• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komposisi Mineral dan Sifat Sifat Tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Komposisi Mineral dan Sifat Sifat Tanah"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Mineral Composition and Soil Properties Derived from Tephra Deposit Talang Mount

on Aluvial Plain at Solok Rice Production Centre, West Sumatra

E.SURYANI1,SUDARSONO2,ISKANDAR3, DAN D.SUBARDJA1

ABSTRAK

Aluvium sungai (Qal) merupakan salah satu formasi

geologi hasil deposit tephra Gunung Talang. Informasi detil

tentang formasi Qal perlu diketahui mengingat pada formasi ini

berkembang tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok. Cisokan adalah salah satu varietas unggulan, saat ini produksinya belum optimal. Untuk itu, sebanyak enam pedon telah dideskripsi dan 27 contoh tanah yang berasal dari pedon-pedon tersebut telah dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pedon-pedon mengandung bahan volkanik andesitik Gunung Talang. Mineral liat smektit yang dijumpai, diduga berasal dari proses

rekristalisasi, sedangkan haloisit dan kaolinit merupakan hasil

translokasi dari daerah volkanik. Berdasarkan kenampakan morfologi pedon-pedon bahwa dataran luas yang terbentuk di tepi Danau Singkarak lebih banyak dipengaruhi oleh aktivitas danau,

sehingga disebut dataran Lakustrin. Pedon-pedon yang

berkembang di daerah ini mempunyai pH, KTK tanah dan kejenuhan basa, terutama Ca lebih tinggi (71,59%), sementara kejenuhan Mg lebih tinggi pada pedon-pedon di dataran Aluvial (26,42%). Tingginya kejenuhan Ca dan Mg menyebabkan ketersediaan K rendah. Hasil analisis menunjukkan kejenuhan K hanya 0,31-0,34% (< 5%). Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan untuk meningkatkan penggunaan jerami padi dalam meningkatkan ketersediaan K mengingat penggunaannya yang belum maksimal, sementara kandungan K tinggi.

Kata kunci : Komposisi mineral, Sifat-sifat tanah, Deposit tephra, Dataran aluvial, Sentra produksi beras Solok

ABSTRACT

Riveralluvium(Qal) is one of the geological formationof tephra deposit Talang Mount. Detailed information about the formation Qal important to know because in this formation derived paddy soil Solok Rice Production Center. Cisokanis one of the leadingvarieties, now its productionhas not optimal. For this reason, sixpedonhasdescribedand 27soil samplesderived from pedonshas analyzed. The results showedthat the pedons

containing andesitic volcanic materials Talang Mount. Smectites

are found, probably derived from recrystallization process,

whereas halloysite and kaolinite are result of translocation from

volcanic area. Based on the morphological appearance that pedons that formed on the shores Singkarak Lake is more influenced by activity of lake, so-called Lakustrin Plain. Pedons are developing in this area has higher pH, higher soil CEC and

higher base saturation, particularly Ca (71.59%), while Mg

saturation was higher in pedons at Alluvial Plain (26.42%). The high saturation of Ca and Mg cause low K availability. The

analysis showed that K saturation only 0.31 to 0.34% (<5%).

Based on the resultsof researchcan besuggested toincrease the use ofrice strawin increasingthe availability ofKsinceits useis not maximized, while thehighKcontent.

Keywords : Mineral composition, Soil properties, Tephra deposite, Aluvial plain, Solok rice production centre

PENDAHULUAN

Tanah-tanah yang berkembang dari deposit tephra telah banyak diteliti di berbagai belahan dunia. Ukuran partikel yang halus dan dominasi gelas volkan dalam deposit tephra mendukung pembentukan mineral-mineral short range order, seperti alofan, imogolit, ferihidrit, dan haloisit (Shoji

et al., 1993). Menurut Ugolini dan Dahlgren (1991) lingkungan pembentukan mineral-mineral tersebut diatur oleh aktivitas Al dan Si dalam larutan tanah.

Dalam Peta Geologi Bersistem Sumatera (1995) disebutkan bahwa deposit tephra Gunung Talang menghasilkan tiga formasi geologi, yaitu

Qatg, Qf, dan Qal. Formasi Qatg berupa breksi, endapan lahar, aliran lava, lapili dan tuf bersusunan basaltik dan andesitik. Formasi Qf berupa rombakan andesit, sedangkan Qal merupakan endapan sungai. Sungai yang berperan adalah Batang Sumani, dimana hulunya berada di Gunung Talang dan muaranya di Danau Singkarak. Deposit tephra pada

1. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No 12, Cimanggu, Bogor 16114.

2 Guru Besar, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jl. Raya Dramaga, Bogor.

(2)

formasi Qatg menempati puncak hingga lereng atas Gunung Talang, formasi Qf pada lereng tengah hingga lereng di bawahnya, sedangkan formasi Qal

berada di daerah datar yang luas dan memanjang mengikuti aliran sungai. Karena dataran luas yang terbentuk diakibatkan oleh aktivitas sungai, maka Marsoedi et al. (1997) menyebutnya sebagai dataran Aluvial.

Tanah-tanah yang berkembang pada formasi

Qatg, sebagian telah dimanfaatkan untuk budidaya hortikultura (sayur-sayuran dan buah-buahan) dan perkebunan teh, sebagian lainnya masih berupa hutan. Tanah pada formasi ini telah dipelajari secara intensif oleh Fiantis et al. (1998), Fiantis et al. (2003), dan Fiantis (2006), baik komposisi mineral maupun sifat-sifat kimia tanah yang dihasilkan oleh deposit tephra terdahulu maupun deposit tephra baru yang berada di atasnya.

Penelitian detil tentang deposit tephra pada formasi Qf maupun Qal belum banyak dilaporkan, padahal pada kedua formasi ini berkembang tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok. Sentra Produksi Beras Solok adalah pemasok beras utama di Sumatera Barat, dan Cisokan adalah salah satu varietas unggulan. Kecukupan air, baik dari air hujan maupun irigasi menjadikan sawah-sawah daerah ini dapat diusahakan 2-3 kali setahun. Hasil pengamatan lapang menunjukkan bahwa saat ini rata-rata produksi Cisokan pada formasi Qf baru mencapai 4,39 t ha-1 dan 3,92 t ha-1 pada formasi

Qal, sementara produksi tertinggi dapat mencapai 7,08 t ha-1. Ini menunjukkan bahwa produksi

Cisokan di kedua formasi tersebut belum optimal.

Penelitian bertujuan mengkaji lebih detil komposisi mineral dan sifat-sifat tanah sawah yang berkembang dari deposit tephra Gunung Talang di dataran Aluvial mengingat lahan yang sangat potensial dan sarana irigasi yang memadai, sementara produksi Cisokan belum optimal. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk mengoptimalkan produksi Cisokan di daerah tersebut.

BAHAN DAN METODE

Bahan

Untuk mengetahui komposisi mineral dan sifat-sifat tanah sawah yang terbentuk telah dilakukan penelitian lapang dan laboratorium. Penelitian lapang dilakukan untuk mengamati sifat morfologi tanah dan lingkungannya yang mengacu pada FAO (1990). Sedangkan penelitian laboratorium untuk mengetahui komposisi mineral dan sifat-sifat tanah sawah. Untuk keperluan tersebut, sebanyak enam pedon (PA1, PA2, PA3, PD1, PD2, dan PD3) telah dideskripsi dan 27 contoh tanah yang berasal dari pedon-pedon tersebut telah dianalisis di laboratorium. Pengambilan contoh tanah didasarkan pada posisi pedon. Pedon-pedon PA diambil di bagian hulu dataran Aluvial, sedangkan pedon-pedon PD di bagian hilir. Lokasi pengambilan pedon disajikan pada Gambar 1.

Metode

Analisis sifat fisik-kimia tanah meliputi: tekstur 3 fraksi (metode pipet), pH H2O (pH meter) dan pH

KCl (KCl 1 N), C organik (Walkley and Black), N total (Kjeldahl), P dan K potensial (HCl 25%), P tersedia (Olsen dan Bray 1), basa-basa dapat tukar dan kapasitas tukar kation (NH4OAc pH 7). Analisis

mineralogi tanah meliputi: komposisi mineral pasir dan mineral liat. Komposisi mineral pasir ditetapkan dengan metode line counting menggunakan Mikroskop Polarisator, sedangkan jenis mineral liat dengan X-Ray Difractometer melalui penjenuhan kation (Mg2+, Mg2+ Glycerol, K+ dan K+550oC).

Prosedur analisis tanah mengikuti SCS-USDA (1982). Klasifikasi tanah mengacu pada Soil Survey Staff (2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi mineral

Komposisi mineral pasir

(3)

sama, yaitu gelas volkan, feldspar jenis plagioklas (labradorit), feromagnesia jenis piroksin (augit dan hiperstin), opak dan sedikit kuarsa. Perbedaan hanya terdapat pada jumlah mineral penyusun. Komposisi mineral pasir demikian menunjukkan bahwa pedon-pedon mengandung bahan volkan andesitik. Mineral-mineral tersebut juga dijumpai oleh Sudarsono et al. (2010) pada formasi Qf.

Terlihat juga bahwa opak, feldspar (labradorit) dan piroksin (hiperstin) dominan pada pedon-pedon PA, sedangkan pedon-pedon PD didominasi oleh gelas volkan dan feldspar (labradorit). Mohr dan van Baren (1960) mengemukakan opak dan hiperstin tergolong mineral berat karena mempunyai specific gravity > 2,9, sedangkan feldspar (labradorit) mineral ringan (specific gravity < 2,9). Kemungkinan karena perbedaan specific gravity tersebut, opak dan hiperstin lebih sulit ditranslokasikan dibandingkan

feldspar (labradorit). Jika dibandingkan, kandungan labradorit lebih tinggi pada pedon-pedon PA, sebaliknya dengan gelas volkan yang lebih tinggi pada pedon-pedon PD. Specific gravity gelas volkan lebih rendah, sehingga lebih mudah ditranslokasikan. Peneliti lain (Hunter, 1988) mengemukakan keberadaan gelas volkan di dalam tanah sebagian besar merupakan endapan angin (aeolian) ketika aktivitas gunung api (erupsi) terjadi.

Adanya kesamaan komposisi mineral pasir pada pedon-pedon yang diteliti menunjukkan bahwa tanah sawah yang terbentuk di dataran Aluvial lebih banyak dipengaruhi oleh bahan volkanik Gunung Talang. Penambahan bahan baru di atas bahan tanah yang sudah ada merupakan ciri utama tanah-tanah yang berkembang dari aluvium.

Hal ini terbukti dari asosiasi mineral yang disajikan pada Tabel 2. Perhitungan asosiasi mineral

Gambar 1. Lokasi pengambilan pedon PA dan PD

(4)

Tabel 1. Komposisi mineral pasir dari pedon-pedon yang diteliti

Table 1. Sand mineral composition of pedons are studied

Pewakil Kedalaman Simbol horizon

Jenis dan komposisi mineral

Op Ku Lm Gv La Sa Ho Au Hi

cm ... % ...

PA1 0-15 Apg 7 6 7 9 33 Sp 1 5 21

15-30 Bg 39 2 11 3 18 1 1 2 16

30-52 2Bg 17 3 28 5 18 Sp 1 5 13

>52 3Cg 37 3 30 5 11 Sp 1 1 7

PA2 0-16 Apg 12 1 8 8 28 1 2 7 30

16-32 Bg1 18 1 2 6 36 - Sp 6 27

32-55 Bg2 15 1 4 6 28 - 2 4 35

55-79 2Cg 6 1 34 9 26 Sp 2 4 14

PA3 0-15 Apg 12 1 5 3 28 - Sp 4 42

15-35 Bg1 15 1 4 6 33 Sp - 3 37

35-50 Bg2 20 1 27 4 24 - - 2 14

50-72 2Cg 10 Sp 28 9 30 1 Sp 1 13

72-90 3Cg 11 Sp 26 9 23 - Sp 5 16

PD1 0-20 Apg Sp 6 1 69 2 - 1 1 3

20-41 Bg Sp 5 4 60 18 Sp 1 1 4

41-60 2Cg 3 3 10 56 10 Sp 1 1 4

60-73 3Cg 4 3 28 35 10 Sp 1 3 1

73-100 4Cg 3 6 19 37 12 Sp Sp 1 7

PD2 0-20 Apg 7 12 6 19 20 1 6 2 13

20-48 Bg 10 8 34 6 14 Sp 1 2 4

48-100 2Cg 6 5 33 14 18 - 1 Sp 4

100-120 3Cg 1 2 54 14 11 Sp Sp Sp 1

PD3 0-15 Apg 6 10 6 23 25 1 3 2 12

15-40 Bg1 6 8 13 30 21 Sp 2 1 11

40-70 Bg2 5 6 36 20 14 Sp 2 Sp 4

70-100 2Cg 3 Sp 47 16 14 - Sp 2 4

100-120 3Cg 2 1 41 19 21 Sp 2 1 2

Keterangan : Op = Opak, Ku = Kuarsa, Lm = Lapukan mineral, Gv = Gelas volkanik, La = Labradorit, Sa = Sanidin, Ho = Hornblende, Au = Augit, Hi = Hiperstin, dan Sp=Sporadis.

Tabel 2. Komposisi mineral fraksi berat dari pedon-pedon yang diteliti

Table 2. Heavy fraction mineral composition of pedons are studied

Pewakil Kedalaman Simbol horizon Jenis dan komposisi mineral Asosiasi mineral

Op Zi Hh Hc Au Hi

cm ... % ...

PA1 0-15 Apg 29 Sp 4 2 15 79 Pi

15-30 Bg 36 Sp 4 4 18 74 Pi

30-52 2Bg 49 Sp 8 7 23 62 Pi (Hi-Au)

>52 3Cg 69 2 5 6 14 73 Pi

PD2 0-20 Apg 25 Sp 16 2 13 69 Pi

20-48 Bg 42 Sp 15 1 13 69 Pi

48-100 2Cg 32 1 23 1 17 58 Pi-Am

100-120 3Cg 33 Sp 9 1 23 66 Pi

(5)

yang dikemukakan Baak (1948) dalam Mohr dan van Baren (1960) menunjukkan bahwa pedon-pedon mempunyai asosiasi mineral yang tidak sama dalam penampangnya.

Pedon PA1 mempunyai asosiasi tunggal mineral piroksin yang didominasi oleh hiperstin sampai kedalaman 30 cm, pada kedalaman 30-52 cm terdapat asosiasi tunggal mineral piroksin (hiperstin-augit) dan pada kedalaman > 52 cm kembali hiperstin mendominasi asosiasi tunggal mineral piroksin. Hal ini mengindikasikan sampai kedalaman > 52 cm telah terjadi tiga kali pengendapan bahan volkanik. Pada pedon PD2 terdapat asosiasi tunggal mineral piroksin sampai kedalaman 48 cm, kemudian asosiasi mineral piroksin-amfibol (hornblende) sampai kedalaman 100 cm dan pada kedalaman > 100 cm kembali dijumpai asosiasi tunggal mineral piroksin. Hal ini mengindikasikan bahwa sampai kedalaman > 100 cm telah terjadi tiga kali pengendapan bahan volkanik.

Komposisi mineral liat

Mineral liat merupakan hasil pelapukan secara kimia mineral primer atau hasil pembentukan baru (neoformation) di dalam tanah (Allen and Hajek, 1989). Eswaran (1979) dan Delvaux et al. (1989) mengemukakan bahwa pelapukan bahan volkanik di daerah tropis menghasilkan alofan, haloisit, smektit, kaolinit, goetit, dan gibsit.

Komposisi mineral liat pedon-pedon PA disajikan pada Gambar 2. Pada gambar tersebut terlihat bahwa mineral liat kaolinit mendominasi pedon PA1. Selain kaolinit, X-Ray Difractometer

mengidentifikasi adanya mineral liat smektit dalam jumlah sedikit, sebaliknya dengan pedon PA2 mineral liat smektit dijumpai dalam jumlah banyak. Selain smektit terdapat metahaloisit dan haloisit hidrat masing-masing dalam jumlah sedang dan

sedikit. Pada pedon PA3 teridentifikasi adanya mineral liat smektit dan metahaloisit dalam jumlah yang sama (sedang) dan mineral liat haloisit hidrat dalam jumlah sedikit.

Pada pedon-pedon PA, mineral liat kaolinit ditunjukkan oleh puncak difraksi 7,16-7,26Å, 4,42-4,45Å, dan 3,553,58Å pada perlakuan Mg2+, Mg2+

Glycerol dan K+. Smektit terlihat pada puncak

difraksi 15,50-17,04Å pada perlakuan Mg2+,

17,22-18,03Å pada perlakuan Mg2+ Glycerol,

12,71-13,60Å pada perlakuan K+ dan 10,07-10,21Å pada

perlakuan K+550°C. Haloisit hidrat terdeteksi pada

puncak difraksi 10,01Å dan metahaloisit pada 7,22Å, 4,42Å, 3,56Å dengan perlakuan Mg2+.

Pada Gambar 2, ketiga pedon PA memperlihatkan komposisi mineral liat berbeda, meski komposisi dan jumlah mineral pasir penyusun relatif sama (Tabel 1). Adanya perbedaan komposisi mineral liat tersebut kemungkinan disebabkan perbedaan posisi pedon. Pedon PA1 dan PA3 berada pada bentuk wilayah yang agak cembung, namun pedon PA1 lebih dekat ke sungai. Sementara pedon PA2 berada di antara pedon PA1 dan PA3 pada bentuk wilayah yang lebih cekung. Berbeda dengan pedon-pedon PA, pedon-pedon PD mempunyai komposisi mineral liat yang sama. Pada X-Ray Difractogram tampak komposisi mineral liat yang lebih seragam (Gambar 3). Mineral smektit dijumpai dalam jumlah banyak dan kaolinit dalam jumlah sedang serta illit dalam jumlah sedikit.

Mineral liat smektit ditunjukkan oleh puncak difraksi 15,02-15,66Å pada perlakuan Mg2+,

17,62-18,63Å pada perlakuan Mg2+ Glycerol,

12,71-13,03Å pada perlakuan K+ dan 10,01-10,32Å pada

perlakuan K+550°C. Kaolinit ditunjukkan oleh

puncak 7,16-7,22Å dan 3,56-3,60Å pada perlakuan Mg2+, Mg2+ Glycerol, K+ dan hilang pada perlakuan

K+550°C. Illit terdeteksi pada 10,01-10,27Å dan

(6)

Gambar 3. X-Ray Difractogram lapisan atas pedon-pedon PD

Figure 3. X-Ray Difractogram of top soil pedons PD

17.04Å

5 10 15 20 25 30[°2θ] 5 10 15 20 25 30[°2θ] 5 10 15 20 25 30[°2θ]

7.16Å 4.45Å

4.04Å

15.50Å

10.01Å 7.26Å 4.42Å 4.04Å

3.55Å 3.20Å 18.03Å

12.71Å

10.07Å

Mg2+

Mg2+ Glycerol

K+

K+ 550°C

15.50Å

10.01Å 7.22Å 4.42Å

4.04Å

3.56Å3.20Å

13.03Å 17.42Å

10.07Å

Mg2+

Mg2+ Glycerol

K+

K+ 550°C

PA1 PA2 PA3

K+ 550°C

K+

Mg2+ Glycerol

Mg2+

3.58Å

3.20Å

Gambar 2. X-ray difractogram lapisan atas pedon-pedon PA

Figure 2. X-ray d ifractogram of top soil pedons PA

5 10 15 20 25

Å

30[°2θ]

5 10 15 20 25 30[°2θ]

4.03Å 3.60Å

Mg2+

Mg2+ Glycerol

K+

K+ 550°C

15.50Å

17.62Å

10.01Å 7.16Å

3.20Å

12.71Å

1027Å

15.66Å

18.63Å

10.27Å7.19Å 4.06Å 3.57Å

3.21Å

12.71Å

10.32Å

Mg2+

Mg2+ Glycerol

K+

K+ 550°C

Mg2+

Mg2+ Glycerol

K+

K+ 550°C

15.82Å

10.01Å 7.22Å

5.02Å 4.06Å 3.56Å

3.20Å

18.03Å

13.03Å

10.01Å

5 10 15 20 25

Å

30 [°2θ]

(7)

Jika pedon-pedon di atas dibandingkan, mineral liat smektit lebih banyak dijumpai pada pedon-pedon yang berkembang di dataran Aluvial bagian hilir. Menurut Borchardt (1989) keberadaan smektit di dalam tanah terjadi melalui tiga cara. Pertama, pembentukan dari larutan, kedua melalui transformasi mika, dan ketiga melalui pengendapan smektit. Lebih lanjut Borchardt (1989) menjelaskan bahwa pembentukan dari larutan merupakan sumber utama smektit di dalam tanah. Adanya mineral liat smektit pada pedon-pedon di dataran Aluvial kemungkinan terbentuk dari larutan. Hal ini didukung oleh data mineral pasir yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara komposisi dan jumlah mineral pasir dengan jumlah dan jenis mineral liat yang terbentuk. Pada pedon-pedon PA, jumlah mineral penyusun relatif sama, namun mineral liat yang terbentuk berbeda, sebaliknya pada pedon-pedon PD, mineral liat sama tetapi jumlah mineral penyusun sedikit berbeda.

Pelapukan mineral-mineral di lereng volkanik dalam lingkungan berdrainase baik, melepaskan kation basa ke dalam larutan tanah yang kemudian mengalami pencucian dan terakumulasi di daerah bawah yang lebih datar pada drainase terhambat. Akumulasi kation basa terutama Ca2+ dan Mg2+,

pada pH tinggi dan lingkungan kaya Si membentuk smektit (Borchardt, 1989). Pada kondisi pH tersebut, menurut van Wambeke (1992) kaolinit dan haloisit tidak mungkin terbentuk. Ditambahkan Dixon (1989) bahwa kaolinit dan haloisit merupakan hasil pelapukan pada lingkungan masam. Hal ini berarti keberadaan kaolinit dan haloisit juga merupakan hasil translokasi dari daerah volkanik.

Pada pedon-pedon PD selain melalui larutan, smektit terbentuk dari transformasi illit. Dalam proses ini, dataran Aluvial bagian hilir menyediakan lingkungan yang sesuai untuk transformasi illit-smektit. Menurut Borchardt (1989) dan Fanning et al. (1989) pembentukan smektit dari illit terjadi karena lingkungan rendah K+ dan Al3+, namun Ca2+

dan Mg2+ tinggi dalam larutan tanah, pH tanah

tinggi dan drainase terhambat, serta adanya kondisi basah dan kering. Hal yang sama dilaporkan oleh

Kaaya et al. (2010) dari dataran Wami-Makata di Distrik Morogoro, Tanzania bahwa mika hidrous (illit) dan kaolinit diangkut dari lereng atas dan tengah volkanik, kemudian diendapkan di daerah lebih rendah, selanjutnya illit mengalami transformasi menjadi smektit.

Karakteristik tanah

Sifat morfologi

Hasil pengamatan sifat morfologi di lapang menunjukkan bahwa pedon-pedon yang berkembang di dataran Aluvial bagian hilir (PD1, PD2, dan PD3) berwarna lebih kelabu (kelabu hingga kelabu kebiruan), terutama pada kedalaman > 50 cm dibandingkan dengan pedon-pedon di dataran Aluvial bagian hulu (PA1, PA2, dan PA3) (Gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa tanah telah mengalami reduksi kuat karena jenuh air dalam waktu yang sangat lama. Disamping itu, dalam penampang dijumpai sisa-sisa binatang danau (kerang) dalam jumlah bervariasi tergantung posisi pedon. Kedua bukti ini mengindikasikan bahan aluvium yang ditranslokasikan oleh Batang Sumani, diendapkan ke dasar danau kemudian terangkat ke permukaan karena penurunan permukaan air. Kenyataan ini menunjukkan bahwa perkembangan tanah di bagian hilir dataran Aluvial lebih banyak dipengaruhi oleh aktivitas danau. Marsoedi et al. (1997) menyebutnya sebagai dataran Lakustrin.

Sifat fisika dan kimia tanah

Sifat fisika dan kimia pedon-pedon yang diteliti disajikan pada Tabel 3. Terlihat bahwa kelas tekstur tergolong halus hingga agak halus, kecuali kedalaman > 50 cm yang tergolong agak kasar. pH H2O berkisar antara 4,8-7,8. pH H2O tanah sawah

yang berkembang di dataran Aluvial bagian hilir lebih tinggi dibandingkan bagian hulu. pH KCl (kecuali lapisan atas pedon PA2 dan PA3) berkisar antara 4,5-6,3, ini mengindikasikan jumlah Al3+ dan H+

(8)

Gambar 4. Kenampakan pedon PA dan PD

Figure 4. Performance of pedon PA and PD

Kandungan C organik dan N total lebih tinggi pada lapisan atas. Usahatani padi sawah di Sentra Produksi Beras Solok dilakukan 2-3 kali setahun.

Penggunaan pupuk kimia untuk memacu

peningkatan hasil sangat jarang diikuti oleh bahan organik karena jerami padi sebagai sumber bahan organik seringkali dibakar guna mempercepat proses penyiapan lahan untuk musim tanam berikutnya. Tingginya kandungan C organik tersebut dijelaskan Sudarsono (1996) disebabkan C organik berada dalam kesetimbangan dengan lingkungannya.

Hasil analisis tanah pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kandungan C organik lapisan atas > 2%. Menurut Simarmata dan Yuwariah (2008) kandungan C organik demikian mengindikasikan bahwa tanah sawah masih dalam kondisi baik. Hal yang sama juga terlihat pada kandungan N total yang umumnya > 0,20%. Berdasarkan kriteria yang dikemukakan Neue (1985) dan Smith et al. (1987) tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok mempunyai N total yang optimum (0,20-0,25%) untuk pertumbuhan tanaman padi.

Kandungan P2O5 terekstrak HCl 25% (P2O5

potensial) dan P2O5 terekstrak Olsen dan Bray I

(P2O5 tersedia) juga lebih tinggi pada lapisan atas,

terutama pada tanah-tanah sawah yang berkembang

di dataran Aluvial bagian hilir. Selain tindakan pengelolaan yang diberikan petani, tingginya kandungan kedua bentuk P ini diduga berasal dari daerah volkanik yang mengendap bersama dengan bahan-bahan endapan lainnya. Sama halnya dengan P2O5 potensial, umumnya K2O terekstrak HCl 25%

(K2O potensial) dan K-dd lebih tinggi pada tanah

sawah yang berkembang di dataran Aluvial bagian hilir. Tingginya kandungan K2O ini diduga berasal

dari daerah volkanik. Selain itu, kehadiran mika hidrous (illit) ikut menambah kandungan K tanah tersebut. Menurut Fanning (1989) transformasi hidrous mika (illit) menjadi smektit akan melepaskan K+ yang berada pada pinggiran mika yang

terekspose.

Kejenuhan Ca lapisan atas tanah sawah yang berkembang di dataran Aluvial bagian hilir lebih tinggi (71,59%) dibandingkan tanah sawah di dataran Aluvial bagian hulu (66,40%), sebaliknya dengan kejenuhan Mg, tanah sawah yang berkembang di dataran Aluvial bagian hulu mempunyai kejenuhan Mg sebesar 26,42%, sedangkan di bagian hilir 16,26%. McLean (1977 dalam Kasno et al., 2005) mengemukakan bahwa kejenuhan Ca, Mg, dan K yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman adalah 65, 10, dan 5%. Berdasarkan kriteria tersebut, rata-rata kejenuhan Ca dan Mg melebihi batas yang ditetapkan. Pengaruhnya terhadap kejenuhan K, tingginya kejenuhan Ca dan Mg menyebabkan ketersediaan K rendah. Hasil analisis menunjukkan kejenuhan K berkisar 0,31-0,34% (< 5%).

(9)

27

Tabel 3. Sifat fisik dan kimia pedon-pedon yang diteliti

Table 3. Physical and chemical properties of pedons are studied

(10)

Menurut Huang (1989), plagioklas feldspar yang dijumpai di kerak bumi mencapai 290 g kg-1

atau 29% dan umumnya terdapat pada batuan dengan kadar silika relatif rendah serta batuan beku luar dengan reaksi intermedier hingga alkali, yaitu golongan andesit-basalt. Sementara Mg kemungkinan berasal dari pelapukan mineral-mineral feromagnesia. Piroksin dan amfibol merupakan mineral feromagnesia.

Bila diteliti lebih jauh pengaruh kejenuhan Ca dan Mg terhadap kejenuhan K yang dinyatakan sebagai rasio Ca/K dan Mg/K menunjukkan bahwa tanah sawah yang berkembang di dataran Aluvial bagian hilir mempunyai rata-rata rasio Ca/K lebih tinggi sebesar 229,69 dan tanah sawah yang berkembang di dataran Aluvial bagian hulu 217,90. Rata-rata rasio Ca/K tersebut 16-18 kali lebih tinggi dari kriteria yang ditetapkan McLean (1977 dalam Kasno et al., 2005) sebesar 13 (65/5). Rata-rata rasio Mg K tertinggi terdapat pada tanah sawah yang berkembang di dataran Aluvial bagian hulu sebesar 86,26. Tanah sawah yang berkembang di dataran Aluvial bagian hilir mempunyai rata-rata rasio Mg/K sebesar 52,14. Jika rasio-rasio tersebut dibandingkan dengan kriteria yang dikemukakan McLean (1977 dalam Kasno et al., 2005) sebesar 2 (10/5), rasio tersebut 26-43 kali lebih tinggi.

Selain Ca dan Mg, Na merupakan basa yang cukup tinggi dijumpai pada pedon-pedon yang berkembang di dataran Aluvial. Di dataran Aluvial bagian hulu rata-rata kandungan Nadd mencapai 0,57

me 100g-1 dan di dataran Aluvial bagian hilir sekitar

0,46 me 100g-1. Tingginya kandungan basa-basa

Ca, Mg dan Na menyebabkan kejenuhan basa (KB) juga tinggi.

Hasil analisis mineral liat menunjukkan bahwa tanah sawah yang berkembang di dataran Aluvial bagian hilir didominasi oleh smektit, sedangkan pada tanah sawah yang berkembang di dataran Aluvial bagian hulu dijumpai campuran mineral liat smektit, kaolinit dan haloisit. Dominasi mineral liat smektit menyebabkan KTK tanah pada tanah tersebut juga lebih tinggi.

Klasifikasi tanah

Ciri-ciri morfologi tanah pada pedon PD1, PD2 dan PD3 memperlihatkan bahwa dataran Aluvial bagian hilir yang berada di tepi Danau Singkarak lebih merupakan dataran Lakustrin. Dari proses pembentukan landform dataran Lakustrin ini dapat diketahui bahwa bahan halus yang diendapkan telah jenuh air dalam waktu lama, sehingga tanah mengalami reduksi kuat yang dicirikan oleh warna kelabu hingga kelabu kebiruan. Pedon-pedon di lokasi ini, pada tingkat Great Group diklasifikasikan sebagai Endoaquepts. Selain tereduksi, pedon memperlihatkan adanya penambahan bahan baru yang terlihat jelas pada perubahan tekstur di lapang. Hal yang sama terlihat pada asosiasi mineral (Tabel 2). Analisis tekstur serta karbon organik di laboratorium juga memperlihatkan hal yang sama (Tabel 3). Adanya stratifikasi tekstur dan karbon organik tersebut, pada tingkat Sub Group tanah diklasifikasikan sebagai Fluvaquentic Endoaquepts

(PD1). Pada pedon lain dimana stratifikasi karbon organik tidak terlihat jelas diklasifikasikan sebagai

Typic Endoaquepts (PD2 dan PD3).

Dataran Aluvial mempunyai muka air tanah yang dangkal (<100 cm) menyebabkan tanah-tanah di lapisan bawah mengalami jenuh dalam waktu lama, sehingga berwarna lebih kelabu. Pada tingkat

Great Group PA1, PA2, dan PA3 diklasifikasikan sebagai Endoaquepts. Penambahan bahan baru yang terlihat pada asosiasi mineral, perubahan tekstur dan C organik tanahnya diklasifikasikan sebagai

Fluvaquentic Endoaquepts (PA3) dan pada pedon lain dimana penambahan bahan baru tidak terlihat jelas pada perubahan C organiknya diklasifikasikan sebagai Typic Endoaquepts (PA1 dan PA2).

KESIMPULAN

(11)

terdapat pada jumlah mineral penyusun. Komposisi mineral pasir demikian menunjukkan bahwa pedon-pedon mengandung bahan volkanik andesitik Gunung Talang (deposit tephra). 2. Dalam proses genesisnya, tanah-tanah

mengalami proses rekristalisasi, terbukti dengan adanya mineral liat smektit yang ditemukan pada dataran Aluvial bagian hulu. Adanya proses translokasi terbukti dengan ditemukannya haloisit dan kaolinit. Smektit yang ditemukan pada pedon-pedon yang berkembang di dataran Aluvial bagian hilir selain melalui proses rekristalisasi, juga dari proses transformasi illit-smektit.

3. Berdasarkan kenampakan morfologi pada pedon-pedon PD, baik warna maupun adanya sisa-sisa binatang danau (kering) yang tidak dijumpai pada pedon-pedon PA, menunjukkan bahwa dataran di tepi Danau Singkarak terbentuk oleh aktivitas danau, sehingga lebih tepat disebut dataran Lakustrin. Pedon-pedon di dataran Lakustrin mempunyai pH, basa Ca, dan KTK lebih tinggi dibandingkan dengan pedon-pedon di dataran Aluvial, demikian juga dengan P2O5 dan

K2O potensial serta P2O5 tersedia.

4. Di dataran Aluvial dan Lakustrin, penambahan bahan baru terlihat dari perubahan jenis maupun jumlah mineral utama penyusun, tekstur dan C organik. Pada tingkat Sub Group tanah diklasi-fikasikan sebagai Fluvaquentic Endoaquepts, sedangkan pedon lain yang menunjukkan stratifikasi C organik tidak terlihat jelas diklasifikasikan sebagai Typic Endoaquepts.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, B.L. and B.F. Hajek. 1989. Mineral occurrence in soil environments. Pp. 199-278. In J.B. Dixon, S.B. Weed (Eds.). Minerals in Soil Environments. 2nd Edition.

SSSA Book series No. 1. Madison: Wisconsin.

Borchardt, G. 1989. Smectites. Pp. 675-727. In

J.B. Dixon and S.B. Weed (Eds.). Minerals in

Soil Environments, 2nd Edition. SSSA Book

series No. 1. SSSA, Madison, Wisconsin.

Dahlgren, R., S. Shoji, and M. Nanzyo. 1993.

Mineralogical characteristics of volcanic ash soils. Pp. 101-144. In S. Shoji, M. Nanzyo, R. Dahlgren (Eds.). Volcanic Ash Soil-genesis, Properties, and Utilization. Developments in Soil Science 21. Elsevier: Amsterdam.

Dixon, J.B. 1989. Kaolin and serpentine group minerals. Pp. 468-526. In J.B. Dixon and S.B. Weed (Eds.). Minerals in Soil Environments, 2nd Edition. SSSA Book series

No. 1. SSSA, Madison, Wisconsin.

Delvaux, B., J.E. Dufey, L. Vievoye, and A.J. Herbillon. 1989. Potassium exchange behavior in a weathering sequence of volcanic ash soils. Soil Sci. Soc. of Amer. J. 53:1679-1684.

Eswaran, H. 1979. The alteration of plagioclases and augites under differing pedo-environmental conditions. Soil Sci. Soc. of Amer. J. 30:547-555.

Fanning, D.S., Z.K. Vissarion, and M.A. El-Desoky. 1989. Micas. Pp. 551-634. In J.B. Dixon and S.B. Weed (Eds.). Minerals in Soil Environments, 2nd Edition. SSSA Book series

No. 1. SSSA, Madison, Wisconsin.

FAO. 1990. Guidelines for Soil Profile Description. FAO, Rome.

Fiantis, D. 2006. Laju pelapukan kimia debu volkanis Gunung Talang dan pengaruhnya terhadap proses pembentukan mineral liat non-kristalin. Artikel Penelitian. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas Padang.

Fiantis, D., E. van Ranst, and J. Shamshuddin. 1998. Mineralogical and charge properties of volcanic ash soils from West Sumatra, Indonesia. Malaysian J. of Soil Sci. 2:45-57.

Fiantis, D., Nelson, R. Febriamansyah, dan Novizar. 2003. Konsep Pengembangan Kawasan Sentra Hortikultura. Laporan Penelitian. Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Sumatera Barat.

(12)

Environments. 2nd Edition. SSSA Book series

No. 1. Madison: Wisconsin.

Hunter, C.R. 1988. Pedogenesis of Mazama Tephra Along A Bioclimosequence in the Blue Moun-tains of southeastern Washington [Ph.D. diss]. Washington State Univ., Pullman.

Kaaya, A.B., R. Sorensen, E.M. Marwa, and J.J.T. Msaky. 2010. The effect of parent material and topography on soil morphology, mineralogy, and classification of some soil profiles on a selected transect in Morogoro District, Tanzania. In J.J.T. Msaky, G.Y. Kanyama-Phiri, G.N. Shongwe (Eds.).. Enhancing Dissemination of Soil and Water Research Outputs of SADC University. Proceedings of the Workshop on Information Sharing Among Soil and Water Management Experts from SADC Universities, 11-13 September 2010, Dar es Salaam, Tanzania.

Kasno, A., Iskandar, dan J.S. Adiningsih. 2005.

Perbandingan kejenuhan kation pada tanah Ultisol dan Vertisol untuk tanaman jagung. Agric Jurnal Ilmu Pertanian 18(1):57-70.

Marsoedi, Widagdo, J. Dai, N. Suharta, Darul S.W.P., S. Hardjowigeno, and H.E.R. Jordens, 1997. Guidelines for Landform Classification. Second Land Resource Evaluation and Planning Project, Part C. LT 5. V.3.0. Centre for Soil and Agroclimate Research, Bogor.

Mohr, E.C.J. and F.A. van Baren. 1960. Tropical Soils. A critical study of soil genesis as related to climate, rock and vegetation. Les Editions A. Manteau S.A. Bruxeles.

Neue, H.U. 1985. Organic matter dynamics in wetland soil. Pp. 109-122. In Wetland Soils: Characterization, Classification and Utilization. International Rice Research Institute. Los Banos: Philippines.

Ramussen, C., N. Matsuyama, R.A. Dahlgren, R.J. Southard, and N. Brauer. 2007. Soil genesis and mineral transformation across an environmental gradient on andesitic lahar. Soil Sci. Soc. of Amer. J. 71:225-237.

SCS-USDA. 1982. Soil Survey Laboratory Methods and Procedures for Collecting Soil Samples. USDA. Soil Survey Invest. Report 1.

Peta Geologi Bersistem Sumatera. 1995. Peta Geologi Lembar Solok, Sumatera (Peta Tematik). Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

Smith, J., H.U. Neue, and G. Umali. 1987. Soil nitrogen and fertilizer recommendations for irrigated rice in the Philippines. Agrucultural Systems 24:165-181.

Soil Survey Division Staff. 2010. Keys to Soil Taxonomy. Eleventh Edition. United States Department of Agriculture. Natural Resources Conservation Service.

Shoji, S., M. Nanzyo, and R. Dahlgren. 1993.

Volcanic ash soils: Genesis, properties and utilization. Developments in Soil Science 21. Elsevier, Amsterdam.

Simarmata, T. dan Y. Yuwariah. 2008. Teknologi intensifikasi padi aerob terkendali berbasis organik (IPAT-BO) untuk melipatgandakan produksi padi dan mempercepat kedaulatan pangan. http://www.pdffactory.com (12 Februari 2011).

Sudarsono, Iskandar, D. Subardja, dan E. Suryani. 2010. Penyusunan rekomendasi pengelolaan lahan yang optimal berdasarkan karakteristik lahan untuk meningkatkan produktivitas padi sawah (> 20%) di Sentra Produksi Beras Solok, Sumatera Barat (laporan penelitian). Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sudarsono. 1996. Bahan organik tanah (bahan kuliah). Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Ugolini, F.C. and R.A. Dahlgren. 1991. Weathering

environments and occurrence of

imogolite/allophane in selected Andisols and Spodosols. Soil Sci. Soc. of Amer. J. 55: 1166–1171.

Gambar

Gambar 1. Lokasi pengambilan pedon PA dan PD
Table 1. Sand mineral composition of pedons are studied
Gambar 2. X-ray difractogram lapisan atas pedon-pedon PA
Gambar 4. Kenampakan pedon PA dan PD
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan mencari variasi dan komposisi karbon aktif dalam pembuatan katoda udara agar menghasilkan potensial dan arus listrik optimal menggunakan

1) Pengalaman hidup awal, seorang anak yang sudah beranggapan bahwa penampilan fisik sangat penting sehingga membat mereka ingin berpenampilan dengan sangat baik

Herding beli investor asing memiliki lebih banyak hubungan yang negatif terhadap imbal hasil abnormal dalam beberapa variasi pengukuran.. Hubungan negatif ini

udara menggunakan sensor yang diterbangkan balon, sedangkan data permukaan merupakan yang diperoleh melalui pengukuran pada permukaan tanah yang dilakukan dari stasiun

Berdasarkan masalah di atas maka dapat dirumus penelitian ini yaitu: Apakah dengan menggunakan strategi Tinjauan Ala Permainan Bingo dapat meningkatkan hasil

Dengan memberikan dukungan, dorongan, membantu pekerjaan ibu, mengurangi beban mentalnya, menghindari membahas masalah emosi, dan segera memberikan penanganan yang tepat

Saya membuatkan makanan untuk diberikan kepada teman saya, tetapi orang itu tidak menghargainya, menurut pendapat saya hal itu dapat terjadi karenaa. Saya tidak dapat memasak