• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Tiongkok dalam Kerjasama SCO Shang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran Tiongkok dalam Kerjasama SCO Shang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Tiongkok

“Peran Tiongkok dalam Kerjasama SCO (

Shanghai Cooperation

Organization

) : Hubungan kerjasama Tiongkok dengan Rusia”

Tugas

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi nilai Ujian Akhir Semester (UAS) Mata Kuliah

Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Tiongkok

Disusun oleh :

Dinar Rizky Muliatama

(0801513034)

HI 13 A

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Al Azhar Indonesia

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Asia Tengah merupakan wilayah yang sangat penting, dimana terletak diantara dua benua yang menyimpan sejumlah kisah penting dalam sejarah dunia. Setelah kekuasaan Uni Soviet runtuh wilayah ini kembali menarik perhatian sejumlah negara termasuk Tiongkok. Setelah disintegrasi dengan Uni Soviet, negara-negara di Asia Tengah harus menghadapi sejumlah permasalahan keamanan. Secara umum kondisi keamanan regional di wilayah ini dapat dikatakan berada dalam bahaya, karena harus menghadapi konflik internal di dalam negerinya sendiri maupun konflik antar negara.

Salah satu organisasi internasional yang muncul berdasarkan pada sebuah konteks keamanan yang baru yaitu dengan dibentuknya sebuah organisasi Shanghai Cooperation Organization (SCO) yang merupakan sebuah organisasi kerjasama antar regional yang muncul di kawasan Asia Tengah. SCO sendiri merupakan sebuah organisasi kerjasama antar pemerintah yang memfokuskan dirinya pada aspek ekonomi, politik serta keamanan. Fokus dan tujuan dari pembentukan SCO sendiri pada awalnya lebih menekankan pada sebuah forum diskusi yang berdasar pada pembangunan dalam berbagai bidang ekonomi, politik maupun keamanan, akan tetapi setelah peristiwa 11 September 2001 fokus dari SCO mengalami perubahan menjadi penguatan kerjasama pada aspek keamanan dengan tujuan meningkatkan efisiensi dalam menangani permasalahan yang berkaitan dengan separatism, terrorism, dan extremism1.

(3)

dirinya dan beberapa negara di wilayah ini, kemudian dengan munculnya three evil forces

Tiongkok berupaya melindungi wilayahnya dari ancaman tersebut, serta menginginkan stabilitas di wilayahnya2.

Dalam SCO, Rusia mengembangkan suatu hubungan dengan negara-negara anggota SCO guna menjembatani hubungan yang kuat antara Rusia dengan Asia Tengah, sebab SCO telah maju sebagai salah satu forum kerjasama keamanan regional dan dianggap membawa dampak positif dalam perkembangan dunia baik di bidang politik, ekonomi, dan keamanan di kawasan Asia Tengah. Disamping itu dalam pembentukan SCO, Rusia menginginkan suatu peningkatan ekonomi dengan Tiongkok dan negara-negara di kawasan Asia Tengah. Akan tetapi tidak hanya itu saja Rusia juga mempunyai kepentingan yang terdiri dari kepentingan politik dan keamanan untuk melindungi warga negaranya, wilayah teritorialnya, serta mempertahankan sistem politiknya dari ancaman dan pengaruh negara lain3.

1.2. Rumusan Masalah

1.Bagaimana Hubungan Kerjasama antara Tiongkok dengan Rusia di dalam Organisasi SCO?

BAB II

2Erna Heraawati. kepentingan Tiongkok dalam Shanghai Cooperation Organization (SCO). Jurnal Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. 2013

(4)

PEMBAHASAN 2.1. Dinamika Hubungan Kerjasama Tiongkok dan Rusia

Hubungan yang terjalin antara Rusia dan Tiongkok terus mengalami fluktuasi dan mengalami berbagai perubahan yang cukup mencolok sejak pertengahan abad ke 20 hingga awal abad ke 21. Sejak Federasi Rusia masih berbentuk Uni Soviet hingga pada akhirnya runtuh pada tahun 1991, kedua negara memiliki hubungan yang cukup menarik untuk diamati, yang kerap kali diwarnai dengan kerjasama, dan ketegangan yang fluktuatif dan penuh dengan ambiguitas. Dimana awalnya menjadi sekutu strategis pada tahun 1950an dengan sebutan “brothers in arms”, hingga berubah menjadi saingan dan mengalami hubungan yang panas di tahun 1960an4. Hubungan Rusia dan Tiongkok tetap tegang sepanjang dekade akibat Perang Dingin, namun sejak runtuhnya Uni Soviet pada 1991, hubungan bilateral kedua negara terlihat mulai mengalami perbaikan besar. Hubungan Rusia dan Tiongkok mulai dinormalisasi kembali sejak Mikhail Gorbachev mengunjungi Tiongkok pada tahun 1989, mengakhiri konfrontasi terbuka 30 tahun antara kedua negara5. Sejak saat itu, hubungan kedua negara terus mengalami penyesuaian dan perbaikan yang intensif dimana pada 1996 melalui pertemuan Boris Yeltsin dan Jiang Zemin, kedua negara secara resmi membentuk kemitraan strategis.

Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, meninggalkan berbagai permasalahan dan konflik bagi Rusia sebagai negara pewarisnya, membuat Rusia bergelut dalam masalah ekonomi dan transformasi politik yang membuatnya kehilangan power dalam dunia internasional. Sebagai negara baru pecahan Soviet, Rusia berusaha memulihkan kembali kestabilan nasional negaranya , tidak hanya melalui reformasi politik namun juga ekonomi yang saat itu sedang kolaps. Berbagai upaya dilakukan Rusia untuk memulihkan perekonomian dalam negerinya, termasuk melalui pemulihan industri militer yang sempat vakum selama beberapa saat. Industri pertahanan merupakan bagian yang penting dalam sektor ekonomi Rusia, 6.1 juta pekerja bergantung pada industri pertahanan pertahanan Rusia6. Namun, ditengah krisis ekonomi serta macetnya produksi dalam industri pertahanan akibat ketiadaan modal, ketersediaan bahan baku

4Westad Odd, Arne ed, Brothers in Arms: The Rise and Fall of The Sino-Soviet Alliance, 1945-1963. Washington, DC: Wodrow Wilson Center Press, 1998. Hal 110

5 Bitzinger, Richard A. and J.D Kenneth Boutin, Tiongkok’s Defence Industry: Change and Continuity in

Rising Tiongkok: power and reassurence, ed. Ron Huisken, 125-143 , Canberra, A.C.T:ANU E Press, 2009. Hal 65

6Donaldson, Robert H. and John A.Donaldson. The Arms Trade in Russian-Chinese Relations: Identity, Domestic

(5)

yang minim, serta macetnya kredit menyebabkan banyaknya pengangguran di sektor ini tak dapat dihindari. Tercatat 2,5 juta pekerja meninggalkan sektor pertahanan akibat ketidakmampuan pemerintah membayar mereka, karena penurunan pasar dan investasi yang drastis dalam sektor ini, yang kemudian berimbas pada peningkatan jumlah pengangguran nasional7. Keadaan industri pertahanan yang mengalami kejatuhan ini dinilai akan menimbulkan bahaya di sektor perekonomian negaranya yang kemudian memaksa pemerintah untuk melakukan segala cara untuk menyelamatkan industrinya. Selain penelitian dan pengembangan teknologi yang mutakhir, pasar baru serta investasi bagi industri ini juga mutlak diperlukan8.

Rusia dan Tiongkok memiliki sejarah hubungan perdagangan senjata yang cukup kompleks dimasa lalu. Selama awal hingga pertengahan 1950an, Uni Soviet merupakan supplier

senjata terbesar bagi Tiongkok. Akan tetapi, kerjasama harus terhenti ketika tensi ketegangan hubungan kedua negara meningkat di era 1960an9. Sebagai partner lama di bidang perdagangan senjata, Tiongkok yang saat itu sedang mengalami embargo senjata akibat tragedi Tiananmen di tahun 1989 dipandang sebagai pasar yang potensial bagi industri pertahanan Rusia. Terlebih pemerintah dan para industrialis pertahanan Rusia percaya bahwa Tiongkok sedang membutuhkan peningkatan militer melalui pengadaan senjata terkait perlombaan senjata dengan Taiwan dan Asia Tenggara. Pada 1992, hubungan perdagangan senjata antara kedua negara kembali dimulai, dimana pada tahun ini Rusia kembali mensuplai peralatan militer dan lisensi teknologi kepada Tiongkok dengan menjual 24 pesawat tempur SU-27S10.

Namun, peningkatan keuntungan dan ekspor senjata Rusia ke Tiongkok tidak selamanya bertahan. Setelah mencapai puncaknya pada awal 2000an, penjualan senjata mulai menurun drastis pada akhir dekade. Terlihat penurunan ekspor senjata Rusia ke Tiongkok dimana ekspor senjata Rusia ke Tiongkok mengalami penurunan sebesar 40 persen dan hanya mencapai kurang dari 20 persen. Penurunan yang terjadi pada ekspor senjata Rusia ke Tiongkok ini tentu bukan tanpa sebab. Penurunan ekspor terjadi karena situasi yang telah berubah dalam industri prtahanan Tiongkok, dimana industri pertahanan Tiongkok saat ini telah mampu memproduksi

7Ibid

8 Sergounin ,Alexander A and Sergey V. Subbotin, “Sino Millitary – Technical Cooperation: a Russian

View.” in Russia and The Arms Trade, edited by Ian Anthony , SIPRI, Oxford University Press, 1998. Hal 40

9Ibid.

(6)

persenjataan militer secara lebih mandiri. Hal ini juga tidak terlepas dari ekspor senjata serta transfer teknologi militer dan lisensi yang dikirim Rusia ke Tiongkok. Jika sebelumnya Tiongkok hanya mampu memproduksi pesawat tempur SU-27 dibawah lisesnsi Rusia, kini industri militer mereka telah berkembang pesat dan mampu memproduksi peralatan militer dalam berbagai desain dan teknologi secara mandiri11. Bahkan, Tiongkok tak segan mengcopy secara illegal berbagai produk militer buatan Rusia dalam produksinya yang kemudian sempat menimbulkan polemik diantara kedua negara.

Aroma persaingan justru tercipta diantara Rusia dan Tiongkok. Dimana dua negara yang semula terlihat sebagai partner strategis di bidang perdagangan senjata ini saat ini justru terlihat sebagai kompetitor. Hal ini terlihat ketika Tiongkok mulai menunjukkan sepak terjangnya sebagai eksportir senjata di pasar senjata internasional.

2.2. Hubungan Kerjasama Tiongkok dan Rusia di SCO

Secara resmi sendiri SCO dibentuk pada tanggal 15 Juni 2001, dimana anggotanya terdiri atas Rusia, Tiongkok, Tajikistan, Kazakhstan, Kyrgysztan, serta Uzbekistan. Lahirnya SCO sendiri tidak bisa lepas dari keberadaan Shanghai Five yang notabene nya merupakan sebuah komunitas bersama antara negara-negara yang berbatasan langsung dengan Tiongkok dalam upaya untuk mengatasi permasalahan perbatasan yang terjadi di antara mereka. Shanghai Five

sendiri memberikan sebuah landasan bagi SCO yang mana merupakan sebuah rezim keamanan baru yang berlandaskan atas prinsip The Shanghai Spirit, dimana adanya komitmen negara-negara anggotanya yang mengikatkan diri dalam nilai-nilai yang dibangun melalui sebuah kerjasama secara bersama12.

Selain itu, isu-isu global seperti Terorism, separatism dan ekstremism dikenal dengan nama three evils semakin mendorong berdirinya SCO untuk menjaga stabilitas di wilayahnya dari pengaruh luar yang semakin berkembang, Tiongkok kemudian menjalin hubungan kerjasama dengan sejumlah negara-negara Asia Tengah dan sekitarnya. Kerjasama ini bermula pada forum dialog Shanghai Five yang kemudian dikembangkan dengan mekanisme yang lebih

11 Weitz, Richard. Tiongkok – Russia Security Relations: Strategic Parallelism Without Partnership or

Passion?, Strategic Studies Institute,2008. Hal.24

12 Abdul Rivai Ras, Shanghai Cooperation Organization (SCO): Pengaruh dan Prospeknya Terhadap Lingkungan

(7)

baik dalam sebuah organisasi regional Shanghai Cooperation Organization (SCO). Keterlibatan Tiongkok dalam organisasi regional ini tidak terlepas dari kepentingan-kepentingan yang ingin dicapai. Kerjasama dalam kerangka multilateral ini memungkinkan Tiongkok berperan lebih aktif dan menghindari konflik serta menjaga keamanan dengan negara-negara Asia Tengah, serta tetap menjaga kepentingannya13.

Munculnya permasalahan-permasalahan tersebut tidak lepas dari lemahnya pranata hukum serta instrumen keamanan yang ada pada masing-masing negara kawasan. Sehingga untuk mengatasi permasalahan tersebut tidak cukup dilakukan secara individu melainkan melalui sebuah kerjasama dalam bentuk sebuah organisasi keamanan regional. Muncul SCO sendiri bahwasanya masing-masing negara anggota sepakat untuk melakukan destabilisasi pengaruh baik dari kelompok terorism, separatism, dan ekstremism yang muncul di kawasan tersebut14. Dengan adanya SCO dapat memperkuat hubungan sebagai sesama anggota, memperkuat efektifitas kerjasama antar anggota dalam hal politk, ekonomi dan perdagangan , ilmu pengetahuan dll.

Pembentukan SCO yang dimotori oleh Rusia dan Tiongkok di kawasan Asia Tengah sendiri merupakan sebuah upaya bagi kedua negara tersebut untuk mendapatkan pengaruh di kawasan tersebut. Hal ini dilakukan karena melihat nilai strategis yang ada di kawasan Asia Tengah sendiri secara geopolitik merupakan daerah Land Locked yang menjadi penghubung antara Asia dengan Eropa dan sebaliknya . Apabila dilihat secara umum, maka terdapat dominasi dari Rusia serta Tiongkok dalam menjalankan roda organisasi dalam SCO. Adapun anggota-anggota lainnya di SCO hanya sebatas mampu menjaga kepentingan nasionalnya dalam aspek keamanan maupun ekonomi, dan mampu menjalin kerjasama yang utuh dalam rezim15.

Keterlibatan Tiongkok dalam SCO juga untuk meraih kepentingan internasional yang merupakan kepentingan yang identik diantara Tiongkok dan negara anggota SCO lainnya terutama dalam bidang keamanan. Tiongkok, Rusia dan negara - negara yang tergabung dalam SCO memiliki kepentingan yang sama untuk menjaga stabilitas keamanan di kawasan Asia

13Charter of The Shanghai Cooperation Organization, diakses dari http://www.sectsco.org/EN123/show.asp? id=69 , pada 3 Januari 2015, Pk 16.00 Wib

14Opcit, Michael Snyder, hal 18

(8)

Tengah. Munculnya sejumlah kelompok radikal di Asia Tengah menjadi ancaman bagi negara-negara anggota SCO.

Dalam proses pembentukan SCO, berbagai perkembangan positif ke arah regionalism ekonomi mulai tercipta di kalangan negara-negara Asia Tengah, Tiongkok dan Rusia yang berlandaskan kepada saling kepercayaan, dan berkerjasama dalam keamanan. Saat ini lingkup kerjasama SCO telah mencakup area luas yaitu :

Pertama, Kerjasama Politik dan Keamanan SCO terutama berfokus pada negara-negara anggotanya. SCO merupakan salah satu organisasi internasional pertama yang secara eksplisit mendukung perang terhadap “three evil forces” yakni terorisme, separatisme dan ektrimisme di kawasan Asia tengah. Pada awal pembentukannya pada tahun 2001, negara-negara SCO menempatkan perang atas “three evil forces” sebagai prioritas utamanya melalui penandatanganan Shanghai Convention on Combating Terrorism, Saparatism, and Extremism. Selain melakukan kerjasama militer dan keamanan, SCO juga merupakan sebuah komunitas politik, yang bertujuan untuk mewujudkan tatanan dunia yang multipolar, dari satu negara atau kelompok negara tertentu di dalam sistem politik internasional16.

Kedua, Kerjasama Ekonomi merupakan salah satu sektor kerjasama utama bagi SCO, meskipun pada awalnya terkesan tertutupi oleh begitu tingginya level kerjasama dalam sektor keamanan. Hal ini terlihat dengan dirumuskan kerangka acuan bagi peningkatan status kerjasama inter-SCO Outline on The Multi-Lateral Economic and Trade Cooperation Among the Member States of Shanghai Cooperation Organization yang disepakati oleh negara-negara anggota SCO pada pertemuan tingkat Perdana Menteri di Bishkek, Kyrgizstan pada tahun 200417.

Ketiga, Kerjasama pendidikan dan kebudayaan juga merupakan salah satu sektor kerjasama dalam kerangka SCO. Untuk pertama kalinya di Beijing, RRC pada 12 April 2002 di tandatangani pernyataan bersama untuk kerja sama lanjutan. Pertemuan ketiga dari Menteri Kebudayaan berlangsung di Tashkent, Uzbekistan, pada tanggal 27-28 Mei 2006, dengan pembentukan suatu wadah yang dapat memainkan peranan besar di dalam kegiatan riset ilmiah nagara-negara SCO. Sebuah Festival Seni SCO dan pameran diadakan untuk pertama kalinya di

16Matveeva, Anna dan Antonio Gistuozzi. The SCO: A Regional Organization on The Making, Crisis State

(9)

Astana, Kazakhstan pada juli 2005. Kegiatan ini kemudia secara rutin diadakan menjelang pertemuan puncak negara-negara anggota SCO18.

Kerjasama SCO yang dilandasi tujuan yang sama di kawasan Asia Tengah tersebut merupakan bentuk dari usaha Rusia dan Tiongkok guna mendapatkan pengaruh mereka di Asia tengah maupun di kancah politik internasional. Serta telah memberikan wadah bagi negara-negara anggota yang berkepentingan dalam mengatasi keamanan regional dan memberi kemudahan bagi anggotanya dalam melakukan koordinasi dan menjalankan mekanisme keamanan regional. Terbukti dengan adanya SCO ini hubungan kedua negara saat ini menjadi lebih baik.

BAB III KESIMPULAN

(10)

Hubungan yang terjalin antara Rusia dan Tiongkok terus mengalami perubahan demi perubahan yang cukup mencolok sejak pertengahan hingga awal abad ke 21 Tiongkok dan Rusia memiliki hubungan yang cukup menarik dimana sering kali diwarnai dengan hubungan kerjasama dan ketegangan yang penuh dengan ambiguitas. Bisa dikatakan hubungan kedua negara ini pada awalnya sebagai hubungan yang erat dan menjadi sekutu strategis, dimana pada akhirnya berubah menjadi saingan dan mengalami hubungan yang panas di tahun 1960an. Sejak saat itu, hubungan kedua negara terus mengalami penyesuaian dan perbaikan yang intensif.

Pada 15 Juni negara Asia Tengah membentuk SCO sebagai peningkatan hubungan yang telah terjali lewat Shanghai Five. Dilatarbelakangi atas dasar faktor geopolitik, ekonomi dan militer yang sangat komplek dan melibatkan pertimbangan yang serius diantara kedua negara. Eksitensi Rusia dan Tiongkok dalam SCO pada dasarnya dipandang sebagai simbol kebesaran SCO sebagai organisasi regional, sehingga bagaimanapun kedua negara itu merupakan penentu dalam merealisasikan misinya. Pembentukan SCO yang dimotori oleh Rusia dan Tiongkok di kawasan Asia Tengah sendiri merupakan sebuah upaya bagi kedua negara tersebut untuk mendapatkan pengaruh di kawasan tersebut. Tidak mengherankan apabila strategi multipolar SCO banyak diwarnai oleh kedua negara besar ini.

Kerjasama SCO yang dilandasi tujuan yang sama di kawasan Asia Tengah tersebut merupakan bentuk dari usaha Rusia dan Tiongkok guna mendapatkan pengaruh mereka di Asia tengah maupun di kancah politik internasional. Terbukti dengan adanya SCO ini hubungan kedua negara saat ini menjadi lebih baik.

(11)

Abdul Rivai Ras, Shanghai Cooperation Organization (SCO): Pengaruh dan Prospeknya Terhadap Lingkungan Strategis Asia Pasifik, Jakarta: FISIP UI, 2003.

Bitzinger, Richard A. and J.D Kenneth Boutin, Tiongkok’s Defence Industry: Change and Continuity in Rising Tiongkok: power and reassurence, ed. Ron Huisken, 125-143 , Canberra, A.C.T:ANU E Press, 2009.

Donaldson, Robert H. and John A.Donaldson. The Arms Trade in Russian-Chinese Relations: Identity, Domestic Politics, and Geopolitical Positioning. Dalam International Studies, Vol. 47, No. 4. 2003.

Westad Odd, Arne ed, Brothers in Arms: The Rise and Fall of The Sino-Soviet Alliance, 1945-1963. Washington, DC: Wodrow Wilson Center Press, 1998.

JURNAL

Erna Heraawati. kepentingan Tiongkok dalam Shanghai Cooperation Organization (SCO). Jurnal Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. 2013.

Margaretha, Erline, Kepentngan Rusia dalam Pembentukan Shanghai Cooperation Organization

(SCO), Jurnal Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Mulawarman, 2013.

Matveeva, Anna dan Antonio Gistuozzi. The SCO: A Regional Organization on The Making, Crisis State Research Centre. 2008.

Michael Snyder, The Shanghai Cooperation Organization: A New Order on Central Asia, 2008. Sergounin ,Alexander A and Sergey V. Subbotin, “Sino Millitary – Technical Cooperation: a Russian View.” in Russia and The Arms Trade, edited by Ian Anthony , SIPRI, Oxford University Press, 1998.

Weitz, Richard. Tiongkok – Russia Security Relations: Strategic Parallelism Without Partnership or Passion?, Strategic Studies Institute,2008.

Xue-Tong, Yan. Analysis Of Tiongkok’s National Interest. United State of America : Center for Nonproliferation Studies. 2002.

THESIS

Vitaly, Vasilev “Russia-China Millitary Arms Trade” master’s thesis, National Sun Yat Sen University, 2007.

WEBSITE

Referensi

Dokumen terkait

Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Karanganyar tentang Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Karanganyar Nomor 24/Kpts/KPU-Kab-012.329506/2013 tentang

Beragam jenis dan model alat bantu terapi stroke telah diciptakan, salah satunya adalah sepeda terapi fisik roda tiga yang dirancang dengan tujuan selain sebagai alat bantu terapi

Stout, dan Gary Cokins yang diahli bahasakan oleh David Wijaya (2011:504), Analisis Cost-Volume- Laba merupakan suatu metode untuk menganalisis bagaimana pengaruh keputusan

(2) Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa tindakan skorsing kepada pekerja/ buruh yang sedang dalam proses

Dua pasang stereopair Foto Udara Format Kecil (FUFK) dan hasil pengukuran lapangan dengan GPS digunakan sebagai bahan untuk menguji akurasi DSM yang mampu dihasilkan

Penyakit sistemik (peny. Kolagen, keganasan, vesico-bulosa).. Laki-laki, 42 tahun, turis asing dari Italia yang melancong ke Palembang datang ke poliklinik penyakit

 Menuliskan kembali kata, kalimat sederhana dari papan tulis atau buku dengan tulisan sambung yang rapi dan bentuk huruf yang benar.  Menceritakan tentang kasih

Dengan membandingkan kondisi penyelenggaraan pelayanan publik dalam bidang transportasi umum, antara Salt Lake City, dan negara ASEAN V yaitu Jakarta, Singapura, Kuala