7
Bab 2
Tinjauan Pustaka
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang “Analisis Perhitungan Kinerja Local Area Network menggunakan Router” membahas mengenai analisis kinerja Local Area Network (LAN) menggunakan Router
yang memanfaatkan sistem antrian M/M/1, dimana jumlah frame
yang ditransmisikan bervariasi untuk menghitung parameter kinerja jaringan yaitu delay, throughput dan loss probability. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa delay, throughput dan
loss probability akan semakin besar seiring dengan pertambahan jumlah frame dan laju kedatangan rata-rata frame. Hal ini disebabkan karena semakin banyak frame yang masuk ke dalam antrian, akan menambah waktu tunda dan waktu transmisi paket di dalam system. Tetapi, pada penelitian tersebut tidak fokus untuk membahas penyebab-penyebab banyaknya jumlah frame
Pada penelitian yang berjudul “Analisis Protokol Routing
pada Jaringan Komputer Universitas Sumatera Utara dengan
Router Simulator” membahas mengenai static route dan protokol dinamik routing digunakan oleh Router untuk mempelajari
network remote dan membangun tabel routing-nya. Hasil analisis tersebut menunjukkan kelebihan utama menggunakan protokol
routing dinamik adalah bahwa Router akan menukarkan informasi routing kapanpun terjadi perubahan topologi. Pertukaran informasi memungkinkan Router untuk mempelajari secara otomatis tentang network baru dan juga untuk menemukan jalur alternative ketika terjadi kegagalan/kerusakan link ke
network tersebut. Penelitian tersebut menyarankan, jika Router
digunakan pada jaringan komputer USU dan dikonfigurasi
dinamik routing, maka dapat membuat kinerja jaringan komputer USU semakin baik serta dapat membantu/meringankan kerja
administrator dalam memaintain jaringan komputer USU. (Adriansyah, 2008).
Pada penelitian yang berjudul “Perancangan Bandwidth
bagian tidak dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Alasan tersebut menjadi ide dasar dalam penelitian tersebut yaitu membangun sebuah aplikasi yang dapat melakukan monitoring traffic data pada jaringan, mengatur pembagian bandwidth yang digunakan oleh komputer dalam jaringan secara otomatis dan merata di setiap komputer, dapat melakukan pemetaan jaringan pada komputer dalam jaringan, dapat menghasilkan output
informasi dari traffic keluar masuknya data sehingga kinerja dosen dan mahasiswa yang memanfaatkan internet bisa lebih optimal. Yang pada akhirnya, penelitian tersebut merancang sebuah sistem yang mampu mengirimkan ICMP packet ke semua
client yang aktif kemudian mencatat IP address client-client
tersebut dan mengatur alokasi bandwidth secara merata ke semua
client. (Efendi, 2012).
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan tentang analisis perhitungan kinerja Local Area
Network menggunakan Router, analisis protokol routing, serta penelitian untuk merancang bandwidth adaptif, dimana pada penelitian-penelitian terdahulu bertujuan untuk meningkatkan kualitas jaringan, maka dilakukan suatu penelitian yang bertujuan untuk menganalisis kualitas jaringan komputer Setda Provinsi Jawa Tengah, untuk mengetahui penyebab-penyebab dari permasalahan kurang baiknya kualitas jaringan komputer Setda, melalui proses pengujian Ping, Traceroute, serta pengecekan
2.2 Internet Control Message Protocol (ICMP)
Internet Control Message Protocol (ICMP) merupakan
protocol yang bertugas mengirimkan pesan-pesan kesalahan dan kondisi lain yang memerlukan perhatian khusus. Pesan / paket ICMP dikirim jika terjadi masalah pada layer IP dan layer
diatasnya (TCP/UDP). (Rozi, 2008).
2.2.1 Karakteristik ICMP
Berikut merupakan beberapa karakteristik dari ICMP, yaitu: 1. ICMP merupakan bagian internal dari IP dan
diimplementasikan disetiap module IP.
2. ICMP digunakan untuk menyediakan feedback tentang beberapa error pada sebuah proses datagram.
3. Tidak mendukung kehandalan pengiriman paket IP.
Datagram/paket bisa tidak terkirim dan tidak ada report
pemberitahuan tentang kehilangan datagram. Jika diperlukan adanya kehandalan maka harus diimplementasikan pada layer transport ( pada arsitektur
TCP/IP).
4. Tidak ada respon ICMP yang dikirimkan untuk menghindari adanya perulangan tak terbatas, kecuali
respon dari query message (ICMP type 0, 8-10, 13-18). 5. ICMP error message tidak pernah dikirimkan sebagai
respon sebuah datagram untuk tujuan broadcast atau
Ada dua tipe pesan yang dapat dihasilkan oleh ICMP yaitu ICMP Error Message dan ICMP Query Message. ICMP
Error Message sesuai namanya dihasilkan jika terjadi kesalahan pada jaringan. Sedangkan ICMP Query Message adalah jenis pesan yang dihasilkan oleh protocol ICMP jika pengirim paket menginginkan informasi tertentu yang berkaitan dengan kondisi jaringan. (Rozi, 2008).
2.2.2 Jenis-jenis ICMP Error Messages:
Berikut merupakan jenis-jenis dari ICMP Error Message, yaitu: 1. Destination Unreachable, pesan ini dihasilkan oleh
Router jika pengiriman paket mengalami kegagalan akibat masalah putusnya jalur, baik secara fisik maupun secara
logic.
2. Time Exceeded, paket ICMP jenis ini dikirimkan jika isi
field Time to Live (TTL) dalam paket IP sudah habis dan paket belum juga sampai ke tujuannya. Karena setiap kali sebuah paket IP melewati satu Router, maka nilai TTL
dalam paket tersebut dikurangi satu. TTL ini diterapkan untuk mencegah timbulnya paket IP yang terus menerus berputar di network karena suatu kesalahan tertentu, sehingga menghabiskan sumber daya jaringan yang ada. 3. Parameter Problem, paket ini dikirimkan jika terdapat
kesalahan paameter pada header paket IP.
4. Source Quench, paket ICMP ini dikirimkan jika Router
jaringan akibat penumpukan paket data. Sebagai respons
pada paket ini, pihak pengirim paket harus memperlambat pengiriman paketnya.
5. Redirect, paket ini dikirimkan jika Router merasa host mengirimkan paket IP melalui Router yang salah. Paket ini seharusnya dikirimkan melalui Router lain.
2.2.3 Jenis-jenis ICMP Query Messages
Berikut merupakan jenis-jenis dari ICMP Query Message, yaitu: 1. Echo and Echo Reply, bertujuan untuk memeriksa apakah
system tujuan dalam keadaan aktif. Program ping merupakan program pengiriman paket ini. Responder
harus mengembalikan data yang sama dengan data yang dikirimkan.
2. Timestamp and Timestamp Reply, menghasilkan informasi waktu yang diperlukan system tujuan untuk memproses suatu paket.
3. Address Mask, untuk mengetahui berapa netmask yang
harus digunakan oleh suatu host dalam suatu network.
2.2.4 Round Trip Time (RTT)
Dalam telekomunikasi, Round Trip Time Delay (RTD) atau Round Trip Time (RTT) adalah lamanya waktu yang dibutuhkan sinyal untuk dikirim, ditambah panjang waktu yang dibutuhkan sinyal untuk diterima. Oleh karena itu, waktu tunda (Delay) terdiri dari waktu propagasi antara dua titik sinyal. Jika dikaitkan dalam konteks jaringan komputer, sinyal umumnya merupakan paket data, dan RTT juga dikenal sebagai waktu Ping. Pengguna Internet dapat menentukan RTT dengan menggunakan perintah Ping.
(http://en.wikipedia.org/wiki/Round-trip_delay_time).
Pada pengiriman data melalui sebuah jaringan akan terdapat Latency yang mengacu kepada Delay. Biasanya Latency
membuat tabel routing. Konfigurasi routing adalah suatu hal yang spesifik dalam suatu jaringan, dalam arti dimungkinkan suatu jaringan memerlukan protokol jaringan untuk membuat tabel routing tapi dimungkinkan juga tidak diperlukan protokol
routing. (Sugeng, 2010).
Berikut merupakan tiga perintah melakukan konfigurasi routing
yaitu:
1. Routing Minimal
Routing minimal dibentuk untuk kebutuhan jaringan yang khusus dan terisolasi dari jaringan TCP/IP lain diluarnya. Untuk kebutuhan pembentukan tabel routing dibentuk melalui perintah
ifconfig dalam melakukan konfigurasi antarmuka jaringan
komputer. Karena tidak memiliki atau tidak diperlukan akses ke jaringan TCP/IP lain maka di sini tidak diperlukan proses
subnetting jaringan.
2. Routing Statis
sebuah jaringan yang kecil tentu bukanlah suatu masalah, hanya beberapa entri yang perlu diisikan pada forwarding tabel di setiap
router. Tetapi, akan sangat merepotkan jika dalam skala jaringan yang besar karena harus mengisi secara manual entri dalam
forwarding tabel dengan jumlah router yang banyak.
3. Routing Dinamis
Perubahan entri-entri forwarding table router dilakukan melalui protokol routing. Routing dinamis adalah cara yang digunakan untuk melepaskan kewajiban mengisi entri-entri
forwarding table secara manual. Protokol routing mengatur
router-router sehingga dapat berkomukasi satu dengan yang lain dan saling memberikan informasi routing yang dapat mengubah
isi forwarding table, tergantung keadaan jaringannya. Dengan cara ini, router-router mengetahui keadaan jaringan yang terakhir dan mampu meneruskan datagram ke arah yang benar.
Hal pertama yang pelu diketahui oleh router adalah berapa banyak jumlah port yang dimilikinya dan apa tipe-tipenya. Informasi ini biasanya diketahui secara otomatis oleh sistem operasi router, dan tidak membutuhkan konfigurasi. Informasi berikutnya yang harus diketahui oleh router adalah alamat host
dan alamat IP dari masing-masing port. Konfigurasi alamat-alamat ini hampir selalu dilakukan secara manual (alamat-alamat IP dan
Skema antarmuka router terlihat dalam Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Antarmuka Router (Adriansyah, 2008).
Gambar 2.1 Antarmuka Router (Adriansyah, 2008)
Pada Gambar 2.1 memperlihatkan sebuah router yang memiliki satu antarmuka ethernet, satu antarmuka token ring, dan satu antarmuka ISDN (Integrated Services Digital Network). Untuk mengidentifikasi antarmuka-antarmuka ini, tipe antarmuka biasanya disingkat menjadi satu atau dua huruf, kemudian diikuti angka yang mengindikasikan urutan antarmuka diantara antarmuka-antarmuka yang bertipe sama. Karena pada sebagian besar router nomor urutan port dimulai dari 0, ketiga ID antarmuka adalah e0, to0, dan bri0. Antarmuka ethernet0 (e0)
2.3.2 Tabel Routing
Setelah router mengetahui informasi seperti yang terlihat pada Gambar 2.1, router akan menggabungkan informasi tersebut untuk membentuk entri-entri sebuah tabel. Tabel ini berada di dalam memori router dan biasanya disebut sebagai tabel routing. Tabel routing dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Tabel Routing (Adriansyah, 2008)
Pada Tabel 2.1 menjelaskan table routing memiliki dua
field yaitu : alamat jaringan dan hop berikutnya, yang dapat berupa ID sebuah antarmuka, semisal e0 dan bri0, atau alamat IP sebuah simpul tetangga. Setiap entri di dalam tabel disebut sebagai sebuah rute. Oleh karena itu, router pada Gambar 2.1
akan memiliki kedua rute. Tabel routing ini berfungsi menampung semua NLRI yang diketahui oleh router, sehingga
router hanya perlu merujuk ke satu tempat saja untuk menentukan ke mana sebuah paket harus dikirimkan. Di dalam
2.3.3 Proses Routing
Hal berikutnya yang harus diketahui router adalah bagaimana mengidentifikasikan alamat tujuan paket-paket. Untuk mengetahui ke alamat mana paket-paket ditujukan, router harus membaca header IP setiap paket yang melewatinya, header IP memuat sebuah field alamat tujuan dan berbagai field lainnya. Nilai yang tertera pada field alamat tujuan adalah alamat IP dari terminal yang menjadi tujuan paket.
Setelah router membaca field alamat IP tujuan di dalam paket, router akan membandingkannya dengan semua nilai alamat yang ada di dalam tabel routing-nya. Ketika router
menemukan alamat IP di mana perangkat tujuan berada, router
akan meneruskan paket tersebut ke antarmuka yang sesuai.
Sebagai contoh, perhatikan kembali Gambar 2.1. Apabila
router menerima sebuah paket dari antarmuka e0, dengan alamat tujuan 10.1.2.0, router akan mencari sebuah rute yang menuju ke alamat tersebut di dalam tabel routing-nya. Ketika rute ke
jaringan 10.1.2.0 berhasil ditemukan, router akan meneruskan paket itu ke antarmuka to0. (Adriansyah, 2008).
2.3.4 Routing Protocol
Routing protocol pada dasarnya adalah metode-metode yang digunakan oleh router untuk saling mengkomunikasikan informasi NLRI. Dengan demikian, sebuah router dapat menginformasikan rute-rute yang diketahuinya kepada router
Tujuan-tujuan penggunaan routing protocol adalah:
1. Menyederhanakan proses manajemen jaringan karena alamat-alamat yang dicapai dapat segera diketahui secara otomatis.
2. Menemukan rute-rute bebas loop di dalam jaringan.
3. Menetapkan rute terbaik diantara beberapa pilihan yang tersedia.
4. Memastikan bahwa semua router yang ada didalam jaringan menyetujui rute-rute terbaik yang telah ditetapkan.
Terdapat banyak routing protocol yang digunakan dewasa ini, dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sebagian diantaranya adalah standar terbuka (open standard)
yang dikelola oleh badan-badan standar internasional, seperti IETF dan ISO, dan sebagian lainnya adalah standar proprieter
(proprietary standard) yang kepemilikannya dikuasai oleh perusahaan-perusahaan swasta. Akan tetapi, semua protokol ini
menyediakan suatu mekanisme bagi router untuk berkomunikasi satu sama lain, sehingga NLRI dapat terkumpul secara lengkap, selanjutnya diolah dan digunakan untuk menentukan rute-rute terbaik di dalam jaringan serta mengatasi berbagai potensi
looping.
Untuk dapat memilih rute yang terbaik, protokol-protokol
tingkat prioritas atau preferensi sebuah rute, terhadap rute-rute lainnya yang menuju ke satu tujuan yang sama. Metrik dapat dihitung berdasarkan berbagai faktor yang berbeda, yaitu : hop,
Bandwidth, delay, reliability, dan load. Kondisi dimana semua
router di dalam jaringan dapat mencapai kesepakatan bulat dalam menentukan rute terbaik, berarti dapat dikatakan jaringan dalam keadaan konvergen.
Protokol routing dapat dikelompokkan berdasarkan perilaku routing-nya. Terdapat dua algoritma routing yang utama, yaitu distance vector, dan link-state. Keduanya menggunakan algoritma-algoritma yang berbeda, memanfaatkan informasi rute yang berbeda, menggunakan metode komunikasi antar router
yang sama sekali berbeda, dan menerapkan perhitungan metrik
yang berbeda juga. (Adriansyah, 2008).
Berikut merupakan penjelasan dari masing-masing routing
protocol yaitu:
1. Routing Information Protocol (RIP)
1. Routing protocol distance vector.
2. Metric berdasarkan jumlah lompatan (hop count) untuk pemilihan jalur.
3. Jika hop count lebih dari 15, maka paket dibuang. 4. Update routing dilakukan secara broadcast setiap 30
detik.
2. Interior Gateway Routing Protocol (IGRP)
Interior Gateway Routing Protocol (IGRP) adalah sebuah
routingprotocol yang dikembangkan di pertengahan tahun 1980-an oleh Cisco Systems. Tujuan utama dalam menciptakan IGRP adalah untuk memberikan routing protocol yang kuat dalam suatu
Autonomous System (AS). Diantaranya adalah menggunakan
Interior Gateway Routing Protocols. Karakteristik IGRP yaitu: 1. Protokol routing distance vector.
2. Menggunakan composite metric yang terdiri atas
bandwidth, load, delay dan reliability.
3. Update routing dilakukan secara broadcast setiap 90 detik.
1. Menggunakan protokol routing enhanced distance vector.
2. Menggunakan cost load balancing yang tidak sama. 3. Menggunakan algoritma kombinasi antara distance
vector dan link-state.
4. Menggunakan Diffusing Update Algorithm (DUAL) untuk menghitung jalur terpendek.
5. Update routing dilakukan secara multicast
menggunakan alamat 224.0.0.10 yang diakibatkan oleh perubahan topologi jaringan.
4. Open Shortest Path First (OSPF)
OSPF menggunakan protokol routing link-state, dengan
karakteristik sebagai berikut : 1. Protokol routing link-state.
2. Merupakan open standard protokol routing yang dijelaskan di RFC 2328.
3. Menggunakan algoritma SPF untuk menghitung cost
terendah.
4. Update routing dilakukan secara floaded saat terjadi perubahan topologi jaringan.
5. Border Gateway Protocol (BGP)
1. Menggunakan routing protocol distance vector. 2. Digunakan antara ISP dengan ISP dan client-client. 3. Digunakan untuk merutekan trafik internet antar
autonomous system.
2.3.5 Algoritma Distance Vector
Algoritma routing Distance Vector secara periodik mengirimkan tabel routing dari router ke Router dimana Router
-Router tersebut saling berhubungan. Tabel routing yang diterima akan di-update oleh Router yang menerimanya. Algoritma
Distance Vector juga disebut dengan algoritma Bellman-Ford. Setiap Router menerima tabel routing dari Router tetangga yang terhubung langsung dengannya. (Adriansyah, 2008).
Skema konsep kerja dari algoritma Distance Vector terlihat dalam
Gambar 2.2.
Pada Gambar 2.2 memperlihatkan konsep Algoritma
Distance Vector. Terlihat Router B menerima informasi dari
Router A. Router B menambahkan nomor Distance Vector, seperti jumlah hop. Router B melewatkan tabel routing baru ini ke Router-Router tetangganya yang lain, yaitu Router C. Proses ini akan terus berlangsung untuk semua Router. Algoritma ini mengakumulasi jarak jaringan (berdasarkan hop) sehingga dapat digunakan untuk memperbaiki database informasi mengenai topologi jaringan.
2.3.6 Algoritma Link-State
Algoritma Link-State juga dikenal dengan Algoritma
Dijkstra atau Algoritma Shortest Path First (SPF). Algoritma
Dijkstra adalah Algoritma yang digunakan untuk menghitung
jarak terpendek dari suatu simpul ke simpul yang lain pada kelompok protokol Link-State, misalnya OSPF. Algoritma SPF mengkalkulasi jaringan yang dapat dicapai. Router membangun topologi logika ini sebagai pohon (tree), dengan Router itu
sendiri sebagai root-nya. (Adriansyah, 2008).
Algoritma Distance Vector memiliki informasi yang tidak spesifik tentang jarak antar jaringan dan tidak mengetahui jarak
Router. Sedangkan Algortima Link-State memperbaiki
Gambar 2.3 Konsep Algoritma Link-State (Adriansyah, 2008)
Pada Gambar 2.3 memperlihatkan konsep Algoritma
Link-State. Terlihat Router yang berada dalam internetwork
(jaringan) melakukan pertukaran LSA, tentang informasi yang mereka miliki. Masing-masing Router membangun database
topologi yang berisi informasi LSA yang diberikan kepadanya.
2.3.7 Traceroute
Tool penting lain yang berguna untuk memetakan konfigurasi jaringan suatu target adalah dengan menggunakan sebuah command sederhana yang dikenal dengan Traceroute. Kegunaannya adalah untuk mengirimkan secara serempak sebuah urutan paket dengan menambahkan nilai TTL (Time to Live). Ketika sebuah router lanjutan menerima sebuah paket terusan, maka akan mengurangi nilai TTL sebelum meneruskan nya ke
mencapai nilai nol sebuah pesan “time exceeded” akan dikirim balik ke host asal.
Dengan mengirimkan paket dengan nilai TTL 1 akan memperbolehkan router pertama didalam jalur paket untuk mengembalikan pesan “time exceeded” yang akan memperbolehkan/mengizinkan attacker untuk mengetahui IP
Address router pertama. Kemudian paket berikutnya dikirimkan dengan menambahkan nilai 1 pada TTL, sehingga attacker akan mengetahui setiap loncatan antara host asal dengan target host. Dengan menggunakan teknik ini, attacker tidak hanya mengetahui jejak jalur sebuah paket saat menuju target tetapi juga memberikan informasi topologi target network. Informasi ini sangat penting untuk attacker di dalam melakukan perencanaan
penyerangan ke sebuah network. (Rozi, 2008).
Berikut merupakan contoh pemakaian command Traceroute
dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Pada Gambar 2.4 memperlihatkan contoh pemakaian
Command Traceroute. Terlihat proses Traceroute dalam mengirimkan paket dari client untuk menuju ke
www.google.co.id, dimana paket yang dikirim harus melewati 1
IP gateway yaitu (192.168.50.101), kemudian akan melompati 6 IP jaringan yang berbeda yaitu (202.93.40.5, 202.93.41.26, 202.93.41.113, 72.14.196.77, 64.233.175.207, 66.249.94.6) sebelum akhirnya paket tersebut dapat tiba pada
www.google.com.
2.4 Quality of Service (QoS)
Quality of Service (QoS) merupakan metode pengukuran tentang seberapa baik jaringan dan merupakan suatu usaha untuk mendefinisikan karakteristik dan sifat dari satu servis. QoS
digunakan untuk mengukur sekumpulan atribut kinerja yang telah dispesifikasikan dan diasosiasikan dengan suatu servis.
QoS didesain untuk membantu end user menjadi lebih produktif dengan memastikan bahwa user mendapatkan kinerja
Berikut merupakan komponen-komponen dari QoS.
1. Delay
Delay, merupakan total waktu yang dilalui suatu paket dari pengirim ke penerima melalui sebuah jaringan. Delay
pengiriman ke penerima pada dasarnya tersusun atas hardware latency, delay akses, dan delay transmisi.
2. Jitter
Jitter, merupakan variasi delay antar paket yang terjadi pada jaringan berbasis IP. Besarnya nilai jitter akan sangat dipengaruhi oleh variasi beban trafik dan besarnya tumbukan antar-paket (congestion) yang ada dalam jaringan tersebut. Semakin besar beban trafik di dalam jaringan akan menyebabkan semakin besar pula peluang terjadinya congestion, dengan
demikian nilai jitter-nya akan semakin besar. Semakin besar nilai
jitter akan mengakibatkan nilai QoS akan semakin turun. Kategori pengukuran Jitter dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Pada Tabel 2.2 memperlihatkan kategori kinerja jaringan berbasis IP dalam jitter versi Telecommunications and Internet
Protocol Harmonization Over Networks (TIPHON)
mengelompokkan menjadi empat kategori penurunan kinerja jaringan berdasarkan nilai jitter.
3. Bandwidth
Bandwidth, merupakan kapasitas atau daya tampung kabel
ethernet agar dapat dilewati trafik paket data dalam jumlah tertentu. Bandwidth juga biasa berarti jumlah konsumsi paket data per satuan waktu dinyatakan dengan satuan bit per second
(bps).
4. Latency
Latency, apabila mengirimkan data sebesar 3Mbyte pada
saat jaringan sepi waktunya 5 menit tetapi pada saat ramai sampai 15 menit, hal ini disebut latency. Latency pada saat jaringan sibuk berkisar 50-70 msec.
5. Losses
Losses, jumlah paket yang hilang saat pengiriman paket data ke tujuan, kualitas terbaik pada jaringan LAN/WAN jika jumlah losses paling kecil.
6. Ping
komputer dalam sebuah jaringan melalui protokol TCP/IP. Ping akan mengirimkan Internet Control Message Protocol (ICMP)
Echo Request messages pada IP Address komputer yang dituju dan meminta respons dari komputer tersebut. Kategori pengukuran Ping dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Kategori Ping(Wicaksono & Riadi, 2011)
Pada Tabel 2.3 memperlihatkan kategori pengukuran Ping berdasarkan total delay (ms) dan packet loss (%). Kualitas Ping dengan keterangan “Hasil memuaskan” terjadi ketika total delay
< 50 ms diikuti packet loss 0 %, dan kualitas Ping dengan keterangan “Jelek” terjadi ketika total delay > 500 ms diikuti
packet loss 20 %.
2.4.1 Queue
bandwidth, maka sudah melakukan usaha perbaikan terhadap kualitas layanan di jaringan (Quality of Service). Quality of Service (QoS) akan memberikan jaminan alokasi bandwidth
minimum pada setiap komputer user di dalam jaringan, sehingga setiap komputer user tidak perlu khawatir akan tidak kebagian
bandwidth. (Jasakom, 2013).
Dalam menjalankan Queue, Router Mikrotik memiliki dua cara, yaitu:
1. Queue Simple
Queue simple merupakan cara termudah untuk melakukan pengaturan bandwidth, diterapkan pada jaringan skala kecil sampai menengah untuk mengatur pemakaian bandwidth upload dan download pada setiap user.
2. Queue Tree
Queue tree merupakan cara yang lebih rumit dari Queue simple, karena harus menggunakan fitur Mangle pada Firewall jika akan menerapkan Queue tree. Queue tree dapat melakukan
pembatasan bandwidth berdasarkan group bahkan secara hirarki.
Dalam penerapan Queue, terdapat dua rate atau alokasi bandwidth yang akan didapat oleh setiap user, yaitu:
1. Committed Information Rate (CIR)
Committed Information Rate (CIR) merupakan alokasi
bandwidth terendah yang bisa didapatkan oleh sebuah komputer
dari jaringan tersebut, komputer user tidak akan mendapatkan alokasi bandwidth di bawah dari CIR.
2. Maximum Information Rate (MIR)
Maximum Information Rate (MIR) merupakan alokasi
bandwidth yang bisa didapatkan komputer user. MIR biasanya akan didapatkan seorang user jika ada alokasi bandwidth yang tidak digunakan lagi oleh user lain.
2.4.2 Penggunaan Waktu
Dalam penerapan Queue, bisa juga untuk menambahkan opsi waktu dalam melakukan pembatasan pemakaian bandwidth. Misalnya pembatasan bandwidth hanya dilakukan di hari-hari tertentu maupun di jam-jam tertentu saja. (Jasakom, 2013).
2.4.3 Priority
Priority atau prioritas merupakan pembagian alokasi
bandwidth lebih besar yang didapatkan oleh satu user dibanding
user lain, selama tidak mengganggu nilai CIR dari user-user lain. Opsi priority hanya bisa digunakan jika baris konfigurasi bersifat
hirarki (memiliki parent). (Jasakom, 2013).
Router Mikrotik memberikan skala prioritas dengan nilai 1 sampai 8, dengan nilai 1 sebagai prioritas tertinggi, menyusul 2 dan seterusnya dengan nilai 8 sebagai prioritas terendah.
2.4.4 Per Connection Queue (PCQ)
Router Mikrotik menyediakan fitur Per Connection Queue
pengaturan bandwidth secara besar-besaran. Dengan menggunakan fitur PCQ, walaupun jumlah komputer user ada ratusan, maka hanya diperlukan satu atau dua konfigurasi Queue. Metode PCQ dapat diterapkan pada Simple Queue, maupun
Queue Tree. (Jasakom, 2013).
PCQ bekerja dengan membuat sub-stream berdasarkan parameter pcq-classifier yang dapat berupa IP Address pengirim (src-address), IP Address tujuan (dst-address), port pengirim (src-port) maupun port tujuan (dst-port). Misalnya dalam suatu jaringan terdapat 2 komputer user yang sedang melakukan
download, maka PCQ akan membuat 2 sub-stream. Jika ternyata tiba-tiba ada 50 komputer user melakukan download, maka PCQ juga akan membuat 50 sub-stream, demikian sterusnya.
PCQ akan membagi rata bandwidth untuk setiap
sub-stream, sehingga teknik ini cocok untuk jaringan yang memiliki jumlah komputer banyak dengan pembatasan bandwidth yang seragam. Jadi, PCQ tidak akan memberikan alokasi bandwidth
256 kbps untuk suatu sub-stream dan memberikan 512 kbps untuk sub-stream lainnya.
Jadi, jika seandainya bandwidth yang tersedia adalah 1 Mbps, dan ternyata ada 2 sub-stream, maka masing-masing akan mendapatkan 512 kbps. Jika ada 4 sub-stream, maka masing-masing akan mendapatkan 256 kbps, jika ada 8 sub-stream, maka masing-masing akan mendapatkan 128 kbps. Jika ada 10
2.4.5 Mangle
Mangle merupakan salah satu fitur pada firewall Router
Mikrotik yang digunakan untuk memberi tanda (mark) pada paket data. Kadang pekerjaan memberi tanda ini disebut marking, dan pekerjaan ini wajib dikuasai dengan benar oleh user, selain tentunya routing maupun bridging. Tujuan memberikan tanda ini dimaksudkan agar paket tersebut lebih mudah dikenali lagi, yang pada akhirnya akan mempermudah user dalam menerapkan filter,
masquerade, routing, maupun pada saat akan melakukan manajemen bandwidth. (Jasakom, 2013).
Untuk dapat menggunakan fitur Mangle dengan tepat,
user harus mengetahui arah dan tujuan paket data, jenis-jenis
protocol, penggunaan source/destination port, maupun
connection state dari suatu paket data. Fitur Mangle memiliki 3 jenis marking yang dapat digunakan yaitu:
1. Connection Mark
Connection Mark merupakan jenis marking yang digunakan untuk menandai adanya suatu koneksi. Connection Mark dapat digunakan untuk memberikan tanda (marking) pada paket pertama, baik paket pertama yang merupakan request dari
client, maupun paket pertama yang merupakan response dari
server.
2. Packet Mark
Mark adalah melakukan marking pada paket-paket lanjutan setelah paket pertama yang keluar dan masuk dari sebuah komputer client. Karena dalam komunikasi TCP/IP, data yang dikirimkan akan dipecah-pecah sehingga akan membentuk stream
data.
3. Route Mark
Route Mark adalah jenis marking yang diberikan kepada paket data untuk keperluan routing. Hasil dari Route Mark ini dapat dimanfaatkan pada saat akan melakukan konfigurasi default gateway maupun routing statik. Route Mark juga dibutuhkan pada saat akan membuat suatu kebijakan atau manajemen routing
(policy route).
2.5 Enkapsulasi (Encapsulation)
Enkapsulasi atau encapsulation adalah sebuah proses menambahkan header dan trailer atau melakukan pemaketan pada sebuah data. Dengan enkapsulasi, data akan memiliki identitas sehingga dapat sampai ke tujuan. Enkapsulasi terjadi
ketika sebuah protokol yang berada pada lapisan yang lebih rendah menerima data dari protokol yang berada pada lapisan yang lebih tinggi dan meletakkan data ke format data yang dipahami oleh protokol tersebut. Dalam OSI Reference Model, proses enkapsulasi yang terjadi pada lapisan terendah umumnya disebut sebagai "framing”.
atau framing data sebelum dapat ditransmisikan di atas media jaringan (kabel, radio, atau cahaya). Dalam teknologi jaringan
Local Area Network (LAN), hal ini dilakukan oleh Carrier Sense Multiple Access with Collision Detection (CSMA/CD) untuk jaringan Ethernet, token-passing untuk jaringan Token Ring, dan lain-lain.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Enkapsulasi_(komputer))
Berikut merupakan Model Open System Interconnection (OSI)
Layer dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Model Open System Interconnection (OSI) Layer (Mukhammad, 2010)
1. Layer 7 Application: Layer dimana user berinteraksi dengan network, berfungsi sebagai interface yang memungkinkan aplikasi-aplikasi saling berkomunikasi melalui network.
2. Layer 6 Presentation: mendefinisikan bagaimana format
data ditampilkan, sehingga data yang dikirimkan dapat dikenali oleh komputer penerima.
3. Layer 5 Session: mendefinisikan bagaimana menjalin, mengontrol, dan mengakhiri komunikasi antara 2 host
(komputer). Layer Session berfungsi menjaga agar
session-session yang terjalin antar 2 host tetap terpisah. 4. Layer 4 Transport: menjalin komunikasi end-to-end logik
antar 2 sistem. Transport Layer akan memecah data yang
telah dikelompokan menjadi bagian-bagian yang disebut dengan segment, kemudian akan menyatukan kembali (reassemble) pada sisi penerima. Transport Layer
berfungsi memastikan data sampai pada tujuan dengan
urutan yang benar (sequencing) dan terhindar dari error
(error recovery).
5. Layer 3 Network: menyediakan pengalamatan logik (IP
Address), dan berfungsi menemukan alur terbaik ke suatu tujuan (routing). Fitur yang dimiliki Network Layer
adalah Packet Filtering dan Packet Forwarding. Device yang bekerja pada Network Layer adalah Switch Layer 3,
6. Layer 2 Data Link: menyediakan pengalamatan fisik (MAC Address). Data Link Layer akan mendeteksi error
(error detection) dengan Frame Check Sequence (FCS) dan tidak melakukan error recovery. Data Link Layer
mengontrol agar penerima tidak kebanjiran data yang diterima. Device yang digunakan pada Layer ini adalah
Switch Layer 2 dan Bridge.
7. Layer 1 Physical Layer: mengatur bagaimana data diletakkan dalam media komunikasi (kabel dan sinyal).
Physical Layer melakukan konversi bit-bit frame Data
Link menjadi sinyal-sinyal elektronik (encode) kemudian mengirimkan sinyal tersebut ke media fisik. Physical Layer akan menentukan kecepatan pengiriman data
melalui media fisik yang digunakan pada Layer ini yaitu kabel UTP, Fiber, dan sinyal Wireless.
Fungsi dari enkapsulasi paket dengan header adalah agar
paket dapat di-routing-kan oleh router. Namun dengan penambahan header, tentunya paket akan bertambah besar sesuai dengan panjang header. Pertambahan panjang paket ini akan berakibat pada bertambahnya waktu delay pengiriman paket. (Sugeng, 2010).
Gambar 2.6 Enkapsulasi Data (Mukhammad, 2010)
Pada Gambar 2.6 memperlihatkan enkapsulasi data. Terlihat proses pengiriman data dari PC pengirim menuju ke
Switch, dimana data tersebut akan mengalami proses enkapsulasi melalui Model OSI Layer dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Data yang dikirimkan oleh PC akan menuruni 7 model OSI Layer, dari Application Layer sampai Physical Layer.
2. Setiap Layer akan membungkus data dengan sebuah
header, dimana proses ini disebut dengan enkapsulasi data.
4. Layer 6 sampai Layer 2 akan menambahkan header yang berisi informasi yang diperlukan oleh Layer yang setara pada sisi penerima.
5. Selain header, Data Link Layer juga akan menambahkan
trailer.
2.6 Virtual Local Area Network (VLAN)
VLAN merupakan suatu metode untuk membagi satu koneksi fisik pada sebuah LAN menjadi beberapa koneksi logika. Pada LAN yang konvensional, tiap-tiap workstation terhubung dengan sebuah hub atau repeater. Jika ada dua workstation yang mengirimkan data pada waktu yang bersamaan, akan terjadi tubrukan (collision) dan data yang ditransmisikan akan hilang. Untuk mencegah terjadinya collision, maka pada jaringan
digunakan perangkat Switch. (Prama, 2008).
Berikut merupakan koneksi pada LAN secara fisik dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Pada Gambar 2.7 memperlihatkan koneksi fisik dari LAN. Terlihat workstation dan hub berada dalam sebuah segmen LAN. Dimana, segmen LAN juga disebut collision domain karena
collision terjadi di dalam sebuah segmen. Daerah dimana terjadi
broadcast disebut dengan broadcast domain.
VLAN dapat membagi sebuah segmen LAN menjadi beberapa broadcast domain. Karena VLAN membagi segmen LAN menggunakan koneksi logikal, tiap workstation tidak harus diletakkan pada lokasi yang sama dan dapat ditempatkan secara terpisah. Berikut merupakan koneksi pada VLAN secara fisik dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Koneksi Fisik VLAN (Prama, 2008)
Pada Gambar 2.8 memperlihatkan koneksi fisik dari
VLAN. Terlihat lantai yang berbeda pada suatu gedung. Karena
broadcast di dalam suatu VLAN tidak dapat diteruskan ke wadah VLAN lainnya, komunikasi antara VLAN tersebut harus melalui
2.6.1 Prinsip Kerja VLAN
Ketika switch menerima data dari sebuah workstation,
switch dapat mengetahui identitas VLAN yang mengirim data tersebut, atau disebut juga dengan VLAN ID. VLAN ID dapat diketahui berdasarkan dari port pengirim, alamat dari Media Access Control (MAC Address) pengirim, dan alamat jaringan. (Prama, 2008).
2.6.2 Jenis-jenis Koneksi VLAN
Perangkat-perangkat yang terhubung pada VLAN dapat dihubungkan dengan beberapa cara. Perangkat-perangkat ini terdiri dari perangkat yang dipakai untuk VLAN, atau disebut juga VLAN-aware dan perangkat yang tidak digunakan untuk VLAN, atau disebut VLAN-unaware. Adapun jenis koneksi pada
VLAN adalah koneksi trunk (trunk link) dan koneksi akses (access link). (Prama, 2008).
1. Trunk Link
Sebuah trunk link dapat membawa trafik dari beberapa
VLAN sekaligus melalui satu koneksi. Untuk membawa trafik beberapa VLAN melalui sebuah koneksi, misalnya antara dua
switch, maka dibutuhkan koneksi trunk. Contoh koneksi VLAN
Gambar 2.9 Koneksi VLAN mode Trunk Link (Prama, 2008)
Pada Gambar 2.9 memperlihatkan contoh koneksi VLAN
mode trunk link. Terlihat trunk link menghubungkan perangkat VLAN-aware dan workstation. Dimana, tiap frame pada trunk link harus memiliki header khusus agar dapat dikenali.
2. Access Link
Access link adalah sebuah koneksi atau interface pada
switch menuju peralatan jaringan seperti personal komputer, file
server, router yang biasanya memiliki LAN card (ethernet NIC) sehingga dapat berkomunikasi melalui jaringan. Komunikasi yang terjadi pada jaringan tersebut menggunakan standar ethernet frame yakni Ethernet II atau IEEE 802.3. Contoh koneksi VLAN
Gambar 2.10 Koneksi VLAN mode Access Link (Prama, 2008)