• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Anastesi Kasus Bedah Rawat Jalan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Anastesi Kasus Bedah Rawat Jalan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas

Mata Kuliah : Keperawatan Anastesi

Dosen : Muhammad Yassir, S.Kep, Ns., M.Kes.

ANASTESI KASUS BEDAH RAWAT

JALAN

Disusun Oleh : Sri Hasnita Nur NH.01.10.411

A5

STIKES NANI HASANUDDIN MAKASSAR

2013

(2)

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudu Anastesi Kasus Bedah Rawat Jalan. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anastesi.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Semoga makalah ini memberikan informasi yang dibutuhkan dan bermanfaat untuk pembangunan ilmu pengetahuan kita.

Makassar, Mei 2013

(3)

DAFTAR ISI

D. Hasil yang Diharapkan pada Penatalaksanaan Anestesi (Value-Based Anesthesia Care)...3

Proses Keperawatan di Ruang Perawatan Pacaoperasi...13

A. Pengkajian...13

B. Diagnosa Keperawatan...13

(4)

D. Implementasi...14

E. Evaluasi...16

BAB IV KESIMPULAN...18

(5)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teknik bedah rawat jalan dilakukan secara terpisah pertama kali tahun 1970 di Amerika Serikat. Dengan berkembangnya bidang anestesi dan pembedahan maka bedah rawat jalan juga mengalami kemajuan yang pesat, termasuk bedah rawat jalan pasien dewasa. Jumlah operasi yang dilakukan dengan teknik bedah rawat jalan juga terus meningkat. Pada tahun 1994, sekitar 66% operasi elektif di Amerika Serikat dilakukan dengan bedah rawat jalan. Saat ini, Sekitar 70% pembedahan di Amerika Serikat telah dilakukan dengan bedah rawat jalan.

Tujuan utama bedah rawat jalan adalah terlaksananya prosedur pembedahan yang lebih efektif dan lebih ekonomis sehingga memberi keuntungan terhadap pasien, rumah sakit serta pihak yang membayar (third party payrs). Faktor utama pemilihan teknik bedah rawat jalan adalah penekanan biaya tetapi tetap mempertahankan kualitas pengobatan, sehingga morbiditas akibat prosedur pembedahan ataupun karena penyakit sebelumnya tidak lebih besar dibandingkan dengan pasien rawat inap.

Keuntungan bagi pasien dengan teknik bedah rawat jalan ini adalah mengurangi biaya, mengurangi waktu rawat sehingga waktu berpisah dengan keluarga dan lingkungan menjadi lebih singkat, mengurangi waktu tunggu untuk pembedahan, mengurangi resiko infeksi nosokomial rumah sakit, tidak bergantung pada jumlah tempat tidur yang tersedia di rumah sakit sehingga pasien lebih fleksibel dalam memilih jadwal operasi. Dibandingkan dengan pasien rawat inap, pemeriksaan laboratorium berkurang serta mengurangi kebutuhan obat pascabedah.

B. Rumusan Masalah

(6)

2. Bagaimana konsep keperawatan dari anastesi kasus bedah rawat jalan?

C. Tujuan Umum dan Khusus 1. Tujuan Umum

a. Untuk mengetahui konsep medis dari anastesi kasus bedah rawat jalan. b. Untuk mengetahui konsep keperawatan dari anastesi kasus bedah

rawat jalan. 2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengertian anastesi rawat jalan, keuntungan operasi rawat jalan, beberapa tindakan rawat jalan, hasil yang diharapkan pada penatalaksanaan anastesi, pemilihan pasien, evaluasi prabedah, persiapan pasien, persiapan pada hari operasi, pemeriksaan laboratorium sebagai skrining, pemilihan teknik anestesi, konsep fast-track anesthesia, pemulihan, pemulangan, dan penundaan pemulangan. b. Untuk mengetahui konsep keperawatan anastesi kasus bedah rawat jalan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan makalah ini antara lain:

1. Melengkapi tugas disemester 6 dengan mata kuliah Keperawatan Anastesi.

(7)

BAB II KONSEP MEDIS

A. Pengertian

Suatu tindakan anestesi yang dilakukan pada pasien-pasien yang menjalani prosedur tertentu (pembedahan, diagnostik radiologi), dimana pasien dimasukkan dan dipulangkan dari Rumah Sakit pada hari yang sama.

B. Keuntungan Operasi Rawat Jalan

1. Mengurangi stress bagi pasien (khususnya anak2) dan keluarga. 2. Mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan.

3. Mengurangi infeksi nasokomial.

4. Bagi rumah sakit memperpendek daftar tunggu operasi dan pemakaian tempat tidur efektif dan efisien.

C. Beberapa Tindakan Rawat Jalan

 Pediatri : circumcisi, irigasi ductus lacrimalis, polip rekti, kista dermoid

 Ginekologi : dilatasi dan kuretase, abortus, kauter cervix, kista bartolini

 Ortopedi : reposisi, eksisi gangglion, trigger finger, dekompresi carpal tunnel,angkat

pen/plat

 Bedah umum : eksisi lipoma /naevus, fibroadenoma mammae, eksisi tumor kelenjar

keringat.

D. Hasil yang Diharapkan pada Penatalaksanaan Anestesi (Value-Based Anesthesia Care)

(8)

pada setiap proses dalam anestesi (evaluasi prabedah, skrining laboratorium, pemilihan teknik dan agen anestesi, efek pada outcome pasien, efek pada perawatan pascabedah, dan pengaruh secara keseluruhan terhadap pelayanan kesehatan) harus selalu dilakukan secara terintegrasi bila penyedia jasa kesehatan tetap ingin mempertahankan nilai ekonomis dalam pelayanannya.

E. Pemilihan Pasien

Keputusan untuk menentukan apakah pasien layak untuk menjalani bedah rawat jalan harus berdasarkan penilaian individual masing-masing pasien, yang ditentukan oleh kombinasi dari beberapa faktor termasuk patient consideration, prosedur pembedahan, teknik anestesi, dan tingkat kemampuan dan kenyamanan ahli anestesi.

Lamanya operasi bukan suatu kriteria untuk bedah rawat jalan, sebab hanya ada sedikit hubungan antara lamanya anestesi dengan cepatnya pemulihan. Penyelesaiannya adalah operasi yang lama harus diacarakan untuk operasi yang paling pagi.

Penekanan pada pertimbangan biaya dalam pembedahan menyebabkan peralihan dari bedah rawat inap menjadi bedah rawat jalan meningkat tajam. Hal ini juga berdampak pada perubahan dalam kriteria seleksi pasien bedah rawat jalan dan dimasukkannya pasien dengan kondisi medis yang kompleks, dimana pada masa lalu dinyatakan tidak fit untuk bedah rawat jalan. Isu mengenai seleksi pasien makin membesar karena hanya sedikit data dan penelitian mengenai kriteria dalam seleksi pasien ini. Pada awal diperkenalkannya bedah rawat jalan hanya pasien dengan status ASA I dan ASA II yang dipilih untuk prosedur bedah rawat jalan. Saat ini, pasien yang digolongkan pada status ASA III dan ASA IV juga merupakan calon operasi bedah rawat jalan asalkan penyakit sistemiknya dalam keadaan stabil.

F. Evaluasi Prabedah

(9)

orang yang terlibat langsung pada perawatan dan tatalaksana pasien, meyakinkan pasien diskrining dan dievaluasi secara tepat. Juga harus mengingatkan pasien tentang jadwal datang ke rumah sakit, restriksi makanan (puasa), pakaian yang harus dipakai, transportasi ke rumah sakit, maupun kebutuhan perawatan anggota keluarga lain yang ditinggalkan serta harus ada orang dewasa yang mengantar pulang ke rumah dari rumah sakit setelah selesai operasi.

Disamping untuk mengurangi rasa cemas pasien, evaluasi prabedah yang dilakukan ahli anestesi juga bertujuan untuk mengidentifikasi potensi masalah medis, mencari etiologinya, dan bila perlu melakukan koreksi yang tepat. Dengan demikian dapat mengurangi pembatalan serta komplikasi bedah rawat jalan.

Saat ini terdapat berbagai cara untuk melakukan evaluasi dan skrining pasien bedah rawat jalan, seperti:

1. Pasien datang ke fasilitas bedah rawat jalan sebelum hari operasi. 2. Pasien datang ke kantor ahli anestesi sebelum hari operasi. 3. Wawancara melalui telepon.

4. Meneliti hasil pemeriksaan medis/data medis pasien.

5. Visite dan pemeriksaan prabedah pada pagi hari sebelum pembedahan. 6. Pengumpulan informasi pasien dengan bantuan komputer (computer

assisted information gathering).

Pasien yang diskrining secara adekuat serta dengan persiapan prabedah yang baik akan lebih efisien dalam biaya pada bedah rawat jalan.

G. Persiapan Pasien

Persiapan pasien yang matang dalam bedah rawat jalan perlu dilakukan agar tercapai kondisi yang optimal bagi pasien yang akan menjalani operasi. Restriksi makanan dan minuman sebelum operasi bedah rawat jalan:

(10)

operasi dilakukan pagi hari) yang harus disampaikan secara lisan dan tertulis.

2. Kebutuhan untuk melarang minum cairan pada periode prabedah (sampai 2 jam sebelum induksi anestesi) masih dievaluasi, karena:

a. Minum cairan jernih tidak meningkatkan volume cairan lambung pada saat induksi anestesi.

b. Aman minum air sampai 150 ml pada saat minum obat.

c. Salah satu keuntungan mengizinkan minum kopi pada peminum kopi adalah menurunnya kejadian sakit kepala setelah operasi.

Pemberian obat-obatan yang biasa dipakai pasien sebelum operasi:

 Obat-obat anti hipertensi tetap diminum sampai hari operasi. Obat-obat

untuk merubah perasaan seperti fluoxetin, trisiklik anti depresan, mono-amine oxidase inhibitor, dan lithium dapat terus diberikan tetapi harus diwaspadai untuk kemungkinan terjadinya interaksi obat-obatan. Pemberian aspirin dapat terus dilakukan terutama bila resiko perdarahan pada operasi minimal. Pada operasi besar/risiko perdarahan besar aspirin dihentikan mulai 7 hari prabedah.

Pemeriksaan EKG perlu dilakukan pada pasien umur lebih dari 40 tahun atau bila ada indikasi.

 Bila pada pemeriksaan ditemukan masalah medis, sebaiknya operasi

ditangguhkan dan pasien dievaluasi kembali.

H. Persiapan pada Hari Operasi

Pasien harus diperiksa ulang oleh ahli anestesi karena bisa terjadi perubahan-perubahan yang mendadak misalnya infeksi saluran napas bagian atas atau apakah pasien melaksanakan semua instruksi untuk puasa, adanya teman yang mengantar dan menerangkan prosedur anestesi serta penandatanganan surat izin operasi. Kanula intravena dipasang untuk pemberian obat anestesi nantinya serta pemberian cairan bila diperlukan.

(11)

cemas, nyeri pascabedah, mual muntah serta untuk menurunkan risiko pneumonitis bila terjadi aspirasi isi lambung selama pembedahan. Kebanyakan obat premedikasi tidak memperlambat pemulihan bila diberikan dalam dosis yang tepat. Benzodiazepin adalah obat yang paling sering digunakan untuk menurunkan kecemasan dan memberikan sedasi untuk pasien bedah rawat jalan. Adanya amnesia setelah premedikasi dengan benzodiazepin harus diperhatikan walaupun tidak ada penelitian yang melaporkan adanya amnesia retrograd.

Opioid mungkin digunakan prabedah untuk menimbulkan efek sedasi, mengendalikan hipertensi selama intubasi, dan untuk menurunkan nyeri setelah operasi. Keefektifan opioid dalam menghilangkan kecemasan masih kontroversi. Masalah yang dihubungkan dengan penggunaan opioid adalah hipoventilasi, gatal-gatal, mual dan muntah, yang sangat tidak diinginkan pada pasien bedah rawat jalan. Propofol kadang-kadang digunakan untuk sedasi sebelum induksi anestesi dengan dosis 0,7 mg/kgbb intravena.

Kehilangan cairan akibat puasa 6-8 jam tidak menjadi masalah, sehingga tidak perlu dilakukan koreksi cairan yang hilang akibat puasa. Pemasangan kateter intravena hanya untuk pemberian obat-obatan saja. Kebutuhan untuk pemberian cairan operasi pasien bedah rawat jalan masih kontrovesial. Untuk operasi yang sangat singkat seperti miringotomi mungkin tidak diperlukan pemberian cairan dengan pengecualian bila puasanya lama atau tidak mampu minum segera setelah operasi selesai dan bangun penuh.

Pasien yang akan menjalani bedah rawat jalan mungkin mempunyai risiko aspirasi isi lambung, walaupun risiko ini tidak lebih besar daripada pasien yang dirawat. Bisa dipertimbangkan pemberian obat-obat profilaksis untuk pasien-pasien tertentu misalnya dengan hiatus hernia, obesitas, atau parturien. Obat-obat profilaksis untuk mencegah aspirasi adalah:

H2 receptor antagonist: cimetidin, ranitidin, famotidin, nizatidin Substitusi benzimidazol: omeprazol

(12)

I. Pemeriksaan Laboratorium sebagai Skrining

Kepercayaan yang salah sebelumnya mengenai pemeriksaan laboratorium untuk skrining prabedah adalah shotgun labs merupakan yang terbaik untuk pasien dan dokter. Namun saat ini program bedah rawat jalan secara kontinyu memperbaiki substansi pemeriksaan laboratorium untuk skrining pasien. Kebanyakan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan tidak memberikan kontribusi yang menguntungkan terhadap tatalaksana perioperatif pasien. Walaupun pemeriksaan laboratorium dapat membantu optimalisasi kondisi prabedah pasien ketika suatu penyakit terdeteksi, tetapi terdapat beberapa hal yang yang merupakan kekurangannya, yaitu:

1. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut sering kali tidak bisa mengungkap kondisi patologi penyakit.

2. Nilai abnormal yang kadang terungkap tidak penting dalam memperbaiki pengelolaan serta outcome pasien.

3. Tidak efisien untuk skrining suatu penyakit yang tidak terdeteksi pada anamnesa dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan baik dan tepat. 4. Nilai abnormal yang didapatkan melalui pemeriksaan laboratorium sering

tidak di follow up dengan tepat.

5. Nilai false positif pemeriksaan laboratorium akan meningkatkan kecemasan pasien, meningkatkan penundaan operasi serta biaya, dilakukannya pemeriksaan-pemeriksaan serta terapi yang lebih invasiv yang bersifat traumatik pada pasien.

Blue Cross/Blue Shield memperkirakan sekitar 30 triliun dolar telah dikeluarkan untuk pemeriksaan prabedah di Amerika Serikat tahun 1984, mereka yakin sekitar 12-18 triliun dolar tiap tahun dapat disimpan bila hanya pemeriksaan prabedah yang tepat yang dilakukan.

(13)

tetapi pada pasien dengan baseline disease yang signifikan (hipertensi, CAD, diabetes) memerlukan pemeriksaan lanjutan (EKG, elektrolit, rontgen torak). Pertimbangan usia tidak mengharuskan dilakukan pemeriksaan tambahan lanjutan. Hasil penelitian Schein dan kawan-kawan pada pasien geriatri yang akan dilakukan operasi katarak dengan lokal anestesi dan sedasi tidak didapatkan perbedaan yang signifikan terhadap safety pembedahan antara kelompok yang dilakukan pemeriksaan prabedah rutin geriatri (EKG, elektrolit, BUN, kreatinin, glukosa) dan kelompok yang tidak dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan tersebut.

Sampai saat ini, Illinois Ambulatory Surgical Treatment Act menyarankan pemeriksaan standar hemoglobin atau hematokrit dan urinalisis pada semua pasien yang akan dilakukan bedah rawat jalan.

J. Pemilihan Teknik Anestesi

Pemilihan suatu teknik anestesi didasarkan pada kondisi kesehatan pasien, prosedur pembedahan serta keinginan dan permintaan pasien, bila memungkinkan. Dalam bedah rawat jalan terdapat beberapa teknik anestesi yang dapat dipilih:

1. Anestesi umum

2. Anestesi regional, dengan atau tanpa sedasi

3. Monitored Anestesi Care (MAC), anestesi lokal yang disertai dengan sedasi, ahli anestesi memonitor tanda vital serta fungsi tubuh pasien 4. Anestesi lokal, mungkin tidak disertai oleh ahli anestesi dalam tim

pembedahan

Ahli anestesi akan mendiskusikan resiko dan keuntungan masing-masing teknik dengan pasien, dan berdasarkan informasi yang dikumpulkan ahli anestesi pada waktu skrining dan evaluasi prabedah pilihan anestesi yang terbaik akan didiskusikan dengan pasien. Teknik anestesi yang optimal pada bedah rawat jalan harus memenuhi kriteria:

(14)

3. Tidak ada efek samping pascabedah 4. Kepuasan pasien

K. Konsep Fast-Track Anesthesia

Konsep fast-track dalam pembedahan pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1990. Dengan konsep ini maka pasien dapat pulang lebih cepat dari rumah sakit dan melakukan aktifitas normalnya setelah menjalani operasi. Prinsip utama pada fast-track anesthesia adalah pasien tidak melewati PACU (fase I recovery), pasien langsung dipindahkan dari kamar operasi menuju ruang pemulihan fase 2 (fase II recovery). Fast-track anesthesia tumbuh karena kebutuhan untuk pengendalian biaya kesehatan, tetapi keuntungan paradigma ini lebih besar daripada hanya pengurangan biaya perawatan, termasuk juga outcome dan kepuasan pasien. Meningkatnya penggunaan teknik bedah minimally invasive, perkembangan obat-obat baru termasuk yang mula kerjanya cepat, durasi kerja lebih cepat, obat-obatan analgesik dan pelemas otot merupakan bagian dalam perkembangan fast-track anesthesia.

L. Pemulihan (Recovery)

Pemulihan adalah suatu proses yang secara tradisional dibagi atas 3 bagian yang saling tumpang tindih yaitu early recovery, intermediate recovery, dan late recovery. Early recovery dimulai dari dihentikannya obat anestesi supaya pasien bangun, kembalinya refleks proteksi jalan napas, dan dimulainya aktifitas motorik. Intermediate recovery bila sudah mencapai kriteria untuk dapat dipulangkan ke rumah. Late recovery mulai dari dipulangkan sampai pulihnya fungsi fisiologis ke keadaan seperti sebelum pembedahan.

(15)

mengganti kriteria warna pada Aldrete skor dengan SpO2 pada modifikasi sistem skoring Aldrete.

M. Pemulangan (Discharge)

Program bedah rawat jalan yang sukses tergantung pada pemulangan pasien yang tepat waktu setelah anestesi. Beberapa kriteria yang telah dibuat untuk menentukan kesiapan pasien untuk dipulangkan seperti Guidelines for Safe Discharge After Ambulatory Surgery dan PADSS (Post Anesthesia Disharge Scoring System). PADSS merupakan suatu sistem skoring yang secara objektif menilai kondisi pasien untuk dipulangkan. Modifikasi PADSS dibuat karena dalam kriteria PADSS terdapat ketentuan mampu minum pascabedah, dimana ketentuan minum pascabedah tidak lagi dimasukkan kedalam protokol kriteria pemulangan pasien dan hanya diperlukan pada pasien tertentu. Modifikasi PADSS berdasarkan 5 kriteria, yaitu:

1. Tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi napas, temperature) 2 : sekitar 20% dari nilai prabedah

1 : 20%-40% dari nilai prabedah 0 : 40% dari nilai prabedah 2. Ambulasi

(16)

5. Perdarahan akibat pembedahan 2 : minimal

1 : sedang 0 : berat

Total nilai = 10. Bila skor mencapai 9, pasien cukup aman untuk dipulangkan ke rumah.

N. Penundaan Pemulangan

1. Terjadi penyulit selama operasi : perdarahan, operasi berkepanjangan. 2. Terjadi penyulit selama anestesinya : mual, muntah, pusing, hipotensi

(17)

BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

Proses Keperawatan di Ruang Perawatan Pacaoperasi

A. Pengkajian

Perawat memeriksa kondisi klien yang meliputi tanda-tanda vital, tingkat kesadaran, kondisi balutan dan drain, status infuse cairan, tingkat rasa nyaman, dan integritas kulit.

Perawat mengkaji klien secara rutin minimal setiap 15menit pada 1 jam pertama, setiap 30 menit selama 1 sampai 2 jaam berikutnya, setiap 1 jam selama 4 jam berikutnya, dan selanjutnya setiap 4 jam. Seringnya pemeriksaan tergantung kondisi klien. Perawat yang tidak mengikuti jadwal pengkajian tersebut diangap lalai.

Setelah seluruh pemeriksaan awal lengkap dan segala kebutuhan klien terpenuhi, keluarga diizinkan mengujungi klien. Perawat dapat menjelaskan tujuan prosedur atau peralatan pascaoperatif dan menjelaskan kondisi klien. Keluarga harus tahu bahwa klien akan mengantuk dan tertidur pada sisa waktu hari itu akibat anestesi umum. Apabila klien mendapat anestesi spinal, keluarga harus diingatkan bahwa klien akan diperiksa rutin dan ia akan kehilangan sensasi dan pergerakan ekstreminalitasnya beberapa jam.

B. Diagnosa Keperawatan

(18)

pascaoperasi, duka cita yang berhubungan dengan dampak operasi dan diagnose lain yang bersifat spesifik bergantung jenis operasi yang dilakukan.

C. Perecanaan

Adanya data pengkajian terbaru dan analisa riwayat keperawatan preoperatif memungkinkan perawat membuat rencana intervensi keperawatan yang spesifik. Instruksi pascaoperatif dari dokter bedah juga dapat dijadikan pedoman. Beberapa jenis tujuan perawatan pascaoperatif antara lain:

1. Menunjukkan kembalinya fungsi fisiologis normal 2. Tidak memperlihatkan adanya infeksi luka bedah 3. Dapat beristirahat dan merasa nyaman

4. Mempertahankan konsep diri

5. Kembali kepada status kesehatan fungsional dengan keterbatasan yang ada akibat pembedahan.

D. Implementasi

1. Mendapatkan kembali fungsi fisiologis normal

Luka bedah, pengaruh immobilisasi yang lama selama pembedahan berlangsung dan pada masa penyembuhan serta pengaruh anestesi dan analgesic merupakan penyebab utama timbulnya komplikasi pascaoperatif. Kegagalan klien berpartisipasi menambah risiko komplikasi. Perawat harus memperhatikan hubungan antara seluruh sistem dengan terapi yang diberikan. 2. Mempertahankan fungsi pernafasan

Untuk mencegah komplikasi pernafasan ,perawat harus membersihkan paru-paru klien. Tindakan berikut ini dapat meningkatkan ekspansi paru:

a. Perawat menganjurkan klien melakukan latihan pernafasan diafragma minimal setiap 2 jam sekali saat klien sudah sadar

b. Perawat menginstruksikan klien menggunakan spirometer stimulatif agar mendapat inspirasi yang maksimal

(19)

d. Perawat membantu klien bepindah posisi miring setiap 1 sampai 2 jam saat bangun dan duduk jika mungkin

3. Pertahankan kenyamanan klien. Mencegah statis sirkulasi

Beberapa klien berisiko tinggi mengalami statis vena akibat sifat pembedahan yang dijalani. Beberapa tindakan dapat meningkatkan aliran balik vena dan aliran sirkulasi darah normal :

a. Perawat menganjurkan klien untuk latihan kaki minimal setiap jam saat klien terjaga.

b. Perawat memasang stoking antiemboli elastis sesuai instruksi dokter c. Perawat memasang stoking antiemboli pneumatic.

d. Perawat menganjurkan klien melakukan ambulasi lebih awal

e. Perawat menghindari posisi yang dapat mengganggu aliran darah ke bagian ekstremitas klien.

f. Perawat memberikan obat-obatan antikoagulan sesuai instruksi dokter g. Perawat meningkatkan asupan cairan yang adekuat melalui oral atau

intravena.

4. Mempertahankan konsep diri

Tindakan berikut dapat mempertahankan konsep diri klien:

 Perawat member privasi selama mengganti balutan atau menginspeksi luka.

 Perawat mempertahankan kebersihan klien

 Perawat mencegah agar set drainase tidak mengalir terlalu deras.

 Perawat mempertahankan lingkungan yang menyenangkan

 Perawat member kesempatan klien mendiskusikan penampilannya

bersama-sama.

 Perawat member kesempatan keluarga mendiskusikan cara menjaga

konsep diri klien.

5. Meningkatkan eliminasi urine

Tindakan berikut dapat meningkatkan eliminasi normal urine :

(20)

 Perawat memeriksa klien secara sering untuk mengetahui adanya

kebutuhan klien untuk berkemih

 Perawat mengkaji adanya distensi kandung kemih

 Perawat memantau asupan dan haluaran cairan.

 Meningkatkan eliminasi normal dan nutrisi yang adekuat

Tindakan berikut mempercepat kembalinya eliminasi normal:

 Perawat mengkaji peristaltic usus setiap 4 sampai 8 jam.

 Perawat mempertahankan asupan nutrisi dan meningkatkannya secara bertahap.

 Perawat meningkatkan ambulasi dan latihan.

 Perawat mempertahankan asupan cairan yang adekuat.

 Perawat memberikan enema, supositori, reektal, dan selang rectal

sesuai instruksi.

Tindakan yang dapat mempertahankan asupan makanan yang adekuat:  Perawat menghilangkan sumber bau yang menyengat

 Perawat membantu klien pada posisi nyaman saat makan

 Perawat memberikan makanan yang diinginkan klien

 Perawat melakukan perawatan mulut secara teratur

 Perawata memberikan mekanan saat klien beristirahat dan bebas dari rasa nyeri.

E. Evaluasi

(21)
(22)

BAB IV KESIMPULAN

Kemajuan dalam bidang anestesi dan teknik pembedahan menyebabkan teknik bedah rawat jalan berkembang pesat, jumlah pasien bedah rawat jalan juga terus mengalami peningkatan.

Anastesi pada kasus rawat jalan adalah suatu tindakan anestesi yang dilakukan pada pasien-pasien yang menjalani prosedur tertentu (pembedahan, diagnostik radiologi), dimana pasien dimasukkan dan dipulangkan dari Rumah Sakit pada hari yang sama.

(23)

DAFAR PUSTAKA

Sumber Jurnal:

Yendi. 2011. Kontroversi Terkini dalam Anestesi pada Bedah Rawat Jalan Dewasa/ Current Controversies in Adult Outpatient Anesthesia.

Sumber Internet:

http://www.academia.edu/2245412/Anestesi_Rawat_Jalan

http://ayapye.blogspot.com/2012/01/anestesi-pada-pasien-rawat-jalan.html

Referensi

Dokumen terkait

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN. TERHADAP

Tindakan-tindakan perawatan yang dilakukan oleh keluarga terhadap klien gangguan jiwa yang menjalani rawat jalan di RSJD Surakarta seperti yang tersebut di atas,

PELAYANAN PASIEN RAWAT JALAN PADA UPTD PUSKESMAS RINGINARUM” yang diharapkan dapat memudahkan proses pelayanan yang ada pada Puskesmas Ringinarum. 1.2

Sarana – sarana yang digunakan untuk pengelolaan DRM adalah rak file, ruang rekam medis rawat jalan, pencahayaan di ruang filling rawat jalan yang masih kurang,

Dokter akan mencatat diagnosis dan tindakan pada medical record pasien, kemudian memberikan medical record pada perawat poliklinik untuk mengupdate data rawat jalan.. Setelah

Dari 124 rekam medis yang menjadi sampel penelitian, didapatkan hasil kelengkapan pengisian rekam medis di Instalasi Rawat Jalan Poli Bedah sebesar 58,1% sedangkan

Tindakan-tindakan perawatan yang dilakukan oleh keluarga terhadap klien gangguan jiwa yang menjalani rawat jalan di RSJD Surakarta seperti yang tersebut di atas,

Dari 124 rekam medis yang menjadi sampel penelitian, didapatkan hasil kelengkapan pengisian rekam medis di Instalasi Rawat Jalan Poli Bedah sebesar 58,1% sedangkan