektor kehutanan.
Tabel Kerangka Berpikir Penilaian
Hukum Aktor Praktek
Transparansi 1) Tenure 2) Perencanaan hutan/lahan 3) Manajemen Hutan
4)
Pendapatan kehutanan Partisipasi/Inklusifitas Akuntabilitas KoordinasiMasing-masing tema (tenure, perencanaan, manajemen, dan pendapatan kehutanan) memiliki berbagai indikator yang akan menjadi patokan ukuran. Untuk mengukur dan menilai secara lebih
16 | P a g e
terperinci lagi, maka penilaian akan dilakukan dengan menggunakan Prinsip, Kriteria, Indikator dan Elemen Kualitas.
Tanya: Apakah itu Prinsip, Kriteria, Indikator dan Elemen Kualitas
Jawab: Dalam melakukan penilaian tata kelola kehutanan, digunakan seperangkat prinsip, kriteria,
indicator dan elemen kualitas. Gunanya adalah memberikan penilaian tata kelola kehutanan yang dilakukan memiliki ukuran yang jelas. Sehingga permasalahan dapat dijawab dengan rekomendasi konstruktif dan terukur.
Prinsipadalah: Suatu nilai dasar yang digunakan sebagai rujukan dalam melihat kondsi tata
kelola pemerintahan yang baik pada sektor kehutanan. Prinsip yang tercantum merupakan
ukuran untuk mencapai kondisi minimal yang bisa dikatakan sebagai implementasi atas tata
kelola kehutanan yang baik.
Kriteria adalah: Penjabaran lebih lanjut mengenai sebuah prinsip, melihat lebih jauh mengenai
hal-hal yang perlu dimiliki untuk mencapai sebuah prinsip tata kelola kehutanan yang baik.
Indikator adalah : Suatu kondisi yang dapat “memeriksa” factor-faktor dalam sektor
kehutanan dan memiliki bobot kualitas tertentu yang apabila dipenuhi maka sektor kehutanan dapat dikatakan telah melaksanakan secara minimal tata kelola kehutanan yang baik.
Elemen Kualitas adalah :Suatu tolok ukur dari indikator yang akan menilai kualitas dari suatu
indikator. Sehingga bobot dari indikator tersebut dapat diketahui dengan jelas dan terperinci.
Contoh: Perangkat Analisa “Hukum untuk Tenurial”
Hukum
Prinsip Kriteria Indikator Elemen Kualitas
Keterbukaan dalam pengelolaan hutan dan hak masyarakat adat dan lokal dalam melakukan pemanfaatan, pengelolaan, pemilikan serta penguasaan hutan (tenurial) Transparansi penggunaan/ pemanfaata n dan perubahan peruntukan/ fungsi kawasan hutan #5 Hukum yang mengatur pemanfaatan dan konversi hutan negara mengharuskan transparansi dalam mempertimbangka n hak masyarakat adat dan lokal dalam melakukan pemanfaatan, pengelolaan, pemilikan serta penguasaan hutan (tenurial)
-INTI-Terdapat suatu kejelasan dan ketegasan dari aturan hukum terkait dengan pemanfaatan sumber daya hutan akan digunakan untuk kepentingan public?
hukum secara jelas menjelaskan mengenai apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan dengan hutan negara (public forest)? hukum mengatur mengenai proses yang transparan untuk konversi dan penggunaan kawasan hutan, termasuk pembuatan kebijakan yang jelas (partisipatif dan
transparan) serta sistem check and balances (pengawasan /
17 | P a g e
pengawasan formal) yang memadai?
Untuk menggunakan perangkat analisa tersebut, digunakan metode “triangulasi”. Metode ini melihat kepada apa yang ada secara formal di dalam dokumen (kebijakan, peraturan, prosedur, dll), kemudian di cocokan dengan pemahaman / “persepsi” dari masing-masing aktor terkait, dan terakhir di pastikan pada tingkat implementasi. Contoh tabel diatas adalah untuk melihat / “memeriksa”, apa yang ada didalam dokumen kebijakan secara formal. Sehingga yang dilakukan adalah apa yang terdapat di dalam ketentuan hukum.
Tanya: Bagaimana saya bisa mengimplementasikannya?
Jawab: Seperti dijelaskan sebelumnya, untuk menggunakan indikator ini maka para penilai harus
membaca secara lengkap perangkat indikator yang tersedia. Hal ini diperlukan agar setiap penilai mendapatkan pemahaman mendasar terkait nilai yang hendak digambarkan oleh indikator. Setelah itu, penilai bisa mulai menjawab pertanyaan yang terdapat dalam elemen kualitas dan menuliskannya dalam form kerja. Setelah dijawab semua, maka penilai dapat mengirimkan hasil penilaian tersebut kepada sekretariat Jaringan Tata Kelola Hutan Indonesia melalui website
www.tatakelolahutan.net
Tanya: Banyak sekali indikatornya, apakah saya harus isi semua?
Jawab: Untuk melakukan penilaian secara komprehensif, melihat kepada semua indikator dan
melengkapinya akan sangat ideal. Akan tetapi, setiap elemen dalam indikator dapat memberikan gambaran tersendiri atas masing-masing aspek (Hukum, Aktor, Praktek). Sehingga untuk menjawab pertanyaan ini, semuanya akan sangat tergantung kepada kebutuhan para penilai. Namun objektifitas penilaian akan bisa dikatakan valid dan terukur apabila kesemua indikator diisi secara jelas dan terperinci. Sehingga kondisi tata kelola di sektor kehutanan dapat secara jelas terlihat, dan pada akhirnya rekomendasi konkrit konstruktif juga dapat diperoleh.
18 | P a g e
Set Indikator
Forest Tenure
9 | P a g e
F
o
re
st
T
e
n
u
re
Ja
m
in
a
n
H
u
k
u
m
U
m
u
m
P ri n si p K ri te ri a In d ik a to r E le m e n K u a li ta s P Ja m in a n H u k u m U m u m y a n g m e n g a k o m o d a s i T a ta K e lo la P e m e ri n ta h y a n g B a ik . P e ra tu ra n m e n ja m in tr a n sp a ra n si , p a rt is ip a si , a k u n ta b il it a s, d a n k o rd in a si # 1 ja m in a n h u k u m m e m a n d a tk a n p e m e ri n ta h u n tu k m e la k u ka n p e m b a h a ru a n p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n ? A tu ra n h u k u m m e n g h a ru sk a n p e m e ri n ta h u n tu k m e la k u k a n p e m b a h a ru a n / e va lu a si p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n s u m b e r d a y a a la m t e rm a su k h u ta n P e m b a h a ru a n p e m a n fa a ta n h u ta n d il a k u k a n b e rd a sa r p a d a k o n d is i y a n g t e rj a d i d i ti n g k a t la p a n g a n u n tu k m e n ce g a h t e rd a p a tn y a p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n ( te n u ri a l) y a n g t id a k re le v a n d e n g a n k o n d is i Ja m in a n h u k u m m e n g a tu r m e n g e n a i a k se s m a sy a ra k a t te rk a it d e n g a n i n fo rm a si y a n g d ip e rl u k a n d a la m m e n g e ta h u i re n ca n a p e m b a ru a n y a n g a k a n d il a k sa n a k a n K e b ij a k a n p e m e ri n ta h d it u a n g k a n d a la m p e ra n g k a t h u k u m d a n p ro g ra m y a n g r e le v a n u n tu k m e la k u k a n p e m b a ru a n / e v a lu a si p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n s u m b e r d a y a a la m # 2 ja m in a n h u k u m m e m b e ri k a n p e n g a k u a n h a k m a sy a ra k a t a d a t d a n lo k a l d a la m m e la k u k a n p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n ? T e rd a p a t p e n g a k u a n h u k u m a ta s b e rb a g a i b e n tu k t e n u ri a l (p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n ) k e h u ta n a n , te ru ta m a b a g i (k o m u n it a s) l o k a l d a n m a sy a ra k a t a d a t A tu ra n h u k u m m e m b e ri k a n p e n g a k u a n d a n p e rl in d u n g a n y a n g b e ra g a m 4 b a g i b e rb a g a i h a k k e p e m il ik a n m a sy a ra k a t lo k a l A tu ra n h u k u m p o si ti f (h u ku m n a si o n a l) m e n g a k u i k e p e m il ik a n k o m u n a l d a n k o le k ti f T e rd a p a t p e n g a k u a n a ta s ke p e m il ik a n h u ta n s e ca ra k o le k ti f o le h m a sy a ra k a t, d a n /a ta u p e n g a k u a n a ta s p e n g g u n a a n k a w a sa n h u ta n y a n g w a ja r 5 d a n h a k p e n g e lo la a n 4 “ B e ra g a m ” d a la m k o n te k s e le m e n k u a li ta s i n i a d a la h t id a k t e rb a ta s p a d a s a tu j e n is p e n g a k u a n t e n u ri a l ( p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n ) s a ja . N a m u n m e n g a k o m o d ir b e rb a g a i p e ra n g k a t d a n s is te m h u k u m a d a t y a n g b e rl a k u d i m a si n g -m a si n g m a sy a ra k a t a d a t/ lo k a l. 5 “ W a ja r” d a la m e le m e n k u a li ta s in i d ia rt ik a n s e b a g a i p e n g a k u a n a ta s p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n y a n g d il a k u k a n o le h m a sy a ra k a t s e b a g a i s e b u a h p o la p e n g h id u p a n m a sy a ra k a t y a n g t in g g a l d i d a la m d a n s e k it a r h u ta n t e rs e b u t.0 | P a g e
Ja
m
in
a
n
H
u
k
u
m
U
m
u
m
P ri n si p K ri te ri a In d ik a to r E le m e n K u a li ta s (m a n a g e m e n t ri g h ts ) b a g i m a sy a ra k a t y a n g h id u p d id a la m a ta u b e rg a n tu n g h id u p n y a k e p a d a h u ta n ( h u ta n n e g a ra ) K e ra n g k a h u k u m m e n y e d ia k a n r u a n g y a n g m e m a d a i b a g i m a sy a ra k a t u n tu k m e n e n tu k a n a tu ra n i n te rn a l 6 m e re k a u n tu k a d m in is tr a si t e n u ri a l d a n u n tu k m e n g e m b a n g k a n m e ka n is m e m e re k a u n tu k m e m o n it o r d a n m e m b e ri s a n k si a ta s k e p a tu h a n t e rh a d a p a tu ra n t e rs e b u t H a k a ta s k a w a sa n h u ta n d a n s u m b e r d a y a h u ta n d ia tu r se ca ra j e la s d i d a la m h u ku m d a n ti d a k b e rt e n ta n g a n ( n o n -c o n fl ic ti n g ) 7 K e ra n g k a h u k u m m e n ja m in k e te rs e d ia a n s a ra n a u n tu k m e re g is te r d a n m e n d o k u m e n ta si ka n h a k d a ri s e m u a p ih a k y a n g m e m a n fa a tk a n h u ta n ( ri g h ts o f a ll f o re st u se rs ), b a ik h a k t e rs e b u t d ip e g a n g i n d iv id u a l a ta u k o le k ti f T e rs e d ia j a m in a n h u k u m y a n g m e n y a ta k a n b a h w a h a k t id a k d a p a t d ia m b il a li h a ta u d ir u b a h s e ca ra s e p ih a k d a n t id a k a d il K e ra n g k a h u k u m m e n g a tu r b a h w a h a ru s te rd a p a t su a tu p ro se s y a n g t ra n sp a ra n d a n a d il u n tu k s it u a si d im a n a a d a k e m u n g k in a n b a h w a h a k y a n g d im il ik i m a sy a ra k a t a ta s h u ta n a k a n d ik u ra n g i a ta u d ih il a n g k a n ( m is : a d a p e n g a tu ra n m e n g e n a i p e m b e ri ta h u a n s e b e lu m su a tu k a w a sa n h u ta n a k a n d ij a d ik a n s u a tu p ro y e k p e m b a n g u n a n ) K e ra n g k a h u k u m m e n y e d ia k a n p e rl in d u n g a n t e rh a d a p b e rb a g a i ti n d a k a n a ta s p e n g u si ra n se ca ra p a k sa a ta s m a sy a ra k a t ya n g t in g g a l d i d a la m d a n s e k it a r h u ta n ( w a la u p u n m a sy a ra k a t te rs e b u t ti d a k m e m il ik i s e rt if ik a t / b u k ti f o rm a l p e n g a k u a n h a k) 6 “ A tu ra n I n te rn a l” d i d a la m m a sy a ra k a t d ik e n a l ju g a d e n g a n i st il a h s is te m h u k u m a d a t. E le m e n k u a li ta s i n i m e m e ri k sa k e m u n g k in a n y a n g d ib e ri k a n o le h s e b u a h a tu ra n h u k u m t e rk a it d e n g a n p e n g a k u a n a ta s s is te m h u k u m a d a t y a n g b e rl a k u u n tu k m e la k u k a n m o n it o ri n g d a n p e m b e ri a n s a n k si a ta s p e la k sa n a a n p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n ( te n u ri a l) . S e h in g g a h u k u m j u g a m e n g a k u i k e b e ra d a a n s is te m h u k u m a d a t y a n g d ia n u t o le h m a sy a ra k a t s e te m p a t d a n m e m u n g k in k a n u n tu k s is te m t e rs e b u t b e rl a k u d i k a w a sa n m e re k a . 7 “ Je la s d a n N o n C o n fl ic ti n g ” d ia rt ik a n d a la m e le m e n k u a li ta s in i se b a g a i a tu ra n y a n g m e n ce g a h p e n g a tu ra n t e rk a it d e n g a n p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n ( te n u ri a l) t id a k s a li n g b e rt e n ta n g a n s a tu d e n g a n y a n g l a in n y a . B is a a n ta r s e k to r t e rk a it ( p e rt a m b a n g a n , p e rk e b u n a n , p e rt a n a h a n , d ll ) ju g a a n ta r p e ra tu ra n d i s e k to r y a n g s a m a ( m is sa l U n d a n g u n d a n g k e h u ta n a n d e n g a n P e ra tu ra n M e n te ri ).1 | P a g e
Ja
m
in
a
n
H
u
k
u
m
U
m
u
m
P ri n si p K ri te ri a In d ik a to r E le m e n K u a li ta s # 3 h u k u m m e m b e ri k a n p e n g a tu ra n a g a r p e n g e lo la a n a d m in is tr a si p u b li k m e n g e n a i p e m a n fa a ta n k a w a sa n h u ta n o le h m a sy a ra k a t d id a la m d a n d is e k it a r ka w a sa n h u ta n ( te rm a su k u ru sa n te n u ri a l) d il a k sa n a k a n d e n g a n m e m p e rt im b a n g k a n k e ca ka p a n d a n p e n g e ta h u a n a p a ra t/ a g e n si te rk a it s e rt a m e m e p rt im b a n g a n p ri n si p h a k a sa si m a n u si a s e rt a k e le st a ri a n l in g k u n g a n ? H u k u m m e m b e ri k a n k e h a ru sa n b a h w a s e ti a p s ta ff y a n g m e n a n g a n i is u p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n ( te n u ri a l) m e m il ik i ke m a m p u a n d a la m m e m a h a m i d a n m e m b e ri ka n p e n il a ia n t e rk a it a sp e k k e le st a ri a n l in g k u n g a n ( p e rn a h m e n g ik u ti p e la ti h a n , se rt if ik a si A M D A L, j e n ja n g k e p a n g k a ta n d iu k u r d a ri j e n ja n g p e n d id ik a n f o rm a l / n o n f o rm a l, d ll ) H u k u m m e m b e ri k a n j a m in a n a ta s ke se m p a ta n p e n g e m b a n g a n k a ri r d a n k a p a si ta s d a ri se ti a p s ta ff y a n g t e rk a it d e n g a n i su p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n ( te n u ri a l) H u k u m m e n sy a ra tk a n s ta ff y a n g m e n a n g a n a n i is u p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n se rt a p e n g u a sa a n h u ta n ( te n u ri a l) m e m il ik i k e m a m p u a n u n tu k m e n g e n a li b e rb a g a i je n is k o n fl ik d a n m e m fa si li ta si u n tu k m e n ca ri k a n s o lu si # 4 ja m in a n h u k u m m e n g a tu r m e n g e n a i h a rm o n is a si a n ta ra p e n g a k u a n h a k m a sy a ra k a t d i d a la m d a n s e k it a r h u ta n d e n g a n se k to r la in d il u a r se k to r k e h u ta n a n ( m is :p e rt a m b a n g a n , p e rk e b u n a n , d ll )? T e rd a p a t p e n g a tu ra n d i d a la m h u k u m k e h u ta n a n n a si o n a l y a n g m e n g h a ru sk a n t e rd a p a t su a tu s in k ro n is a si ( ke se su a ia n ) d e n g a n s e kt o r la in , te rk a it d e n g a n h a k p e m a n fa a ta n su m b e r d a y a d i d a la m h u ta n ( ti d a k t e rb a ta s p a d a k a y u ) T e rd a p a t ke je la sa n d a n k e te g a sa n a tu ra n u n tu k m e m a st ik a n b a h w a s e ti a p p e ra tu ra n y a n g b e rk a it a n d e n g a n a sp e k p e n g a k u a n h a k m a sy a ra k a t d i d a la m s e k to r k e h u ta n a n d a p a t si n e rg is d e n g a n s e k to r d i lu a r k e h u ta n a n A tu ra n h u k u m m e m b e ri k a n k e h a ru sa n b a g i se k to r d i lu a r k e h u ta n a n ( p e rt a m b a n g a n , p e rt a n ia n , p e rk e b u n a n , p e rm u k im a n , d ll ) u n tu k m e la k u k a n s in k ro n is a si p e n g a k u a n h a k p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n ( te n u ri a l) d i In d o n e si a2 | P a g e
H
u
k
u
m
P ri n si p K ri te ri a In d ik a to r E le m e n K u a li ta s K e te rb u k a a n d a la m p e n g e lo la a n h u ta n d a n h a k m a sy a ra k a t a d a t d a n l o k a l d a la m m e la k u k a n p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n ( te n u ri a l) T ra n sp a ra n si p e n g g u n a a n /p e m a n fa a ta n d a n p e ru b a h a n p e ru n tu k a n /f u n g si k a w a sa n h u ta n # 5 h u k u m H u k u m m e n ja m in tr a n sp a ra n si p e m a n fa a ta n d a n k o n ve rs i h u ta n y a n g ; d a n H u k u m m e n ja m in h a k m a sy a ra k a t a d a t d a la m p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n ? -I N T I-T e rd a p a t su a tu k e je la sa n d a n k e te g a sa n d a ri a tu ra n h u k u m t e rk a it d e n g a n p e m a n fa a ta n su m b e r d a y a h u ta n a k a n d ig u n a k a n u n tu k k e p e n ti n g a n p u b li c A tu ra n h u k u m s e ca ra j e la s m e n je la sk a n m e n g e n a i a p a y a n g d a p a t d a n t id a k d a p a t d il a k u k a n d e n g a n h u ta n n e g a ra ( p u b li c fo re st ) A tu ra n h u k u m m e n g a tu r m e n g e n a i p ro se s y a n g t ra n sp a ra n u n tu k k o n ve rs i d a n p e n g g u n a a n k a w a sa n h u ta n , te rm a su k p e m b u a ta n k e b ij a k a n y a n g j e la s (p a rt is ip a ti f d a n tr a n sp a ra n ) se rt a s is te m c h e ck a n d b a la n ce s (p e n g a w a sa n / m o n it o ri n g b a ik i n d ip e n d e n a ta u p e n g a w a sa n f o rm a l) y a n g m e m a d a i H u k u m m e n g a tu r p ro se s ya n g t ra n sp a ra n m e n g e n a i a lo k a si p e m a n fa a ta n s u m b e r d a y a d a n h a k p e n g e lo la a n d i h u ta n n e g a ra ( b a g i se m u a p ih a k m a sy a ra k a t, s w a st a , B U M N , d ll ), te rm a su k p e m b u a ta n k e b ij a k a n y a n g j e la s d a n s is te m ch e ck a n d b a la n ce s y a n g m e m a d a i H u k u m m e n sy a ra tk a n a d a n y a p e n ye b a rl u a sa n i n fo rm a si k e p a d a p u b li k m e n g e n a i k o n ve rs i d a n p e n g g u n a a n k a w a sa n h u ta n s e rt a a lo ka si a ta s p e m a n fa a ta n s u m b e r d a y a d a n h a k p e n g e lo la a n k a w a sa n h u ta n H u k u m m e n g h a ru sk a n p e m b e ri a n i n fo rm a si k e p a d a m a sy a ra k a t te rk a it d e n g a n k e g ia ta n , se b e lu m d il a k u k a n n y a p a rt is ip a si m a sy a ra ka t T ra n sp a ra n si d a la m p e la y a n a n p u b li k t e rk a it h a k m a sy a ra k a t a d a t d a n l o k a l # 6 h u k u m m e n g a tu r p ro se d u r u n tu k m e m p e ro le h p e n g a ku a n h u k u m a ta s h a k m a sy a ra k a t a d a t d a n l o k a l d a la m m e la k u k a n p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n H u k u m m e m b e ri k a n a tu ra n y a n g j e la s d a n t e g a s u n tu k m e n g a tu r ta h a p a n , b ia y a , w a k tu d a n i n st it u si y a n g b e rw e n a n g u n tu k m e m b e ri k a n i n fo rm a si t e rk a it a sp e k h a k m a sy a ra k a t a d a t d a n l o k a l d a la m m e la ku k a n p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n ( te n u re ) A tu ra n h u k u m m e m b e ri k a n p e n g a tu ra n y a n g j e la s d a n m u d a h d im e n g e rt i o le h m a sy a ra k a t3 | P a g e
H
u
k
u
m
P ri n si p K ri te ri a In d ik a to r E le m e n K u a li ta s d a la m m e la k u k a n p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n ( te n u ri a l) b a g i k e lo m p o k r e n ta n /m a rg in a l (t e rm a su k m a sy a ra k a t a d a t) 8 ? -I N T I-te rk a it p ro se d u r p e n g a ju a n h a k A tu ra n h u k u m m e m b e ri k a n p e n g a tu ra n t e rk a it p ro se d u r y a n g m u d a h , ce p a t, b ia y a r in g a n d a n j e la s d a la m m e n g a ju k a n h a k m e m a n fa a tk a n k a w a sa n h u ta n A tu ra n h u k u m m e n g a tu r m e n g e n a i m e k a n is m e k e b e ra ta n d a n c o m p la in y a n g d a p a t d ig u n a k a n o le h m a sy a ra k a t k e ti k a t e rd a p a t h a k m a sy a ra k a t y a n g t e rl a n g g a r a ta u t id a k te rp e n u h i # 7 ja m in a n h u k u m a ta s a ks e s in fo rm a si m e n g e n a i st a tu s p e n g u a sa a n d a n p e m a n fa a ta n k a w a sa n h u ta n ? -I N T I-T e rd a p a t a tu ra n y a n g j e la s so a l a k se s p u b li k , te rk a it d e n g a n i n fo rm a si -i n fo rm a si s e p u ta r a sp e k p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n ( te n u re ) d a la m s u a tu a re a ( p e m e g a n g i zi n , tr a ck r e co rd /r e k a m j e ja k p e m e g a n g i zi n , a re a , lu a sa n , w a kt u , m a n fa a t b a g i m a sy a ra k a t d a n l in g k u n g a n , re n ca n a k e rj a , d a sa r h u k u m , p e ja b a t p e m b e ri i zi n , ta h a p a n p e ri zi n a n , d o k u m e n p e ri zi n a n ) A tu ra n h u k u m m e n g a tu r m e n g e n a i p e m b e ri a n i n fo rm a si s e ca ra b e rk a la , te rk a it d e n g a n p e ri zi n a n / k o n se si a ta s p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n y a n g t e rd a p a t d i w il a y a h m a sy a ra k a t A tu ra n s e ca ra j e la s m e n g a tu r m e n g e n a i “ k la si fi k a si i n fo rm a si ” (i n fo rm a si m a n a s a ja y a n g te rm a su k i n fo rm a si y a n g b e b a s d a n i n fo rm a si y a n g d ik e cu a li k a n ) A tu ra n h u k u m m e n g h a ru sk a n b a h w a i n fo rm a si t e rk a it a sp e k h a k m a sy a ra k a t a d a t d a n lo k a l d a la m m e la k u k a n p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n (t e n u re ) d a p a t d is a ji k a n d a la m b e n tu k y a n g d a p a t d ip a h a m i m a sy a ra k a t se h in g g a m e n ja d i in fo rm a si y a n g b e rm a n fa a t 8 “ K e lo m p o k r e n ta n / m a rg in a l ( te rm a su k m a sy a ra k a t a d a t) ” y a n g d im a k su d k a n d i d a la m i n d ic a to r i n i a d a la h , k e lo m p o k m a sy a ra k a t y a n g h id u p d i d a la m d a n s e k it a r h u ta n d e n g a n m e n g g u n a k a n s is te m y a n g m e re k a a k u i d a n la k sa n a k a n s e ca ra t u ru n t e m u ru n . H u k u m p e rl u u n tu k m e m b e ri k a n a tu ra n t e rk a it d e n g a n k e g ia ta n p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n y a n g d il a k u k a n o le h m a sy a ra k a t t e rs e b u t. K a re n a s e ri n g k a li ta n p a p e n g a k u a n , m a sy a ra k a t c e n d e ru n g d ia n g g a p s e b a g a i “ p e ra m b a h ”.4 | P a g e
H
u
k
u
m
P ri n si p K ri te ri a In d ik a to r E le m e n K u a li ta s # 8 ja m in a n h u k u m a ta s p e n y u su n a n p e ri zi n a n k e h u ta n a n y a n g h a ru s d il a k sa n a k a n s e ca ra t ra n sp a ra n ? -I N T I-H u k u m m e n g a tu r b a h w a p e ri zi n a n d ib u a t d e n g a n m e la k u k a n k o n su lt a si d e n g a n m a sy a ra k a t y a n g t in g g a l d i d a la m m a u p u n d i se k it a r ko n se si y a n g a k a n d ib e ri k a n ij in A tu ra n h u k u m t e rk a it p e ri zi n a n m e m u a t k e te n tu a n t e rk a it p e rl u n y a p e rt im b a n g a n a ta s k in e rj a p e ru sa h a a n d a la m m e la k sa n a k a n p e ri zi n a n y a n g p e rn a h d ip e ro le h s e b e lu m n y a (m e li h a t re k a m j e ja k ) P e ra tu ra n t e rk a it p e ri zi n a n s e ca ra j e la s m e n g a tu r m e n g e n a i a k se s m a sy a ra k a t d a la m d o k u m e n -d o k u m e n p e n d u k u n g d a ri d it e rb it k a n n y a i zi n ( re ko m e n d a si b u p a ti , g u b e rn u r, m e n te ri ) H u k u m m e n g h a ru sk a n b a h w a s e ti a p p ro se s p e ri zi n a n ( se b e lu m k e p u tu sa n d ia m b il ) d a p a t d ia k se s o le h m a sy a ra k a t se ca ra m u d a h K e te rl ib a ta n m a sy a ra k a t d i d a la m d a n se k it a r h u ta n p a d a a sp e k p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n ( te n u re ) P a rt is ip a si p u b li k d a la m k e b ij a k a n p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n # 9 h u k u m m e m b e ri k a n j a m in a n k e te rl ib a ta n m a sy a ra k a t d a la m p ro se s p e n y u su n a n , p e la k sa n a a n , d a n e v a lu a si s e rt a p e n ye le sa ia n i su h a k m a sy a ra k a t a d a t d a n lo k a l d a la m m e la k u k a n p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n ( te n u ri a l) ? -I N T I-A tu ra n h u k u m m e m b e ri k a n p e n g a tu ra n s e ca ra t e g a s d a n j e la s te rk a it d e n g a n h a k m a sy a ra k a t d i d a la m d a n s e k it a r h u ta n u n tu k t e rl ib a t d a la m p e n y u su n a n , p e la k sa n a a n d a n e v a lu a si k e b ij a k a n t e rk a it a sp e k p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n ( te n u re ) H u k u m s e ca ra t e g a s m e w a ji b k a n k e p a d a p e m e ri n ta h d a n p e m e g a n g i zi n u n tu k m e li b a tk a n m a sy a ra k a t d i d a la m d a n d i s e k it a r h u ta n d a la m p ro se s p e n g a m b il a n k e p u tu sa n T e rd a p a t a tu ra n / s a n k si t e rk a it d e n g a n t id a k d il a ks a n a k a n n y a p a rt is ip a si p u b li c d a la m p e n y u su n a n , p e la k sa n a a n d a n e v a lu a si k e b ij a k a n t e rk a it a sp e k p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n ( te n u re ) T e rd a p a t a sp e k p e m a n fa a ta n , p e n g e lo la a n , p e m il ik a n s e rt a p e n g u a sa a n h u ta n ( te n u re ) m a sy a ra k a t d i d a la m d a n s e k it a r h u ta n , d ip e rt im b a n g k a n s e b e lu m m e n y a ta k a n k la im a ta s su a tu w il a ya h K e b e ra d a a n m e k a n is m e p e n y e le sa ia n A d a n y a s is te m d a n m e k a n is m e p e n y e le sa ia n # 1 0 h u k u m m e m b e ri k a n j a m in a n b a g i k e b e ra d a a n m e k a n is m e A D R b e rb a si s h u k u m f o rm a l m a u p u n n o n T e rd a p a t p e ra tu ra n y a n g m e n g a k u i d a n m e n ja m in t e rs e d ia n y a m e ka n is m e p e n ye le sa ia n se n g k e ta a lt e rn a ti ve ( d il u a r p e n g a d il a n )5 | P a g e