• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Tunggal Ter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Tunggal Ter"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TUNGGAL TERHADAP

KARAKTER REMAJA USIA 12-15 TAHUN DI GPIB

JEMAAT BUKIT ZAITUN MAKASSAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat Dalam Menyelesaikan

Stratum Satu (S1) Program Studi Pendidikan Agama Kristen Protestan Pada

Sekolah Tinggi Theologia Jaffray Makassar

Oleh

SRI HENDRAWATY AGUSTINA

NPM : 11022110

SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA JAFFRAY

MAKASSAR

(2)

ABSTRAK

Sri Hendrawaty Agustina. “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Tunggal Terhadap Karakter Remaja Usia 12-15 Tahun Di GPIB Jemaat Bukit Zaitun Makassar.” (Dibimbing oleh Ev. Tri Supartini, M.Th)

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh pola asuh orang tua tunggal terhadap karakter anak remajanya usia 12-15 tahun di jemaat GPIB Bukit Zaitun Makassar. Adapun hasil penelitianny adalah sebagai berikut: Pertama, pola asuh orang tua tunggal jelas sangat memengaruhi karakter anak remajanya. Orang tua tunggal (ibu) yang bisa menjadi teman/sahabat, motivator, pendidik/pengajar dan menjadi teladan bagi anak remajanya, akan menjadikan pertumbuhan/ perkembangan karakter remajanya setidaknya akan menuju kepada karakter Kristus. Kedua, pola asuh orang tua tunggal tidak terlaksana secara efektif karena ibu harus berperan ganda sebagai kepala keluarga yang bertanggungjawab untuk memenuhi segala kebutuhan ekonomi rumah tangganya dan juga melakukan pekerjaan dalam rumah tangga. Hal inilah yang menyebabkan orang tua tunggal kurang memiliki waktu khusus bersama dengan anak remajanya. Ketiga, pola asuh orang tua tunggal (ibu) sangat memengaruhi perkembangan karakter anak remajanya, secara khusus di jemaat GPIB Bukit Zaitun, Makassar. Karena, anak remaja usia 12-15 tahun tidak dapat bertumbuh dengan baik dalam segala segi khususnya karakter Kristen (bermegah dalam penderitaan, bertekun,tahan uji, dan berpengharapan) jikalau ibu sebagai orang tua tunggal tidak menerapkan pola asuh yang baik terhadap remajanya.

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan tahap perkembangan transisi individu dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana seseorang mengalami pubertas dan terjadi perubahan dari berbagai segi kehidupannya seperti fisik, seksual, intelektual, mental, spiritual.

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung dengan cepat. Ini berarti kalau perubahan fisik menurun maka perubahan sikap dan perilaku menurun juga.1

Singgih D. Gunarsa & Yulia S. D. Gunarsa menyatakan, “Masa pubertas meliputi masa peralihan dari masa anak sampai tercapainya kematangan fisik, yakni umur 12 tahun sampai 15 tahun.”2 Hal ini juga diperkuat oleh James Kenny dan Mary Kenny dalam buku “Dari Bayi Sampai Dewasa” yang menyatakan,

“perubahan biologis, psikologis, sosial, merupakan situasi yang paling sulit diatasi

1 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Erlangga, 2002), 222.

2 Singgih D. Gunarsa dan Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan

(4)

dan merupakan ciri khas yang menandai awal masa remaja, yaitu di usia 12-15 tahun.”3

Menurut Bambang Mulyono, sifat dan keadaan emosi remaja tidak tetap, dalam keadaan atau waktu tertentu ia melakukan kegiatan afektif yang mendadak dan kuat disertai gangguan organis; dalam keadaan lain ia dapat tenang.4 Melihat kondisi remaja pada umumnya seperti itu, maka jelas pada masa yang labil ini mereka banyak mengalami perubahan sehingga rentan terhadap pengaruh negatif dari lingkungan sekitarnya. Itulah sebabnya pada masa ini, mereka sangat membutuhkan perhatian dan pendampingan orang tua yang utuh yaitu dari ayah dan ibu.

Namun apa yang diharapkan terkadang jauh dari kenyataan ketika keluarga tidak lagi menjadi utuh karena ketidakhadiran seorang ayah yang disebabkan oleh kasus perceraian ataupun kematian sehingga mengasuh, membesarkan dan mendidik anak, menjadi tanggung jawab seorang ibu. Alex Sobur mengatakan:

Ketidakhadiran seorang ayah karena kematian membuat seorang remaja menjadi takut, tergoncang, dan merasa dirinya suatu waktu juga akan binasa, sedangkan ketidakhadiran ayah karena perceraian membuat mental seorang anak terganggu akibat suasana rumah yang penuh pertengkaran dan selain emosi yang tidak terkontrol, kehilangan figur ayah dalam keluarga juga dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri, merasa tidak berarti, terabaikan, apatis terhadap keadaan sekitarnya, dan bahkan depresi.5

3 James Kenny dan Mary Kenny, Dari Bayi Sampai Dewasa (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

1991), 65.

(5)

Ketika remaja mengalami depresi, maka gejala yang dapat terlihat dengan jelas adalah remaja menjadi tidak fokus pada kagiatan dan tanggung jawab yang diberikan serta mengalami gangguan tidur, bahkan sampai dapat menimbulkan pikiran untuk bunuh diri. Pada sebagian remaja ketika mengalami depresi, mereka mulai menggunakan obat-obatan, alkohol, lebih aktif secara seksual, membangkang pada figur otoritas, serta tambah sensitif (mudah marah).6 Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa ketidakhadiran seorang ayah dalam sebuah keluarga berdampak besar pada kehidupan remaja.

Keadaan remaja dengan trauma ketidakhadiran seorang ayah akan membuat beban tanggung jawab ibu sebagai orang tua tunggal menjadi lebih besar dan berat. Hal ini akan bertambah lagi jika ia tak segera bangkit dari kesedihan, entah karena bercerai atau ditinggal mati pasangannya. Ketika seorang ibu hanya menangisi nasib, maka yang paling menderita adalah anak karena anak tak hanya kehilangan ayah, tetapi juga ibu, sebab dalam kondisi mental si ibu yang labil, ia tentu tak bisa berbuat apa-apa. Ia tak bisa memperhatikan lingkungannya, termasuk anak yang masih memerlukan perhatiannya. Yang diperhatikan hanya dirinya sendiri.7

Senada dengan pendapat tersebut, pakar ahli jiwa asal Amerika Serikat Stephen Duncan dalam tulisannya berjudul The Unique Strengths of Single-Parent Families mengungkapkan bahwa, pangkal masalah yang sering dihadapi keluarga

6 Julianto Simanjuntak, Perlengkapan Seorang Konselor (Tangerang: Pelikan Indonesia,

2014), 24.

(6)

dengan orangtua tunggal adalah anak. Hal ini disebabkan karena seorang anak merasa kehilangan orang yang sangat berarti dalam hidupnya karena keluarga dengan orang tua tunggal selalu terfokus hanya pada kelemahan dan masalah yang dihadapi.8 Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat diketahui bahwa anak remaja sangat membutuhkan perhatian dari ibunya, dan sebagai orang tua tunggal, meskipun berat, ternyata seorang ibu harus segera sadar dan mampu mengontrol emosinya sehingga dapat memberikan perhatian sepenuhnya kepada anak remajanya dengan menerapkan pola asuh yang tepat.

Mengenai kualitas pola asuh dari orang tua tunggal, Jhon W. Santrock berpendapat bahwa perpisahan remaja dengan salah satu orang tuanya sebagai akibat dari kematian atau perceraian, merupakan masalah perasaan yang berat, dan pada saat yang sama, kualitas pengasuhan orang tua tunggal terhadap remaja seringkali buruk karena orang tua tunggal kelihatan lebih sibuk dengan segala kebutuhan keluarganya sehingga mengalami ketidakmantapan emosi seperti sering marah dan depresi yang berdampak pada kurangnya kepekaan terhadap kebutuhan remajanya.9 Menurut Robert Garnes, remaja dalam keluarga yang tidak utuh atau lengkap berpotensi besar mengalami krisis karakter.10 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kualitas pola asuh orang tua tunggal dapat menolong

8”Orang Tua Tunggal,” diakses 20 April 2016,

https://singleparentindonesia.wordpress.com/tag/orang-tua-tunggal.

9 Jhon W. Santrock, Adolescence (Perkembangan Remaja) (Yogyakarta: Erlangga, 2004),

199-200.

(7)

remajanya mengatasi krisis karakter yang terjadi sebagai akibat perpisahan dengan salah satu orang tuanya karena kasus perceraian atau pun kematian.

Sekarang ini sering dijumpai orang tua tunggal yang mengasuh anak remajanya, termasuk di kalangan gereja dan salah satunya ialah di Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Bukit Zaitun Makassar. Pada gereja dengan jumlah jemaat sekitar 5000 jiwa dari 1024 kepala keluarga,11 juga dapat ditemukan beberapa orang tua tunggal yang menemui kesulitan dalam mengasuh anak remajanya, terutama yang berhubungan dengan karakter yang dikehendaki Tuhan. Anak remaja yang penuh semangat dan sukacita seperti remaja pada umumnya, namun akibat ditinggal meninggal oleh ayahnya berubah menjadi remaja yang apatis, pemurung, cepat tersinggung lalu memberontak, malas belajar, juga menjadi tidak suka mengikuti kegiatan-kegiatan kerohanian baik dirumah maupun di gereja.

Sebagai orang tua tunggal, penulis pun mempunyai kesulitan menghadapi anak remaja yang mengalami krisis karakter di usia 13 tahun, sebagai akibat ditinggal meninggal ayahnya. Untuk itu penulis ingin meneliti dan membuat karya ilmiah dengan judul: PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TUNGGAL TERHADAP KARAKTER REMAJA USIA 12-15 TAHUN DI GPIB

JEMAAT BUKIT ZAITUN MAKASSAR.

11 Ellen Mentang, Wawancara oleh Penulis, Makassar, GPIB Jemaat Bukit Zaitun, 7 Mei

(8)

Pokok Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka pokok permasalahan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah sejauhmana pola asuh orang tua tunggal memengaruhi karakter anak remajanya yang berusia 12-15 tahun pada jemaat GPIB Bukit Zaitun Makassar?

Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat dijelaskan bahwa adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh pola asuh orang tua tunggal terhadap karakter anak remajanya usia 12-15 tahun di jemaat GPIB Bukit Zaitun Makassar.

Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penelitian dan penulisan karya ilmiah ini adalah: Pertama, sebagai informasi yang memberi manfaat bagi keluarga Kristen khususnya yang berperan sebagai orang tua tunggal.

Kedua, sebagai bahan acuan bagi seorang ibu sebagai orang tua tunggal yang mengasuh anak remaja usia 12-15 tahun.

Ketiga, sebagai bahan referensi bagi Gereja dalam memberikan pendampingan pengasuhan orang tua tunggal terhadap remajanya.

(9)

Batasan Penulisan

Untuk mendapatkan data yang akurat dari penelitian karya ilmiah ini, maka penulis memberikan batasan penulisan yaitu pengaruh pola asuh dari Ibu sebagai orang tua tunggal terhadap pembentukan karakter remaja usia 12-15 tahun di GPIB jemaat Bukit Zaitun Makassar.

Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang penulis gunakan adalah studi kasus dengan metode penelitian kuantitatif dengan tehnik pengumpulan data sebagai berikut:

Pertama, studi kepustakaan yaitu penulis mengambil data yaitu menggunakan data primer dan data sekunder dari buku-buku dan internet yang berhubungan dengan materi pengaruh pola asuh orang tua tunggal terhadap karakter remaja usia 12-15 tahun.

Kedua, melakukan wawancara terhadap ibu yang menyandang status sebagai orang tua tunggal dan anak remajanya.

Ketiga, membuat kuesioner (daftar pertanyaan) untuk mengetahui bagaimana pola asuh orang tua tunggal dan karakter anak remajanya usia 12-15 tahun di jemaat GPIB Bukit Zaitun.

(10)

Untuk memberikan gambaran secara singkat, maka penulis menggambarkan sistematika dalam penulisan skripsi ini. Adapun sistematika sebagai berikut:

Bab I, merupakan pendahahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, batasan penulisan, manfaat penelitian, sistematika penulisan.

Bab II, merupakan tinjauan pustaka yang membahas pengertian pola asuh, dasar alkitab pola asuh orang tua, pola asuh orang tua yang terdiri dari pola asuh otoriter, pola asuh transaksi, pola asuh pamrih, pola asuh militer, pola asuh karismatik, pola asuh laissez-faire, pola asuh pelopor, pola asuh melebur diri, pola asuh konsultan, peranan orang tua, pola asuh orang tua tunggal yang terdiri dari pola asuh menjadi teman/sahabat, pola asuh menjadi motivator, pola asuh mendidik dan memberi pengajaran dan pola asuh menjadi teladan, karakteristik remaja yang terdiri dari fisik, psikologis (aspek afektif, aspek kognitif, aspek psikomotor), sosial dan rohani, karakter remaja kristen yang terdiri dari bermegah dalam penderitaan, bertekun, tahan uji, dan berpengharapan, dan pengaruh pola asuh orang tua tunggal terhadap karakter remaja.

Bab III, penulis menjelaskan mengenai metodologi, gambaran umum: lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, serta metode analisa data.

(11)

Referensi

Dokumen terkait

• Semua tim pengajar mata kuliah, wajib melaksanakan UAS sesuai jadwal terlampir, dan tidak dibenarkan menentukan waktu ujian sendiri-sendiri, kecuali frekuensi

Berkenaan dengan ekonomi, Brown & Brown (1980:241) mengemukakan bahwa “ekonomi dapat didefinisikan sebagai studi tentang cara bagaimana manusia melalui pranata-pranata

Berdasarkan data-data yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya dan diperkuat dengan hasil analisis yang dilakukan guru dalam Penerapan model pembelajaran Picture and Picture

Aker Solution 140122-000018 Jakarta Selatan Rennyarto Chandra merlina.gumulya@akersolutions.com 3.04.01 Alat/Peralatan/Suku Cadang Pemboran dan Penyekat 3.04.06 Pipa katup,

INOVASI PRODUK KUE TRADISIONAL ALI AGREM MENGGUNAKAN BAHAN DASAR TEPUNG UBI UNGU.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Cirebon perbaikan kapal dan alat apung lainnya serta sarana lepas

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh

kualitas pelayanan dari pasar tradisional yang belum tertata.. rapi dengan pasar tradisional yang lebih