PENGARUH NET SALES, TOTAL ASSETS TURN OVER, SUKU BUNGA
KREDIT DAN KURS USD TERHADAP EARNING PER SHARE (EPS) PADA
PERUSAHAAN OTOMOTIF DAN KOMPONEN YANG TERCATAT PADA
BURSA EFEK INDONESIA (BEI)
Oleh :
Septian Yudha Kusuma
ABSTRAK
Earning per Share (laba per lembar saham) adalah tingkat keuntungan bersih untuk tiap lembar sahamnya yang mampu diraih perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Salah satu alasan investor membeli saham adalah untuk mendapatkan deviden, jika nilai EPS kecil maka kecil pula kemungkinan perusahaan untuk membagikan deviden. Maka dapat dikatakan investor akan lebih meminati saham yang memiliki EPS tinggi dibandingkan saham yang memiliki EPS rendah. Penelitian mengenai EPS sejauh ini lebih banyak mengarah pada faktor-faktor fundamental perusahaan, namun pada penelitian ini ditambahkan dua faktor makro yang diduga berpengaruh terhadap EPS yaitu Suku Bunga Kredit dan Kurs USD.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh net sales, total assets turn over, tingkat suku bunga kredit dan kurs valuta asing terhadap EPS pada perusahaan yang tercatat pada BEI tahun 2007-2011. Populasi dalam penelitian ini yaitu sebanyak perusahaan yang tercatat dalam BEI. Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 15 perusahaan Otomotif dan Komponen dari tahun 2007-2011, sehingga didapatkan sampel sebanyak 67.
Berdasarkan analisi yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai bahwa: (1) Net sales terbukti secara signifikan mempengaruhi EPS. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikasi sebesar 0.000 < 0,050. (2) Total assets turn over (TATO) tidak terbukti secara signifikan mempengaruhi EPS. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikasi sebesar 0.390 > 0,050. (3) Suku bunga kredit terbukti secara signifikasn mempengaruhi EPS. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikasi sebesar 0.019 < 0,050. (4) Kurs USD tidak terbukti secara signifikan mempengaruhi EPS. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikasi sebesar 0.380 > 0,050.
Kata kunci: earning per share, net sales, total asset turn over, tingkat suku bunga kredit, kurs USD. PENDAHULUAN
Pasar modal yaitu situasi dimana para penjual dan pembeli dapat
melakukan negosiasi terhadap
pertukaran suatu komoditas atau kelompok komoditas, dan komoditas yang dipertukarkan disini adalah modal (Ang, 1997: 3.3). Modal disini dapat berupa modal hutang (obligasi) dan modal ekuitas (saham). Pasar modal memiliki peranan yaitu sebagai sarana untuk penyaluran dana bagi pihak yang kelebihan dana dan pihak yang memerlukan dana.
Untuk dapat melakukan transaksi di pasar modal, maka perusahaan harus melakukan langkah go public. Ang (1997: 2.6) mengemukakan bahwa beberapa keuntungan yang diperoleh perusahaan go public antara lain: (1) Memperoleh dana murah dari basis yang sangat luas untuk keperluan penambahan modal, yang tentunya dapat dimanfaatkan perusahaan untuk
keperluan pengembangan usaha,
membiayai berbagai rencana investasi termasuk proyek yang memiliki resiko tinggi. (2) Memberikan likuiditas dan
nilai pasar terhadap kekayaan perusahaan yang merupakan nilai ekonomis dari jerih payah para pendiri (founder). Melalui pasar sekunder, para pemegang saham pendiri setiap saat bisa menjual sebagian atau seluruh sahamnya (likuiditas). (3) Mengangkat pandangan masyarakat umum (image) terhadap perusahaan sehingga menjadi incaran para profesional sebagai tempat untuk bekerja. Daya tarik para profesional maupun manajer terhadap
perusahaan public adalah
kelangsungan hidup terjamin dan evaluasi jenjang karir yang lebih obyektif. (4) Pemegang saham, khususnya individu akan cenderung menjadi konsumen yang setia kepada produk perusahaan, karena adanya rasa ikut memiliki perusahaan (sense
belonging). (5) Perusahaan publik
menikmati secara cuma-cuma promosi melalui media massa, terutama perusahaan yang sahamnya aktif diperdagangkan, likuid dan pemilikan
sahamnya tersebar luas serta
Masyarakat yang bertindak sebagai investor tentu saja tidak begitu saja akan membeli saham perusahaan-perusahaan yang telah go public
tersebut. Investor yang akan melakukan investasi akan menganalisis data historis perusahaan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui kekuatan maupun
kelemahan perusahaan,
mengidentifikasi kecenderungan atau pertumbuhan yang mungkin ada, mengevaluasi efisiensi operasional dan
memahami sifat dasar maupun
karakteristik operasional dari perusahaan tersebut.
Earning per Share (laba per
lembar saham) adalah tingkat
keuntungan bersih untuk tiap lembar
sahamnya yang mampu diraih
perusahaan pada saat menjalankan operasinya. EPS diperoleh dari laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa dibagi dengan jumlah rata – rata saham biasa yang beredar. Salah satu alasan investor membeli saham adalah untuk mendapatkan deviden, jika nilai EPS kecil maka kecil pula kemungkinan
perusahaan untuk membagikan
deviden. Maka dapat dikatakan investor akan lebih meminati saham yang memiliki EPS tinggi dibandingkan saham yang memiliki EPS rendah.
Perusahaan tidak akan berjalan tanpa adanya sistem penjualan yang baik. Penjualan merupakan ujung tombak dari perusahaan, sebab penjualan merupakan faktor penentu atas perolehan laba yang optimal sehingga kontinuitas perusahaan terjamin. Dalam setiap kegiatan
penjulan diperlukan adanya
perencanaan dan strategi yang baik untuk mencapai target yang diinginkan
perusahaan. Dalam kegiatan
operasional perusahaan, penjualan merupakan salah satu alat penunjang dari beban yang menjadi tanggungan perusahaan.
Di dalam mengatasi persaingan di dalam dunia usaha, perusahaan dituntut untuk tetap menjaga kualitas produk dari perusahaan. Perlu adanya sistem penjualan maupun sistem pemasaran yang baik agar konsumen tertarik untuk
membeli produk perusahaan dan tetap loyal untuk menggunakan produk perusahaan. Apabila perusahaan telah memiliki sistem penjualan maupun pemasaran yang baik, akan berakibat pada peningkatan penjualan dan laba perusahaan. Penelitian dari Pancawati,
Pramuka dan Jaryono (2004)
menunjukkan bahwa adanya pengaruh signifikan antara net sales terhadap EPS.
Dalam menjalankan fungsi
penjualan, diperlukan adanya aset guna mendukung proses penjualan itu sendiri. Penggunaan aset yang efektif merupakan salah satu faktor penting dalam memenuhi kualitas produk perusahaan. Total Assets Turn Over
(TATO) menggambarkan efektifitas penggunaan seluruh aset perusahaan dalam rangka menghasilkan penjualan atau berapa rupiah penjualan bersih yang dihasilkan dari setiap rupiah yang diinvestasikan dalam bentuk aset perusahaan.
Pancawati, Pramuka dan Jaryono (2004) menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara Total
Assets Turn Over terhadap EPS.
Dengan memperhitungkan besarnya TATO, perusahaan dapat mengetahui
apakah aset yang digunakan
perusahaan sudah efektif dalam menunjang penjualan perusahaan. Aktifitas yang rendah pada tingkat penjualan akan mengakibatkan semakin besarnya kelebihan dana yang tertanam pada aset tersebut. Kelebihan dana tersebut sebaiknya ditanamkan pada aset lain yang lebih produktif. Sebaliknya, semakin tinggi aktifitas pada tingkat penjualan, maka semakin efektif aset yang digunakan perusahaan dalam memperoleh laba perusahaaan.
Kinerja perusahaan tercermin pada laba operasional atau laba bersih per lembar saham serta rasio-rasio
keuangan yang menggambarkan
kekuatan manajemen dalam mengelola
perusahaan. Sedangkan risiko
“Kenaikan tingkat bunga pinjaman memiliki dampak negatif terhadap setiap emiten, karena akan meningkatkan beban bunga kredit dan menurunkan laba bersih” (Samsul, 2006: 201).
Selain itu, nilai tukar juga berpengaruh terhadap perusahaan.
Menurut Ang (1997: 19.11)
melemahnya nilai tukar rupiah memberikan pengaruh negatif terhadap pasar ekuitas, karena menyebabkan pasar ekuitas menjadi tidak mempunyai daya tarik. Melemahnya nilai tukar rupiah akan berakibat pada penurunan penjualan pada perusahaan terutama bagi perusahaan yang berorientasi ekspor, sehingga hal ini akan
menurunkan laba maupun EPS
perusahaan.
Riset mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi EPS dilakukan oleh Beaver dan Morse (1987) yang menguji pengaruh risiko, pertumbuhan dan metode akuntansi terhadap earning price ratio. Penelitian Beaver dan Morse (1987) dilakukan sepanjang periode 1956 sampai dengan 1970, analisis dilakukan dengan menggunakan regresi berganda. Hasil penelitian membuktikan bahwa risiko bisnis dan pertumbuhan perusahaan memiliki daya jelas sebesar 50% terhadap variasi perubahan
earning price ratio.
Riset di Indonesia mengenai
earning per share dilakukan oleh
Bhirawa (2000) yang menguji faktor-faktor yang mempengaruhi price earning ratio saham blue chip di Bursa Efek Jakarta. Variabel dalam riset tersebut meliputi growth, deviden payout ratio, standar deviasi earning ratio, financial leverage, return on equity dan net asset per share.Hasil penelitian menunjukkan bahwa deviden payout
ratio dan financial leverage merupakan
variabel yang mempengaruhi price
earning ratio, saham-sama perusahaan
blue chip.
Penelitian Mahmuda,
Tjandarakirana dan Saputra (2003) menguji variabel-variabel yang mempengaruhi EPS dan pengaruhnya bersama informasi akuntansi terhadap perubahan harga saham perusahaan manufaktur di BEI. Variabel dalam
penelitian Mahmuda, Tjandarakirana dan Saputra (2003) meliputi struktur modal, struktur keuangan, risiko bisnis, laba operasi per share, book value per share pada perusahaan maufaktur tahun 1998 dan 1999. Hasil penelitian membuktikan bahwa struktur modal, struktur keuangan dan risiko bisnis tidak berepengaruh terhadap EPS pada tahun 1998, sedangkan pada tahun 1999 hanya variabel price to book value yang terbukti mempengaruhi EPS.
Selain Bhirawa (2000) dan Mahmuda, Tjandarakirana dan Saputra (2003), penelitian mengenai EPS juga dilakukan oleh Pancawati, Pramuka dan Jaryono (2004) yang menguji Pengaruh variabel net sales, debt to equity ratio, current ratio, inventory turn over, total asset turn over, net profit margin dan
book value growthterhadapEarning Per
Share perusahaan pada periode
sebelum, saat dan sesudah krisis moneter. Penelitian dilakukan terhadap 144 perusahaan manufaktur yang listing di BEI. Hasil penelitian membuktikan bahwa secara simultan variabel-variabel tersebut mempengaruhi EPS. Secara partial hanya variabel net sales, TATO dan book value growth yang terbukti mempengaruhi EPS. Hasil analisis
Chow Test juga membuktikan bahwa
pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap EPS adalah berbeda-beda selama periode sebelum, saat dan sesudah krisis moneter.
Perbedaan hasil riset Bhirawa
(2000) dengan Mahmuda,
Tjandarakirana dan Saputra (2003) mengenai pengaruh struktur modal dan struktur keuangan terhadap EPS menunjukkan bahwa pengaruh kedua variabel manajemen keuangan tersebut tidak bisa dijadikan parameter kinerja perusahaan mengingat tingkat struktur modal dan struktur keuangan yang optimal belum tentu menghasilkan kinerja maksimal apabila tidak diikuti dengan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan penjualan dan efisiensi operasi perusahaan.
signifikan mempengaruhi EPS. Namun demikian riset ini menambahkan dua variabel makro (suku bunga dan kurs USD) mengingat kedua variabel
memiliki peran penting dalam
mempengaruhi perekonomian di mana sebuah perusahaan beroperasi. Suku bunga berdampak pada meningkatkan
harga pokok produksi akibat
meningkaynya bahan baku dan bahan penolong dari supplier lokal, sedangkan kurs USD akan meningkatkan biaya bahan baku dan bahan penolong yang berasal dari supplier asing.
Meningkatnya HPP juga
berdampak pada menurunnya margin
meskipun perusahaan mampu
menghasilkan nilai penjualan yang sama, sehingga akan menurunkan EPS, apabila perusahaan tidak mampu melakukan efisiensi operasi untuk mengimbangi meningkatnya harga bahan baku dan bahan penolong. Dari sisi biaya bunga meningkatnya suku
bunga akan berdampak pada
meningkatnya biaya utang, dan bagi perusahaan-perusahaan dengan utang luar negeri kewajiban akan meningkat seiring dengan menurunnya nilai tukar rupiah.
Sebagaimana dikatakan oleh Ang (1997:11) nilai tukar dan suku bunga merupakan dua variabel makro yang mempengaruhi laba per lembar saham. Hasil penelitian Hernendiastoro (2005) membuktikan bahwa kondisi keuangan
mempengaruhi pendapatan saham
sehingga berdampak pada pendapatan per lembar saham.
PERUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Apakah net sales berpengaruh
terhadap EPS? Earning Per Share(EPS)
Investor dalam melakukan investasi
di pasar modal membutuhkan ketelitian dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan saham. Penilaian saham yang akurat dapat meminimalkan resiko agar tidak salah dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, investor perlu
menganalisis kondisi keuangan
perusahaan untuk pengambilan keputusan dalam melakkan investasi saham. Untuk
mengevaluasi kondisi keuangan
perusahaan, investor dapat melakukannya dengan menghitung rasio keuangan perusahaan yaitu EPS.
EPS akan diikuti secara erat oleh pemegang saham, karena besarnya EPS dari suatu perusahaan merupakan cerminan dari nilai perusahaan. Menurut IAI (2002) dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan Nomor 56
menyebutkan “LPS dengan ringkas menyajikan kinerja perusahaan dikaitkan dengan saharn beredar”. Hal ini menjelaskan bagaimana kinerja suatu perusahaan bila dikaitkan dengan sumber pendanaan perusahaan tersebut guna menghasilkan laba. Menurut Ang (1997: 6.22), EPS merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak tahun
buku dengan jumlah saham yang
diterbitkan (outstanding shares). Laba bersih setelah pajak ini biasa disebut NIAT (Net Income After Tax).
Penjualan
Keberhasilan suatu perusahaan pada umumnya dilihat dari kemampuannya dalam menghasilkan laba. Dengan laba yang diperoleh, perusahaan akan dapat mengembangakan berbagai kegiatan, meningkatkan jumlah aktiva dan modal
serta dapat mengembangkan dan
memperluas bidang usahanya. Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan melakukan kegiatannya dalam bentuk penjualan, semakin besar volume penjualan maka semakin besar pula laba yang akan diperoleh perusahaan.
Menurut Siegel dan Shim yang diterjemahkan oleh Kurdi (1999), “Penjualan adalah Penerimaan yang diperoleh dari pengiriman barang dagangan atau dari penyerahan pelayanan
dalam bursa sebagai barang
harta lainnya. Pendapatan dapat diperoleh pada saat penjualan, karena terjadi pertukaran, harga jual dapat ditetapkan dan bebannya diketahui”.
Menurut Swastha (dalam
Hermansyah dan Ariesti, 2008: 2) menjual adalah ilmu dan seni mempengaruhi pribadi yang dilakukan oleh penjual untuk mengajak orang lain agar bersedia membeli barang/jasa yang ditawarkannya.
Total Assets Turn Over
Total Assets Turn Over (TATO)
menggambarkan efektifitas penggunaan seluruh asset perusahaan dalam rangka menghasilkan penjualan atau berapa rupiah penjualan bersih yang dihasilkan dari setiap rupiah yang diinvestasikan dalam bentuk asset perusahaan. Total
Assets Turn Over merupakan salah satu
indikator dalam menghitung rasio aktifitas. Menurut beberapa pakar dalam Kodrat, Sukardi dan Indonanjaya (2010: 237) mengemukakan bahwa rasio aktifitas mengukur tingkat efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki.
Rasio aktivitas dirancang untuk mengetahui apakah jumlah total dari seluruh aktiva seperti yang tercantum dalam neraca terlihat wajar, terlalu rendah atau terlalu tinggi bila dibandingkan dengan tingkat penjualan. Rasio yang tinggi biasanya menunjukkan manajemen yang baik. Sebaliknya rasio yang rendah membuat manajemen harus melakukan evaluasi ulang untuk masalah strategi
pemasaran maupun pengeluaran
modalnya (investasi).
Tingkat Suku Bunga Kredit
Salah satu alat kebijakan yang digunakan pemerintah dalam pengendalian uang beredar yaitu dengan bunga. “Bunga adalah imbalan jasa untuk penggunaan uang/ modal yang dibayar pada waktu
tertentu berdasarkan ketentuan/
kesepakatan, umumnya dinyatakan
sebagai presentase dari modal pokok” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2011: 223). Pemberi pinjaman telah menunda penggunaan uang untuk keperluannya, sehingga wajar apabila pemberi pinjaman mendapatkan imbalan dari modal pokok yang dipinjamkannya.
Kurs USD
Nilai tukar atau dikenal pula sebagai kurs dalam keuangan merupakan sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat kini atau di kemudian hari, antara dua mata uang masing-masing negara atau wilayah (id.wikipedia.org/wiki/Nilai_tukar). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011: 762) mengemukakan bahwa “Kurs adalah nilai mata uang suatu negara yang dinyatakan dengan nilai mata uang negara yang lain”. Secara sederhana, yang dimaksud kurs yaitu harga yang harus dibayar dengan uang sendiri untuk memperoleh satu unit uang asing (Kindleberger, dalam Kasrori, 2006: 386). Dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa kurs adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, atau dapat dikatakan sebagai perbandingan nilai atau harga kedua mata uang tersebut.
Nilai tukar yang berdasarkan atas kekuatan pasar akan selalu berubah-ubah setiap salah dua komponen mata uang berubah. Sebuah mata uang akan cenderung berharga apabila permintaan lebih besar daripada pasokan mata yang tersedia. Peningkatan permintaan terhadap mata uang adalah hal yang positif, karena dengan meningkatnya permintaan maka ada peningkatan volume transaksi, sehingga akan berhubungan erat dengan tingkat aktivitas bisnis negara berkaitan.
HUBUNGAN ANTAR VARIABEL HubunganNet SalesTerhadap EPS
Perusahaan harus mempunyai strategi yang tepat agar dapat memenangkan pasar dan menarik
konsumen agar loyal terhadap
produknya. Untuk itu, faktor-faktor yang
mempengaruhi penjualan harus
diperhatikan. Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut, perusahaan akan dapat menentukan kebijaksanaan untuk mengantisipasi kendala-kendala dalam penjualan, sehingga perusahaan dapat menjual produk dalam jumlah yang besar dan volume penjualan selalu
meningkat sesuai dengan yang
yang diperoleh para investor. Penelitian dari Pancawati, Pramuka dan Jaryono (2004) menunjukkan bahwa adanya pengaruh signifikan antara net sales terhadap EPS.
H1: Net Sales berpengaruh positif terhadap EPS
Hubungan Total Assets Turn Over Terhadap EPS
Tingkat aktivitas operasi perusahaan bergantung pada jumlah aset produktif yang dimiliki, semakin banyak aset produktif, maka aktivitas operasi juga meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan atau laba bagi perusahaan, serta EPS bagi para pemegang saham. Hubungan positif antara jumlah aset dengan laba atau EPS akan
tercapai dengan syarat adanya
peningkatan dalam penjualan, karena untuk menghitung Total Assets Turn Over
adalah dengan membagi jumlah penjualan dengan total aset yang dimiliki, maka jika
Total Assets Turn Over suatu perusahaan naik, maka secara otomatis EPS juga akan naik dengan syarat mengabaikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi laba atau EPS perusahaan. Penelitian dari Pancawati, Pramuka dan Jaryono (2004) menunjukkan bahwa adanya pengaruh signifikan antara Total Assets Turn Over
terhadap EPS.
H2: Total Assets Turn Over berpengaruh positif terhadap EPS Hubungan Suku Bunga Kredit Terhadap EPS
“Kenaikan tingkat bunga pinjaman memiliki dampak negatif terhadap setiap emiten, karena akan meningkatkan beban bunga kredit dan menurunkan laba bersih” (Samsul, 2006: 201). Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa kenaikan tingkat bunga akan mengakibatkan pada penjualan besar-besaran saham oleh para investor dan mengalihkan investasinya pada perbankan, hal ini menyebabkan penurunan harga saham dan EPS.
H3: Suku Bunga Kredit berpengaruh negatif terhadap EPS Hubungan Kurs USD Terhadap EPS
Menurut Ang (1997: 19.11)
“melemahnya rupiah memberikan
pengaruh negatif terhadap pasar ekuitas,
karena menyebabkan pasar ekuitas menjadi tidak mempunyai daya tarik”. Melemahnya nilai tukar rupiah akan berakibat pada penurunan penjualan pada perusahaan terutama bagi perusahaan yang berorientasi ekspor, sehingga hal ini akan menurunkan laba maupun EPS perusahaan.
H4: Kurs USD berpengaruh positif terhadap EPS
MODEL PENELITIAN
METODE PENELITIAN
Definisi Operasional Variabel Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini meliputi Earning Per Share (EPS).
Menurut Ang (1997: 6.22), EPS
merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak tahun buku dengan
jumlah saham yang diterbitkan
(outstanding shares). Laba bersih setelah pajak ini biasa disebut NIAT (Net Income After Tax). Berdasarkan pengertian diatas, Robbert Ang menggunakan rumus berikut untuk menentukan besarnya EPS:
Variabel Independen
1) Net Sales(NS)
Menurut Swastha (dalam
Hermansyah dan Ariesti, 2008: 2) menjual adalah ilmu dan seni mempengaruhi pribadi yang dilakukan oleh penjual untuk mengajak orang lain agar bersedia membeli barang/jasa yang ditawarkannya.
Net Sales dihitung dengan cara sebagai
berikut:
H2
H4 H3 H1
Total Assets Turn Over (TATO) (X2)
Suku Bunga Kredit (X3)
Kurs USD (X4)
Net Sales (X1)
Earning Per Share (EPS)
(Y)
= { }
NS = Penjualan – Potongan Penjualan – Retur
2) Total Assets Turn Over(TATO)
Total Assets Turn Over merupakan
salah satu indikator dalam menghitung rasio aktifitas. Menurut beberapa pakar dalam Kodrat, Sukardi dan Indonanjaya (2010: 237) mengemukakan bahwa rasio aktifitas mengukur tingkat efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki. Adapun cara menghitung Total Assets Turn Over
menurut Kodrat dan Indonanjaya (2010: 239) adalah sebagai berikut:
3) Suku Bunga Kredit (SB)
Suku bunga bank merupakan suku bunga/ tariff yang dikenakan oleh bank atas pinjaman (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2011: 1350). Suku bunga biasa dinyatakan dengan prosentase. Dalam penelitian ini, suku bunga dihitung dengan rata-rata suku bunga dalam 1 tahun.
4) Kurs USD
Nilai tukar atau dikenal pula sebagai kurs dalam keuangan adalah sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat kini atau di kemudian hari, antara dua mata uang masing-masing negara atau wilayah (id.wikipedia.org/wiki/Nilai_tukar). Dalam penelitian ini, kurs USD dihitung dengan cara menghitung rata-rata suku bunga dalam 1 tahun.
Populasi dan Sample Penelitian
Populasi penelitian ini adalah perusahaan otomotif dan komponen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Perusahaan yang tercatat sebanyak 19, dengan pengamatan selama 5 tahun sehingga jumlah observasi sebanyak 95.
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu dengan metode
purposive sampling, yaitu pemilihan
sampel dengan beberapa kriteria. Beberapa kriteria sampel dalam penelitian ini yaitu:
a.
Perusahaan Otomotif dan Komponen yang telah go public di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada kurun waktu penelitian (periode 2007 – 2011).b.
Tersedia data laporan keuangan yang telah diaudit selama kurun waktu penelitian (periode 2007 – 2011).c.
Mencantumkan EPS, net sales danTATO pada laporan keuangan
selama kurun waktu penelitian (periode 2007 –2011).
d.
Memiliki utang dalam bentuk valas maupun rupiah.Dengan demikian semua anggota populasi menjadi sampel atau bisa dikatakan sampel penuh. Berikut ini daftar-daftar perusahaan dalam penelitian:
Tabel 1
Daftar Perusahaan Penelitian
Sumber: Data Sekunder yang diolah (2012)
HASIL DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif
Tabel 2
Diskriptif Statistik Sampel
N Minimum Maximum Mean
EPS
67 -179.290 4393.528 455.554
30 NS
67 58.090 162564 13519.9
3
TATO 67 .320 1.590 1.02836
SB 67 6.500 8.670 7.49522
KURS
67 8779.490 10398.350 9385.93
955 Valid N
(listw ise)
67
Sumber: Data Sekunder yang diolah (2012)
Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas
Uji normalitas data dilakukan untuk melihat bahwa suatu data terdistribusi secara normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Hasil pengujian normalitas residual statistik model dengan menggunakan dengan menggunakan metode one sample Kolmogorov – Smirnov adalah sebagai berikut:
Tabel 3 Hasil Uji Normalitas
Sumber: Data Sekunder yang diolah (2012)
Berdasarkan hasil uji Kolmogorov-Smirnow residual statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0.116 > 5% yang menunjukkan bahwa distribusi residual adalah berdistribusi normal.
Uji Multikolinieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) (Ghozali, 2009: 95). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Uji asumsi klasik seperti multikolinearitas dapat dilhat dari nilai tolerance dan
variance inflation factor (VIF). Kedua
ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/Tolerance). Nilai
KODE
PERUSAHAAN NAMA PERUSAHAAN ADMG POLYCHEM INDONESIA, Tbk
ASII ASTRA INTERNASIONAL, Tbk
AUTO ASTRA OTOPARTS, Tbk
BRAM INDO KORDSA, Tbk
GDYR GOODYEAR INDONESIA, Tbk
GJTL GAJAH TUNGGAL, Tbk
HEXA HEXINDO ADIPERKASA, Tbk
IMAS INDOMOBIL SUKSES
INTERNASIONAL, Tbk INDS INDOSPRING, Tbk
INTA INTRACO PENTA, Tbk
LPIN MULTI PRIMA SEJAHTERA, Tbk
MASA MULTISTRADA ARAH SARANA, Tbk
NIPS NIPRESS, Tbk
PRAS PRIMA ALLOY STEEL UNIVERSAL, Tbk
SMSM SELAMAT SEMPURNA, Tbk
SQMI ALLBOND MAKMUR USAHA, Tbk
SUGI SUGI SAMAPERSADA, Tbk
TURI TUNAS RIDEAN, Tbk
UNTR UNITED TRACTOR, Tbk
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Test distribution is Normal. a.
cut off yang umumnya dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10. Berdasarkan hasil uji multikolinieritas dengan menggunakan deteksi outlayer didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 4
Hasil Uji Multikolinieritas No Variabel Tollerance VIF Keterangan 1 NS .963 1.039 Tidak multikolinieritasterjadi
2 TATO .964 1.037 Tidak multikolinieritasterjadi
3 SB .930 1.075 Tidak multikolinieritasterjadi
4 KURS .941 1.062 Tidak multikolinieritasterjadi
Sumber: Data Sekunder yang diolah (2012)
Dari hasil uji multikolenieritas diketahui bahwa nilai VIF keempat variabel independen sebesar 1.039, 1.037, 1.075 dan 1.062 untuk net sales,
total assets turn over,suku bunga kredit dan kurs USD. Dengan demikian dinyatakan bahwa variabel independen dalam penelitian bersifat orthogonal atau tidak terjadi korelasi sempurna satu sama lain.
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1
(sebelumnya) (Ghozali, 2009: 99). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada masalah autokorelasi. Autokorelasi terjadi karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Salah satu cara untuk menguji autokorelasi yaitu dengan uji Durbin-Watson (DW test). Berdasarkan pengujian
menggunakan uji Darbin-Watson
didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 5
Hasil Uji Autokorelasi
Sumber: Data Sekunder yang diolah (2012)
Berdasarkan pengujian
menggunakan uji Darbin-Watson
didapatkan hasil sebesar 1,893. Dengan jumlah data sebanyak 67 dan variabel independen sebanyak 4 variabel dengan metode uji one – tailed
didapatkan nilai dl = 1,335 dan du = 1,572. Maka dinyatakan bahwa nilai DW masuk dalam kategori 1 dimana 1,893 terletak diantara 1,572 dan 2,428 (4 – 1,572) atau dinyatakan tidak terdapat masalah autokorelasi dalam persamaan regresi yang dibentuk.
Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2009: 125). Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas, dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedartisitas. Uji Glejser dilakukan dengan meregresikan nilai absolut residual dengan variabel-variabel independen penelitian. Hasil uji heterokedastisitas dengan menggunakan uji Glejser menunjukkan hasil sebagai berikut:
Model Summaryb
.959a .920 .915 237.259904 1.893 Model
1
R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
Predictors: (Constant), KURS, TATO, NS, SB a.
Tabel 6 Hasil Uji Glejser
Sumber: Data Sekunder yang diolah (2012)
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa sebaran data bersifat homokedastisitas, hal ini dibuktikan dengan nilai signifikasi uji nilai absolut residual statistik terhadap variabel independen yang tidak signifikan atau lebih besar dari 5%. Sehingga data yang di gunakan tidak ada gejala heterokedastisitas.
Uji Model Uji F (ANOVA)
Berdasarkan hasil uji ANOVA didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 7 Hasil Uji F
Sumber: Data Sekunder yang diolah (2012)
Uji F sering kali juga dinamakan dengan analysis of variance. Uji ini bertujuan untuk menguji apakah variabel independen secara
bersama-sama mempengaruhi variabel
dependen. Hasil pengujian simultan menunjukkan bahwa nilai signifikasi uji
bernilai 0.000 < 5% yang
mengindikasikan bahwa net sales, TATO, suku bunga kredit dan kurs USD tepat mempengaruhi EPS.
Uji Determinasi
Uji determinasi adalah uji yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar variasi perubahan variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel
independen penelitian. Pembacaan hasil uji ini dapat dilakukan dengan membaca R2atau nilai adjusted R2, namun demikian penggunaan adjusted R2 akan menghasilkan estimasi yang relatif lebih baik dibandingkan dengan penggunaan R2. Hal ini didasatkan pada
kenyataan adanya kelemahan
mendasar dari R2 yang bias terhadap pertambahan jumlah variabel bebas. Yang artinya bahwa setiap penambahan variabel bebas cenderung akan meningkatkan nilai determinasi, dan hal ini tidak terjadi pada adjusted R2, yang mana peningkatan nilai determinasi hanya akan terjadi apabila variabel yang ditambahkan dalam model signifikan mempengaruhi variabel terikat. (Ghozali: 2009).
Tabel 8
Hasil Uji Determinasi
Sumber: Data Sekunder yang diolah (2012)
Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai Adjusted R square sebesar 0,915 yang dapat dimaknai bahwa hanya 91,5% variasi EPS dapat dijelaskan oleh net sales, TATO, suku bunga dan kurs USD . Sedangkan (100 – 91,5%) = 8,5% dijelaskan oleh variabel lain selain keempat variabel tersebut misalnya
Debt to Equity Ratio, Current Ratio, Inventory Turn Over, Net Profit Margin.
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan uji regresi berganda dan uji t. Uji regresi berganda dalam penelitian ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana variabel net sales,
total assets turn over,suku bunga kredit dan kurs USD. Hasil uji regresi dengan
menggunakan bantuan SPSS for
Windows adalah sebagai berikut:
Coefficientsa
1.417 1.337 1.060 .293
-1.5E-006 .000 -.076 -.607 .546
-.242 .249 -.122 -.972 .335
-.118 .082 -.184 -1.435 .156
5.08E-005 .000 .047 .368 .714
(Constant)
40278158 4 10069539.43 178.880 .000a
3490120 62 56292.262
Squares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), KURS, TATO, NS, SB a.
Dependent Variable: EPS b.
Model Summaryb
.959a .920 .915 237.259904 1.893 Model
Predictors: (Constant), KURS, TATO, NS, SB a.
Tabel 9
Hasil Uji Regresi Berganda
Variabel Coeficient β T Sig
NS .025 25.767 .000
TATO 70.395 .741 .462
SB -76.286 -2.428 .018
KURS .007 .131 .896
Sumber: Data Sekunder yang diolah (2012)
Sedangkan Uji t digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap dependen secara parsial. Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t adalah sebagai berikut:
a. Uji Hipotesis 1 (Hubungan Net Salesterhadap EPS)
Hasil pengujian hipotesis ini menunjukkan bahwa nilai koefesien positif sebesar 0.025 dengan nilai signifikansi sebesar 0.000 < 0,050 menunjukkan bahwa hipotesis satu diterima, artinya penjualan (net sales) berpengaruh positif terhadap EPS, semakin tinggi nilai penjualan, maka semakin tinggi EPS. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penelitian konsisten dengan hasil penelitian Pancawati, Pramuka dan Jaryono (2004). Hasil analisis Pancawati, Pramuka dan Jaryono (2004) menunjukkan bahwa net
sales telah terbukti signifikan mempengaruhi EPS.
b. Uji Hipotesis 2 (Hubungan Total Assets Turn Overterhadap EPS)
Hasil pengujian hipotesis ini menunjukkan bahwa nilai koefesien positif sebesar 70.395 dengan nilai signifikansi sebesar 0.462 > 0,050 menunjukkan bahwa hipotesis dua ditolak, artinya TATO tidak terbukti signifikan mempengaruhi EPS. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penelitian tidak konsisten dengan hasil penelitian Pancawati, Pramuka dan Jaryono (2004). Hasil analisis Pancawati, Pramuka dan Jaryono (2004) menunjukkan bahwa TATO telah terbukti signifikan mempengaruhi EPS. Hal ini dapat terjadi karena perusahaan tidak menggunakan aktiva yang dimiliki secara optimal atau perusahaan hanya memiliki sedikit aktiva yang produktif. Apabila lebih sedikit aktiva
produktif, maka perusahaan akan menanggung beban yang besar pada aktiva yang bersangkutan sehingga akan berpengaruh pada laba maupun EPS.
c. Uji Hipotesis 3 (Hubungan Suku Bunga Kredit terhadap EPS)
Hasil pengujian hipotesis ini menunjukkan bahwa nilai koefesien negatif sebesar -76.286 dengan nilai signifikansi sebesar 0.018 < 0,050 menunjukkan bahwa hipotesis tiga diterima, artinya suku bunga kredit terbukti signifikan mempengaruhi EPS. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penelitian konsisten dengan teori yang dikemukakan oleh Samsul (2006). “Kenaikan tingkat bunga pinjaman memiliki dampak negatif terhadap setiap emiten, karena akan meningkatkan beban bunga kredit dan menurunkan laba bersih” (Samsul, 2006: 201). Hal ini berarti bahwa apabila terjadi kenaikan suku bunga, akan berpengaruh terhadap inflasi yang berakibat dari penurunan daya beli oleh masyarakat. Selain itu dengan mengingkatnya suku
bunga, maka perusahaan akan
menanggung beban atas hutang yang
semakin tinggi, sehingga akan
mempengaruhi laba perusahaan maupun EPS.
d. Uji Hipotesis 4 (Hubungan Kurs USD terhadap EPS)
Hasil pengujian hipotesis ini menunjukkan bahwa nilai koefesien positif sebesar 0.07 dengan nilai signifikansi sebesar 0.896 > 0.050 menunjukkan bahwa hipotesis empat ditolak, artinya nilai tukar tidak terbukti signifikan mempengaruhi EPS. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penelitian tidak konsisten dengan teori yang dikemukakan oleh Ang (1997). Menurut Ang (1997: 19.11) melemahnya nilai tukar rupiah memberikan pengaruh negatif terhadap pasar ekuitas, karena menyebabkan pasar ekuitas menjadi tidak mempunyai daya tarik. Melemahnya nilai tukar rupiah akan berakibat pada penurunan penjualan pada perusahaan terutama bagi perusahaan yang berorientasi ekspor, sehingga hal ini akan menurunkan laba maupun EPS perusahaan. Pada penelitian ini,
berorientasi ke pasar domestik, sehingga kurs USD tidak begitu berpengaruh secara signifikan terhadap EPS.
KESIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh net sales, total assets turn over, suku bunga kredit dan kurs USD terhadap
earning per share. Hasil pengujian
hipotesis menunjukkan bahwa:
a. Net sales terbukti secara signifikan
mempengaruhi EPS. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai signifikasi sebesar 0.000 < 0,050 yang artinya hipotesis satu diterima.
b. Total assets turn over (TATO) tidak
terbukti secara signifikasn
mempengaruhi EPS. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai signifikasi sebesar 0.462 > 0,050 menunjukkan bahwa hipotesis dua ditolak.
c. Suku bunga kredit terbukti secara signifikasn mempengaruhi EPS. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikasi sebesar 0.018 < 0,050 yang menunjukkan bahwa hipotesis tiga diterima.
d. Kurs USD tidak terbukti secara signifikan mempengaruhi EPS. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikasi sebesar 0.896 > 0.050 yang menunjukkan bahwa hipotesis empat ditolak.
e. Hasil uji determinasi menunjukkan bahwa nilai Adjusted R square
sebesar 0,915 yang dapat dimaknai bahwa hanya 91,5% variasi EPS dapat dijelaskan oleh net sales, TATO, suku bunga dan kurs USD. Sedangkan (100 – 91,5%) = 8,5% dijelaskan oleh variabel lain selain keempat variabel tersebut misalnya
Debt to Equity Ratio, Current Ratio, Inventory Turn Over, Net Profit Margin.
DAFTAR PUSTAKA
Ang, Robbert. 1997. Buku Pintar Pasar
Modal Indonesia. Jakarta:
Mediasoft Indonesia.
Beaver, William dan Dale Morse. 1978.
What Determines Price Earnings Ratios?. Financial Analysts Journal.
JSTOR
Bhirawa, Waspada Tedja. 2000. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Price Earning Ratio pada Saham-saham Blue Chip di Bursa Efek
Indonesia. Tesis. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Departemen Pendidikan Nasional. 2011.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program
SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hermansah, Irwan dan Eva Ariesti. 2008.
Jurnal Akuntansi FE Unes.
Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Hernendiastoro, Andre, 2005. “Pengaruh Kinerja Perusahaan Dan Kondisi Ekonomi Terhadap Return Saham Dengan Metode Intervalling (Studi Kasus Pada Saham-saham LQ 45)”. Tesis. Semarang: Program
Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro Semarang.
Ikatan Akuntansi Indonesia. 2002.
Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan. Jakarta: Salemba
Empat.
Kasrori, Jusuf. 2006. Jurnal Aplikasi
Manajemen. Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya.
Kodrat, David Sukardi dan Kurniawan Indonanjaya. 2010. Manajemen Investasi : Pendekatan Teknikal dan Fundamental untuk Analisis
Saham. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mahmuda, Rizka. Rina Tjandrakirana dan Dewa Saputra. 2003. Fordema. Sumatera Selatan: Universitas Sriwijaya.
Nilai Tukar.
diakses 21 Mei 2012).
Pancawati, Juwarin. Bambang Agus Pramuka dan Jaryono. 2004.
Analisis variable yang
Mempengaruhi Earning Per Share pada Perusahaan Manufaktur yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta (
Perbandingan sebelum dan
sesudah krisis ) selama periode
1997-2000. Jurnal Online: SMART.
Samsul, Mohamad. 2006. Pasar Modal &
Manajemen Portofolio. Surabaya:
Penerbit Erlangga.
Siegel, Joel G dan Jae K. Shim yang diterjemahkan oleh Moh Kurdi. 1999. Kamus Istilah Akuntansi.
Jakarta : PT Elex Media
M B I
Diterbitkan oleh :
Bagian Penerbitan AMINDO Semarang
JURNAL
MANAJEMEN & BISNIS INDONESIA
PENGARUH KOMPETENSI DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA GURU DENGAN MODERASI SUPERVISI AKADEMIK (Studi pada Guru Kelas SD di UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Gunem Kabupaten Rembang). Sutrisno Budi Untara & Lie Liana
PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA GURU DIMODERASI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH (Studi Kasus pada Guru-Guru SMP Negeri di Kecamatan Pati Kabupaten Pati). Matni & Y. Sutomo
PERAN PERSISTENSI LABA MEMODERASI PENGARUH EARNINGS OPACITY TERHADAP AKTIVITAS VOLUME PERDAGANGAN (Studi Empiris pada Perusahaan Go Public di Indonesia selain Sektor Keuangan dan Properti). Sunarto & Titiek Suwarti
PENGARUH NET SALES, TOTAL ASSETS TURN OVER, SUKU BUNGA KREDIT DAN KURS USD TERHADAP EARNING PER SHARE (EPS) PADA PERUSAHAAN OTOMOTIF DAN KOMPONEN YANG TERCATAT PADA BURSA EFEK INDONESIA (BEI). Septian Yudha Kusuma
ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN KEPUASAN TERHADAP LOYALITAS NASABAH PADA PT BANK JATENG PEMUDA SEMARANG. Hesti Ristanto
PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM MENGAWAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA. Sudarman & Y. Sunyoto
STRATEGI PENGEMBANGAN DESA WISATA DENGAN MELIHAT SIKAP, PARTISIPASI DAN PERILAKU USAHA MASYARAKAT DUSUN KELOR, DESA BANGUNKERTO, KECAMATAN TURI, KABUPATEN SLEMAN. Heru Yulianto