Integrasi Dalam Sejarah Islam
Dalam sejarah Islam ,budaya intregrasi keilmuan telah di kembangkan dan ditemukannya seseorang yang ahli dalam berbagai bidang diantaranya Center For Islamic Philosophical Studeis And Information (CIPSI).filsuf dari mazhab Peripaterik merupakan pemikir Muslim yang berhasil mengintegrasikan filsafat Yunani dengan ajaran Islam yang bersumberkan kepada Al-qur’an dan hadis , lantaran tema-tema Yunani diislamisasikan dan disesuaikan dengan paradigma Islam . Tidak hanya sebatas integrasi belaka , mereka mampu menguasai berbagai disiplin ilmu yang terdiri atas ilmu-ilmu rasional dan ilmu-ilmu kewayuhan , sehingga integrasi sangat mudah dilakukan .
Dengan demikian , integrasi ilmu dalam Islam adalah bukan hal yang baru . Sebab , para ilmuan tersebut telah mengajarkan proyek keilmuan tersebut sepanjang masa keemasan Islam Paling tidak , secara akademisk mereka menguasai selurh di siplin ilmu yang berkembang pesat pada masa mereka baik ilmu – ilmu rasional – ilmu ilmu emperik maupun ilmu – ilmu kewahyuan Mereka bahkan mengintegrasikan kedua ilmu tersebut dan keduanya saling mendukung kegiatan akademik mereka . Meskipun mereka adalah filsuf dan saintis namun perilaku hidup mereka merupakan realisasi terhadap teori mereka mengenai filsafat dan sufisme . Dan dapat disimpulkan bahwa mereka sukses mengintegrasikan keduanya dengan keyakinan dan perilaku hidup mereka sehari-hari .
Integrasi Dalam Ranah Ontologi
Ontologi berasal dari istilah bahasa Yunani , ont yang mempunyai makna keberadaan ,dan logos yang bermakma teori , sedangkan dalam bahasa latinnya disebut ontologia sehingga ontologi mempunyai makna teori keberadaan sebagaimana keberadaan tersebut .Ontologi merupakan bagian dari metafisika yang merupakan bagian dari filsafat , dan membahas teori tentang keberadaan . Suriasumantri menyimpulkan bahwa ontology sebagai bagian dari kajian filsafat ilmu yang membahas tentang hakikat dari objek telaah ilmu dan hubungan objek ilmu dengan manusia sebagai pencari ilmu .kesimpulanya Dengan penjelasan diatas , dapat disimpulkan ontology adalah ilmu tentang teori keberadaan , dan isitilah ontology ditujukan kepada pembahasan tentang objek kajian ilmu .
Kajian kajian ilmu – limu alam mengandalkan metode observasi dan eksperimen yang di sebut dalam epistomologi Dari aspekini , akan dapat dilihat titik singgung antara tasawuf dengan sains , sebab tasawuf bukan hanya membahas tentang bagaimana mendekatkan diri
kepada ALLAH Swt. atau hakikat alam dan manusia , dan sebagaimana pula sains juga hendak mengkaji dan menelaah fenomena-fenomena alam , terutama berbagai persoalan tentang mineral , tumbuhan , hewan , dan manusia .
Berbeda dari saintis dan Barat sekuler , para filsuf Muslim berpendapat bahwa ada hubungan erat antara alam dengan ALLAH Swt . Menurut Ibn’Arabi (w.1240) , alam diciptakan ALLAH Swt.melalui proses tajali (penampakan diri)-Nya pada alam empiris yang majemuk . Tajali ALLAH Swt .mengambil dua bentuk: tajali dzati dalam bentuk penampakan diri dalam citra alam semesta.
Integrasi Dalam Ranah Epistemologi
Istilah epistemology berasal dari bahasa Yunani , episteme yang mempunyai makna pengetahuan , dan logos yang mempunyai makna ilmu atau eksplanasi , dan berarti epistemology berarti pengetahuan . Epistemologi dimakna sebagai cabang filsafat yang membahas pengetahuan dan pembenaran , dan kajian pokok epistemology adalah makna pengetahuan , kemungkinan manusia meraih pengetahuan , dan hal-hal yang dapat diketahui. Suriasumantri menyimpulkan bahwa epistemology sebagai bagian dari kajia filsafat ilmu membahas tentang proses dan prosedur menggali ilmu , metode untuk meraih ilmu yang benar , makna dari criteria kebenaran , serta sarana yang digunakan untuk mendapatkan ilmu. Dengan demikian epistemology adalah ilmu tentang cara mendapatkan ilmu .
Kajian-kaian ilmu-ilmu alam mengandalkan metode observasi dan eksperimen yang disebut dalam epistemology Islam sebagai metode tajribi , sedangkan kajian tasawuf mengandalkan metode ‘irfani yang biasa disebut metode tazkiyah al-nafs. Sufi seperti Ibn ‘Arabi dan filsuf seperti Ibn Sina mereka memanfaatkan praktik-praktik ibadah yang kerap dilakukan oleh kaum sufi seperti zikir dan salat untuk mendapatkan terhadap dunia fisik dan non-fisik . Itu merupakan wujud ketaatan mereka terhadap ALLAH Swt.sebagai pemilik dan pemberi kepada manusia , dan harapan terhadap kasih saying-Nya agar diberikan pemahaman terhadap berbagai persoalan rumit yang dihadapi dalam kegiatan akademiknya . Dari aspek ini , saintis muslim lebih banyak mengedepankan metode tajribi dalam mengembangkan ilmu-ilmu alam , tetap perlu mengambil metode tasawuf dalam menemukan ilmu dan kebenaran , dimana kaum sufi mengutamakan metode tazkiyah al-nafs dengan menggunakan ritual beribadah terutama zikir .
Integrasi dalam Ranah Aksiologi
Istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani , axias yang bermakna nilai , dan logos yang berarti teori . Aksiologi bermakna teori nilai , investigasi terhadap asal , criteria , dan status metafisik dari nilai tersebut . Menurut Bunnin dan Yu , aksiologi adalah studi umum tentang nilai dan penilaian , termasuk makna , karakteristik , dan klasifikasi nilai , serta dasar dan karakter pertimbangan nilai . Suriasumantri menyimpulkan bahwa aksiologi sebagai bagian dari kajian filsafat ilmu membahas tentang kegunaan dan penggunaan ilmu , kaitan antara penggunaan ilmu dengan kaedah moral , dan hubungan antara prosedur dan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral dan profesional .
Jadi, aksiologi membahas tentang nilai kegunaan ilmu , tujuan pencarian dan pengembangan ilmu , kaitan antara penggunaan dan pengembangan ilmu dengan kaedah moral , serta tanggungjawab social ilmuan . Kajian aksiologi lebih ditujukan kepada pembahasan manfaat dan kegunaan ilmu , dan etika akademik ilmuwan . Seorang saintis muslim harus zuhud dan fakir , dalam arti bahwa ia menampilkan hidup sederhana meskipun memiliki banyak harta ; dan bersikap dermawan . Seorang saintis Muslim harus memilki sikap sabar (sabar dalam beribadah [termasuk kegiatan riset yang didasari oleh etika religious], sabar dalam menghadapi musibah , dan sabar dari godaan untuk melakukan dosa dan maksiat) . Seorang saintis muslim harus tawakal , seorang saintis muslim harus memiliki sikap rida , artinya menerima dengan tuntutan , tenamg , dan bahagia atas segala capaian dan hasil dari kegiatan akademik dan sosialnya , meskipun capaian dan hasil tersebut tidak sesuai dengan rencana awal . dengan demikian saintis muslim masa depan di tuntut untuk mengail kearifan dalam ajaran tasawuf dan dapat menginternalisasi nya dalam kehidupan akademik dan sosialnya,