TEORI – TEORI MOTIVASI DAN
TEORI KEPEMIMPINAN
Dinda Yani Gustirizki
PENGANTAR BISNIS DAN MANAJEMEN
AKUNTANSI MANAJERIAL
Teori Kepemimpinan
Kegiatan manusia secara bersama-sama selalu membutuhkan kepemimpinan. Untuk
berbagai usaha dan kegiatannya diperlukan upaya yang terencana dan sistematis dalam
melatih dan mempersiapkan pemimpin baru. Oleh karena itu, banyak studi dan penelitian
dilakukan orang untuk mempelajari masalah pemimpin dan kepemimpinan yang
menghasilkan berbagai teori tentang kepemimpinan. Teori kepemimpinan merupakan
penggeneralisasian suatu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya,
dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan,
persyaratan pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika profesi
kepemimpinan (Kartini Kartono, 1994: 27).
Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk
mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan.
Kekuasaan merupakan kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi bawahan
sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakannya. Menurut Stoner, (1998)
semakin banyak jumlah sumber kekuasaan yang tersedia bagi pemimpin, akan semakin besar
potensi kepemimpinan yang efektif.
Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk memberikan penjelasan dan
interpretasi mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan mengemukakan beberapa segi
antara lain : Latar belakang sejarah pemimpin dan kepemimpinan Kepemimpinan muncul
sejalan dengan peradaban manusia. Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan dalam
setiap masa. Sebab-sebab munculnya pemimpin Ada beberapa sebab seseorang menjadi
- Seseorang ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin. Seseorang menjadi pemimpin
melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh kemauan sendiri. - Seseorang menjadi pemimpin bila sejak lahir ia memiliki bakat kepemimpinan
kemudian dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman serta sesuai dengan
tuntutan lingkungan.
Oleh karena itu, dalam proses kepemimpinan telah muncul beberapa teori
kepemimpinan. Teori kepemimpinan dalam organisasi telah berevolusi dari waktu ke waktu
ke dalam berbagai jenis dan merupakan dasar terbentuknya suatu kepemimpinan. Setiap teori
menyediakan gaya yang efektif dalam organisasi.
Banyak penelitian manajemen telah menemukan solusi kepemimpinan yang
sempurna. Hal ini menganalisis sebagian besar teori terkemuka dan mengeksplorasinya.
Dalam teori kepemimpinan ada beberapa macam teori, diantaranya Great Man Theory, Teori
Sifat, Teori Perilaku, Teori Situasional Hersey & Blanchard dan Teori Contingency (Teori
Kemungkinan).
A. Teori – Teori dalam Kepemimpinan 1. Teori Sifat (Trait Theory)
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin
ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar
pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil,
sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang
dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di
dalamnya.
Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian
(1994:75-76) adalah:
a. Pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, dan orientasi masa depan.
c. Sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif.
Adapun kelemahan dari seorang pemimpin pada teori sifat diantaranya : - Terlampau banyak sifat-sifat yang harus dimiliki seorang
pemimpin
- Mengabaikan unsur Follower dan Situasi serta pengaruhnya terhadap efektivitas pemimpin
- Tidak semua ciri cocok untuk segala situasi
- Terlampau banyak memusatkan pada sifat-sifat kepemimpinan dan mengabaikan apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemimpin.
Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan dan dianggap sebagai teori yang
sudah kuno, namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung
didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin justru sangat
diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.
Teori perilaku disebut juga dengan teori sosial dan merupakan sanggahan terhadap
teori genetis. Pemimpin itu harus disiapkan, di didik dan dibentuk tidak dilahirkan begitu saja
(leaders are made, not born). Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan
dan pendidikan serta dorongan oleh kemauan sendiri. Teori ini tidak menekankan pada
sifat-sifat atau kualitas yang harus dimiliki seorang pemimpin tetapi memusatkan pada bagaimana
cara aktual pemimpin berperilaku dalam mempengaruhi orang lain dan hal ini dipengaruhi
oleh gaya kepemimpinan masing-masing.
Dasar pemikiran pada teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang
individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan.
Teori ini memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan
bukan dari sifat-sifat (traits) soerang pemimpin. Alasannya sifat seseorang relatif sukar untuk
diidentifikasikan.
Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku :
1. Konsiderasi dan struktur inisiasi
2. Berorientasi kepada bawahan dan produksi
Perilaku pemimpin yang berorientasi yang berorientasi kepada bawahannya ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.
Bagaimana seorang pemimpin berperilaku akan dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan, nikai-nilai, dan pengalaman mereka
(kekuatan pada diri pemimpin). Sebagai contoh, pimpinan yang yakin bahwa kebutuhan perorangan harus dinomorduakan daripada kebutuhan organisasi, mungkin akan mengambil peran yang sangat direktif (peran perintah) dalam kegiatan para bawahannya. Demikian pula seorang bawahan perlu dipertimbangkan sebelum pimpinan memilih gaya yang cocok atau sesuai.
3.Teori Situasional Hersey & Blanchard
Teori kepemimpinan situasional, teori ini dikembangkan oleh Paul Hersey dan
Kenneth Blanchard. Kepemimpinan situasional menurut Harsey dan Blanchard adalah
didasarkan pada saling berhubungannya diantara hal-hal berikut: Jumlah petunjuk dan
pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan
oleh pimpinan dan tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukan dalam
melaksankan tiugas khusus, fungsi atau tujuan tertentu (Thoha, 1983:65).
Perilaku mengarahkan adalah tingkat dimana pemimpin mengorganisasikan para
mengawasi bawahan secara ketat. Perilaku mendukung adalah bagaimana seorang pemimpin
menjalin hubungan dengan anak buahnya serta keterlibatan mereka dalam pengambilan
keputusan.
Kematangan anak buah adalah kemampuan yang dimiliki oleh anak buah dalam
menyelesaikan tugas dari pimpinan, termasuk didalamnya adalah keinginan atau motivasi
mereka dalam menyelesaiakan suatu tugas.
Menurut teori ini pemimpin haruslah situasional, setiap keputusan yang dibuat
didasarkan pada tingkat kematangan anak buah, ini berarti keberhasilan seorang pemimpin
adalah apabila mereka menyesuaiakan gaya kepemimpinanya dengan tingkat kedewasaan
atau kematangan anak buah.
4. Teori Contingency (Teori Kemungkinan)
Ada kalanya teori sifat dan teori perilaku tidak sepenuhnya berfungsi dan berpengaruh
terhadap efektifitas kinerja para karyawan. Teori kemungkinan menjelaskan tentang berbagai
macam kepemimpinan yang berhubungan dengan situasi tertentu.. Ada lima pendekatan
dalam teori kepemimpinan ini.
Model contingency dari kepemimpinan yang efektifdikembangkan oleh Fiedler (1967). Menurut model ini, Dengan perkataan lain, tinggi rendahnya prestasi kerja satu
kelompok dipengaruhi oleh system motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat
Situasi yang mengungtungkan (situational favorableness), yaitu sejauh mana
pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi situasi tertentu, ditentukan oleh tiga
variable situasi, yaitu:
1. Hubungan pemimpin-anggota (leader-member relations): hubungan pribadi
pemimpin dengna anggota kelompoknya. Variable ini ditaksir melalui jawaban
pemimpin terhadap 10 sampai 20 skala semantic differential yang digunakan
untuk menilai konsep dibatasi oleh sepasang kata sifat yang bipolar, dan
suasana kelompok diharkat (rated) sesuai dengan dimana tempatnya pada garis
bersinambung..
2. Struktur tugas (task structure). Derajat struktur dari tugas yang diberikan
kepada kelompok untuk dikerjakan. Ciri ini ditaksir melalui empat skala
pengharkatan yang dikembangkan oleh Shaw, yaitu tentang Gool Clariry,
Gool-path multiplicity, decision Verifibility dan Decesion specificity (Fiedler
& Chemers, 1974).
3. Kekuasaan kedudukan (position power). Kekuasaan dan kewenangan yang
terkait dalam kedudukannya. Besar kecilnya variable ini diukir dengan suatu
checklist, yang disusun oleh Hunt, yang terdiri dari 18 butir pertanyaan, yang
dijawab oleh seorang penimbang (judge) yang terdiri (independent) dengan
jawaban “ya” atau “tidak. (Fiedler & Chemers, 1974).
Dalam kelompok interkasi dituntut koordinasi yang ketat dari para anggota kelompko
dalam melaksanakan tugas-tugas utama mereka. Para anggota kelompok saling tergantung
dalam arti bahwa sulit untuk menentukan koordinasi seseorang dalam mencapai tujuan
kelompok.
Kelompok koaksi juga bekerja sama pada satu tugas bersama. Namun setiap anggota
kelompok berdiri dan prestasi kerjanya tergantung pada kecakapan, keterampilan dan
motivasinya sendiri.
Kelompok konteraksi terdiri dari orang-orang yang bekerja sama untuk tujuan
Teori Motivasi
Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau
mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana atau keinginan untuk
menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi adalah
sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia
telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan..
Motivasi dapat berupa motivasi intrinsic dan ekstrinsic. Motivasi yang bersifat
intinsik adalah manakala sifat pekerjaan itu sendiri yang membuat seorang termotivasi, orang
tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan
lain seperti status ataupun uang atau bisa juga dikatakan seorang melakukan hobbynya.
Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah manakala elemen elemen diluar pekerjaan yang
melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang membuat seorang termotivasi
seperti status ataupun kompensasi.
Banyak teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli yang dimaksudkan untuk
memberikan uraian yang menuju pada apa sebenarnya manusia dan manusia akan dapat
menjadi seperti apa. Berikut akan dijelaskan macam macam teori motivasi
Menurut McGregor organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam
pengambilan keputusan, terumuskan dalam dua model yang dia namakan Theori X dan
Theori Y. Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka diperintah,
dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas segalanya.
Teori ini juga menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak
suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun
menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus
terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan
perusahaan. Lebih lanjut menurut asumís teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini
pada hakekatnya adalah:
1 Tidak menyukai bekerja
2 Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai diarahkan atau diperintah
3 Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah organisasi. 4 Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.
5 Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mencapai tujuan organisasi.
mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus mengarahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja. Secara keseluruhan asumsi teori Y mengenai manusia adalah sebagai berikut:
1 Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain dapat memberikan kepuasan Kepada orang. Keduanya bekerja dan bermain merupakan aktiva-aktiva fisik dan mental. Sehingga di antara keduanya tidak ada perbedaan, jika keadaan sama-sama menyenangkan.
2 Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi.
3 Kemampuan untuk berkreativitas di dalam memecahkan persoalan-persoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada seluruh karyawan.
4 Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebutuhan social, penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada tingkat kebutuhan-kebutuhan fisiologi dan keamanan.
5 .Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jika dimotivasi secara tepat.
2. Teori Hirarki Kebutuhan Abraham Maslow
Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting.
• Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)
• Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki)
• Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan)
• Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya)
Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut akan mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat yang anggotanya masih harus bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan rasa aman.
3. Teori Hirarki Kebutuhan Alderfer (Teori ERG)
Clayton Alderfer mengetengahkan teori motivasi ERG yang didasarkan pada
kebutuhan manusia akan keberadaan (exsistence), hubungan (relatedness), dan pertumbuhan (growth). Teori ini sedikit berbeda dengan teori maslow. Disini Alfeder mngemukakan bahwa jika kebutuhan yang lebih tinggi tidak atau belum dapat dipenuhi maka manusia akan
kembali pada gerakk yang fleksibel dari pemenuhan kebutuhan dari waktu kewaktu dan dari situasi ke situasi.
Perbedaan Teori Maslow & Teori ERG
4. Teori Dua Faktor
Frederick Herzberg menyatakan bahwa ada faktor-faktor tertentu di tempat kerja yang menyebabkan kepuasan kerja, sementara pada bagian lain ada pula faktor lain yang menyebabkan ketidakpuasan. Dengan kata lain kepuasan dan ketidakpuasan kerja berhubungan satu sama lain.
Faktor-faktor tertentu di tempat kerja tersebut oleh Frederick Herzberg diidentifikasi sebagai hygiene factors (faktor kesehatan) dan motivation factors (faktor pemuas).
Dua faktor ini oleh Frederick Herzberg dialamatkan kepada faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik, dimana faktor intrinsik adalah faktor yang mendorong karyawan termotivasi, yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.
Teori ini merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan Maslow. Dan juga berhubungan erat dengan teori tiga faktor sosial McClelland.
Hygiene Factors
Hygiene factors (faktor kesehatan) adalah faktor pekerjaan yang penting untuk adanya motivasi di tempat kerja. Faktor ini tidak mengarah pada kepuasan positif untuk jangka panjang. Tetapi jika faktor-faktor ini tidak hadir, maka muncul ketidakpuasan. Faktor ini adalah faktor ekstrinsik untuk bekerja. Faktor higienis juga disebut sebagai dissatisfiers atau faktor pemeliharaan yang diperlukan untuk menghindari ketidakpuasan. Hygiene factors (faktor kesehatan) adalah gambaran kebutuhan fisiologis individu yang diharapkan untuk dipenuhi. Hygiene factors (faktor kesehatan) meliputi gaji, kehidupan pribadi, kualitas supervisi, kondisi kerja, jaminan kerja, hubungan antar pribadi, kebijaksanaan dan administrasi perusahaan.
Motivation Factors
dalam pekerjaan dan memotivasi karyawan untuk sebuah kinerja yang unggul disebut sebagai faktor pemuas. Karyawan hanya menemukan faktor-faktor intrinsik yang berharga pada motivation factors (faktor pemuas). Para motivator melambangkan kebutuhan psikologis yang dirasakan sebagai manfaat tambahan. Faktor motivasi dikaitkan dengan isi pekerjaan mencakup keberhasilan, pengakuan, pekerjaan yang menantang, peningkatan dan
pertumbuhan dalam pekerjaan
5. Teori Tiga Kebutuhan (McClelland)
Yang dikemukakan oleh Mc Clelland (1961), menyatakan bahwa ada tiga hal penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu:
• Need for achievement (kebutuhan akan prestasi)
• Need for afiliation (kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama dengan soscialneed-nya Maslow)
• Need for Power (dorongan untuk mengatur)
6. Teori Penguatan ( BF Skinner)
secara otomotis. dan operant behavior (perilaku operan), yang tidak diakibatkan oleh stimulus yang dikenal tetapi dilakukan sendiri oleh organisme.
Respon yang tidak terkondisikan (bersyarat) atau unconditioned response adalah contoh dari perilaku responden karena respons ini ditimbulkan oleh stimuli yang tak terkondisikan, contoh dari perilaku responden adalah semua gerak refleks, seperti menarik tangan ketika tertusuk jarum, menutupnya kelopak mata saat terkena cahaya yang
menyilaukan, dan keluarnya air liur saat ada makanan. Sedangkan perilaku operan pada awalnya tidak berkorelasi dengan stimuli yang dikenali, maka ia tanpa spontan. Contohnya adalah tindakan ketika hendak bersiul, berdiri lalu berjalan, atau anak yang meninggalkan satu mainan dan beralih ke mainan lainnya.
Bersama dengan dua macam perilaku tersebut, ada dua jenis pengkondisian. Pengkondisian tipe S yang juga dinamakan respondent conditioning (pengkondisian responden) dan tipe kondisi yang menyangkut perilaku operan dinamakan tipe R karena penekanannya adalah pada respons. Pengkondisian tipe R dinamakan operant conditioning (pengkondisian operan).
Ada dua prinsip umum dalam pengkondisian tipe R : (1) setiap respon yang diikuti dengan stimulus yang menguatkan cenderung akan diulang; dan (2) stimulus yang
menguatkan adalah segala sesuatu yang memperbesar rata-rata terjadinya respons operan. Penguat adalah segala sesuatu yang meningkatkan probabilitas terjadinya kembali suatu respons.
Menurut skinner, organisme bernyawa akan senantiasa dikondisikan oleh
lingkungannya. yang membiarkan prinsip belajar beroperasi tak terduga, atau bisa secara sistematis menerapkan prinsip itu dan memberi arah kepada perkembangan.
Pembelajaran perilaku operan juga dikenal sebagai pengkondisian, namun berbeda dengan pengkondisian refleks, menurut pengkondisian operan jika suatu operan terjadi dan diikuti oleh penguatan, kemungkinannya untuk terjadi lagi pun meningkat.
7. Teori Penetapan Tujuan
Locke mengusulkan model kognitif, yang dinamakan teori tujuan, yang mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat/intentions (tujuan-tujuan) dengan perilaku.
Teori ini secara relatif lempang dan sederhana. Aturan dasarnya ialah penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan yang pernyataannya jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghasilkan unjuk-kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan yang taksa, tidak khusus, dan yang mudah dicapai. Teori tujuan, sebagaimana dengan teori keadilan didasarkan pada intuitif yang solid.
Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management By Objectives =MBO) menggunakan teori penetapan tujuan ini. Berdasarkan tujuan-tujuan perusahaan, secara berurutan, disusun tujuan-tujuan untuk divisi, bagian sampai satuan kerja yang terkecil untuk diakhiri penetapan sasaran kerja untuk setiap karyawan dalam kurun waktu tertentu.
Penetapan tujuan juga dapat ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.
Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, dapat seperti MBO, diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan peusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan memiliki keterikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan. Bila seorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu dapat terjadi bahwa keterikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.
Lima Prinsip Menetapkan Tujuan : 1. Kejelasan
Tujuan yang terukur, jelas dan spesifik
2. Challenge
Salah satu karakteristik yang paling penting dari tujuan adalah tingkat
tantangan.orang sering termotivasi oleh pencapaian dan mereka akan menilai tujuan berdasarkan makna prestasi yang diantisipasi. Ketika anda tahu bahwa apa yang anda lakukan akan di terima dengan baik, ada motivasi alami untuk melakukan pekerjaan yang baik.
Rewards biasanya meningkatkan tujuan lebih sulit.jika anda yakin anda akan baik kompensasi atau imbalan untuk mencapai tujuan yang menantang. Yang akan
meningkatkan antusiasme dan mendorong anda untuk menyelesaikannya. Menetapkan tujuan yang smart link yang relevan erat dengan imbalan yang diberikan untuk mencapai tujuan yang menantang.Tujuan yang relevan akan lebih lanjut tujuan organisasi anda dan ini adalah jenis tujuanyang sebagian besar majikan akan senang hati memberikan hadiah.
3. Komitmen
Tujuan harus dipahami dan di sepakati jika mereka ingin menjadi efektif. Karyawan lebih cenderung “membeli,menjadi” tujuan jika mereka merasa, mereka adalah bagian dari menciptakan tujuan itu.
Selain memilih jenis yang tepat sasaran, tujuan program yang efektif harus mencakupi umpan balik.saran dan masukan memberika kesempatan untuk
memperjelas harapan, tujuan menyesuaikan kesulitan dan mendapatkan pengakuan.
5. Kompleksitas Tugas
Faktor terakhir dalam penentuan sasaran perkenalan teori dua persyaratan untuk sukses.untuk tujuan atau tugas yang sangat komploeks, lebih berhati hati untuk memastikan bahwa pekerjaan itu tidak berlebihan.
8. Teori Keadilan
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstern yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung eksterm itu menyangkut 2 orang atau benda. Bila 2 orang tersebut punya kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus
memperoleh benda atau hasil yang sama. Kalau tidak sama, maka akan terjadi pelanggaran terhadap proporsi tersebut berarti ketidak adilan.
Pembagian Keadilan menurut Aristoteles yaitu :
1. Keadilan Komulatif adalah perlakuan terhadap seseorang yang tidak melihat jasa yang dilakukannya, yakni setiap orang mendapat haknya.
2. Keadilan Distributif adalah perlakuan terhadap seseorang sesuai dengan jasanya yang telah dibuat, yakni setiap orang mendapat kapasitas dengan potensi masing-masing.
3. Keadilan Findikatif adalah perlakuan terhadap seseorang sesuai kelakuannya, yakni sebagai balasan kejahatan yang dilakukan.
4. Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut John Rawls, fi lsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu fi lsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa “Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran”.
Pada intinya, keadilan adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya Istilah keadilan berasal dari kata adil yang berasal dari bahasa Arab. Kata adil berarti tengah. Adil pada hakikatnya bahwa kita memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.
Keadilan berarti tidak berat sebelah, menempatkan sesuatu di tengah-tengah, tidak memihak. Keadilan juga diartikan sebagai suatu keadaan dimana setiap orang baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara memperoleh apa yang menjadi haknya, sehingga dapat melaksanakan kewajibannya.
9. Teori Pengharapan
Teori harapan kadang disebut teori ekspektansi atau expectancy theory of
faktor hasil (outcomes), ketimbang kebutuhan (needs) seperti yang dikemukakan oleh Maslow andHerzberg.
Teori ini menyatakan bahwa intensitas kecenderungan untuk melakukan dengan cara tertentu tergantung pada intensitas harapan bahwa kinerja akan diikuti dengan hasil yang pasti dan pada daya tarik dari hasil kepada individu.
Vroom dalam Koontz, 1990 mengemukakan bahwa orang-orang akan termotivasi untuk melakukan hal-hal tertentu guna mencapai tujuan apabila mereka yakin bahwa tindakan mereka akan mengarah pada pencapaian tujuan tersebut.
Sehubungan dengan tingkat ekspektansi seseorang Craig C. Pinder (1948) dalam bukunyaWork Motivation berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat harapan atau ekspektansi seseorang yaitu:
a. Harga diri.
b. Keberhasilan waktu melaksanakan tugas.
c. Bantuan yang dicapai dari seorang supervisor dan pihak bawahan. d. Informasi yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas e. Bahan-bahan baik dan peralatan baik untuk bekerja.
Sementara teori harapan menyatakan bahwa motivasi karyawan adalah hasil dari seberapa jauh seseorang menginginkan imbalan (Valence), yaitu penilaian bahwa
kemungkinan sebuah upaya akan menyebabkan kinerja yang diharapkan (Expectancy), dan keyakinan bahwa kinerja akan mengakibatkan penghargaan (Instrumentality ). Singkatnya, Valence adalah signifikansi yang dikaitkan oleh individu tentang hasil yang diharapkan.
Ini adalah kepuasan yang diharapkan dan tidak aktual bahwa seorang karyawan mengharapkan untuk menerima setelah mencapai tujuan. Harapan adalah keyakinan bahwa upaya yang lebih baik akan menghasilkan kinerja yang lebih baik. Harapan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kepemilikan keterampilan yang sesuai untuk melakukan pekerjaan, ketersediaan sumber daya yang tepat, ketersediaan informasi penting dan mendapatkan dukungan yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.
Pendekatan Lain Berkaitan dengan Kepemimpinan
1. Teori Atribusi Kepemimpinan
Teori atribusi kepemimpinan mengemukakan bahwa kepemimpinan semata-mata merupakan suatu atribusi yang dibuat orang atau seorang pemimpin mengenai individu-individu lain yang menjadi bawahannya.
Beberapa teori atribusi yang hingga saat ini masih oleh banyak orang yaitu:
- Teori penyimpulan terkait (correspondensi Inference), yakni perilaku orang lain merupakan sumber informasi yang kaya.
- Teori sumber perhatian dalam kesadaran (conscious attentional resources) Bahwa proses persepsi terjadi dalam kognisi orang yang melakukan persepsi (pengamatan)
- Teori atribusi internal dan ekternal dikemukakan oleh Kelly & Micella, 1980 yaitu teori yang berfokus pada akal sehat.
2. Model Manajemen Efektif dan Likert
a. Manajemen Efektif
Manajemen yang efektif adalah manajemen yang didukung oleh seluruh lapisan karyawan dengan integritas untuk merealisasikan rencana dan target perusahaan. Apabila manajemen lalai menyatukan visi bersama kepada seluruh lapisan karyawan dan pimpinan, maka manajemen akan kehilangan kekuatan untuk menjalankan semua program kerja. Akibatnya, manajemen akan selalu merasa kualitas karyawan tidak pernah cukup untuk memenuhi tantangan organisasi. Padahal persoalan kekurangan itu ada pada ketidakmampuan manajemen untuk menginternalisasikan visi perusahaan kepada seluruh lapisan karyawan dan pimpinan.
Manajemen yang berkualitas akan selalu membuka diri untuk di awasi dan di evaluasi oleh setiap stakeholdersnya. Termasuk, menjalankan operasional kerja dengan prinsip-prinsip good governance yang diperkuat dengan panduan etika bisnis, code of conduct, dan sikap profesionalisme di semua aspek kerja. Kesiapan manajemen untuk
b. Model Manajemen Likert Kepemimpinan
adalah suatu proses
mempengaruhi
untuk mengarahkan orang
lain agar mengerahkan kemampuannya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan bersama.
Rensis Likert dari Universitas Michigan:
Gaya Kepemimpinan yang berlandaskan pada hubungan antara manusia melalui hasil produksi dari sudut pandang manajemen yang kemudian dikenal dengan Four
Systems Theory. Empat Sistem Kepemimpinan menurut Likert tersebut antara lain :
1. Sistem Otokratis Eksploitif
Ciri-ciri sistem otokratis eksploitif ini antara lain: a. Pimpinan menentukan keputusan
b. Pimpinan menentukan standar pekerjaan c. Pimpinan menerapkan ancaman dan hukuman d. Komunikasi top down
2. Sistem Otokratis Paternalistic
Ciri-ciri dri sistem Otokratis Paternalistic atau Otoriter Bijak, antara lain: a. Pimpinan percaya pada bawahan
b. Motivasi dengan hadiah dan hukuman c. Adanya komunikasi ke atas
d. Mendengarkan pendapat dan ide bawahan e. Adanya delegasi wewenang
3. Sistem Konsultatif
Ciri-ciri Sistem konsultatif antara lain: a. Komunikasi dua arah
b. Pimpinan mempunyai kepercayaan pada bawahan
c. Pembuatan keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat atas
4. Sistem Partisipatif
Ciri-ciri Sistem Partisipatif antara lain: a. Team work
3. Pemimpin Transaksional dan Transformasional
Pengertian Kepemimpinan transaksional
Burns mendefinisikan kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang memotivasi bawahan atau pengikut dengan minat-minat pribadinya. Kepemimpinan transaksional juga melibatkan nilai-nilai akan tetapi nilai-nilai itu relevan sebatas proses pertukaran (exchange process), tidak langsung menyentuh substansi perubahan yang dikehendaki. Kudisch, mengemukakan kepemimpinan transaksional dapat digambarkan sebagai :
a. Mempertukarkan sesuatu yang berharga bagi yang lain antara pemimpin dan bawahannya.
b. Intervensi yang dilakukan sebagai proses organisasional untuk mengendalikan dan memperbaiki kesalahan.
c. Reaksi atas tidak tercapainya standar yang telah ditentukan.
Jadi kepemimpinan transaksional merupakan sebuah kepemimpinan dimana seorang pemimpin mendorong bawahannya untuk bekerja dengan
menyediakan sumberdaya dan penghargaan sebagai imbalan untuk motivasi, produktivitas dan pencapaian tugas yang efektif.
Ciri-ciri Kepemimpinan transaksional
Kepemimpinan transaksional menurut Bass memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Contingent reward
Kontrak pertukaran penghargaan untuk usaha, penghargaan yang dijanjikan untuk kinerja yang baik, mengakui pencapaian.
b. Active management by exception
Melihat dan mencari penyimpangan dari aturan atau standar, mengambil tindakan perbaikan.
c. Pasive management by exception
Intervensi hanya jika standar tidak tercapai. d. Laissez-faire
Melepaskan tanggung jawab, menghindari pengambilan keputusan. Pengertian Kepemimpinan Transformasional
Istilah kepemimpinan transformasional terdiri dari dua kata yaitu kepemimpinan (leadership) dan transformasional (transformational). Kepemimpinan adalah setiap tindakan yang yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu ataukelompok lain lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan target capaian yang telah ditetapkan. Sumber daya yang dimaksud yaitu sumber daya manusia seperti pimpinan, staf, bawahan, tenaga ahli, guru, dosen, peneliti, dan lain-lain.
Ciri-ciri Kepemimpinan Transformasional
Ciri pemimpin transformasional diantaranya:
a. Mampu mendorong pengikut untuk menyadari pentingnya hasil pekerjaan. b. Mendorong pengikut untuk lebih mendahulukan kepentingan organisasi c. Mendorong untuk mencapai kebutuhan yang lebih tinggi.
Perbedaan Kepemimpinan Transaksional Dengan Transformasional
Kepemimpinan transaksional dan transformasional memiliki perbedaan esensial dalam konstruksi perilaku kepemimpinan tetapi sifatnya saling melengkapi dan tidak saling meniadakan. Seberapa besar kombinasinya tergantung dari situasi masing-masing.
Menurut pemikiran Bass (2007), kepala sekolah transaksional bekerja di dalam budaya organisasi sekolah seperti yang ada, sedangkan kepala sekolah transformasional mengubah budaya organisasi sekolah. Perbedaan esensial antara pemimpin transaksional dan transformasional berikut ini :
1. Kepemimpinan Transaksional
a. Pemimpin menyadari hubungan antara usaha dan imbalan.
b. Kepemimpinan adalah responsif dan orientasi dasarnya adalah berurusan dengan masalah sekarang.
c. Pemimpin mengandalkan bentuk-bentuk standar bujukan, hadiah, hukuman dan sanksi untuk mengontrol pengikut.
d. Pemimpin memotivasi pengikutnya dengan menetapkan tujuan dan menjanjikan imbalan bagi kinerja yang dikehendaki.
e. Kepemimpinan tergantung pada kekuatan pemimpin memperkuat bawahan untuk berhasil tawar-menawar.
2. Kepemimpinan Transformasional
a. Pemimpin membangkitkan emosi pengikut dan memotivasi mereka bertindak di luar kerangka dari apa yang digambarkan sebagai hubungan pertukaran. b. Kepemimpinan adalah bentuk proaktif dan harapan-harapan baru pengikut. c. Pemimpin dapat dibedakan oleh kapasitas mereka mengilhami dan
pandang yang baru) dan pengaruh ideal (membangkitkan emosi dan identifikasi yang kuat terhadap visi organisasi) untuk pengikut.
d. Pemimpin menciptakan kesempatan belajar bagi pengikut mereka dan merangsang pengikutnya untuk memecahkan masalah.
e. Pemimpin memiliki visi yang baik, retoris dan keterampilan manajemen untuk mengembangkan ikatan emosional yang kuat dengan pengikutnya.
f. Pemimpin memotivasi pengikutnya bekerja untuk tujuan yang melampaui kepentingan pribadi.
4. Teori Karismatik
Konsep kharismatik (charismatic) atau kharisma (charisma) menurut Weber (1947) lebih ditekankan kepada kemampuan pemimpin yang memiliki kekuatan luarbiasa dan mistis. Menurutnya, ada lima faktor yang muncul bersamaan dengan kekuasaan yang kharismatik, yaitu : Adanya seseorang yang memiliki bakat yang luarbiasa, adanya krisis sosial, adanya sejumlah ide yang radikal untuk memecahkan krisis tersebut, adanya sejumlah pengikut yang percaya bahwa seseorang itu memiliki kemampuan luarbiasa yang bersifat transendental dan supranatural, serta adanya bukti yang berulang bahwa apa yang dilakukan itu mengalami kesuksesan.
Karisma akan lebih dihubungkan dengan pemimpin yang menyarankan sebuah visi yang amat tidak sesuai dengan status quo, tetapi masih dalam ruang gerak penerimaan oleh para pengikut. Yaitu, para pengikut tidak akan menerima visi demikian sebagai kompeten atau gila. Para pemimpin yang tidak karismatik biasanya mendukung status quo atau hanya memberikan sedikit atau tambahan perubahan.
Para pemimpin akan lebih mungkin dipandang sebagai karismatik jika mereka membuat pengorbanan diri, mengambil resiko pribadi, dan mendatangkan biaya tinggi untuk mencapai visi yang mereka dukung. Kepercayaan terlihat menjadi komponenpenting dari karismatik, dan pengikut lebih mempercayai pemimpin yang kelihatan tidak terlalu termotivasi oleh kepentingan pribadi daripada oleh perhatian terhadap pengikut. Yang paling mengesankan adalah seorang pemimpin yang benar-benar mengambil resiko kerugian pribadi yang cukup besar dalam hal status, uang posisi kepemimpinan atau keanggotaan dalam organisasi.
Dalam hal selektivitas yang dimiliki komunikan ini diketahui bahwa seseorang akan memilih pesan tergantung pada dua faktor:
2. Effort to be required – menghendaki suatu usaha.