• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH REFORMASI BIROKRASI id. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH REFORMASI BIROKRASI id. docx"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka pemerintah memiliki fungsi

memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan ataupun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utilitas, dan lainnya. Pelayanan publik dengan demikian merupakan segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang terkait dengan kepentingan publik.

Fakta bahwa pelayanan publik di Indonesia belum menunjukan kinerja yang efektif sering menjadi bahasan, baik dari segi tulisan maupun penelitian. Permasalahan pelayanan publik yang tidak efektif ini dipicu oleh beberapa hal yang kompleks, mulai dari budaya organisasi yang masih bersifat paternalistik, lingkungan kerja yang tidak kondusif terhadap perubahan zaman, rendahya sistem reward dalam birokrasi Indonesia, lemahnya mekanisme panishment, bagi aparat birokrasi, rendahnya kemampuan aparat birokrasi untuk melakukan tindakan diskresi, serta kelangkaan komitmen pimpinan daerah untuk menciptakan pelayanan publik yang responsif, akuntabel, dan transparan. Di masa otonomi daerah yang memberi keleluasaan bagi setiap kabupaten/kota untuk menjalankan pemerintahan atas dasar kebutuhan dan kepentingan daerah sendiri ternyata juga belum mampu mewujudkan pelayanan publik yang efektif.

(2)

Atas dasar kondisi tersebut dan untuk menjawab tantangan zaman yang

bergerak ke arah globalisasi, maka perlu dilakukan suatu tindakan yang dapat memutus sistem yang selama ini diterapkan di Indonesia yaitu perlunya upaya reformasi dalam pelayanan publik. Hal ini bertujuan untuk mengubah dan memperbaiki tatanan birokrasi pelayanan yang terkesan lamban, berbelit-belit dan diskriminatif, menuju ke arah pemerintahan yang baik (good governance).

Reformasi birokrasi merupakan konsekuensi dari perubahan di bidang politik, ekonomi dan sosial yang begitu cepat. Representasi organisasi yang lamban, kaku, berbelit-belit dan terpusat, serta rantai hirarki komando sudah menjadi ciri khas birokrasi di Indonesia. Sehingga birokrasi menjadi bengkak, boros, dan tidak efektif. Untuk itu diperlukan suatu kesadaran untuk memperbaiki birokrasi sebagai organisasi publik. Reformasi merupakan perubahan terhadap suatu sistem yang telah ada pada suatu masa. Upaya reformasi birokrasi yang dilakukan berhadapan langsung dengan keterbatasan pada sumber daya manusia, dana, sarana prasarana dan berbagai persoalan lainnya, sehingga menghasilkan kebijakan, perilaku, program dan sesuatu yang berbeda pula.

Reformasi pelayanan publik membangun kepercayaan dari masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan

pelayanan publik. Reformasi merupakan upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Dalam reformasi diperlukan norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

1.2 Rumusan Masalah

(3)

2. Apa saja kendala dalam pelayanan publik ?

3. Bagaimana tindakan reformasi pelayanan yang sudah diterapkan di Indonesia? 4. Apa saja tindakan yang perlu dilakukan dalam mereformasi pelayanan publik ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pelayanan publik, reformasi pelayanan publik dan kulitas pelayanan.

2. Mengetahui permasalahan ataupun kendala-kendala yang terjadi dalam pelayanan publik.

3. Mengetahui tindakan yang sudah dilakukan dalam mereformasi pelayanan publik di Indonesia.

(4)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pelayanan Publik, Reformasi Pelayanan Publik dan Kualiatas Pelayanan a. Pelayanan Publik

Pelayanan publik atau pelayanan umum adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan publik oleh birokrasi publik merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara). Apalagi saat ini masyarakat semakin sadar apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(5)

penduduk atas barang, jasa, dan atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Menurut Sinambela (dalam Herbani Pasalog 2007: 128) mengatakan bahwa pelayanan publik adalah sebagai setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terkait pada suatu produk secara fisik. sedangkan menurut Departemen Dalam Negeri

(Pengembangan Kelembagaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) bahwa pelayanan publik adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang

memerlukan kesepakatan dan hunbungan interpersonal tercipta kepuasan dan

keberhasilan, setiap pelayanan menghasilkan produk baik berupa barang ataupun jasa. Dari beberapa pengertian pelayanan publik yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik sebagai pemeberian layanan atau melayani keperluaan orang atau masyarakat dan/atau organisasi lain yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu, sesuai dengan aturan pokok dan tatacara yang ditentukan dan ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada penerima pelayanan.

b. Reformasi Pelayanan Publik

Menurut Pollit dan Bouckaert (dikutip dari Manurung 2010, hal 189) mendefinisikan reformasi pelayanan publik seperti dibawah ini :

Reformasi pelayanan publik adalah perubahan sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan agar kinerja sektor publik semakin baik. Reformasi sektor publik mencakup bukan saja unsur organisasi dan manejemen, tetapi juga sumber daya manusia. Perubahan-perubahan tersebut tidak hanya terfokus pada perubahan kuantitas, namun juga kualitas. Suatu ketika, reformasi yang dilakukan akan

berdampak terhadap melebar dan menebalnya struktur birokrasi, tetapi di masa yang lain menuntut birokrasi menjadi lebih ramping dan pipih. Reformasi juga dapat menyebabkan penambahan administrator publik, namun juga dapat mengakibatkan pengurangan administrator publik.

Menurut Islamy 1994 (dalam Sinambela 2010: 10) memaparkan beberapa prinsip pokok yang bisa dijadikan pedoman dalam mengoptimlakan kinerja birokrasi di tingkat lokal, yang berkaitan erat pula dengan perbaikan kondisi internal organisasi. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya:

(6)

artinya semua pelayanan harus dapat dijangkau secara mudah oleh setiap pengguna pelayanan, hal ini terkait dengan problem tempat, jarak dan prosedur pelayanan. 2) Prinsip Kontinuitas

Artinya upaya mengedepankan jenis pelayanan hatus secara terus menerus tersedia bagi masyarakat, dngan kepastian dan kejelasan tertentu yang berlaku bagi proses pelayanan tersebut.

3) Prinsip Teknikalitas

Prinsip ini berkaitan dengan proses pelayanan yang harus ditangani oleh aparat yang benar-benar memahami secara tenis pelayanan tersebut berdasarkan kejelasan, ketetapan, dan kemantapan sistem , prosedur dan pelayanan.

4) Prinsip Profitabilitas

Pelayann sebisa mungkin dapat dilaksananakan secara efektif dan efisien, serta memberikan keuntungan ekonomis dan sosial baik bagi pemerintah maupun bagi masyarakat luas.

5) Prinsip Akuntabilitas

Artinya proses produk dan mutu pelayanan yang telah diberikan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat karena aparat pemerintah itu pada hakekatnya mempunyai tugas memberikan pelayanan sebaik-baiknya.

c. Kualitas Pelayanan

(7)

dibakukan sebagai pedoman dalam memberikan layanan. Kualitas juga diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan terpenuhinya harapan/kebutuhan pelanggan, dimana pelayanan dikatakan berkualitas apabila dapat menyediakan produk dan jasa (pelayanan) sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan ( LAN 2003:17).

Menurut Fandhy Tjiptono 1994 (dalam Herdiansyah 2011: 53) dalam bukunya “Prinsip-Prinsip Total Quality Service,” menyebutkan bahwa terdapat lima dimensi atau ukuran kualitas pelayanan, yang dapat menilai kepuasan pelanggan diantaranya : 1) Bukti langsung (tangibels), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana

komunikasi.

2) Keandalan (reliability), yakni kempuan memberika pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.

3) Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk memnantu para pelanggan dalam memberikan pelayanan dengan tanggap.

4) Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.

5) Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pelanggan.

Intinya pelayanan dapat dikatakan berkualitas atau memuaskan apabila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan harapan masyarakat, dengan

memperhatikan kelima dimensi diatas. Sedangkan bila masyarakat tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan maka pelayann tersebut dapat dipastikan tidak berkualitas dan tidak efisien.

2.2 Kendala dalam Pelayanan Publik

(8)

a. Sukar Diakses. Unit pelaksana pelayanan publik terletak sangat jauh dari

jangkauan masyarakat, sehingga mempersulit mereka yang memerlukan pelayanan publik tersebut.

b. Belum informatif. Informasi yang disampaikan kepada masyarakat cenderung lambat atau bahkan tidak diterima oleh masyarakat.

c. Belum bersedia mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Biasanya aparat pelayanan publik belum bersedia mendengar keluhan/saran/ aspirasi dari masyarakat. Sehingga, pelayanan publik dilaksanakan semau sendiri dan sekedarnya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.

d. Belum responsif. Hal ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan publik, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Tanggapan terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan tidak dihiraukan sama sekali

e. Belum saling berkoordinasi. Setiap unit pelayanan yang berhubungan satu dengan lainnya belum saling berkoordinasi. Dampaknya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.

f. Tidak Efisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan) seringkali tidak ada hubungannya dengan pelayanan yang diberikan. g. Birokrasi yang bertele-tele. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada

umumnya dilakukan melalui proses yang terdiri dari berbagai tingkatan, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama.

Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan di lain pihak

(9)

profesionalisme, kompetensi, empati dan etika. Berbagai pandangan juga setuju bahwa salah satu dari unsur yang perlu dipertimbangkan adalah masalah sistem kompensasi yang tepat. Berkaitan dengan kelembagaan, kelemahan utama terletak pada desain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien

2.3 Tindakan Reformasi Pelayanan Publik yang sudah dilakukan

Pelaksanaan reformasi birokrasi di masing-masing instansi pemerintah

dilakukan berdasarkan kebijakan/program/kegiatan yang telah digariskan dalam Grand Design Reformasi Birokrasi dan Road Map reformasi Birokrasi, serta berbagai

pedoman pelaksanaannya. Berikut ini beberapa tindakan yang sudah diterapkan dalam upaya reformasi pelayanan publik di Indonesia, namun tindakan reformasi tersebut belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Diantaranya:

1) Penetapan Standar Pelayanan (SPM dan SOP)

Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik. Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan.

2) Pelayanan Terpadu ( One Stop Service)

Pada tanggal 6 Juli 2006, Menteri Dalam Negeri, H.Moh Ma’ruf, S.E.

(10)

secara berjenjang dan berkesinambungan oleh Menteri Dalam Negeri dan Kepala Daerah sesuai dan kewenangan masing-masing.

Program PTSP sudah dilaksanakan di beberapa kantor/dinas, seperti : Kantor Perijinan dan Penanaman Modal (BPPT) yaitu menggabungkan pelayanan dalam bidang perijinan dan penanaman modal dalam satu tempat. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat pelayanan. Tujuan lainnya adalah menarik modal dari para investor.

3) Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pengaduan Masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara efektif dan efisien mampu mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan. Seperti adanya kotak-kotak saran/pengaduan di instansi atau kantor pelayanan, pengaduan langsung kepada komisi ataupun lembaga pengaduan seperi : KPK (lembaga pegaduan terhadap tindakan korupsi ), Ombudsman (lembaga pengaduan terhadap instansi yang memberikan pelayanan buruk.

4) Pelayanan yang bersifat jemput bola (mobile)

Paradigma pemerintah saat ini memberikan pelayanan publik, termasuk pelayanan administrasi, yang baik dan prima. Tidak harus menunggu bola, tapi jemput bola. Pelayanan publik pemerintah harus mendekat kepada rakyat, bukan malah menjauh dari rakyat. Jika melihat kondisi geografis Indonesia yang didominasi gunung-gunung, bertempat tingal di pedesaan yang jauh dari pusat kota dan kantor pemerintahan, Keterbatasan sarana dan prasana membuat masyarakat pedesaan kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah terhadap akses pelayanan publik. Untuk dapat memberikan pelayanan kepada semua masyarakat khususnya masyrakat pedesaan pemerintah lebih gencar melakukan pendekatan kepada masyarakat melalui program-program pelayanan yang bersifat mobile yaitu penyelenggara pelayanan yang datang kepada masyarakat. Demi terciptanya good governance.

(11)

 Pelayanan listrik pintar dari PLN

 Pengurusan IMB di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Tulung Agung.

2.4 Tindakan yang perlu dilakuakan dalam mencapai Reformasi Pelayanan Publik. Agar reformasi birokrasi dapat berjalan baik, perlu dilakukan langkah-langkah manajemen perubahan. Manajemen perubahan adalah proses mendiagnosis,

menginisialisasi, mengimplementasi, dan mengintegrasi perubahan individu, kelompok, atau organisasi dalam rangka menyesuaikan diri dan mengantisipasi perubahan

lingkungannya agar tetap tumbuh, berkembang, dan menghasilkan keuntungan.Ada tujuh langkah manajemen perubahan yang dikutip dari Harvard Business Essentials tahun 2005.

Langkah pertama, memobilisasi energi dan komitmen para anggota organisasi melalui penentuan cita-cita, tantangan, dan solusinya oleh semua anggota organisasi. Pada tahap ini, setiap lini dalam instansi pemerintah harus tahu apa yang dicita-citakan instansi, apa yang mereka hadapi, dan cara menghadapi atau menyelesaikan masalah itu secara bersama-sama. Agar mereka tergerak untuk menjalankan solusi bersama, mereka perlu dilibatkan dalam diskusi dan pengambilan keputusan.

Langkah kedua, mengembangkan visi bersama, bagaimana mengatur dan mengorganisasi diri maupun organisasi agar dapat mencapai apa yang dicita-citakan.

Langkah ketiga, menentukan kepemimpinan. Di dalam instansi pemerintahan, kepemimpinan biasanya dipegang para pejabat eselon. Padahal, kepemimpinan harus ada pada semua level agar dapat mengontrol perubahan. Pemimpin tertinggi harus memastikan orang-orang yang kompeten dan jujurlah yang berperan sebagai pemimpin pada level-level di bawahnya.

Langkah keempat, fokus pada hasil kerja. Langkah itu dilakukan dengan membuat mekanisme asessment yang dapat mengukur hasil kerja tiap pegawai atau tiap tim yang diberi tugas tertentu.

(12)

Langkah keenam, membuat peraturan formal, sistem, maupun struktur untuk mengukuhkan perubahan, termasuk cara untuk mengukur perubahan yang terjadi.

Langkah ketujuh, mengawasi dan menyesuaikan strategi untuk merespons permasalahan yang timbul selama proses perubahan berlangsung.

Selain melakukan restrukturisasi manajemen, dalam meningkatkan reformasi birokrasi diperlukan upaya-upaya stategis yang disebut juga dengan Strategi reformasi birokrasi diantaranya:

a. Pada level kebijakan, harus diciptakan berbagai kebijakan yang mendorong Birokrasi yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak sipil warga (kepastian hukum, batas waktu, prosedur, partisipasi, pengaduan, gugatan).

b. Pada level organisational, dilakukan melalui perbaikan proses rekrutmen berbasis kompetensi, pendidikan dan latihan yang sensitif terhadap kepentingan masyarakat, penciptaan Standar Kinerja Individu, Standar Kinerja Tim dan Standar Kinerja Instansi Pemerintah.

c. Pada level operasional, dilakukan perbaikan melalui peningkatan service quality meliputi dimensi tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty. d. Instansi Pemerintah secara periodik melakukan pengukuran kepuasan pelanggan dan

melakukan perbaikan.

2.4.1 Solusi Masalah pelayanan publik

Tuntutan masyarakat saat ini terhadap pelayanan publik yang berkualitas akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan yang telah disebutkan di atas sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai berikut 1) Membuat kontrak pelayanan (Citizens’ charter)

(13)

pelayanan diperlukan karena beberapa hal : 1) untuk memberikan kepastian pelayanan yang meliputi waktu, biaya, prosedur dan cara pelayanan. 2)

memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pengguna layanan, penyedia layanan, dan stakeholder lainnya dalam keseluruhan proses penyelenggara pelayanan, 3) mempermudah pengguna layanan, warga, dan stakeholder lainnya dalam mengontrol praktik penyelenggara pelayanan, 4) untuk mempermudah manajemen pelayanan memperbaiki kinerja penyelenggara pelayanan 5) membantu manajemen pelayanan mengidenrifikasi kebutuhan, harapan, dan aspirasi pengguna layanan.

2) Pengembangan Survei Kepuasan Pelanggan

untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh

penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survei kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan publik.

3) Penerapan E-goverment dalam manajemen pelayanan pubik

Dalam hal ini lembaga-lembaga pemerintah makin didorong untuk

mengembangkan model-model transaksi dan berkomunikasi yang sepenuhnya memanfaatkan jaringan internet untuk mengurangi biaya dan mentransformasikan penyelenggara pelayanan kepada masyarakat dengan mengurangi tatap muka yang sebenarnya merupakan sumber korupsi.

Berikut ini keuntungan yang diperoleh dari implementasi e-government di kab/kota antara lain :

 Peningkatan kualitas pelayanan: layanan publik 24 jam, dapat dikases dimana saja (berkat adanya teknologi internet)

 Dengan menggunakan teknologi on-line, banyak proses yang dapat dilakukan dalam format digital, hal ini akan banyak mengurangi

penggunaan kertas (paperwork), sehingga proses akan menjadi lebih efisien dan hemat

(14)

 Semua proses transparan karena semua berjalan secara online

 Mengurangi tindakan KKN (karena terbatasnya pelayanan yang besifat tatap muka)

4) Penerapan Sistem Manajemen Mutu Pelayanan (Total Quality Management/ TQM) TQM merupakan paradigma baru dalam manajemen yang berusaha

memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan secara

berkesinambungan atas mutu barang, jasa, manusia dan lingkungan organisasi. TQM dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : berfokus pada pelanggan, obsesi terhadap mutu, pendekatan ilmiah, komitmen jangka panjang, kerjasama tim, perbaikan sistem berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan (Tjiptono, 1997 ). Sementara Gaspersz (1997) menyatakan bahwa mutu

pelayananharus memperhatikan : ketepatan waktu pelayanan, akurasi pelayanan, kesopanan dan keramahan, tanggung jawab, kelengkapan, kemudahan mendapat pelayanan.

5) Kemitraan Pemerintah dan Swasta.

Perkembangan paradigma pemerintahan dewasa ini telah mengubah tata kelola pemerintahan menjadi lebih terbuka, sehingga ada pembagian peran dan kerjasama antara unsur-unsur pemerintah, swasta, dan masyarakat. Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik yang semakin meningkat mendorong

(15)

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Untuk Mengubah dan memperbaiki tatanan birokrasi pelayanan yang terkesan lamban, berbelit-belit dan diskriminatif, menuju ke arah pemerintahan yang baik (good governance) diperlukan keseriusan dan upaya konkrit dari pemerintah untuk melakukan reformasi dalam bidang pelayanan publik. Reformasi Pelayanan Publik adalah

perubahan sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan agar kinerja sektor publik semakin baik. Reformasi sektor publik bukan saja mencakup unsur organisasi dan manejemen, tetapi juga sumber daya manusia.

Dalam melaksanakan reformasi pelayanan publik kendala yang sering dihadapi adalah kurangnya SDM penyelenggara pelayanan, pemberian pelayanan masih bersifat lama, dan mahal, pemberian pelayanan masih bersifat diskriminatif, tidak adanya kepastian dari penyelenggara pelayanan terkait teknis pelayanan, pola pikir para aparatur masih menginginkan dilayani bukan untuk dilayani, dan masih banyak dijumpai tindakan/praktek KKN dalam proses penyelengaraan pelayanan publik. 3.2 Saran

Diharapkan kepada pemerintah dalam memberikan pelayanan publik dapat mencerminkan lima dimensi kualitas pelayanan menurut Thjiptono yaitu Tangibel (bukti fisik), Reliability (kemampuan), Responsiviness (ketanggapan), Assurance (Jaminan), Empathy (empati).

(16)

Diharapkan juga kepada masyarakat agar lebih berpartisipatif dalam

pelaksanaan reformasi birokrasi, prinsip-prinsip good governance, pelayanan publik, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang baik, bersih, dan berwibawa, serta pencegahan dan percepatan pemberantasan korupsi.

DAFTAR PUSTAKA

Sinambela, Lijan Poltak. 2010. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: Bumi Aksara Hardiansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Publik. Yogyakarka: Gava Media

Azizy A. Qodri. 2007. Change Management dalam Reformasi Birokrasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Purwanto, Erwan Agus dkk. 2005. Birokrasi Publik dalam Sistem Politik Semi Parlementer. Yogyakarta: Gava Media

Larasati, Endang. (2013). Jurnal Reformasi Pelayanan Publik (Public Service Reform) dan Partisipasi masyarakat.

Dalamhttp://eprints.undip.ac.id/41101/1/ARTIKEL_REFORMASI_PELAYANAN_ PUBLIK__PUBLIC_SERVICES_REFORM__DAN_PARTISIPASI_PUBLIK.pdf diunduh pada tanggal 26 Desember 2014 pukul 20:30

(17)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal terdapat perbedaan data antara DIPA Petikan dengan database RKA-K/L-DIPA Kementerian Keuangan maka yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database

9 Pada awal dibukanya pesantren ini, hanya memiliki kurang lebih 35 santri seperti yang dijelaskan oleh Bapak Didik Nurhadi (39 tahun) selaku staf YPM dan angkatan pertama

Dengan munculnya terapi IVIG beberapa penelitian menunjukkan peningkatan yang cepat jumlah trombosit dengan efek samping yang minimal pada pengobatan dengan tranfusi

Pengelompokan bentuk alis dalam karakter topeng malangan dapat dibedakan dari tebal tipis alis tersebut yang merepresentasikan perwatakan topeng, semakin tipis

Psikologi fenomenologis atau yang biasa disebut psikologi )murni* merupakan  bagian dari filsafat yang menggunakan metode fenomenologis untuk menjelaskan

Narkotika : Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sentetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,

Hasil identifikasi dengan kromatografi lapis tipis, penentuan titik 1eleh, spektrofotometri ultraviolet, spektrofotometri infra merah dan uji aktivitas peredaman radikal

RTH Kecamatan Kramat Jati Berdasarkan Rencana Detai Tata Ruang (RDTR) Berdasarkan hasil identifikasi RTH dengan menggunakan NDVI, diperoleh proporsi RTH di Kecamatan Kramat