• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah akang dan lembaga pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah akang dan lembaga pendidikan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II PEMBAHASAN

A. Hakikat Lembaga Pendidikan Islam

Kata “lembaga”, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai badan atau organisasi yang bermaksud melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau suatu usaha. (Poerwadarminta, 1976:582). Sedangkan kata “pendidikan” mempunyai arti yang kompleks dan bervariasi. Dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, penididikan diartikan sebagai usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya.

Sumadi Suryabrata (1995:317) mendefinisikan pendidikan sebagai usaha manusia (pendidik) untuk dengan penuh tanggungjawab membimbing anak didik ke kedewassaan.

Sementara itu, John Dewey mengartikan pendidikan sebagai suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilwmbagakan untuk menghasilkan kesinambungan sosial. Proses ini melibatkan pengawasan dan pengembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana ia hidup (yunus, 1997:7)

Definisi-definisi pendidikan diatas mengandung makna yang hampir sama. Semuanya memberi penekanan bahwa pendidikan dilaksanakan untuk mengantarkan anak didik dalam menghadapi masa depannya. Dengan demikian, pendidikan selalu berorientasi untuk masa depan, tanpa harus melupakan sejarah dan masa lalu.

(2)

Penjelasan tersebut mengisyaratkan bahwa proses pendidikan islam adalah bersumber pada pendidikan yang diberikan oleh Allah sebagai pendidik seluruh ciptaan-Nya, termasuk manusia. Dalam konteks yang luas, pengertian pendidikan islam yang terkandung di dalam kata at-tarbiyah terdiri atas 4 unsur pendekatan, yaitu (1) memelihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang dewasa (Baligh); (2) mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan; (3) mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan; dan (4) melaksanakan pendidikan secara bertahap. (An-Nahlawy. 1992:32).

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka lembaga pendidikan islam adalah satuan pendidikan atau kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan, yang didalamnya berlangsung proses pendidikan, pembelajaran dan latihan intelektual, mental, moral, dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas dan kewajiban serta tanggungjawab dalam masyarakat selaku hamba Allah SWT.

Namun demikian, secara de facto lembaga pendidikan islam yang dikenal masyarakat Indonesia biasanya terdiri dari pondok pesantren, madarasah dan perguruan tinggi islam. Ketiga institusi pendidikan di tanah air itulah yang selama ini dikenal sebagai lembaga pendidikan islam. Kalaupun di Indonesia juga terdapat lembaga-lembaga pendidikan “umum” yang memiliki semngat keislaman, namun masyarakat tetap memiliki citra dan persepsi yang kuat bahwa institusi pendidikan islam terbatas pada pondok pesantren, madrasah, dan perguruan tinggi islam.

(3)

Namun, jika dualisme institusi pendidikan itu berpengaruh terhadap lahirnya pengertian mengenai dualisme ilmu, hal ini sungguh tidak dapat diterima. Karena sualisme ilmu tidak hanya bertentangan dengan watak dasar ajaran islam, melainkan juga bertentangan dengan watak dasar manusia sebagai makhluk Allah SWT. Murthado Muthahari, seorang ulama, filosof dan ilmuwan islam menyatakan bahwa iman dan sains merupakan karakteristik insani. Manusia memiliki kecenderungan untuk menuju ke arah kebenaran-kebenaran dan wujud-wujud suci, dan tidak dapat hidup tanpa menyucikan dan memuja sesuatu. Ini adalah kecenderungan iman yang merupakan fitrah manusia. Tetapi di sisi lain manusia pun memiliki kecenderungan untuk selalu ingin memahami alam semesta, serta memiliki kemampuan untuk memandang masa lalu, masa sekarang, dan masa mendatang, yang semuanya merupakan ciri khas sains. Karena iman dan sains merupakan karakteristik insani, maka pemisahan atau dualisme antara keduanya justru akan menurunkan martabat manusia.

Upaya untuk menghilangkan dualisme ilmu telah banyak ditawarkan oleh cendekiawan muslim. Pemikiran pemikiran mengenai “islamisasi pengetahuan “ (Ismail Raji al-Faruqi), “dewesternisasi pengetahuan” ( Syed al-Naquib al-Attas), dan gerakan-gerakan seperti AMSS ( Assocation of Social Scientist) di Amerika Serikat merupakan gambaran dari keinginan unutk memberi warna agama terhadap sains.

Gerakan “Islamisasi Pengetahua” atau “ Dewesternisasi pengetahuan” memang tidak dimaksudkan langsung untuk menghilangkan pengertian dualisme ilmu, antar ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama. Namun dilihat dari substansinya, gagasan-gagasan tersebut akan memiliki dampak yang sangat positif bagi perkembangan iptekyang islami.

Dalam pengamatan Hanna Djumhana Bastaman, salah seorang cendekiawan muslim di bidang psikologi kepribadian dan psikodiagnostik, “islamisasi pengetahuan” setidaknya memiliki beberapa bentuk mulai dari yang sepurfisial sampai bentuk yang agak mendasar, yang menrutnya diistilahkan sebagai berikut:

(4)

ruh sama dengan jiwa; atau menyamakan konsep-konsep nafs al-lawwamah, nafs amarah, nafs al-muthma’innah yang terdapat dalam Al-Quran dengan Id, ego, dan super ego dalam psikologi.

Paralelisasi, yaitu menganggap paralel antara konsep yang berasal dari Al-Quran dengan konsep yang berasal dari sains karena kemiripan konotasinya, tanpa menyamakan keduanya. Misalnya menganggap perang dunia sejalan dengan kiamat.

Komplementasi, yaitu antara sains dan agama saling mengisi dan saling memperkuat satu sama lain, tetapi tetap mempertahankan eksistensi masing-masing. Misalnya manfaat puasa ramadhan (untuk kesehatan) dijelaskan dengan prinsip-prinsip dietary dari ilmu kedokteran.

Komparasi, yaitu membandingkan konsep/teori sains dengan konsep/wawasan agama mengenai gejala-gejala yang sama. Misalnya teori motivasi dalam psikologi dibandingkan dengan konsep motivasi yang dijabarkan dari ayat-ayat Al-Quran.

Induktifikasi, yaitu asumsi-asumsi dasar dari teori-teori ilmiah yang didukung oleh temuan-temuan empirik dilanjutkan pemikirannya secara teoritik/abstrak ke arah pemikiran metafisik/ gaib, kemudian dihubungkan dengan prinsip-prinsip agama mengenai hal itu.

Verifikasi, yaitu mengungkapkan hasil-hasil temuan ilmiah yang menunjang dan membuktikan kebenaran-kebenaran Al-Quran.

B. Dasar Penyelenggaraan Lembaga Pendidkan Islam

Penyelenggaraan lembaga pendidikan Islam di Indonesia memiliki dua dasar atau landasan, yaitu (1) landasan atau dasar ideal, dan (2) landasan konstitusional.

1. Landasan atau dasar ideal

Menurut Ramayulis (2004:54) dasar ideal pendidikan islam mencakup Al-Quran, Hadits, Atsar Sahabat, dan Ijtihad.

a. Al-Quran

(5)

penyelenggaraan lembaga pendidikan Islam memiliki landasan dan filsafat hidupyang berdasarkan kepada kitab suci itu, yaitu Al-Quran. Nabi Muhammad s.a.w. sebagai pendidik pertama, pada masa awal pertumbuhan islam telah menjadikan Al-Quran sebagai dasar pendidikan Islam di samping Sunnah beliau sendiri.

b. Sunnah (Hadits)

Dasar yang kedua selain Al-Quran adalah Sunnah Rasulullah yaitu perkataan, perbuatan, ketetapan, dan tradisi kehidupan Muhammad s.a.w. dan para sahabatnya. Amalan yang dikerjakan oleh Rasulullah s.a.w. dalam proses perubahan hidup sehari-hari menjadi sumber utama pendidikan Islam setelah Al-Quran, karena Allah SWT. Menjadikan Muhammad s.a.w. sebagai tauladan bagi umatnya.

Firman Allah SWT. Dalam surat Al-Ahzab: 21 yang artinya:

“sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

Konsepsi dasar pendidikan yang dicontohkan nabi Muhammad s.a.w menurut Ramayulis (2004:56) adalah sebagai berikut:

a). Disampaikan sebagai Rahmatan Lil Alamin

b). Apa yang disampaikan merupakan kebenaran Mutlak c). Kehadiran Nabi sangat evaluator atau segala aktifitas

pendidkan

d). Prilaku nabi sebagai teladan bagi umatnya c. Ijtihad

(6)

contoh Islam dalam menerapkan prinsip pokok tersebut. Sejak diturunkan ajaran Islam kepada Nabi Muhammad s.a.w. sampai sekarang, islam telah tumbuh dan berkembang melalui Ijthad sebagai akibat adanya perubahan situasi dan kondisi sosial yang tumbuh dan berkembang terus-menerus.

2. Landasan Konstitusional

Keberadaan lembaga pendidikan Islam secara konstitusional telah diakui, terutama dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pada BAB VI bagian kesembilan tentang pendidikan keagamaan Undang-undang tersebut menyatakan: “ pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan (pasal 30). Kemudian pada pasal yang sama ayat (2,3 dan 4) dinyatakan: “pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pebhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.

C. Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Lembaga Pendidikan Islam

Prinsip pendidikan islam berdasarkan atas dasar yang sama dan berpangkal dari pandangan islam secara filosofis terhadap jagat raya, manusia, masyarakat, ilmu pengetahuan, dan akhlak. Pandangan Islam terhadap masalah-masalah tersebut melahirkan berbagai prinsip dalam pendidikan Islam.

Menurut Ramayulis (2004:8-16) prinsip-prinsip pendidikan islam adalah sebagai berikut.

1. Prinsip yang berangkat dari Hakikat Manusia Menurut Islam a. I’tirah Manusia

(7)

semakin maju, dan bila manusia telah sanggup mengatasi berbagai rasa takut ketika berhadapan dengan fenomena alam yang dahsyat, maka agama akan semakin ditinggalkan, karena peran agama dipandang semakin tidak signifikan. Pandangan seperti ini dapat ditemukan dalam tiga tahap perkembangan kebudayaan manusia, yaitu tahap mistis, tahap ontologis, dan tahap fungsional. (van peursen, 1989:18).

Tahap Mistis adalah sikap manusia yang merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib disekelilingnya, yaitu kekuasaan dewa-dewa alam raya. Tahap ontologis ialah sikap manusia yang tidak lagi hidup dalam kepungan kekuasaan mistis, melainkan secara bebas ingin meneliti segala hal ihwal. Manusia mulai mengambil jarak terhadap sesuatu yang dulunya dianggap sebagai kepungan. Ia mulai menyusun suatu ajaran atau teori mengenai dasar hakikat segala sesuatu (ontologi) yang kemudian menghasilkan ilmu pengetahuan. Tahap selanjutnya, yaitu tahap fungsional ialah sikap dan alam pikiran yang makin nampak dalam manusia modern. Ia tidak begitu terpesona lagi oleh lingkungannya (mistis), ia tidak lagi mengambil jarak terhadap objek penelitiannya (ontologis). Ia ingin mengadakan relasi relasi baru. Ia sudah dapat menguasai dan menaklukan lingkungan sekitarnya. Karena sudah mencapai tahap fungsional, maka fungsi dan eksistensi agama semakin hilang. Demikian menurut teori tiga tahap perkembangan kebudayaan manusia.

(8)

akan terjadinya “ kebangkitan agama pada milenium ketiga”. (Naisbitt & Aburdene, 1990: 254).

Mengapa demikian? Karena agama adalah fitrah manusia dan manusia tidak akan pernah bisa dipisahkan dari fitrahnya. Memisahkan agama dari manusia sama artinya dengan memisahkan manusia dari pikirannya, nafsunya, dan segala fitrah yang ada pada diri manusia. Itulah kurang lebih maksud dari firman Allah SWT pada surah Ar-Rum ayat 30 yang artinya: ”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah diatas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan terhadap fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”.

b. Manusia tersusun dari dua unsur yaitu ruh dan jasad

Menurut Quraish Shihab (1994:228), dari segi jasad sebagian karakteristik manusia sama dengan binatang, sama-sama memiliki dorongan untuk berkembang dan mempertahankan diri serta berketurunan. Namun dari segi ruh, manusia sama sekali berbeda dengan makhluk lain, Allah menyempurnakan kejadian manusia dengan meniupkan ruh kepada struktur jasad manusia untuk menerimanya.

Ruh ditiupkan kedalam diri manusia, sehingga manusia dapat hidup berkembang. Ruh mempunyai dua daya, daya berfikir yang disebut Aql, dan daya rasa yang disebut Qalb. Dengan daya Aql manusia memperoleh ilmu pengetahuan, memperhatikan dan menyelidiki alam sekitar. Dengan daya Qalb, manusia berusaha mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Tuhan.

c. Manusia memiliki kebebasan berkehendak

(9)

memilih, berpikir, berekspresi, dan sebagainya, (shihab, 1994:228). Walaupun manusia diberi kebebasan, akan tetapi kebebasan itu tidak mutlak dimana ia sanggup berbuat semaunya dalam masa dan tempat yang dikehendakinya. Kebebasan dalam islam adalah kebebasan yang terikat oleh rasa tanggungjawab, tidak menghalangi kebebasan orang lain, nilai-nilai agama dan moral yang dianut masyarakat, undang-undang yang berlaku, kebersamaan dan keadilan serta akal logika.

2. Prinsip Integral dan Terpadu

Pendidikan Islam tidak mengenal adanya pemisahan antara sains dan agama. Penyatuan antara kedua sistem pendidikan adalah tuntutan akidah islam. Dalam doktrin ajaran Islam Allah adalah pencipta alam semesta termasuk manusia. Dia pula yang menurunkan hukum-hukum untuk mengelola dan melestarikannya. Hukum-hukum mengenai alam fisik dinamakan sunnah Allah. Sedangkan pedoman hidup dan hukum-hukum untuk kehidupan manusia telah ditentukan pula dalam ajaran agama yang dinamakan Din Allah, yang mencakup akidah, syariah, dan akhlak.

3. Prinsip Keseimbangan

Pandangan Islam yang menyeluruh terhadap semua aspek kehidupan mewujudkan adanya keseimbangan. Ada beberapa prinsip keseimbangan yang mendasari pendidikan Islam yaitu: a. Keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi b. Keseimbangan antara badan dan ruh, dan

c. Keseimbangan antara individu dan masyarakat. (Ramayulis, 2004:12).

4. Prinsip Universal

(10)

Referensi

Dokumen terkait

menurunkan kadar besi (Fe) pada air sumur bor yaitu ketinggian 2 m dan waktu pengendapan yang paling banyak menurunkan kadar besi (Fe) yaitu 3 jam dengan sig

Pengumpulan data pada penelitian ini sebagian besar menggunakan kuesioner yang terdiri dari karakteristik responden dan persepsi responden mengenai motivasi kerja,

Kod Perihal Stok Tandatangan Pegawai Stor Dan

Analisis proses berpikir yang dilakukan pada siswa Quitter dalam memecahkan masalah matematika mengacu pada langkah-langkah Polya, dimulai dari proses berpikir siswa

Berdasarkan analisa Payback Period jangka waktu pengembalian investasi penggantian aktiva tetap yang akan dilakukan oleh PO Harapan Jaya Tulungagung layak dilanjutkan, dan

Pada hari ini Senin tanggal Tiga Puluh Satu bulan Oktober tahun Dua Ribu Sebelas, dimulai pukul 08.00 WITA dengan mengambil tempat di Unit Layanan Pengadaan Barang/ Jasa

Data disajikan secara time series dan dibagi dalam bentuk bagan per provinsi/ musim tanam. Data Produksi(Luas Panen, Hasil per Hektar dan Produksi) Kedelai 2011-2016

Kemudian bab IV merupakan merupakan analisis dari berbagai data yang diperoleh, dan sekaligus menentukan titik temu yang merupakan sisi kesesuaian dari nilai- nilai