• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. melalui KIE, maka selanjutnya ia perlu diberikan konseling. Jenis dan bobot

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. melalui KIE, maka selanjutnya ia perlu diberikan konseling. Jenis dan bobot"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konseling 2.1.1. Definisi

Konseling merupakan tindak lanjut dari KIE.bila seseorang telah termotivasi melalui KIE, maka selanjutnya ia perlu diberikan konseling. Jenis dan bobot konseling yang diberikan suda tentu tergantung pada tingkatan KIE yang telah diterimanya. Konseling dibutuhkan bila seseorang dibutuhkan bila seseorang menghadapi suatu masalah tidak dapat dipecahkan sendiri (Arum, 2009).

Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek pelayanan keluarga berencana bukan hanya informasi yang diberikan dan dibicarakan pada suatu kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan (Saifuddin, 2006).

Konseling adalah proses pemberian informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik dengan paduan ketrampilan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik yang bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar/upaya untuk mengatasi masalah tersebut (McLeod, 2006). 2.1.2. Tujuan Konseling

Adanya pemahaman terhadap akar dan perkembangan kesulitan emosional, mengarah pada kapasitas untuk lebih memilih kontrol rasional daripada perasaan dan tindakan. Menjadi lebih mampu membentuk dan mempertahankan hubungan yang

(2)

bermakna dan memuaskan dengan orang lain. Menjadi lebih peka terhadap pemikiran dan perasaan yang selama ini ditahan atau ditolak, atau mengembangkan perasaan yang lebih akurat berkenaan dengan bagaimana penerimaan orang lain terhadap diri.

Pengembangan sikap positif terhadap diri, yang ditandai oleh kemampuan menjelaskan pengalaman yang selalu menjadi subjek kritik diri dan penolakan. Pergerakan ke arah pemenuhan potensi atau penerimaan integrasi bagian diri yang sebelumnya saling bertentangan. Membantu klien mencapai kondisi kesadaran spiritual yang lebih tinggi. Menemukan pemecahan masalah tertentu yang tak bisa dipecahkan oleh klien seorang diri.

Membuat klien mampu menangkap ide dan teknik untuk memahami dan mengontrol tingkah laku. Mempelajari dan menguasai ketrampilan soaial dan interpersonal. Modifikasi atau mengganti kepercayaan yang tak rasional atau pola pemikiran yang tidak dapat diadaptasi, yang diasosiasikan dengan tingkah laku penghancuran diri (McLEOD, 2006).

2.1.3. Jenis Konseling

a. Konseling KB Awal atau Pendahuluan

Dilakukan pada mereka yang sama sekali belum tahu K, belum mengerti Norma Keluarga kecil Bahagia Sejahtera ( NKKBS)

b. Konseling KB Pemilihan Cara

Dilakukan pada mereka yang sudah mengerti NKKBS dan membutuhkan pertolongan atau bantuan dalam memilih cara-cara atau alat/obat kontrasepsi,

(3)

misalnya : karena belum tahu, pengetahuannya masih kurang lengkap, atau bisa juga karena pengetahuannya kurang tepat atau keliru.

c. Konseling KB pemantapan

Dilakukan kepada mereka yang sudah memahami. Tujuannya ialah supaya yakin bahwa alat/obat kontrasepsi yang akan dipakainya sesuia dengan kondisi dan kebutuhannya, tahu kemungkinan efek samping dan cara mengatasinya. Pada konseling ini dilakukan pemeriksaan kesehatan dan keterangan diri( nama, jumlah anak, riwayat kesehatan) yang diperlukan untuk mengetahui cocok tidaknya memakai alat/ obat kontrasepsi

d. Konseling KB pengayoman

e. Dilakukan pada mereka yang sudah memakai alat kontrasepsi. Tujuanya adalah untuk mengatasi masalah yang timbul sesudah memakai alat kontrasepsi, misalnya karena pengaruh dari luar (mendengar gunjingan, melihat pengalaman orang lain yang kurang enak ). Bisa juga dilakukan pada mereka yang tadinya sudah memahami dan ingin memiliki KKBS ( Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera), memakai alat kontrasepsi, tapi kemudian berubah pendapat karena alasan tertentu (bercerai, kematian anak, dan sebagainya)

f. Konseling KB Perawatan/ Pengobatan

Dilakukan pada mereka yang mengalami kegoncangan emosi atau gangguan kejiwaan akibat keinginannya untuk memiliki alat kontrasepsi.

(4)

2.1.4. Metode Konseling

Menurut Notoatmodjo (2012 ), metode konseling merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal.Metode yang dikemukakan antara lain :

1. Metode Konseling Perorangan (Individual)

Dalam konseling kesehatan metode ini digunakan untuk membina perilaku baru atau seseorang yang telah mulai tertarik pada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakan pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Bentuk dari pendekatan ini antara lain : a. Bimbingan dan Penyuluhan

Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikoreksi dan dibantu penyelesaiannya. Akhirnya klien akan dengan sukarela, berdasarkan kesadaran dan penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut.

b. Wawancara

Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, ia tertarik atau belum menerima perubahan, untuk mempengaruhi apakah perilaku yang sudah atau akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat, apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.

(5)

2. Metode Konseling Kelompok

Dalam memilih metode penyuluhan kelompok harus mengingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan berbeda dengan kelompok kecil.

Efektifitas suatu metode akan tergantung pula pada besarnya sasaran penyuluhan. Metode ini mencakup :

a. Kelompok Besar

Kelompok besar yaitu apabila peserta penyuluhan lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok ini adalah ceramah dan seminar.

1). Ceramah

Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah.

a. Pengertian

Ceramah adalah salah satu cara pendidikan kesehatan yang di dalamnyakita menerangkan dan menjelaskan sesuatu cara lisan di sertai tanya jawab, diskusi dengan sekelompok pendengar serta di bantu dengan beberapa alat peraga yang dianggap perlu. Ceramah adalah cara penyajian informasi yang di lakukan pengajar dengan penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap pemdengar atau sasaran.

Ceramah adalah suatu cara penyampaian informasi, fakta, pengetahuan atau masalah dari fasilitaor atau tutor kepada sasaran

(6)

yang dilakukan secara langsung kepeda penceramah dengan pendengar atau secara tidak langsung melalui kaset, suara, TV, radio dan sebagainya untuk mencapai tujuan tertentu.

Dari ketiga pengertian di atas dapat di simpulkan, ceramah adalah salah satu cara penyampaian informasi secara lisan kepada sasaran yang dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.

b. Metode Ceramah dapat dilakukan jika :

1. Tujuan yang ingin dicapai berkenaan dengan ranah kognitif 2. Isi atau pesan belajar bersifat informative

3. Waktu yang terbatas, jumlah sasaran yang relative besar dan fasilitas belajar yang terbatas.

c. Keuntungan Menggunakan Metode Ceramah 1. Murah dan mudah menggunakan

2. Waktu yang diperlukan dapat dikendalikan oleh penyuluh 3. Mempunyai sifat yang luwes

4. Tidak perlu banyak menggunakan alat bantu atau alat peraga. 5. Penyuluh dapat menjelaskan dengan menekankan bagian yang

penting.

d. Kekurangan Menggunakan Metode Ceramah

1. Dapat menimbulkan kebiasaan yang kurang baik yaitu sifat pasif, kurang aktif untuk mencari dan mengelola informasi jika sering digunakan.

(7)

2. Hanya sedikit penyuluh yang dapat menjadi pembicara yang baik.

3. Bahan ceramah sering tidak sesuai karena sering kali bahan ceramah yang berikan adalah apa yang diingat dan bukan apa yang harus di ketahui oleh sasaran.

4. Tidak semua sasaran mempunyai daya tangkap yang sama. 5. Sulit mendapatkan umpan balik dari sasaran.

6. Sering menimbulkan verbalisme pada sasaran, sasaran dapat mengucapkan pkata tetapi tidak mengetahui apa artinya.

7. Sering menimbulkan salah paham karena sasaran salah mengartikan uraian arti penyuluh.

8. Ceramah dalam waktu yang lama dapat membosankan sehingga sering mengganggu konsentrasi berfikir sasaran.

d. Ciri Khas Ceramah

1. Ada sekelompok pendengar yang sudah di persiapkan. 2. Ada ide yang akan disampaikan secara lisan.

3. Pendengar mempunyai kesempatan bertanya yang harus di jawab oleh penceramah.

4. Untuk menjelaskan sesuatu dengan lisan dapat digunakan alat peraga.

(8)

e. Langkah-langkah Penggunaan Metode Ceramah

Proses penggunaan metode ceramah dapat di tempuh langkah-langkah berikut sebagai pedoman:

1. Persiapan tujuan yang akan dicapai

2. Tentukan siapa yang akan mendengarkan ceramah 3. Tentukan dan kuasai materi yang akan di sampaikan 4. Siapkan alat peraga yang akan digunakan

5. Tentukan siapa yang akan di undang dan persiapkan undangan 6. Siapkan bahan yang mungkin akan di bagikan, misalnya leaflet. f. Pelaksanaan Ceramah

1. Pertama kali perkenalkan diri mengemukankan maksud dan tujuan serta harapan yang ingin di capai.

2. Jelaskan secara sistematis isi ceramah yang akan diberikan. 3. Suara harus cukup keras dan berirama atau naik turun sehingga

tidak membosankan bagi yang mendengarkan. 4. Dapat diselinggi dengan humor segar.

5. Untuk menjelaskan materi yang belum jelas, di gunakan alat peraga yang tepat dan benar.

6. Buatlah suasana ceramah tersebut menyenangkan.

7. Berikan waktu setiap tiga menit bagi sasaran untuk mengajukan pertanyaan.

(9)

9. Jawablah pertanyaan dengan menyakinkan

10. Jadikanlah setiap pertanyaan sebagai bahan diskusi

11. Ketika akan mengakhiri ceramah buatlah tinjauan kemabali 12. Setelah selesai ceramah beramahtamalah dahulu dengan para

pendengar. g. Penilaian

Setiap selesai ceramah perlu diadakan penilaian secara langsungmaupun tidak langsung untuk mengetahui apakah pendengar mengerti atau tidak terhadap materi yang di samapikan. Cara penilaian;

1. Secara lisan dengan mengajukan pertanyaan 2. Angket pertanyaan yang di isi oleh pendengar 3. Wawancara

Yang perlu dinilai:

1. Pengetahuan tentang isi ceramah

2. Tanggapan menyangkut isis ceramah dan cara penyampaian 3. Kegunaan ceramh bagi sasaran

4. Kesanggupan untuk menerima atau melaksanakan

5. Komentar umum tentang ceramah, tempat penyelenggaran dan lain-lain.

(10)

2). Seminar

Notoatmojdo (2012) mengatakan bahwa metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian dari seseorang ahli atau beberapa orang ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan dianggap hangat di masyarakat.

a. Kelompok Kecil

Kelompok Kecil yaitu apabila peserta penyuluhan kurang dari 15 orang. Menurut (Liliweri, 2011) adapun jumlah kelompok kecil dalam melakukan komunikasi kelompok berjumlah 4-20 orang. Metode yang cocok untuk kelompok ini antara lain:

1. Diskusi kelompok 2. Curah pendapat 3. Bola salju

4. Kelompok-kelompok kecil 5. Bermainkan peran

6. Permainan simulasi (Notoatmojo, 2012) 2.1.5. Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK)

Saat ini sudah tersedia lembar balik yang dikembangkan WHO dan telah diadaptasikan untuk Indonesia yang digunakan dalam konseling. ABPK membantu petugas melakukan konseling sesuai dengan adanya tanda pengingat mengenai ketrampilan konseling yang perlu dilakukan dan informasi apa yang perlu diberikan

(11)

yang disesuaikan dengan kebutuhan klien. ABPK sekaligus mengajak klien bersikap lebih partisipatif dan membantu klien untuk mengambil keputusan. (Saifuddin, 2006).

Prinsip konseling yang dipakai dalam ABPK adalah : 1. Klien yang membuat keputusan

2. Provider membantu klien menimbang dan membuat keputusan yang paling tepat bagi klien

3. Sejauh memungkinkan keinginan klien dihargai/dihormati 4. Provider menanggapi pernyataan ataupun kebutuhan klien

5. Provider harus mendengar apa yang dikatakan klien untuk mengetahui apa yang harus dilakukan klien selanjutnya

ABPK juga mempunyai fungsi ganda sebagai berikut : a. Membantu pengambilan keputusn metode KB

b. Membentu pemecahan masalah dalam penggunaan KB

c. Alat bantu Visual untuk pelatihan provider (tenaga kesehatan) yang baru bertugas d. Menyediakan referensi(BKKBN, 2011)

2.1.6. Langkah-langkah dalam Konseling a. Pendahuluan

Langkah pendahuluan atau langkah pembuka merupakan kegiatan untuk mencipatakan kontak, melengkapi data klien untuk merumuskan penyebab masalah, dan menentukan jalan keluar.

(12)

b. Bagian Inti /pokok

Bagian inti/pokok dalam konseling mencakup kegiatan mencari jalan keluar, memilih salah satu jalan keluar yang tepat bagi klien, dan melaksanakan jalan keluar tersebut.

c. Bagian Akhir

Bagian akhir kegiatan konseling merupakan kegiatan penyimpulan dari seluruh aspek kegiatan dan pengambilan jalan keluar. Langkah tersebut merupakan langkah penutupan dari pertemuan dan juga penetapan untuk pertemuan berikutnya (Uripni, 2002).

Dalam memberikan konseling, khususnya bagi calon klien KB yang baru hendaknya dapat diterapkan enam langkah yang sudah dikenal dengan kata kunci SATU TUJU. Penerapan satu tuju tersebut tidak perlu dilakukan secara berulang-ulang karena konselor harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan klien. Kata kunci SATU TUJU adalah sebagai berikut:

SA : SApa dan SAlam kepada klien secara terbuka dan sopan. Berikan perhatian sepenuhnya kepada mereka dan berbicara di tempat yang nyaman serta terjamin privasinya. Tanyakan kepada klien apa yang perlu dibantu serta jelaskan pelayanan apa yang dapat diperoleh.

T : Tanyakan pada klien informasi entang dirinya. Bantu klien untuk berbicara mengenai pengalaman Keluarga Berencana. Tanyakan Kontrasepsi yang diinginkan oleh klien. Coba tempatkan diri kita di dalam hati klien.

(13)

U : Uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan beri tahu apa pilihan kontrasepsi. Bantu klien pada jenis kontrasepsi yang di ingini, serta jelaskan pula jenis-jenis kontrasepsi lain yang ada. Juga jelaskan alternatif kontrasepsi lain yang mungkin diingini oleh klien.

TU : Bantulah klien menetukan pilihannya. Bantulah klien berpikir mengenai apa yang paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya. Doronglah klien untuk mewujudkan keinginannya dan mengajukan pertanyaan.

J : Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi pilihannya. Setelah klien memilih jenis kontrasepsinya, jika diperlukan, diperlihatkan alat/kontrasepsinya yang akan digunakan tersebut dan bagaimana cara penggunaanya.

U : Ulang, perlunya dilakukan kunjungan ulang. Bicarakan dan buatlah perjanjian kapan klien akan kembali untuk melakukan pemeriksaan lanjutan atau permintaan kontrasepsinya.

2.1.7. Teknik-teknik Konseling

Teknik-teknik konseling yang biasa dipergunakan :

a. Cara suportif untuk memberi dukungan kepada peserta / calon peserta, karena mereka dalam keadaan bingung dan ragu-ragu yaitu dengan menenangkan/menentramkan dan menumbuhkan kepercayaannya bahwa ia mempunyai kemampuan untuk membantu dirina sendiri.

(14)

b. Kataris : dengan memberi kesempatan kepada merak untuk mengungkapkan dan menyalurkan semua pasangan yang dipunyainya untuk menimbulkan perasaan lega

c. Memberi semua informasi diperlukannya untuk membantu peserta/ calon peserta membuat keputusan.

Dalam konseling diadakan percakapan dua arah untuk :

a. Membahas dengan calon peserta berbagai pilihan kontrasepsi yang tersedia

b. Memberikan informasi selengkap mungkin mengenai konsekuensi pilihanya, baik ditinjau dari segi medis teknis maupun hal-hal yang non medis agar tidak menyesal kemudian.

c. Membantu calon peserta KB memutuskan pilihannya atas metode kontrasepsi atas metode kontrasepsi yng paling sesuai dengan keadaan khusus pribadi dan keluarganya

d. Membantu peserta KB dalam penyesuaianya diri terhadap kondisi barunya, terutama bila ia mengalami berbagai permasalahnya (nyata atau tidak nyata /semu

Informasi yang diberikan meliputi : a. Arti keluarga berencana

b. Manfaat keluarga berencana

c. Cara ber-KB atau metode kontrasepsi

d. Desas-desus tentang kontrasepsi dan penjelasnnya

e. Pola perencanaan keluarga dan penggunaan kontrasepsi yang rasional f. Rujukan pelayanan kontrasepsi.

(15)

2.1.8. Fungsi Konseling

a. Konseling dengan fungsi pencegahan merupakan upaya mencegah timbulnya masalah kesehatan.

b. Konseling dengan fungsi penyesuaian dalam hal ini merupakan upaya untuk membantu klien mengalami perubahan biologis, psikologis, sosial, kultural, dan lingkungan yang berkaitan dengan kesehatan.

c. Konseling dengan fungsi perbaikan dilaksanakan ketika terjadi penyimpangan perilaku klien atau pelayanan kesehatan dan lingkungan yang menyebabkan terjadi masalah kesehatan sehingga diperlukan upaya perbaikan dengan konseling. d. Konseling dengan fungsi pengembangan ditujukan untuk meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan serta peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan upaya peningkatan peran serta masyarakat.

2.1.9. Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Konseling a. Faktor Individual

Orientasi kultural (keterikatan budaya) merupakan faktor individual yang dibawa seseorang dalam melakukan interaksi. Orientasi ini merupakan gabungan dari:

1. Faktor Fisik

Kepekaan panca indera pasien yang diberi konseling akan sangat mempengaruhi kemampuan dalam menangkap informasi yang disampaikan konselor.

(16)

2. Sudut Pandang

Nilai-nilai yang diyakini oleh pasien sebagai hasil olah pikirannya terhadap budaya dan pendidikan akan mempengaruhi pemahamannya tentang materi yang dikonselingkan.

3. Kondisi Sosial

Status sosial dan keadaan disekitar pasien akan memberikan pengaruh dalam memahami materi.

4. Bahasa

Kesamaan bahasa yang digunakan dalam proses konseling juga akan mempengaruhi pemahaman pasien.

b. Faktor-faktor yang berkaitan dengan interaksi

Tujuan dan harapan terhadap komunikasi, sikap terhadap interaksi, pembawaan diri seseorang terhadap orang lain (seperti kehangatan, perhatian, dukungan) serta sejarah hubungan antara konselor dan klien akan mempengaruhi kesuksesan proses konseling.

c. Faktor Situasional

Percakapan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, situasi percakapan kesehatan antara bidan dan klien akan berbeda dengan situasi percakapan antara polisi dengan pelanggar lalu lintas

d. Kompetensi dalam melakukan percakapan

Agar efektif, suatu interaksi harus menunjukkan perilaku kompeten dari kedua pihak. Keadaan yang dapat menyebabkan putusnya komunikasi adalah :

(17)

1. Kegagalan menyampaikan informasi penting. 2. Perpindahan topik bicara yang tidak lancar. 3. Salah pengertian (Lukman, 2002).

2.10. Hal yang Harus Diperhatikan dalam Konseling Faktor penghambat dalam konseling antara lain : 1. Faktor individual

Keterikatan budaya merupakan faktor individual yang dibawa seseorang dalam melakukan interaksi. Orientasi ini merupakan gabungan dari : (a) faktor fisik atau kepekaan panca indera, usia dan seks; (b) sudut pandang terhadap nilai-nilai; (c) faktor sosial pada sejarah keluarga dan relasi, jaringan sosial, peran dalam masyarakat, status sosial; (d) bahasa.

2. Faktor yang berkaitan dengan interaksi, (a) tujuan dan harapan terhadap komunikasi; (b) sikap terhadap interaksi; (c) pembawaan diri terhadap orang lain; (d) sejarah hubungan.

3. Faktor situasional

4. Kompetensi dalam melakukan percakapan : Komunikasi dikatakan efektif bila ada sikap perilaku kompeten dari kedua belah pihak. Keadaan yang dapat menyebabkan putusnya komunikasi adalah : (a) kegagalan informasi penting; (b) perpindahan topik bicara; (c) tidak lancar; (d) salah pengertian.

Kemampuan konselor yang efektif dapat menciptakan komunikasi yang efektif dan hasil konseling yang efektif pula. Ciri-ciri khusus kemampuan konselor yang efektif yaitu :

(18)

1. Para konselor yang efektif sangat terampil mendapatkan keterbukaan.

2. Para konselor yang efektif membangkitkan rasa percaya, kredibilitas, dan keyakinan dari orang-orang yang mereka bantu.

3. Para konselor yang efektif mampu menjangkau wawasan luas, seperti halnya mereka mendapatkan keterbukaan.

4. Para konselor yang efektif berkomunikasi dengan hati-hati dan menghargai orang-orang yang mereka upayakan bantu.

5. Para konselor yang efektif mengakui dan menghargai diri mereka sendiri dan tidak menyalahgunakan orang-orang yang mereka coba bantu untuk memuaskan kebutuhan pribadi mereka sendiri.

6. Para konselor yang efektif mempunyai pengetahuan khusus dalam beberapa bidang keahlian yang mempunyai nilai bagi orang-orang tertentu yang akan dibantu.

7. Para konselor yang efektif berusaha memahami, bukannya menghakimi, tingkah laku orang yang diupayakan bantu.

8. Para konselor yang efektif mampu bernalar secara sistematis dan berfikir dengan pola sistem.

9. Para konselor yang efektif berpandangan mutahir dan memiliki wawasan luas terhadap peristiwa-peristiwa yang berkenaan dengan manusia.

10. Para konselor yang efektif mampu mengidentifikasi pola tingkah-laku yang merusak diri (self defeating) dan membantu orang-orang lain untuk berubah dari

(19)

tingkah laku yang merusak diri ke pola-pola tingkah laku yang secara pribadi lebih memuaskan.

2.2. Kontrasepsi dan Pembagian

Kontrasepsi adalah alat yang digunakan untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan. Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” dan “konsepsi”. Kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (ovum) yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma tersebut (Saifuddin, 2006).

Alat kontrasepsi memang sangat berguna sekali dalam program KB namun perlu diketahui bahwa tidak semua alat kontrasepsi cocok dengan kondisi setiap orang. Untuk itu, setiap pribadi harus bisa memilih alat kontrasepsi yang cocok untuk dirinya.

Salah satu metode kontrasepsi yang digunakan adalah alat kontrasepsi jangka panjang (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau IUD, implant dan kontap). Kontrasepsi jangka panjang adalah satu alat kontrasepsi modern yang telah dirancang sedemikian rupa (baik bentuk, ukuran, bahan, dan masa aktif fungsi kontrasepsinya).

Pelayanan kontrasepsi merupakan salah satu jenis pelayanan KB yang tersedia. Sebagian besar akseptor KB memilih dan membayar sendiri berbagai macam metode kontrasepsi yang tersedia. Faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor dalam memilih metode kontrasepsi antara lain faktor pasangan (umur, gaya hidup, frekuensi

(20)

senggama, jumlah keluarga yang diinginkan, pengalaman dengan metode kontrasepsi yang lalu, sikap kewanitaan dan kepriaan), faktor kesehatan (status kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul) dan faktor metode kontrasepsi (efektivitas, efek samping dan biaya). Selain faktor-faktor tersebut masih banyak faktor lain yang mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi seperti efektivitas konseling petugas kesehatan (Manuaba, 2010).

Salah satu program untuk menekan angka pertumbuhan penduduk yakni melalui program Keluarga Berencana (KB). Program KB memiliki peranan dalam menurunkan resiko kematian ibu melalui pencegahan kehamilan, penundaan usia kehamilan serta menjarangkan kehamilan dengan sasaran utama adalah Pasangan Usia Subur (PUS). Program pemerintah dalam upaya mengendalikan jumlah kelahiran dan mewujudkan keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak kelahiran dengan program KB (Manuaba, 2010).

Ada dua pembagian cara kontrasepsi, yaitu : 1. Kontrasepsi Sederhana

Kontrasepsi sederhana terbagi lagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi dengan alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan senggama terputus dan pantang berkala. Sedangkan kontrasepsi dengan alat/obat dapat dilakukan dengan menggunakan kondom, diafragma atau cup, cream, jelly atau tablet berbusa (vaginal tablet).

(21)

2. Cara Kontrasepsi Modern/Metode Efektif

Cara kontrasepsi ini dibedakan atas kontrasepsi tidak permanen dan kontrasepsi permanen. Kontrasepsi tidak permanen dapat dilakukan dengan pil, AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim), suntikan dan implant. Sedangkan cara kontrasepsi permanen dapat dilakukan dengan metode kontap, yaitu dengan operasi tubektomi (sterilisasi pada wanita) dan vasektomi (sterilisasi pada pria).

2.2.1. Macam-macam Kontrasepsi Jangka Panjang

2.2.1.1. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/Intra Uterine Devices (IUD) AKDR/IUD merupakan alat kontrasepsi yang terbuat dari bahan plastik yang halus berbentuk spiral atau berbentuk lain yang dipasang di dalam rahim dengan memakai alat khusus oleh dokter atau bidan/paramedik lain yang sudah dilatih (Manuaba, 2010).

2.2.1.2. Jenis AKDR/IUD

Jenis IUD yang dipakai di Indonesia antara lain adalah : a. Copper-T

IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik. IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik.

(22)

b. Copper-7

AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama dengan lilitan tembaga halus pada IUD Copper-T.

c. Multi load

IUD ini terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjang dari ujung atas ke ujung bawah 3,6 cm. Batang diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah efektifitas. Ada tiga jenis ukuran multi load yaitu standar, small dan mini.

d. Lippes loop

IUD ini terbuat dari polyethelene, berbentuk huruf spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya. Lippes loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm (benang hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang kuning) dan tipe D berukuran 30 mm dan tebal (benang putih). Lippes

loop mempunyai angka kegagalan yang rendah. Keuntungan dari pemakaian IUD

jenis ini adalah bila terjadi perforasi, jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik.

(23)

2.2.1.3. Efektifitas

Sebagai kontrasepsi, AKDR tipe Copper T efektifitasnya sangat tinggi yaitu berkisar antara 0,6-0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125-170 kehamilan). Sedangkan AKDR dengan progesteron antara 0,5-1 kehamilan per 100 perempuan pada tahun pertama penggunaan (Meilani, 2010). 2.2.1.4. Mekanisme Kerja AKDR/IUD

Mekanisme kerja AKDR/IUD adalah sebagai berikut : 1. Menghambat kemampuan sperma masuk ke dalam tuba falopii 2. Memengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri

3. AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi

4. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus (Saifuddin, 2006). 2.2.1.5. Keuntungan AKDR/IUD

Keuntungan dari AKDR/IUD ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai kontrasepsi efektifitas tinggi

2. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan 3. Metode jangka panjang

4. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat, seperti pil atau suntik 5. Tidak memengaruhi hubungan seksual

6. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil 7. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380A)

(24)

8. Tidak memengaruhi kualitas dan volume ASI seperti metode kontrasepsi hormonal

9. Dapat di pasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi)

10. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir) 11. Tidak ada interaksi dengan obat-obat

12. Membantu mencegah kehamilan ektopik

13. Dapat dilepas jika menginginkan anak lagi, karena tidak bersifat permanen

14. Tidak bersifat karsinogen, yaitu dapat menyebabkan kanker karena hormon yang terkandung didalamnya (Manuaba, 2010).

2.2.1.6. Kerugian

1. Efek samping yang umum terjadi adalah : a. Keputihan

b. Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan).

c. Haid lebih lama dan banyak.

d. Perdarahan (spotting) antar menstruasi. e. Saat haid lebih sakit.

2. Komplikasi lain :

a. Merasakan sakit dan kejang selama 3-5 hari setelah pemasangan.

b. Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia.

(25)

c. Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar). d. Tidak mencegah IMS (Infeksi Menular Seksual) termasuk HIV/AIDS.

3. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan

4. Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai AKDR, penyakit radang panggul dapat memicu infertilitas

5. Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvis: diperlukan dalam pemasangan AKDR. Sering kali perempuan takut selama pemasangan (Saifuddin, 2006). 2.2.1.7. Indikasi

1. Usia reproduktif

2. Telah mendapat persetujuan dari suami

3. Pernah melahirkan dan mempunyai anak, serta ukuran rahim tidak kurang 5 cm. 4. Telah cukup jumlah anaknya dan belum memutuskan untuk sterilisasi.

5. Tidak ingin hamil paling tidak untuk 2 tahun.

6. Dianjurkan sebagai pengganti pil KB bagi akseptor KB yang berumur diatas 30 tahun.

7. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang 8. Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi 9. Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya

10. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi 11. Resiko rendah dari IMS

(26)

2.2.1.8. Kontraindikasi Pemakaian AKDR

Menurut Meilani (2010), kontraindikasi pemakaian AKDR/IUD adalah : 1. Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil)

2. Perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat dievaluasi) 3. Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis)

4. Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita abortus septic

5. Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri

6. Kanker alat genital

7. Ukuran rongga panggul kurang dari 5 cm 2.2.1.9. Cara Pemasangan AKDR

Prinsip pemasangan adalah menempatkan AKDR setinggi mungkin dalam rongga rahim (cavum uteri). Saat pemasangan yang paling baik ialah pada waktu

serviks masih terbuka dan rahim dalam keadaan lunak. Misalnya, 40 hari setelah

bersalin dan pada akhir haid. Pemasangan AKDR dapat dilakukan oleh dokter atau bidan yang telah dilatih secara khusus. Pemeriksaan secara berkala harus dilakukan setelah pemasangan satu minggu, lalu setiap bulan selama tiga bulan berikutnya. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan setiap enam bulan sekali (Hartanto, 2006).

(27)

2.2.2. Kontrasepsi Implant 2.2.2.1. Pengertian

Kontrasepsi implant mekanisme kerjanya adalah menekan ovulasi membuat getah serviks menjadi kental dan membuat endometrium tidak sempat menerima hasil konsepsi.

2.2.2.2. Efek Samping Implant

Pada umumnya efek samping yang ditimbulkan implant tidak berbahaya. Yang paling sering ditemukan adalah gangguan haid yang kejadiannya bervariasi pada setiap pemakaian, seperti pendarahan haid yang banyak atau sedikit, bahkan ada pemakaian yang tidak haid sama sekali. Keadaan ini biasanya terjadi 3-6 bulan pertama sesudah beberapa bulan kemudian. Efek samping lain yang mungkin timbul, tetapi jarang adalah sakit kepala, mual, mulut kering, jerawat, payudara tegang, perubahan selera makan dan perubahan berat badan.

2.2.2.3. Keuntungan Implant 1. Efektifitas tinggi setelah dipasang

2. Sistem 6 kapsul memberikan perlindungan untuk 5 tahun. 3. Tidak mengandung estrogen

4. Efek kontraseptif segera berakhir setelah implantnya dikeluarkan

5. Implant melepaskan progestin dengan kecepatan rendah dan konstant, sehingga terhindar dari dosis awal yang tinggi.

(28)

2.2.2.4. Kerugian Implant

1. Insersi dan pengeluaran harus dikeluarkan oleh tenaga terlatih.

2. Petugas medis memerlukan latihan dan praktek untuk insersi dan pengangkatan implant

3. Lebih mahal

4. Sering timbul perubahan pola haid

5. Akseptor tidak dapat menghentikan implant sekehendaknya sendiri. 2.2.3. Kontrasepsi Kontap

Kontap adalah kontrasepsi permanen yang digunakan untuk mencegah kehamilan. Kontap ada 2 macam yaitu tubektomi yang digunakan pada wanita dan vasektomi yang digunakan pada pria. Keunggulan kontap adalah merupakan kontrasepsi yang hanya dilakukan atau dipasang sekali, relatif aman. Angka kegagalan kontap pada pria 0,1-0,5% dalam tahun pertama sedangkan kegagalan pada kontap wanita kurang dari 1% setelah satu tahun pemasangan (Everett, 2007).

Kontap adalah alat kontrasepsi yang paling efektif digunakan, aman dan mempunyai nilai demografi yang tinggi. Kontap ada 2 macam yaitu tobektomi yang dilakukan pada wanita dan vasektomi yang dilakukan pada pria.

2.2.3.1. Tubektomi

Tubektomi adalah satu-satunya kontrasepsi yang permanent. metode ini melibatkan pembedahan abdominal dan perawatan di rumah sakit yang melibatkan waktu yang cukup lama.

(29)

1. Efektivitas

Tubektomi ini mempunyai efektivitas nya 99,4 % - 99,8 % per 100 wanita pertahun. Dengan angka kegagalan 1-5 per 100 kasus

2. Keuntungan

Keuntungan tubektomi adalah efektivitas tinggi, permanen, dapat segera efektif setelah pemasangan.

3. Kerugian

Kerugian tubektomi adalah melibatkan prosedur pembedahan dan anastesi, tidak mudah kembali kesuburan.

4. Indikasi

Indikasi tubektomi adalah wanita usia subur, sudah mempunyai anak, wanita yang tidak menginginkan anak lagi.

5. Kontra indikasi

Kontra indikasi adalah ketidak setujuan terhadap operasi dari salah satu pasangan, penyakit psikiatik, keadaan sakit yang dapat meningkatkan resiko saat operasi. 6. Efek samping

Efek samping tubektomi adalah jika ada kegagalan metode maka ada resiko tinggi kehamilan ektopik, merasa berduka dan kehilangan (Everett, 2007).

2.2.3.2. Vasektomi

Vasektomi adalah pilihan kontrasepsi permanent yang popular untuk banyak pasangan. Vasektomi adalah pemotongan vas deferen, yang merupakan saluran yang mengangkut sperma dari epididimis di dalam testis ke vesikula seminalis.

(30)

1. Efektivitas

Vasektomi adalah bentuk kontrasepsi yang sangat efektif. Angka kegagalan langsungnya adalah 1 dalam 1000.

2. Keuntungan

Keuntungan adalah metode permanent, efektivitas permanen, menghilangkan kecemasan akan terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan, prosedur aman dan sederhana

3. Kontra indikasi

Kontra indikasi adalah ketidak mampuan fisik yang serius, masalah urologi, tidak didukung oleh pasangan.

4. Efek samping

Efek samping adalah infeksi, hematoma, granulose sperma (Everett, 2007).

2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Keengganan Penggunaan KB A. Umur

Pengaruh umur untuk keikutsertaan dalam penggunaan kontrasepsi dapat dilihat dari pembagian umur berikut ini,

1. Umur ibu kurang dari 20 tahun

a. Penggunaan kondom kurang menguntungkan, karena pasangan muda frekuensi bersenggama tinggi sehingga akan mempunyai kegagalan tinggi. b. Bagi yang belum mempunyai anak, AKDR kurang dianjurkan

(31)

2. Umur ibu antara 20-30 tahun

a. Merupakan usia yang terbaik untuk mengandung dan melahirkan.

b. Segera setelah anak pertama lahir, dianjurkan untuk memakai IUD sebagai pilihan utama. Pilihan kedua adalah norplant atau pil

3. Umur ibu diatas 30 tahun

a. Pilihan utama menggunakan kontrasepsi spiral atau norplant. Kondom biasanya merupakan pilihan kedua.

b. Dalam kondisi darurat, metode kontap dengan cara operasi (sterilisasi) dapat dipakai dan relatif lebih baik dibandingkan dengan spiral, kondom, maupun pil dalam arti mencegah (Sarwono, 2004).

B. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan akan memengaruhi wawasan dan pengetahuan ibu. Semakin rendah pendidikan ibu maka akses terhadap informasi tentang KB akan berkurang sehingga ibu akan kesulitan untuk mengambil keputusan secara efektif, alat kontrasepsi yang mana akan dipilih oleh ibu (Notoadmojo, 2007).

C. Jumlah anak

Jumlah anak adalah keseluruhan jumlah anak yang dilahirkan hidup oleh seorang ibu. Semakin sering seorang wanita melahirkan anak, maka akan semakin memiliki resiko kematian dalam persalinan. Hal ini berarti jumlah anak akan sangat mempengaruhi kesehatan ibu dan dapat meningkatkan taraf hidup keluarga secara maksimal.

(32)

Pengguna KB dipengaruhi juga dengan jumlah anak dalam suatu keluarga. Pasangan usia subur 30 tahun keatas yang sudah memiliki anak dan ingin menjarangkan kehamilannya biasanya lebih cenderung memilih kontrasepsi jangka panjang (Sarwono, 2004).

2.4. Pengetahuan Ibu tentang Kontrasepsi 2.4.1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu“ dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yaitu :indra penglihatan, indra pendengaran, indra penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

2.4.2. Tingkat Pengetahuan Manusia

Menurut Benyamin S.Bloom yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa pengetahuan dibagi dalam enam tingkatan yaitu :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Yang termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu “tahu” merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja yang mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari

(33)

antara lain: mampu menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan memilih.

2. Memahami (Comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus mampu menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan membedakan.

3. Aplikasi (Application)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil atau pengalaman hukum, rumus metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks yang lain. Kata kerja yang menyatakan orang sudah mampu mendemonstrasikan, menghitung, menyelesaikan, mengoperasikan, menghubungkan dan menyusun suatu metode atau rumus yang diaplikasikan dalam kondisi yang sebenarnya.

4. Analisis (Analysis)

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari kemampuan orang untuk menentukan perbedaan, memisahkan, membuat diagram, membuat estimasi, mengambil kesimpulan.

(34)

5. Sintesis (Synthesis)

Menunjukan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi–formulasi yang ada. Kemampuan orang untuk menyusun, merencanakan atau merancang, membuat komposisi, membuat kembali dan merevisi.

6. Evaluasi (Evaluation)

Menunjukkan pada kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau obyek yang berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada. Dalam keadaan ini orang sudah mampu untuk menimbang, mengkritik, membandingkan, memberi alasan, menyimpulkan dan memberi dukungan (Notoatmodjo, 2003).

2.4.3. Teori Perubahan Perilaku

Perubahan perilaku merupakan tujuan pendidikan atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan yang lainnya. Banyak teori tentang perubahan perilaku ini, antara lain :

1. Teori Stimulus-Organisme-Respons (SOR)

Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.

(35)

Proses perubahan perilaku menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari:

a. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.

b. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.

c. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).

d. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).

2. Teori Festinger (Dissonance Theory)

Menurut Finger (1957) dalam Notoatmodjo (2010) teori ini telah banyak pengaruhnya dalam psikologi sosial. Teori ini sebenarnya sama dengan konsep

imbalance (tidak seimbang). Hal ini berarti bahwa keadaan cognitive dissonance

merupakan keadaan ketidakseimbangan psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai keseimbangan kembali. Apabila terjadi keseimbangan dalam diri individu maka berarti sudah tidak terjadi ketegangan diri lagi dan keadaan ini disebut consonance (keseimbangan). Dissonance (ketidakseimbangan) terjadi

(36)

karena dalam diri individu terdapat 2 elemen kognisi yang saling bertentangan. Yang dimaksud elemen kognisi adalah pengetahuan, pendapat, atau keyakinan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau objek dan stimulus tersebut menimbulkan pendapat atau keyakinan yang berbeda/bertentangan didalam diri individu sendiri maka terjadilah dissonance.

3. Teori Fungsi

Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku seseorang apabila stimulus tersebut dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Menurut Katz (1960) dalam Notoatmodjo (2010), perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Katz berasumsi bahwa :

a. Perilaku itu memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak (berperilaku) positif terhadap objek demi pemenuhan kebutuhannya. Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi memenuhi kebutuhannya maka ia akan berperilaku negatif.

b. Perilaku dapat berfungsi sebagai defence mecanism atau sebagai pertahanan diri dalam menghadapi lingkungannya. Artinya dengan perilakunya, dengan tindakan-tindakannya, manusia dapat melindungi ancaman-ancaman yang datang dari luar. c. Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan memberikan arti. Dalam

(37)

dengan lingkungannya. Dengan tindakan sehari-hari tersebut seseorang telah melakukan keputusan-keputusan sehubungan dengan objek atau stimulus yang dihadapi.

d. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab suatu situasi. Nilai ekspresif ini berasal dari konsep diri seseorang dan merupakan pencerminan dari hati sanubari. Oleh sebab itu perilaku itu dapat merupakan "layar" dimana segala ungkapan diri orang dapat dilihat. Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku itu mempunyai fungsi untuk menghadapi dunia luar individu dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya menurut kebutuhannya. Oleh sebab itu didalam kehidupan manusia, perilaku itu tampak terus-menerus dan berubah secara relatif.

4. Teori Kurt Lewin

Menurut Kurt Lewin dalam Notoatmodjo (2010), berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restrining forces). Perilaku ini dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut didalam diri seseorang. Sehingga ada 3 kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang itu, yakni

a. Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan perilaku. Stimulus ini berupa penyuluhan-penyuluhan atau informasi-informasi sehubungan dengan perilaku yang bersangkutan. Misalnya seseorang yang belum ikut KB (ada

(38)

keseimbangan antara pentingnya anak sedikit dengan kepercayaan banyak anak banyak rezeki) dapat berubah perilakunya (ikut KB) kalau kekuatan pendorong yakni pentingnya ber-KB dinaikkan dengan penyuluhan-penyuluhan atau usaha-usaha lain.

b. Kekuatan-kekuatan penahan menurun. Hal ini akan terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut. Misalnya contoh tersebut diatas, dengan memberikan pengertian kepada orang tersebut bahwa banyak anak banyak rezeki adalah kepercayaan yang salah maka kekuatan penahan tersebut melemah dan akan terjadi perubahan perilaku pada orang tersebut.

c. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun. Dengan keadaan semacam ini jelas juga akan terjadi perubahan perilaku. Seperti contoh diatas, penyuluhan KB yang berisikan memberikan pengertian terhadap orang tersebut tentang pentingnya ber-KB dan tidak benarnya kepercayaan anak banyak, rezeki banyak, akan meningkatkan kekuatan.

2.5. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunujukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb dalam Notoatmodjo (2007), salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa

(39)

sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu suatu perilaku.

Menurut Allport dalam Notoatmodjo (2007), sikap terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu :

a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama akan membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

Ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut :

1. Sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang tersebut.

2. Sikap tidak berdiri sendiri melainkan senantiasa mengandung relasi terhadap suatu objek. Dengan kata lain sikap terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.

3. Sikap dapat berubah-ubah oleh karena itu dipelajari oleh sebagian orang atau sebaliknya.

(40)

4. Objek sikap dapat merupakan satu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi sikap dapat berkenaan dengan satu objek saja tetapi juga berkenaan dengan sederetan objek-objek yang serupa.

5. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang membedakan sikap dengan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimilki seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Selanjutnya ciri-ciri sikap menurut WHO adalah :

1. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. 2. Sikap akan ikut atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu pada pengalaman

orang lain.

3. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pada pengalaman seseorang.

4. Di dalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi peggangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat.

Sebagai halnya dengan pengetahuan sikap ini terdiri dari bebagai tingkatan yakni :

a. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan obyek.

b. Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap ini, karena dengan suatu usaha untuk menjawab suatu pertanyaan atau mengerjakan tugas

(41)

yang diberikan terlepas pekerjaan itu benar atau salah adalah bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ini.

d. Bertanggung jawab (responsible), betanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi dalam tingkatan sikap (Notoatmodjo, 2007).

2.6. Landasan Teori

Dalam Saifuddin (2006) didefenisikan bahwa konseling adalah proses pemberian informasi objektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik dengan panduan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik, yang bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sering dihadapi, dan menemukan jalan keluar atau upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Konseling pelayanan kontrasepsi adalah proses pemberian informasi yang dibutuhkan sehingga klien atau keluarga (pasangan) memahami dan dapat menerapkan sesuai situasi dan kondisi. Hasil yang diharapkan dari konseling kontrasepsi ini adalah dnya peningkatan dan pengetahuan penerimaan klien dan pasangan, penjaminan pilihan yang sesuai dan cocok, pasangan dapat menggunakan cara efektif dan kelangsungannaya lebih lama.

Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses:

(42)

StimulusOrganismeRespons, sehingga teori skiner ini disebut teori ”S-O-R” (stimulus-organisme-respons). Selanjutnya, teori Skiner menjelaskan adanya dua jenis respons, yaitu :

a. Respondent respons atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut elicting stimuli. Karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Misalnya : makanan lezat akan menimbulkan nafsu untuk makan, cahaya terang akan menimbulkan reaksi mata tertutup, dan sebagainya. Respondent respons juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah akan menimbulkan rasa sedih, mendengar berita suka atau gembira akan menimbulkan rasa suka cita.

b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan

berkembang dan kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena berfungsi untuk memperkuat respons. Misalnya, apabila seorang petugas kesehatan melakukan tugasnya dengan baik adalah sebagai respons terhadap gaji yang cukup, misalnya (stimulus). Kemudian karena kerja baik tersebut, menjadi stimulus untuk memperoleh promosi pekerjaan. Jadi, kerja baik tersebut sebagai reinforcer untuk memperoleh promosi pekerjaan.

Berdasarkan teori ”S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua , yaitu :

(43)

a. Perilaku tertutup (Cover vehavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat dinikmati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk ”unobservable behavior” atau ”covert behavior” yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap. Contoh: Ibu hamil tahu pentingnya periksa hamil untuk kesehatan bayi dan dirinya sendiri (pengetahuan), kemudian ibu tersebut bertanya kepada tetangganya dimana tempat periksa hamil yang dekat (sikap).

b. Perilaku terbuka (Overt behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons tershadap stimulus sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau ”observable behavior”. Contoh, seorang ibu hamil memeriksakan kehamilannya ke Puskesmas atau bidan praktik, seorang penderita TB paru minum obat anti TB secara teratur, seorang anak menggosok gigi setelah makan, dan sebagainya. Contoh-contoh tersebut adalah bentuk tindakan nyata, dalam bentuk kegiatan atau dalam bentuk praktik (practice).

(44)

TEORI S-O-R

Gambar 2.1. Landasan Teori

2.7. Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini menggambarkan bahwa yang akan diteliti adalah pengaruh konseling KB terhadap pengetahuan dan sikap pasangan usia subur (PUS) dalam menggunakan kontrasepsi jangka panjang di Desa Suka Maju , namun untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh konseling KB yang dilakukan terhadap pengetahuan dan sikap PUS maka sebelum dilakukan intervensi dilakukan pre-test dan untuk melihat sejauh mana perubahan setelah diberikan konseling KB dilakukan post-test.

Stimulus Organisme Respons tertutup Pengetehuan Sikap

Respons Terbuka Praktik Tindakan

(45)

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Pengetahuan dan Sikap

PUS dalam menggunakan kontrasepsi jangka

panjang

Pengetahuan dan sikap PUS dalam

menggunakan kontrasepsi jangka

panjang

Pre-test Post-test

Gambar

Gambar 2.1. Landasan Teori
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Pengetahuan dan Sikap

Referensi

Dokumen terkait

(3) Dalam menilai arsip bentuk khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang merupakan lampiran atau informasi pendukung dari arsip tekstual, maka proses penilaiannya menyatu

Dari ungkapan di atas menunjukan bahwa dalam penelitian kualitatif, peneliti akan berfungsi sebagai instrumen penelitian yang harus turun ke lapangan dalam kurun waktu

Adapun saran-saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: (a) Alokasi waktu diatur sebaik mungkin sehingga setiap tahap kegiatan berjalan dengan baik; (b)

Perjanjian kredit yang dibuat secara sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (antara lain memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata) merupakan undang-undang bagi bank

Di sesi tanya jawab, Om Lopez juga menjawab berbagai pertanyaan-pertanyaan lugu yang diajukan oleh rekan muda dari KKMK, mulai dari berapa modal minimal untuk

Apabila mahasiswa tidak hadir dalam kegiatan blok (diskusi kelompok PBL, praktikum/reinforcement dan skill’s lab) dengan alasan yang tidak dapat dipertanggunjawabkan, maka

Dalam hal penjualan kembali Unit Penyertaan REKSA DANA SYARIAH BNP PARIBAS PESONA SYARIAH dilakukan oleh Pemegang Unit Penyertaan melalui media elektronik, maka Formulir

Berdasarkan hasil analisis tanah, karakteristik morfologi dan fisika profil tanah serta karakteristik kimia tanah di lokasi penelitian (Profil Gle Gapui), maka dapat