Sistem Pencapaian Kualitas Guru yang
Terstruktur: Pembelajaran dari Inggris
Maret 2016
Disusun oleh:
TIM RISET PENDIDIKAN FORUM GENERASI SINERGI
(Tracey Yani Harjatanaya, Dorothy Dina Ferary, Sauqina, Resa Syafitri, Puput Arfiandhani,
Irfan L. Sarhindi, Agie Nugroho Soegiono, Lely Tri Wijayanti, Agus Sofian Eka Hidayat, Estherina Djaja,
Marcella Wijayanti, Melita Tarisa)
ACT Association of Christian Teachers
APCT Association of Painting and Crafts Teachers ASE Association for Science Education
ATL Association Teachers and Lecturers ATM Association of Teachers of Mathematics CPD Continuous Professional Development
GGD Guru Garis Depan
INSET In-service Training ITT Initial Teacher Training JTA Jewish Teachers Association
KKG Kelompok Kerja Guru
LPTK Lembaga Pendidikan Tenaga kependidikan
MGMP Musyawarah Guru Mata Pelajaran
MTA Muslim Teachers Association
NAS National Association of Schoolmasters NAHT National Association of Head Teacher
NATRE National Association of Teachers of Religious Education NCTL National College for Teaching and Leadership
NDTA National Dance Teachers Association NUT National Union of Teachers (NUT)
NTQ Newly Qualiied Teacher
OECD Organisation for Economic Co-operation and Development
Ofsted Oice for Standars in Education, Children’s Services and Skill PGCE Postgraduate Certiicate in Education
PRP Performance Related Pay
QTS Qualiied Teacher Status
SEND Special Education Needs
SCITT School-centred Initial Teacher Training
SM3T Sarjana Mendidik di daerah Terpencil, Terluar, dan Tertinggal.
TLR Teaching and Learning Responsibility
Glosarium 2
Daftar Isi 3
Pengantar 4
Sebuah Releksi: Pendidikan di Inggris 5
Kebijakan Terbaru Pendidikan di Inggris 6
Persepsi tentang Profesi Guru 7
Pendidikan dan Perekrutan Guru 7
Pengembangan Karier Guru 8
Pelatihan Guru 9
Evaluasi Guru 11
Sistem Pendukung Guru 12
Kesimpulan 14
Rekomendasi 14
Referensi 16
Lampiran 20
Pengantar
Forum Generasi Sinergi (FGS) hadir untuk dapat menjadi wadah bersinergi,
mahasiswa-mahasiswi terbaik bangsa dalam memberikan kontribusinya
bagi Negara Republik Indonesia, Melalui FGS, mahasiswa-mahasiswi baik
dari program Doktoral maupun Magister diseluruh dunia yang dibiayai oleh
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) berkumpul, bersinergi, dan
memberikan kontribusi pemikirannya bagi kemajuan Indonesia.
FGS saat ini memiliki lebih dari 1.300 anggota yang terus bertambah setiap
tahunnya, Adapun anggota FGS memiliki spesialiasi pendidikan yang
be-ragam, mulai dari Ekonomi, Politik, Hukum, Pendidikan, Kebijakan Publik,
Tata Kota, hingga Teknik Nuklir.
FGS bekerjasama dengan pihak dari Kementerian-kementerian, Pemerintah
Daerah maupun BUMN/BUMD terkait yang membutuhkan riset-riset
spesi-ik terkait kebijakan publspesi-ik yang akan diambilnya.
Berdasarkan permintaan dari pihak Kementerian Pendidikan melalui
Atdik-bud Washington DC, untuk melakukan riset terkait sistem pendidikan di
negara-negara lain untuk dijadikan sebagai studi komparatif, maka FGS
melalui Tim Riset Pendidikan FGS mencoba untuk menyampaikan hasil dari
riset tersebut dengan negara pembanding Inggris Raya.
Hasil riset ini mungkin masih jauh dari sempurna, namun kiranya buah pikir
mahasiswa-mahasiswi ini dapat memberikan sumbangsih kepada
kema-juan Indonesia.
Salam Generasi Sinergi,
Anthony Winza Probowo
Sebuah Refleksi:
Pendidikan di Inggris
Pada kesempatan ini, tim riset pendidikan dari Forum
Generasi Sinergi memilih untuk melakukan analisa terhadap sistem pendidikan dan penjaminan kualitas
guru di Inggris. Inggris dalam report ini difokuskan kepada negara bagian Inggris dan tidak membahas
negara bagian lain dari Inggris Raya yakni Skotlandia,
Wales dan Irlandia Utara. Hal ini dikarenakan adan-ya variasi dalam sistem pendidikan dari satu negara
bagian dengan negara bagian yang lain sehingga akan membuat pembahasan terlalu luas dan kompleks.
Report ini dibuat berdasarkan literature review saja, se-hingga hasil dan kesimpulan yang didapat masih
san-gat terbatas. Namun, dengan keterbatasan yang ada, diharapkan laporan ini dapat memberikan tambahan
informasi mengenai topik berhubungan dengan guru di
negara bagian Inggris.
Sebagai salah satu negara destinasi pendidikan yang populer di dunia, Inggris dikenal memiliki sistem
pendidikan yang terbangun kuat. Guru sejatinya
merupakan ujung tombak dari praktek pendidikan, dan Inggris mempunyai mekanisme yang sudah
terbangun dengan sistematis; mulai dari pendidikan keguruan yang terintegrasi baik dengan
kesempa-tan untuk praktek kerja, ketatnya rekrutmen guru
di-mana guru yang memiliki sertiikat keguruan baik dari
universitas ataupun dari institusi lainnya lebih
diutamakan (terlihat dari angka guru tetap yang
berkualiikasi mencapai 97.5% di tahun 2014, Department of Education, 2015d), pelatihan sebe -lum dan sesudah menjadi guru, support system yang berjalan sangat baik dalam menopang dan melindungi
hak dan kewajiban guru, sampai kepada persepsi pub-lik yang melihat status guru sebagai profesi yang mulia.
Implikasi dari keberhasilan membangun sistem yang
kuat ini dapat dilihat pada komitmen guru yang relatif kuat terhadap profesinya, serta keseimbangan antara
supply dan demand guru yang relatif stabil dan merata.
Walaupun secara umum gambaran tentang
profesi guru di Inggris terlihat positif, dalam beberapa tahun terakhir dilaporkan bahwa beberapa sekolah di
Inggris harus mulai merekrut guru dari luar negeri
karena banyaknya guru berkualiikasi memutuskan untuk bekerja di luar Inggris (The Guardian, 2016b).
Gaji yang lebih tinggi dengan pajak lebih rendah, iklim
yang lebih hangat serta meningkatnya jumlah sekolah
internasional di berbagai belahan dunia membuat kurang lebih 100.000 guru tetap di Inggris Raya
memutuskan untuk bekerja di sektor internasional. Selain faktor dari luar Inggris, dari penjelasan mendetail
di bawah ini, faktor internal yang menuntut guru bekerja
lebih keras juga berdampak kepada kinerja para guru di Inggris. Dengan diberlakukannya kebijakan Prevent
Duty dan Assessment Without Levels, misalnya, sekolah dan guru diharapkan untuk dapat mengembangkan
standar kompetensi peserta didik sendiri dan menjamin
para peserta didik bebas dari ancaman radikalisme. Standar evaluasi terhadap guru menjadi semakin ketat
(yang salah satunya berpedoman pada prestasi peserta didik), tetapi di sisi lain pedoman standar kompetensi
pe-serta didik nasional dari pemerintah akan dihapus yang
membuat para guru mengalami tantangan dalam men-jalankan tugasnya. Selain itu, sistem pengajaran yang
semakin mendetail juga membuat ruang kreatiitas dari
individual guru dalam mengajar menjadi terbatas.
Pa-perwork yang melimpah, pergantian ebijakan sistem
ujian dan penilaian juga bagian dari tantangan yang dihadapi oleh guru di Inggris dewasa ini (The Guardian,
2016a).
Terlepas dari segala permasalahan yang dihadapi oleh
dunia pendidikan di Inggris saat ini, kami meyakini ada berbagai aspek sistem pendidikan Inggris yang
terutama berkaitan dengan penjaminan kualitas guru yang dapat memberikan pelajaran menarik bagi
Indonesia. Penerapan kebijakan school-based
management di Inggris dan sistem pendidikan yang
bersifat desentralis yang juga sudah berjalan cukup
Kebijakan Terbaru
Pendidikan Inggris
Perubahan kebijakan pendidikan guru melalui program
School Direct dimulai tahun 2012. School Direct memper -bolehkan sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan guru secara mandiri yang disesuaikan dengan kebutu-han sekolah. Lembaga standar pendidikan Inggris, Of-sted (Oice for Standars in Education, Children’s Services
and Skill) menguji kualitas pendidikan sebelum sekolah melaksanakan program setahun ini. Biaya pelaksanaan
program pendidikan ini didukung oleh National College
for Teaching and Leadership (NCTL). Program ini terbukti dapat menghemat biaya perekrutan guru sekolah
(Insti-tute for Fiscal Studies, 2014).
Sekolah yang dinilai Ofsted memiliki program pendidikan
guru yang berkualitas kemudian bergabung dalam jarin-gan sekolah SCITT (school-centred initial teacher training) yang akan mengembangkan peningkatan mutu pendidi-kan guru. School Direct yang diselenggarakan oleh SCITT
juga dapat menyelenggarakan pendidikan Sertiikat Pas
-casarjana Pendidikan (Postgraduate Certiicate in Educa -tion – PGCE).
Dari segi kebijakan kurikulum, Inggris sudah beberapa kali mengadakan perubahan kurikulum namun hanya
melakukan satu kali pilot project di tahun 1997 (Machin & Vignoles, 2006; Roberts, 2014). Setiap perubahan kebija -kan langsung diimplementasi-kan setelah melaku-kan riset kependidikan yang hasilnya dikumpulkan dalam ‘bank
Beberapa perubahan kebijakan yang signifikan
pada pemerintahan David Cameron
(2010-seka-rang) adalah pendidikan guru melalui program
School Direct, penggunaan Assessment without
Levels, dan peran serta guru dalam mencegah
radikalisasi melalui program Prevent Duty.
pedagogi’ (House of Commons, 2009). Oleh karena itu,
pemerintah mendorong terbentuknya Kelompok Pen-didikan Guru dan Jaringan Riset PenPen-didikan Guru
(Mur-ray, et al., 2009).
Adapun sosialisasi perubahan dilakukan dengan cara penerbitan buku panduan kebijakan dan kurikulum
na-sional, informasi melalui website www.qca.org.uk untuk mempermudah akses informasi (House of Common,
2009), serta pemberitahuan langsung kepada sekolah.
Untuk menjalankan, mensukseskan, dan mengawasi jalannya Kurikulum Nasional, pemerintah juga
mem-bentuk berbagai dewan seperti Otoritas Kurikulum
Se-kolah dan Penilaian, Otoritas Kualiikasi dan Kurikulum,
dan Ofsted.
Pada tahun 2016 Inggris akan mengimplementasikan
penilaian Assessment Without Levels, di mana murid tidak lagi mengikuti sistem assessment nasional. Setiap sekolah diberikan kewenangan untuk membuat sistem penilaiannya sendiri (Department for Education, 2015a).
Hal ini semakin menguatkan sistem manajemen
berba-sis sekolah di Inggris meskipun assessment terhadap evaluasi kinerja guru masih bersifat sentral dan semakin
diperketat.
Beban kerja guru pada tahun 2015 juga ditambah den -gan adanya “Prevent Duty”, di mana guru memiliki tu-gas untuk mencegah radikalisasi. Berdasarkan pasal 26
Counter-Terrorism and Security Act tahun 2015, sekolah
memiliki tanggung jawab untuk melindungi peserta didik dari resiko radikalisasi (Department for Education,
2015b). Untuk dapat menjalankan tugas ini, sekolah mendapatkan pelatihan tentang cara mengindentiika -si radikalisme dini dan tindakan-tindakan
Motivasi adalah salah satu indikator penting dalam
menjamin kualitas dan komitmen kerja dari seorang
guru. Dari hasil analisis literatur yang dilakukan, ada berbagai jenis alasan orang menjadi guru di Inggris,
yang dapat diklasiikasikan menjadi dua, yaitu:
1) Motivasi intrinsik, seperti keinginan
membantu siswa supaya berhasil,
menyukai mata pelajaran dan
kegiatan-kegiatan pengajaran (Kyriacou,
Hultgren & Stephens, 1999), pencapaian kepuasan batin atas dampak yang bisa
diberikan kepada masyarakat (Moran et al.,
2001; Hammond, 2002; Thornton et al., 2002).
2) Motivasi ekstrinsik, lebih bersifat pragmatik, seperti kesempatan menjadi pegawai tetap
dan memiliki pendapatan (Denis, 2004).
Walaupun motivasi menjadi guru di Inggris pada
umumnya cukup baik, beberapa penelitian menunjukkan pada saat bersamaan ada indikasi
penurunan minat menjadi guru. Smithers & Robinson
(2001) juga Chambers & Roper (2000) menemukan bahwa 12% dari peserta PGCE atau program BEd
(Bachelor of Education) tidak menyelesaikan
pendidikan mereka. Selain itu, 30% dari mereka yang lulus, memutuskan untuk tidak menjadi guru, dan 18%
dari mereka yang menjadi guru, memutuskan berhenti
mengajar dalam rentang 3 waktu tahun (Denis, 2004).
Dari segi persepsi terhadap guru, masyarakat Inggris
secara umum melihat profesi guru sebagai profesi yang mulia, sejajar dengan pekerja sosial (Hargreaves
et al., 2006; Everton et al., 2007). Profesi guru pernah
menjadi profesi impian kelima setelah atlet profesional, pengacara, dokter hewan, dan tentara (IPSOS-MORI,
2001). Namun penurunan tingkat respect dari publik dan peserta didik terhadap guru (Everton et al., 2007)
menjadi tantangan tersendiri. Penurunan persepsi ini
dapat turut berkontribusi terhadap penurunan minat mahasiswa keguruan di universitas. Pemerintah Inggris
sendiri terlihat terus berupaya untuk meningkatkan jumlah guru dengan menawarkan insentif dan jalur
pendidikan guru yang beragam.
Motivasi dan Persepsi tentang Profesi Guru
Pendidikan dan Perekrutan Guru
Pendidikan Guru SD, SMP dan SMA
Universitas / Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)
Sekolah Organisasi Swasta/ Sosial
Untuk mendapat status guru berqualiikasi (Qualiied Teacher Status – QTS), ada 3 jalur pendidikan yaitu
melalui Universitas (Higher Education Institution-led),
Swasta/NGO (Teach First dan Troops for Teachers),
atau Sekolah (School Direct). Adapun program School
Direct baru dimulai sejak tahun 2012. Pendidikan guru
yang diselenggarakan oleh universitas menekankan pengetahuan mata pelajaran dan akses riset,
sedangkan pendidikan guru yang diselenggarakan oleh
sekolah memberikan kesempatan praktek
langsung dalam bekerjasama dengan para pemangku
kepentingan (stakeholder) sekolah (House of Commons
library, 2015). Pemerintah Inggris berperan aktif dalam
mendukung pendidikan calon guru melalui bantuan
dana beasiswa pendidikan yang besarnya bergantung kepada mata pelajaran yang akan diajar (Department
for Education, 2016). Teach First dan Troops to
Teachers juga merupakan komponen unik pendidikan
guru non-universitas. Teach First menempatkan calon
guru di sekolah dengan kategori challenging semen-tara Troop for Teachers memberikan kesempatan bagi
bekas tentara untuk menjadi guru.
Kewenangan proses perekrutan guru di Inggris
diberikan kepada sekolah dengan standar dan jalur yang ditetapkan departemen pendidikan setempat.
Sekolah negeri maupun swasta berhak merekrut dan menggaji guru sesuai kebutuhan sekolah. Untuk
mendapatkan guru, cara yang paling umum dilakukan
oleh sekolah adalah menggunakan agen perekrutan guru, meskipun perekrutan melalui School Direct kini
juga menjadi alternatif populer yang dapat mengurangi biaya perekrutan guru.
Usaha pemerintah Inggris untuk menyeimbangkan
kebutuhan guru dan jumlah guru dapat dilihat dari
peningkatan jumlah guru per tahunnya, meskipun adanya penurunan minat mahasiswa keguruan di
universitas. Pada tahun 2014, ada 8,3 juta peserta yang
terdaftar pada sekolah di Inggris, baik itu di sekolah yang dibiayai pemerintah maupun sekolah
independen. Jumlah ini mengalami peningkatan
sebanyak 1% dari tahun sebelumnya. (Department for Education, 2015(c)). Sementara itu jumlah guru di tahun yang sama terhitung sebanyak 455.900 guru
full-time, jumlah ini mengalami kenaikan sebanyak
5,200 orang (1,2%) dari tahun 2013. Di tahun 2014 juga tercatat ada 255.100 orang guru pendamping dan 232.000 staf pendukung (Department for Education, 2015(d)).
Menyadari bahwa dengan kelas yang kecil guru dapat lebih mudah memberikan perhatian individu
(Blatchford et al., 2002) sehingga dapat meningkatkan kualitas mengajar (Public Agenda, 2008),
pemerintah mengeluarkan regulasi di mana peserta
didik di dalam kelas maksimal berjumlah 30 orang. Kesuksesan pemerintah dalam mencapai target ini
dapat dilihat dari rata-rata nasional rasio guru dan
murid di sekolah yang dibiayai oleh pemerintah pada
tahun 2015, yaitu 1:27,4. Rasio ini tidak banyak berubah dari tahun sebelumnya di 2013 yang memiliki rasio 1:27,3. (Department for Education, 2015(c)).
Laporan kesuksesan dan kegagalan pemerintah
daerah dalam mencapai target regulasi ini dapat diakses secara publik, sebagai praktek akuntabilitas
publik. London Borough of Harrow adalah satu-satunya pemerintah daerah yang pernah gagal mengikuti
regulasi ini di tahun 2014 dengan jumlah rasio 1:30.4 (ibid).
Pengembangan
Karir Guru
Setelah melalui Initial Teacher Training (ITT), rekrutmen dan periode induction, guru baru
(Newly Qualiied Teacher -NQT) yang telah
lulus dalam proses seleksi dapat memulai
karir sebagai pendidik. Pada umumnya, NQT akan
membuat Rencana Karir Lima Tahunan (Five Years Plan) yang disarankan untuk terus diperbaharui setiap
lima tahunnya. Figur di bawah merupakan salah satu contoh alur pengembangan karir guru di Inggris.
Sumber: UK Parliament Publication on Education Sector (http://www.publications.parliament.uk/pa/cm201012/cmselect/cmeduc/1515/151502.gif)
Figur 2: Jalur Pengembangan Karir Guru
Pemimpin / Pengambil Kebijakan Pendidikan di Tingkat Daerah/Nasional
Kepala Sekolah
Guru Ahli
Guru Senior
Guru Kelas
Wakil Kepala Sekolah
Kepala Guru Mata
Guru Kelas
Spesialis Senior
Spesialis
Guru Kelas
Jalur 1:
Pengajar
Jalur 1:
Pengajar
Jalur 1:
Pengajar
Sistem pengelolaan guru yang tidak mengikat ini memiliki
beberapa keuntungan bagi pendidikan Inggris. Diantaran-ya, ‘seleksi alam’ antara guru yang benar-benar termotivasi
untuk mengajar atau tidak dan keleluasaan bagi sekolah
untuk mengembangkan sistem promosi sesuai dengan kebutuhan sekolah.
Pelatihan Guru
2 karakteristik dari sistem pelatihan guru di
Inggris adalah kewenangan sekolah dalam
menentukan program pelatihan dan tingginya
permintaan Continuous Professional Development
(CPD) - Pengembangan Profesional Berlanjut
Organisation for Economic Co-operation and Development
(OECD) mencatat bahwa dari seluruh negara anggota
OECD, sekolah di Inggris memiliki otoritas pengambilan
keputusan tertinggi no.2 (OECD, 2011). Pelatihan yang
dilakukan sekolah juga dapat disesuaikan dengan kebutuhan guru dan sekolah dan tidak hanya terfokus
pada pelatihan mata pelajaran (Atdikbud London, 2014).
Selain itu, reformasi nasional di bidang pendidikan juga
mendorong meningkatnya kebutuhan CPD (Bolam dan
McMahon, 2004), di mana mayoritas guru setuju bahwa
pelatihan CPD memberikan manfaat positif bagi mereka
(DfES, 2003). Adapun pelatihan guru dapat dilakukan oleh berbagai institusi, seperti:
Sekolah
Konsep peer teaching dipraktikkan di Inggris. Terdapat 200
sekolah dengan predikat ‘oustanding’ yang turut berperan
dalam membina guru di sekolah lain sebagai “teaching school”. Model pelatihan ini menekankan pada kolaborasi
aliansi sekolah-sekolah (Atdikbud London 2014).
Pemerintah Daerah
Setiap pemerintah daerah di Inggris memberikan pelatihan CPD secara gratis atau dengan biaya yang terjangkau.
Pelatihan dapat dilaksanakan di kantor pemerintah setempat dan juga langsung di sekolah masing-masing
(in-service training). Konsep pengadaan pelatihan in-service
training (INSET) sudah berkembang pesat di Inggris sejak
Ikatan Guru
Ikatan-ikatan guru di Inggris juga banyak memberikan pelatihan CPD. Pendaftaran pelatihan ini bersifat individu
(bukan per sekolah). Pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh ikatan-ikatan guru biasanya gratis, meskipun ada
juga yang berbayar namun dengan biaya yang terjangkau.
Selain itu, dalam website ikatan guru, setiap ikatan guru biasanya memiliki bahan referensi (resource material) yang
dapat digunakan kapan saja oleh setiap anggota.
Penyedia Pelatihan Swasta
Pelatihan-pelatihan professional juga diberikan oleh institusi swasta. Untuk mengetahui pelatihan yang ada di
Inggris, guru dapat menggunakan informasi dari Teacher Development Trust Advisor yang merupakan organisasi
in-dependen yang memberikan pelayanan informasi tentang
penyedia-penyedia jasa pelatihan dan pelatihan-pelatihan.
Di tahun 2016 tercatat ada 507 penyedia jasa dengan 3.054 jenis pelatihan yang ditawarkan di Inggris (TDT Advi
-sor, 2016).
Walaupun di Inggris terdapat berbagai jalur pelatihan seperti yang dijelaskan di atas, pengembangan
profesion-alisme guru di Inggris juga mengalami tantangan, yakni
dalam hal keterbatasan dana pelatihan (Bubb et al., 2008, Storey, 2009). Perbedaan kesempatan untuk mengikuti
pelatihan mengakibatkan adanya kesenjangan kualitas guru di Inggris. Guru yang bekerja di sekolah yang memiliki
dana pelatihan yang cukup akan mendapatkan man-faat dari pelatihan rutin, sementara guru yang bekerja di
sekolah yang memiliki dana pelatihan terbatas, tidak bisa
mendapat manfaat dari pelatihan rutin.
Salah satu upaya untuk menjawab tantangan ini adalah
adanya intervensi oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sekolah yang turut berpartisipasi aktif dalam
mencari solusi pendanaan, ataupun memberikan pelatihan
CPD tanpa bayar atau dengan biaya yang terjangkau.
Sebagai contoh intervensi pemerintah pusat adalah adanya National Scholarship Fund for Teacher and School
of Special Education Needs (SEND) Support staf pada tahun 2014, di mana guru dan staf SEND dapat
mengajukan beasiswa untuk mengikuti pelatihan-pelatihan
khusus yang dapat meningkatkan profesionalisme mereka
(National College for Teaching and Leadership, 2014).
Adapun program pelatihan yang akan diambil ditentukan
oleh guru sendiri, sesuai dengan kebutuhan mereka.
Sementara dukungan nyata dari pemerintah lokal dapat dilihat dari pelatihan yang tersedia di daerah. Sebagai
contoh, Pemerintah lokal Edinburgh menawarkan lebih
dari 200 pelatihan kepada guru-guru lokal (Edinbugh City Council, 2016).
Ofsted (2011) juga mencatat adanya kecenderungan
pendistribusian biaya antara kelompok-kelompok sekolah
untuk mengundang konsultan professional dalam mem-berikan pelatihan kepada kelompok sekolah tersebut. Hal
ini guna meringankan beban biaya untuk mendatangkan pelatih professional.
Kerjasama aktif dari pemerintah pusat, daerah, dan sekolah untuk memberikan pelatihan professional kepada
Evaluasi guru di Inggris terbagi menjadi dua, yaitu
induction bagi guru baru (Department for Education, 2015
(e)) dan School Teachers’ Appraisal bagi guru tetap
(Department for Education, 2012).
Para guru yang lolos seleksi yang diadakan oleh sekolah menyandang status NQT dan wajib melaksanakan proses induction yang biasanya berlangsung selama satu tahun. Proses ini sangat intensif dimana guru dituntut untuk lulus dengan predikat memuaskan. Jika gagal, sang guru tidak diperbolehkan mengajar di sekolah yang bersangkutan. Selama masa induction dan di akhir masa induction, kinerja para guru baru dinilai berdasarkan indikator yang terdapat pada Teachers’ Standars.
Pengaturan kebijakan evaluasi guru tetap diatur dalam buku Teacher Appraisal and Capability. Evaluasi ini berlaku untuk kepala sekolah dan para guru yang sudah dipekerjakan oleh sekolah maupun pemerintah daerah. Meskipun makna guru dalam hal ini juga berlaku untuk kepala sekolah, namun penguji guru kelas berbeda den-gan kepala sekolah. Guru kelas diuji oleh kepala sekolah, kepala departemen, atau guru lain yang ditunjuk oleh kepala sekolah sedangkan kepala sekolah diuji oleh Governing Body.
Perbedaan kedua evaluasi di atas dapat dilihat dari proses pra-evaluasi dan pasca-evaluasi. Proses pra-evaluasi
berbeda karena pada guru baru melalui proses perekrutan, sementara pra-evaluasi guru tetap membutuhkan
penetapan tugas dan target yang ingin dicapai. Sementara
untuk proses pasca-evaluasi, jika guru tidak memenuhi standar, mereka tidak akan langsung dipecat seperti guru
baru. Namun, mereka akan diarahkan pada Capability Procedure.
Evaluasi Guru
Figur 3: Evaluasi Guru Baru
Figur 4: Evaluasi Guru Tetap
Figure 5 Capability Procedure
QTS (Quality Teacher Status)
Menunjuk Penguji
Mendaftar & Seleksi di Sekolah
Menentukan Target
Induction dengan status NQT (Newly Qualified Teacher)
lain yang menerapkan sistem berbeda
Capability Meeting Monitoring & Review Formal Review Meeting Tidak Lulus
Gaji dan Tunjangan
Berikut adalah kisaran gaji guru yang belum memiliki
kuali-ikasi, guru dengan sertiikat QTS akan digaji berdasarkan
Khusus untuk kepala sekolah, kisaran gaji yang disebutkan di atas secara lebih detail diatur berdasarkan perhitungan
nilai total unit dari tiap sekolah. Nilai tersebut diperoleh
dengan menyesuaikan jumlah murid di sekolah. Setiap murid pada setiap tingkatan kelas memiliki nilai yang
berbeda-beda. Jika kepala sekolah mengepalai lebih dari satu sekolah, maka Government Body dari kepala sekolah
tersebut harus menghitung nilai unit dengan
mengga-bungkan nilai dari sekolah-sekolah yang menjadi tanggung jawab kepala sekolah yang bersangkutan.
Seperti yang telah terpapar di tabel-tabel di atas, semua
angka tersebut masih berupa kisaran. Namun, jumlah
pasti gaji guru diputuskan oleh Government Body berdasarkan Performance Related Pay (PRP) atau kinerja guru dalam proses belajar mengajar. Pertimbangan mengenai kenaikan gaji dilaksanakan satu tahun sejak gaji
sebelumnya ditetapkan. Hal ini dilakukan dengan
melakukan pengkajian perkembangan kinerja guru berdasarkan laporan penilaian guru (Teachers’ Appraisal).
PRP ini merupakan topik hangat yang sangat ramai diteliti
efektiitas maupun dampaknya bagi kinerja guru di Inggris
(Atkinson et al., 2004; Cutler & Waine, 2000; Mahony, Menter & Hextall, 2004; McNabb & Whitield, 2007; Storey, 2000; Wragg et al., 2003). Menurut hasil riset yang dilakukan oleh Atkinson et al. (2004), skema PRP terbukti
meningkatkan nilai tes dan nilai tambah kemampuan
siswa, meskipun terdapat variasi diantara mata pelajaran. Sementara ada juga riset yang mengatakan bahwa PRP
berdampak pada emosional guru yang digambarkan
sangat tertekan dengan tuntutan untuk memenuhi
tuntutan kinerjanya (Mahony, Menter & Hextall, 2004).
Meskipun rasio kesuksesan guru dalam memenuhi standar
mencapai 86%, namun 60% kepala sekolah tidak
menyukai skema PRP ini karena tidak selalu sependapat
dengan bagaimana skema tersebut dilaksanakan (Wragg
et al., 2003).
Sistem Pendukung Guru
Ada 2 sistem pendukung, yaitu pendukung yang
bersifat material seperti gaji dan tunjangan, serta
sistem pendukung yang bersifat profesional seperti
peer support.
school teachers’ pay scale. Guru pada kategori gaji atas
merupakan guru yang telah lulus penilaian sebagai guru pasca-threshold, yang bekerja secara terus-menerus
tan-pa mengambil cuti selama masa kerjanya. Sementara itu,
guru percontohan adalah guru berkualitas yang ditempat-kan oleh Government Body pada sekolah dengan tujuan
utama untuk mencontohkan dan memimpin peningkatan kemampuan mengajar.
Figur 6: Kisaran Gaji Tahunan Guru Tahun 2015 (£) (Department for Education, 2015g)
Inggris dan
(Guru Belum Berkualiikasi) 16,298-25,776 20,496-29,970 19,359-28,841 17,368-26,843
Quaiied Teachers (Guru Berkualiikasi) 22,244-32,831 27,819-37,862 25,880-36,540 23,313-33,909
Upper Pay Range Teacher
(Guru kategori atas) 35,218-37,871 42,756-46,365 38,739-41,660 36,287-38,941
Leading practitioner (Guru percontohan) 38,598-58,677 45,891-65,978 41,660-61,743 39,660-59,743
Leadership group (Kepala Sekolah, Wakil
Disamping gaji yang telah disebutkan di atas, para guru
juga mendapatkan berbagai macam tunjangan lain seperti:
1. Tunjangan tanggung jawab belajar mengajar
(Teaching and Learning Responsibility-TLR), sebesar
£7,546 - £12,770 per tahun untuk TLR1 dan £2,613 - £6,386 untuk TLR2
2. Tunjangan kebutuhan pendidikan Khusus atau
SEND sebesar £2.064 - £4,075 per tahun.
3. Tunjangan guru belum terkualiikasi, jumlahnya menyesuaikan dengan kebijakan srtruktur ketena-gakerjaan dan upah.
4. Tunjangan tindakan, yaitu untuk guru yang mengambil peran menjadi kepala sekolah namun
belum secara resmi menduduki posisi tersebut.
Tunjangan tersebut jumlahnya disesuaikan dengan layaknya kisaran gaji kepala sekolah.
5. Tunjangan kinerja guru yang diperbantukan
6. Tunjangan Tugas Residential
7. Tunjangan tambahan, diperuntukkan untuk semua guru kecuali kepala sekolah dengan persyaratan khusus.
8. Rekrutmen dan retensi insentif dan tunjangan
9. Tunjangan biaya Education Workforce Council
Di sisi lain, terdapat program bernama Salary sacriice arrangement yang berupa pemotongan gaji untuk
menyediakan berbagai keperluan seperti kupon
perawatan anak, skema peralatan keselamatan pengendara
sepeda, atau skema telepon seluler. Berbagai peraturan
diatas secara lebih detail diatur pada buku ‘Implementing your school’s approach to pay’ (Department for Education,
2015(f)).
Selain dukungan materi, terdapat sejumlah perkumpulan
guru di Inggris yang memberikan dukungan profesional. Umumnya perkumpulan guru memfokuskan diri sebagai
ruang komunikasi antar anggota, bertujuan untuk meningkatkan kualitas profesional anggota, dan juga turut
meningkatkan kesejahteraan anggota. Selain
menawarkan berbagai program pelatihan professional,
perkumpulan guru ini juga memberikan fasilitas kesejahteraan non-materi. Berdasarkan karakteristiknya
perhimpunan ini dapat dikompokkan menjadi tiga
kelompok yaitu Ikatan guru nasional, asosiasi guru mata pelajaran nasional, dan asosiasi guru nasional
berdasarkan agama yang dianut.
Ikatan Guru (Teacher’s Union)
Terdapat 6 ikatan guru yang terdaftar dalam data pemer -intah inggris yakni
1. National Union of Teachers (NUT)
2. Association Teachers and Lecturers (ATL) 3. National Association of Head Teacher (NAHT)
4. National Association of Schoolmasters (NAS)
5. Voice
6. Association of School and College Leader (ASCL)
Asosiasi Guru Mata Pelajaran
Asosiasi guru mata pelajaran dikhususkan untuk mata
pelajaran tertentu. Terdapat sejumlah asosiasi mengingat beragamnya mata pelajaran yang ada di Inggris. Berikut
ini adalah sebagian kecil contoh dari asosiasi guru mata
pelajaran tersebut:
1. The Association for Science Education (ASE)
2. Association of Teachers of Mathematics (ATM) 3. National Dance Teachers Association (NDTA)
4. Natonal Associaton of Teachers of Religious Education (NATRE)
5. Association of Painting and Crafts teachers (APCT)
Asosiasi Guru Berdasarkan Agama
Terdapat 3 asosiasi guru besar berdasarkan agama di
Inggris, yaitu:
1. Association of Christian Teachers (ACT)
Untuk menjadi anggota perkumpulan guru, guru dapat
membayar iuran yang sifatnya tetap atau sukarela, tergantung kebijakan masing-masing perkumpulan.
Nominal iuran dan sistematika pembayaran pun berbeda
pada masing-masing perhimpunan. Nominal iuran ini juga
mereleksikan perbedaan fasilitas yang ada pada
perhimpunan. Misalnya ATM memberikan diskon untuk event atau pelatihan yang diadakan oleh asosiasi dan
kiriman jurnal yang terbit 5 kali setahun (ATM, 2016).
Sedangkan JTA tidak memberikan fasilitas jurnal ataupun
diskon (JTA, 2016). Contoh lain, ATL bekerjasama dengan
berbagai perusahaan asuransi untuk memberikan produk
asuransi yang membantu kesejahteraan guru (contoh:
asuransi jiwa, rumah, dan mobil) dan menyediakan bantuan
dan saran bagi guru yang mengalami tekanan beban kerja
(ATL, 2016).
Kesimpulan
Pendidikan di Inggris dapat berjalan dengan baik karena
adanya peran serta aktif dari pemerintah nasional, daerah, sekolah, ikatan guru, dan para guru sendiri.
Kebijakan pemerintah David Cameron membuka
kesempatan yang lebih besar untuk menjadi guru dengan
menginisiasi program School Direct yang memberikan
wewenang kepada sekolah untuk mengadakan program kependidikan guru. Kebijakan lainnya berupa perluasan
wewenang dalam memberikan assessment terhadap murid dan juga peran serta guru dalam menangkal radikalisasi.
Pemerintah aktif dalam memberikan beasiswa, pelatihan
professional, dan juga memiliki acuan tentang standar kualitas, standar gaji, dan evaluasi yang jelas. Semetara itu
sekolah diberikan kewenangan yang bertanggungjawab dalam menjamin kualitas pendidikannya. Pemerintah
daerah dan perkumpulan guru juga turut berpartisipasi
dalam memberikan support system kepada guru.
Pembelajaran dari Inggris
Di negara Inggris sekolah memiliki panduan dan persyara-tan dalam merekrut guru. Persyarapersyara-tan ini berlaku bagi
guru sekolah negeri, swasta, bahkan guru paruh waktu. Di Indonesia, persyaratan perekrutan guru hanya berlaku
un-tuk guru PNS. Tidak ada panduan dan persyaratan unun-tuk
merekrut guru swasta, guru honorer, ataupun guru paruh waktu. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah memiliki
panduan dan persyaratan perekrutan guru untuk me-mastikan kualitas guru mulai dari masa perekrutan. Salah
satu syarat yang dapat diterapkan dalam perekrutan
guru baru untuk sekolah negeri, swasta, dan paruh waktu adalah setiap calon guru wajib untuk telah menyelesaikan
pendidikan guru. Dengan melalui pendidikan guru, dihara-pkan komitemen guru terhadap profesinya lebih kuat dan
persepsi publik terhadap status guru menjadi lebih baik.
Sejak adanya program sertiikasi guru, jumlah pendaf -tar di Lembaga Pendidikan Tenaga kependidikan (LPTK) meningkat tajam. Namun permasalahan tidak meratanya
jumlah guru di Indonesia masih tetap menjadi salah satu
tantangan terbesar. Oleh karena itu, salah satu langkah yang dapat diambil oleh pemerintah adalah dengan
memperbanyak beasiswa airmasi bagi pendaftar dari
daerah 3T, khususnya untuk bidang pendiidkan, di mana
nantinya ketika mereka telah menyelesaikan program
studi mereka, mereka dapat kembali membangun daerah mereka.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga dapat terus
mengembangkan program Sarjana Mendidik di daerah
Terpencil, Terluar, dan Tertinggal (SM3T) dan Guru Garis Depan (GGD) yang merupakan perpanjangan
komit-men dari program SM3T. Kedua program ini tidak hanya memberikan manfaat kepada daerah yang diajar melalui
pemenuhan kebutuhan guru, tetapi juga bermanfaat bagi
calon guru.
Melalui program SM3T dan GGD dapat terjadi transfer of knowledge, culture exchange, dan program ini juga dapat meningkatkan rasa nasionalisme. Selain itu calon guru
juga dapat belajar untuk menjawab tantangan gap antara
theory dan praktik lapangan. Keterbatasan fasilitas di
daerah membuat calon guru harus berikir kreatif dalam
memberikan pengajaran. Selain itu pengalaman ini juga dapat menjadi pembelajaran karakter karena guru
tereks-pos pada lingkungan asing serta sederhana bagi para calon
guru. Oleh karena itu, pemerintah perlu terus mempromo-sikan dan meningkatkan program SM3T dan GGD dengan
membuka kesempatan ini bagi seluruh prodi pendidikan. Diharapkan pengembangan program-program ini dapat
juga mengedukasi masyarakat dan meningkatkan image
guru; bahwasanya guru-guru inilah yang nantinya akan memajukan daerah-daerah 3T.
Ketika calon guru sudah menyelesaikan pendidikannya dan
mengemban tugas sebagai seorang guru, pemerintah
seyo-gyanya dapat terus memperhatikan kesejahteraan guru. Layaknya negara Inggris yang memiliki standarisasi gaji,
pemerintah Indonesia bisa bekerjasama dengan pemerintah daerah dalam menentukan standar gaji yang layak kepada
guru baik itu guru negeri, swasta, maupun guru honorer. Hal
ini untuk melindungi hak-hak guru agar guru dapat melaku-kan pekerjaannya dengan baik.
Saat ini pemerintah Indonesia telah melakukan program
ser-tiikasi guru yang menunjang kesejahteraan guru. Namun keberhasilan program sertiikasi ini dalam meningkatkan
kualitas guru masih belum maksimal. Hal ini mungkin
dikarenakan sertiikasi guru merupakan one-time program
di mana ketika guru telah lulus dalam program sertiikasi,
guru akan mendapatkan sejumlah tunjangan. Oleh karena
itu, perlu adanya Performance Related Pay (PRP) di mana guru yang telah menunjukkan kinerja kerja yang baik secara
berkesinambungan akan mendapatkan apresiasi tambahan yang sewajarnya.
Untuk guru yang harus ditempatkan di daerah yang
cukup terisolir, selain gaji guru, pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan tunjangan khusus guru. Namun
alangkah baiknya jika pemerintah mengevaluasi
mekan-isme distribusi tunjangan ini agar alokasi yang diberikan merata dan tepat sasaran.
Selain dukungan materi, para guru juga perlu diberikan
dukungan profesional melalui pelatihan-pelatihan yang
terencana dan terarah. Untuk memastikan bahwa para guru mendapatkan kesempatan yang setara dalam
mengikuti pelatihan, maka Pemerintah Indonesia dapat membuat kebijakan jumlah pelatihan guru minimal
sep-erti halnya di Inggris yang menerapkan kebijakan minimal
5 kali pelatihan dalam setahun. Adapun pelatihan yang
diambil oleh para guru dapat disesuaikan dengan
kebu-tuhan guru atau dengan hasil Uji Kompetensi Guru yang telah dilakukan oleh Pemerintah.
Selain itu, pemerintah juga dapat meningkatkan peran serta LPTK dalam mengembangkan kualitas guru-guru
sekolah di kota/kabupatennya. LPTK ini dapat dilibatkan dalam memberikan pelatihan guru secara reguler serta
mengembangkan metode belajar yang interaktif dan
lebih efektif. Untuk mendorong peran serta LPTK dalam pengembangan kapasitas guru, pelaksanaan pelatihan
regular yang diadakan dapat dijadikan salah satu indikator dalam mengukur impact factor perguruan tinggi, yang dapat mempengaruhi akreditas dan
pering-kat universitas. Selain itu, pemerintah juga dapat memberikan insentif berupa pendanaan bagi para dosen
LPTK untuk mengikuti pelatihan baik di dalam maupun di luar negri.
Untuk memastikan kebijakan ini dapat berlangsung, selain bantuan dana untuk pelatihan, pemerintah juga
dapat menunjang kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dengan
kepada fasilitator pelatihan. Untuk memastikan bahwa
kegiatan pelatihan berjalan dengan baik maka perlu juga diadakan evaluasi yang bisa dijadikan acuan untuk
kebutu-han pelatikebutu-han selanjutnya. Pemerintah dapat mengadakan
pameran pendidikan tahunan yang mengundang pihak sekolah, institusi pendidikan tinggi, organisasi keguruan,
juga fasilitator pelatihan dan stakeholder terkait lainnya. Pameran pendidikan seperti ini tidak hanya dapat
memban-gun network antar pihak, tetapi juga dapat dimemban-gunakan
se-bagai ajang sosialisasi kebijakan dan diskusi isu pendidikan dengan pembicara yang mewakili pihak pemerintah, praktisi
dan pengambil kebijakan.
Untuk menyeimbangkan hak dan kewajiban guru,
Pemer-intah Indonesia dapat mengembangkan standar evaluasi performa guru yang memiliki konsekuensi terutama bagi
mereka yang bekerja di bawah standar. Evaluasi ini dapat
dijadikan acuan yang objektif dalam memberikan sertiikasi,
promosi jabatan, serta pemilihan jenis pelatihan yang sesuai
untuk guru tersebut. Jika guru tidak memenuhi standar yang telah ditentukan, maka langkah yang dapat diambil adalah
dengan memberikan periode untuk proses monitoring, sup-port dan feedback, sebelum melakukan pemecatan. Tiga hal
ini sangatlah penting dalam memberikan kesempatan bagi
guru untuk melakukan perbaikan kerja melalui bimbingan dan konsultasi dengan para ahli yang tidak lain adalah
pen-guji mereka. Referensi penilaian evaluasi sekolah dan guru dapat dilihat di lampiran.
Selain pelatihan kepada guru, pemerintah juga harus meningkatkan kembali pelatihan capacity building,
manage-ment dan leadership kepada kepala sekolah untuk terus membangun kualitas sekolah. Kepala sekolah perlu diberi
pemahaman pentingnya peran mereka dalam
pengambi-lan keputusan yang memiliki dampak pengambi-langsung terhadap kinerja guru dan proses belajar-mengajar. Tentunya
pelati-han kepala sekolah ini perlu proses evaluasi kinerja kepala sekolah. Terlampir pedoman penilaian kepala sekolah di
Inggris (lihat lampiran).
Daftar Pustaka
Atdikbud London (2014) Sistem Pendidikan di Inggris, London: Kantor Atase Pendidikan KBRI London.
Atkinson, A, Burgess, S, Croxson, B, Gregg, P, Propper, C, Slater, H & Wilson, D. (2004), “Evaluating the Impact of
Performance-related Pay for Teachers in England’, CMPO
Working Paper Series, no. 04/113, pp. 1-59.
ATM (Association of Teachers of Mathematics) (2016), Membership Types, available on: http://www.atm.org.uk/ Personal-Membership, [Accessed 24 Januari 2016].
ATL (Association of Techers and Lecturers), (2016), ATL+ Member Ofers, available on: http://www.atl.org.uk/, [Accessed 24 Januari 2016].
Blatchford, P,, Moriarty, V., Edmonds, S., and Martin, C.
(2002), “Relationships between class size and teach
-ing: A multi method analysis of English infant schools”, American Educational Research Journal, vol.39(1), pp.101– 132.
Bolam, R. and McMahon, A. (2004), “Literature, Deinitions and Models: Towards a Conceptual Map”, in Day, C. and
Sachs, J. (eds), International Handbook on the
Continuing Professional Development of Teachers, Oxford:
Open University Press McGraw-Hill Education
Bubb, S., Earley, P. and Hempel-Jorgensen, A. (2008). Staf
Development Outcomes Study (Institute of Education),
[Online], available from: www.tda.gov.uk/upload/resourc
-es/pdf/s/staf_development_outcomes_study.pdf
Chambers, G. N., and Roper, T. (2000), “Why students
withdraw from initial teacher training”, Journal of
Cutler, T & Waine, B (2000), “Mutual beneits or managerial
control? The role of appraisal in performance related pay for
teachers”, British Journal of Educational Studies, vol. 48(3), pp. 170-182.
Denis, H. (2004), “Recruitment and retention: Insights into the
motivation of primary trainee teachers in England”, Research
in Education, vol.71, pp.37-49
Department for Education (2012) Proposed changes to
performance management and capability arrangements for
teachers: Analysis of responses to the consultation docu
-ment. Available on:
https://www.education.gov.uk/consultations/downloadable
-Docs/Proposed%20changes%20to%20PM&C%20inal.pdf [Accessed 26 Februari 2015].
Department for Education, (2015a), Final Report of the Com
-mission on Assessment without Levels, available on https://
www.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attach-ment_data/ile/483058/Commission_on_Assessment_With
-out_Levels_-_report.pdf [Accessed 28 Februari 2016].
Department for Education, (2015b), The Prevent Duty, avail
-able on https://www.gov.uk/government/uploads/system/ uploads/attachment_data/ile/439598/prevent-duty-depart
-mental-advice-v6.pdf [Accessed 28 Februari 2016].
Department for Education, (2015(c)), School, Pupils, and their characteristic: Januari 2014, available on https://www.gov. uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/ ile/410543/2014_SPC_SFR_Text_v102.pdf , [Accessed 21 Januari 2016].
Department for Education, (2015(d)), School workforce in England: November 2014, available on https://www.gov.uk/ government/uploads/system/uploads/attachment_data/ ile/440577/Text_SFR21-2015.pdf , [Accessed 21 Januari 2016].
Department for Education, (2015(e)), Induction for Newly Qualiied Teachers (England), available on: https://www. gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_ data/ile/458233/Statutory_induction_guidance_for_newly_ qualiied_teachers.pdf [Accessed 21 Januari 2016].
Department for Education, (2015(f)), Implementing your school’s approach to pay, available on: https://www.gov. uk/government/uploads/system/uploads/attachment_ data/ile/481927/Implementing_schools_approach_to_ pay_advice.pdf ,[Accessed 21 Januari 2016].
Department for Education, (2015(g)), School teachers’ pay and conditions document 2015 and guidance on school teachers’ pay and conditions, available on: https://www. gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_ data/ile/451908/School-teachers_-pay-and-conditions-document-2015.pdf , [Accessed 21 Januari 2016].
Department for Education, (2016), Bursaries and Funding, available on: https://getintoteaching.education.gov.uk/ bursaries-and-funding , [Accessed 21 Januari 2016]. Department for Education and Skills (DfES), 2003, Teach -er’s Perception of Continuing Professional Development
Research Report no.429, Queen’s Printer: CHMSO
Everton, T., Turner, P., Hargreaves, L., & Pell, T, (2007),
“Public perceptions of the teaching profession”, Research
Papers in Education, 22 (3), pp. 247-265.
Edinburgh City Council, (2016), CPD Directory, available on https://www.edinburgh.gov.uk/directory/104/cpd_directory , [Accessed 21 Januari 2016].
Hammond, M. (2002), “Why teach? A case study investi -gating the decision to train to teach ICT”, Journal of
Educa-tion for Teaching, vol.28(2), pp.135–48
Hargreaves, L., Cunningham, M., Everton, T., Hansen, A.,
M., Mukjerjee, J., Pell, T., Rouse, M., Turner, P., & Wilson, L. (2006), Teaching Profession: view from Inside and Outside the
Profession Interim Findings from the Teacher Status Project.
Cambridge: The Chancellor, Masters and Scholars of the
University of Cambridge.
Hopkins, D. (1986), In-service Training and Educational Devel
-opment: An International Survey, London: Croom Helm
House of Commons Library (2015), Initial Teacher Training in England. Brieing paper Number 67810, available on http:// researchbrieings.iles.parliament.uk/documents/SN06710/ SN06710.pdf [Accessed 28 Februari 2016].
House of Commons (2009), National Curriculum: Fourth Report of Session 2008-09, Vol. 1. London: The Stationery Oice Limited.
Institute for Fiscal Studies (2014), The Cost and Beneits of Diferent Initial Teacher Training Routes, available on http://
www.ifs.org.uk/uploads/publications/comms/r100.pdf
[Ac-cessed 28 Februari 2016].
IPSOS-MORI (2001), MORI School Survey 2001, available on https://www.ipsos-mori.com/researchpublications/ researcharchive/1249/MORI-Schools-Survey-2001.aspx [Ac
-cessed 25 Februari 2016].
JTA (Jewish Teachers Association), 2016. About and Aim, available on: http://www.jewishteachers.org.uk/about/ [Ac
-cessed 24 Januari 2016].
Kyriacou, C., Hultgren, Å., & Stephens, P. (1999), “Student
Teachers’ Motivation to Become a Secondary School Teacher
in England and Norway, Teacher Development, vol.3(3),
pp373-381.
Moran, A., Kilpatrick, R., Abbott, J., Dallat, J., and McClune, B.
(2001), ”Training to teach: motivating factors and implica -tions for recruitment”, Evaluation and Research in Education,
vol.15(1), pp.17–3
Mahony, P, Menter, I, Hextall, I. (2004), “The emotional
impact of performance-related pay on teachers in Eng-land”, British Educational Research Journal, vol.30(3), pp.
435-456.
McNabb, R & Whitield, K. (2007), “The impact of varying
types of performance-related pay and employee participa-tion on earnings”, Internaparticipa-tional Journal of Human
Re-sources Management, vol. 18(6), pp. 1004-1025.
Machin, S., & Vignoles, A. (2005), Education Policy in UK, London: Centre for Economics of Education London School
of Economics.
Morrison, M. (1993), “Professional Development Days”,
In. R. G. Burgess, J. Connor, S. Galloway, M. Morrison, and
M. Newton (eds), Implementing In-Service Education and
Training, London: Falmer Press
Murray, J., Campbell, A., Hextall, I., Hulme, M., Jones, M., Mahony, P., Menter, I., Procter, R., and Walf, K. (2009) ‘Re
-search and teacher education in the UK: Building capacity’, Teaching and Teacher Education, 25, pp. 944-950. DOI: 10.1016/j.tate.2009.01.011.
OECD (2011), Education at a Glance: OECD Indicators 2011: United Kingdom, available from: www.oecd.org/edu/ eag2011 , [Accessed 25 Januari 2016].
OFSTED (2011), Continuing Professional Development for Teachers in Schools, London: Ofsted
Roberts, N. (2014), National Curriculum Review, London:
The House of Commons.
Smithers, A., and Robinson, P. (2001), Teachers Leaving, London: National Union Teachers/University of Liverpool
Storey, A. (2009). ‘How fares the New Professionalism in
schools? Findings from the State of the Nation project’,
Storey, A. (2000), “A leap of faith? Performance pay for teachers”, Journal of Education Policy, vol. 15(5), pp. 509-523.
TDT Advisor (2016), Good CPD Guide, [Online], available from: http://www.goodcpdguide.com/ [Accessed 22 Januari 2016]
The Guardian (2016a) Long hours, endless admin and angry
parents – why schools just cant get the teachers. 01 Februari
2016. http://www.theguardian.com/education/2016/feb/01/ schools-teachers-classroom-crisis-stress-grind [Accessed 06 Maret 2016]
The Guardian (2016b) UK schools sufering as newly quali
-ied teachers ‘lock abroad’. 26 Februari 2016. http://www. theguardian.com/education/2016/feb/26/uk-schools-suf
-fering-as-new-teachers-lock-abroad-warns-chief-inspector [Accessed 06 Maret 2016]
Thornton, M., Bricheno, P., and Reid, I. (2002), “Students’
reasons for wanting to teach in primary school”, Research
in Education, vol.67, pp. 33–43
Wragg, T, Haynes, G, Chamberlin, R & Wragg, C 2003, ‘Performance-related pay: the views and experiences of
1,000 primary and secondary head teachers’, Research
School Inspection Handbook September 2015
(https://www.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/ile/458866/School_inspection_handbook_section_5_from_September_2015.pdf)
Outstanding (1)
Good (2)
Requires improvement (3)
Inadequate (4)
The quality of teaching, learning and assessment is outstanding.
All other key judgements are likely to be outstanding. In exceptional
circumstances one of the key judgements may be good, as long as there is
convincing evidence that the school is improving this area rapidly and securely
towards outstanding.
The school’s thoughtful and wide-ranging promotion of pupils’ spiritual, moral,
social and cultural development and their physical well-being enables pupils to
thrive.
Safeguarding is efective.
The quality of teaching, learning and assessment is at least good.
All other key judgements are likely to be good or outstanding. In exceptional
circumstances, one of the key judgement areas may require improvement, as long
as there is convincing evidence that the school is improving it rapidly and securely
towards good.
Deliberate and efective action is taken to promote pupils’ spiritual, moral, social
and cultural development and their physical well-being.
Safeguarding is efective.
Other than in exceptional circumstances, it is likely that, where the school is judged
to require improvement in any of the key judgements, the school’s overall
efectiveness will require improvement.
There are weaknesses in the overall promotion of pupils’ spiritual, moral, social and
cultural development.
Safeguarding is efective.
The judgement on the overall efectiveness is likely to be inadequate where any one of the key judgements is inadequate and/or safeguarding is inefective and/or there
are serious weaknesses in the overall promotion of pupils’ spiritual, moral, social
and cultural development.
Penilaian Efektivitas Sekolah Secara Keseluruhan
Lampiran
Outstanding (1) Leaders and governors have created a culture that enables pupils and staf to
excel. They are committed unwaveringly to setting high expectations for the conduct of pupils and staf. Relationships between staf and pupils are exemplary.
Leaders and governors focus on consistently improving outcomes for all pupils, but
especially for disadvantaged pupils. They are uncompromising in their ambition.
The school’s actions have secured substantial improvement in progress for
disad-vantaged pupils. Progress is rising across the curriculum, including in English and
mathematics.
Governors systematically challenge senior leaders so that the efective
deployment of staf and resources, including the pupil premium, the primary PE and sport premium and SEN funding, secures excellent outcomes for pupils. Governors
do not shy away from challenging leaders about variations in outcomes for pupil
groups, especially between disadvantaged and other pupils.
Leaders and governors have a deep, accurate understanding of the school’s
efectiveness informed by the views of pupils, parents and staf. They use this to
keep the school improving by focusing on the impact of their actions in key areas.
Leaders and governors use incisive performance management that leads to
professional development that encourages, challenges and supports teachers’
improvement. Teaching is highly efective across the school.
Staf relect on and debate the way they teach. They feel deeply involved in their
own professional development. Leaders have created a climate in which teachers
are motivated and trusted to take risks and innovate in ways that are right for their
pupils.
The broad and balanced curriculum inspires pupils to learn. The range of subjects
and courses helps pupils acquire knowledge, understanding and skills in all aspects
of their education, including the humanities and linguistic, mathematical, scientiic,
technical, social, physical and artistic learning.
Pupils’ spiritual, moral, social and cultural development and, within this, the
promotion of fundamental British values, are at the heart of the school’s work.
Leaders promote equality of opportunity and diversity exceptionally well, for pupils and staf, so that the ethos and culture of the whole school prevents any form of direct or indirect discriminatory behaviour. Leaders, staf and pupils do not tolerate
prejudiced behaviour.
Safeguarding is efective. Leaders and managers have created a culture of vigilance where pupils’ welfare is actively promoted. Pupils are listened to and feel safe. Staf are trained to identify when a pupil may be at risk of neglect, abuse or exploitation and they report their concerns. Leaders and staf work efectively with external partners to
support pupils who are at risk or who are the subject of a multi-agency plan.
Leaders’ work to protect pupils from radicalisation and extremism is exemplary.
Leaders respond swiftly where pupils are vulnerable to these issues. High quality
training develops staf’s vigilance, conidence and competency to challenge pupils’
views and encourage debate.
Good (2) Leaders set high expectations of pupils and staf. They lead by example to create
a culture of respect and tolerance. The positive relationships between leaders, staf
and pupils support the progress of all pupils at the school.
Leaders and governors are ambitious for all pupils and promote improvement
efectively. The school’s actions secure improvement in disadvantaged pupils’
progress, which is rising, including in English and mathematics.
Leaders and governors have an accurate and comprehensive understanding of the
quality of education at the school. This helps them plan, monitor and reine actions
to improve all key aspects of the school’s work.
Leaders and governors use performance management efectively to improve
teaching. They use accurate monitoring to identify and spread good practice across
the school.
Teachers value the continuing professional development provided by the school. It
is having a positive impact on their teaching and pupils’ learning. Teaching is
consistently strong across the school or, where it is not, it is improving rapidly.
Governors hold senior leaders stringently to account for all aspects of the school’s
performance, including the use of pupil premium, the primary PE and sport
premium and SEN funding, ensuring that the skilful deployment of staf and
resources delivers good or improving outcomes for pupils.
The broad and balanced curriculum provides a wide range of opportunities for
pupils to learn. The range of subjects and courses helps pupils acquire knowledge,
understanding and skills in all aspects of their education, including the
humanities and linguistic, mathematical, scientiic, technical, social, physical and
artistic learning. This supports pupils’ good progress The curriculum also
contributes well to pupils’ behaviour and welfare, including their physical, mental
and personal well-being, safety and spiritual, moral, social and cultural
development.
Leaders consistently promote fundamental British values and pupils’ spiritual,
moral, social and cultural development.
Leaders promote equality of opportunity and diversity, resulting in a positive school
culture. Staf and pupils work together to prevent any form of direct or indirect discriminatory behaviour. Leaders, staf and pupils do not tolerate prejudiced
behaviour.
Safeguarding is efective. Leaders and staf take appropriate action to identify pupils who may be at risk of neglect, abuse or sexual exploitation, reporting
concerns and supporting the needs of those pupils.
Leaders promote equality of opportunity and diversity, resulting in a positive school
cul-ture. Staf and pupils work together to prevent any form of direct or indirect
discriminatory behaviour. Leaders, staf and pupils do not tolerate prejudiced behaviour. Safeguarding is efective. Leaders and staf take appropriate action to identify pupils who may be at risk of neglect, abuse or sexual exploitation, reporting
concerns and supporting the needs of those pupils.
Good (2)
Requires improvement (3)
Inadequate (4)
increasingly vigilant, conident and competent to encourage open discussion with
pupils.
Leadership and management are not yet good.
Safeguarding is efective.
Capacity for securing further improvement is poor and the improvements leaders
and governors have made are unsustainable, have been implemented too slowly or
are overly dependent on external support.
Leaders are not doing enough to tackle poor teaching, learning and assessment,
which signiicantly impairs the progress of pupils, especially those who are
disadvantaged, disabled or have special educational needs.
Leaders are not aware of, or are not taking efective action to stem, the decline in
the progress of disadvantaged pupils.
The unbalanced and poorly taught curriculum fails to meet the needs of pupils or
particular groups of pupils.
The range of subjects is narrow and does not prepare pupils for the opportunities,
responsibilities and experiences of life in modern Britain.
Leaders are not taking efective steps to secure good behaviour from pupils and a
consistent approach to discipline.
Leaders and governors, through their words, actions or inluence, directly and/or
indirectly, undermine or fail to promote equality of opportunity. They do not prevent
discriminatory behaviour and prejudiced actions and views.
Safeguarding is inefective. The school’s arrangements for safeguarding pupils do
not meet statutory requirements, or they give serious cause for concern or
insuicient action is taken to remedy weaknesses following a serious incident.
Leaders and governors are not protecting pupils from radicalisation and
extremist views when pupils are vulnerable to these. Policy and practice are poor,
which means pupils are at risk.
Note: Grade descriptors are not a checklist. Inspectors adopt a ‘best it’ approach that relies on the professional judgement of the inspection team.
Outstanding (1) Teachers demonstrate deep knowledge and understanding of the subjects they
teach. They use questioning highly efectively and demonstrate understanding of
the ways pupils think about subject content. They identify pupils’ common
misconceptions and act to ensure they are corrected.
Teachers plan lessons very efectively, making maximum use of lesson time and coordinating lesson resources well. They manage pupils’ behaviour highly efectively
with clear rules that are consistently enforced.
Teachers provide adequate time for practice to embed the pupils’ knowledge,
understanding and skills securely. They introduce subject content progressively and
constantly demand more of pupils. Teachers identify and support any pupil who is
falling behind, and enable almost all to catch up.
Teachers check pupils’ understanding systematically and efectively in lessons, ofering clearly directed and timely support.
Teachers provide pupils with incisive feedback, in line with the school’s assessment
policy, about what pupils can do to improve their knowledge, understanding and
skills. The pupils use this feedback efectively.
Teachers set challenging homework, in line with the school’s policy and as
appropriate for the age and stage of pupils, that consolidates learning, deepens
understanding and prepares pupils very well for work to come.
Teachers embed reading, writing and communication and, where appropriate,
mathematics exceptionally well across the curriculum, equipping all pupils with the
necessary skills to make progress. For younger children in particular, phonics
teaching is highly efective in enabling them to tackle unfamiliar words.
Teachers are determined that pupils achieve well. They encourage pupils to try
hard, recognise their eforts and ensure that pupils take pride in all aspects of their work. Teachers have consistently high expectations of all pupils’ attitudes to
learning.
Pupils love the challenge of learning and are resilient to failure. They are curious,
interested learners who seek out and use new information to develop, consolidate
and deepen their knowledge, understanding and skills. They thrive in lessons and
also regularly take up opportunities to learn through extra-curricular activities.
Pupils are eager to know how to improve their learning. They capitalise on
opportunities to use feedback, written or oral, to improve.
Parents are provided with clear and timely information on how well their child is
progressing and how well their child is doing in relation to the standards expected.
Parents are given guidance about how to support their child to improve.
Teachers are quick to challenge stereotypes and the use of derogatory language in
lessons and around the school. Resources and teaching strategies relect and value
Penilaian Guru terhadap Kualitas Pengajaran
Good (2)
the diversity of pupils’ experiences and provide pupils with a comprehensive understanding of people and communities beyond their immediate experience.
Teachers use efective planning to help pupils learn well. Time in lessons is used
productively. Pupils focus well on their learning because teachers reinforce
expectations for conduct and set dear tasks that challenge pupils.
In lessons, teachers develop, consolidate and deepen pupils’ knowledge,
understanding and skills. They give suicient time for pupils to review what they are learning and to develop further. Teachers identify and support efectively those
pupils who start to fall behind and intervene quickly to help them to improve their
learning.
Teachers use their secure subject knowledge to plan learning that sustains pupils’
interest and challenges their thinking. They use questioning skilfully to probe pupils’
responses and they reshape tasks and explanations so that pupils better under -stand new concepts. Teachers tackle misconceptions and build on pupils’ strengths.
Teachers give pupils feedback in line with the school’s assessment policy. Pupils use
this feedback well and they know what they need to do to improve.
Teachers set homework, in line with the school’s policy and as appropriate for the
age and stage of pupils, that consolidates learning and prepares pupils well for
work to come.
Teachers develop pupils’ reading, writing and communication, and where
appropri-ate mathematics, well across the curriculum. For younger children in particular, the
teaching of phonics is efective in enabling them to tackle
unfamiliar words.
Teachers expect and encourage all pupils to work with positive attitudes so that
they can apply themselves and make strong progress
Pupils develop the capacity to learn from mistakes and they become keen learners
who want to ind out more. Most are willing to ind out new information to develop,
consolidate and deepen their knowledge, understanding and skills, both in lessons
and in extra-curricular activities.
Most pupils commit to improving their work. They are given time to apply their
knowledge and understanding in new ways that stretches their thinking in a wide
range of subjects, and to practise key skills.
The school gives parents accurate information about how well their child is
progressing, how well their child is doing in relation to the standards expected, and
what their child needs to do to improve.
Teachers challenge stereotypes and the use of derogatory language in lessons and
around the school. Teachers promote equality of opportunity and diversity in
teaching and learning.
Requires
Inadequate (4)
Teaching is poorly planned.
Weak assessment practice means that teaching fails to meet pupils’ needs.
Pupils or particular groups are making inadequate progress because teaching does
not develop their knowledge, understanding and skills suiciently.
Pupils cannot communicate, read, write or apply mathematics as well as they
should, so they do not make suicient progress in their knowledge, understanding
and skills because they are unable to access the curriculum.
Teachers do not promote equality of opportunity or understanding of diversity
efectively and so discriminate against the success of individuals or groups of pupils.