PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRATIF TERHADAP PERKARA PERUSAKAN
LINGKUNGAN HIDUP OLEH PERUSAHAAN
DI KOTA BANDAR LAMPUNG
Fina Sakinatul Aisi, Elman Edy Patra, S.H., M.H., Satria Prayoga, S.H., M.H. Jurusan Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Lampung
Jl Soemantri Brojonegoro No.1 Gedung Meneng Bandar Lampung 35145
ABSTRAK
Tindakan perusakan lingkungan hidup membawa dampak kerugian yang sangat besar, oleh
sebab itu pemerintah dan aparat penegak hukum harus dapat mengambil tindakan yang
tegas sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Lingkungan Hidup. Pendekatan yang digunakan dalarn penelitian ini yaitu pendekatan
normatif dan ernpiris. Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data
primer dan data sekunder yang dilakukan dengan studi pustaka dan lapangan. Setelah
melakukan riset (research) peneliti menemukan faktor-faktor yang menjadi penghambat
dalam penegakan hukum administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup oleh
perusahaan di Kota Bandar Lampung yaitu: kurang baiknya sistematisasi dan sinkronisasi
perangkat hukum lingkungan, kurangnya profesionalitas penegak hukum tentang hukum
lingkungun, kurangnya kesadaran hukum masyarakat, kurangnya sarana dan fasilitas
yang mendukung daya berlakunya hukum lingkungan, serta sanksi yang diberikan kurang
tegas. Peneliti memberikan saran demi perbaikan di masa mendatang agar sebaiknya
Pemerintah Kota Bandar Lampung perlu meningkatan pengetahuan dan profesional
aparat penegak hukum bidang lingkungan hidup, melengkapi sarana dan fasilitas, serta
melakukan penyuluhan lingkungan kepada masyarakat dan perusahaan sektor industri guna
meminimalisir terjadinya perusakan lingkungan hidup.
Kata Kunci: penegakan hukum, lingkungan, peraturan.
ABSTRACT
Measures of environmental impact very large losses, and therefore the government and law
2009 on Environment. The approach of this research is dalarn normative approach and
ernpiris. Sources of data used in this study in the form of primary data and secondary data
were conducted with the study of literature and field. After doing some research (research)
researchers found that factors into obstacles in administrative enforcement cases against
environmental destruction by the company in Bandar Lampung, namely: lack of good
systematize and synchronize the environmental laws, lack of professionalism lingkungun law
enforcement, lack of awareness the legal community, the lack of infrastructure and facilities
that support the power of the rule of law, as well as sanctions imposed less stringent.
Researchers gave suggestions for improvement in the future so that the Government should
Bandar Lampung need to improve their knowledge and professional law enforcement field
environment, complete facilities and infrastructure, and conduct environmental education to
the public and corporate sector in order to minimize the environmental destruction.
Keywords: law enforcement, environmental, role.
I. PENDAHULUAN
Kegiatan pembangunan merupakan campur tangan manusia di alam dan lingkungan yang diperkuat oleh kemampuannya untuk mengembangkan ilmu dan teknologi, sehingga pada suatu taraf perkembangan sejarah budayanya manusia pernah menganggap dirinya mampu untuk menguasai alam dan lingkungan hidupnya selama sumberdaya alam masih dapat digali dan sepanjang ilmu dan teknologi masih dapat dikembangkan1.
Berkaitan dengan kasus lingkungan sekarang ini, khususnya di Kota Bandar
1Harun M. Husein, Lingkungan Hidup, (Jakarta: Bumi Aksara,
1995), hlm. 35.
Kota Bandar Lampung, beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan tersebut tidak memenuhi persyaratan untuk melakukan pemantauan debit air limbah setiap bulan, tidak mematuhi kewajiban untuk mengelola limbah sehingga memenuhi baku mutu air limbah, dan melanggar larangan untuk tidak membuang air limbah yang tidak memenuhi baku mutu.
Berdasarkan ketentuan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup menjelaskan bahwa: (1) Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. (2) Sanksi administratif terdiri atas:
a. teguran tertulis; b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan izin lingkungan; atau d. pencabutan izin lingkungan.
Ketentuan dalam Pasal 71 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup yang menjelaskan bahwa:
“Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup”.
Penegakan hukum sengketa administratif lingkungan hidup yang terjadi sekarang ini masih banyak mengalami hambatan seperti beberapa kasus tentang lingkungan hidup di wilayah Kota Bandar Lampung yang masih tertunda penyelesaiannya. Prosedur yang rumit terkadang juga menjadi faktor ketidak efektifan penegakan hukum sengketa administratif lingkungan hidup. Indonesia sekarang ini sudah mempunyai Undang-Undang Lingkungan hidup yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 sebagai pedoman dalam penegakan hukum sengketa administratif lingkungan hidup di Kota Bandar Lampung.
Berdasarkan uraian tersebut maka menarik untuk mengetahui penegakan hukum administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup oleh perusahaan di Kota Bandar Lampung.
Pendekatan yang digunakan dalarn penelitian ini yaitu pendekatan normatif dan ernpiris. Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder yang dilakukan dengan studi pustaka dan lapangan.
II. PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Penegakan Hukum
Administratif Lingkungan Hidup
Penegakan hukum administratif di bidang lingkungan hidup berkaitan erat dengan kemampuan pemerintah administratif bidang lingkungan hidup dan kepatuhan masyarakat terhadap aturan yang berlaku. Penegakan hukum administratif di bidang lingkungan merupakan bekrjanya proses penyelesaian sengketa administratif dengan sistem terpadu (Integrated Administrative System) yang dilakukan oleh pemerintah administratif bidang lingkungan hidup dan beberapa instansi terkait atas dasar hukum yang berlaku2.
Fungsi dalam penegakan hukum administratif lingkungan adalah melestarikan lingkungan hidup dengan sumber daya alam yang penting untuk kelangsungan hidup manusia serta
2P. Joko Subagyo, Hukum Lingkungan, (Jakarta: Rineka Cipta,
1999), hlm.32.
melindungi korban akibat pencemaran dan perusakan lingkungan akibat pengelolaan lingkungan hidup yang salah. Artinya, dalam penegakan hukum disini kepentingan ekosistem tidak dapat diabaikan dalam tata pergaulan antara manusia dalam memenuhi kebutuhannya3.
2.2. Percepatan Pembangunan Di
Sektor Industri Perusahaan
sebagai Bentuk Pelaksanaan
Otonomi Daerah Kota Bandar
Lampung
Percepatan pembangunan di sektor industri perusahaan sebagai bentuk pelaksanaan otonomi daerah Kota Bandar Lampung menghadapi perkembangan keadaan. Percepatan pembangunan yang diselanggarakan tidak hanya ditujukan bagi daerah kota dan kawasan industri, namun juga ditujukan kepada daerah-daerah yang sedang berkembang.
2.3. Pengertian Perusakan Lingkungan
dan Penanggulangannya
Perusakan lingkungan apabila ditinjau dari peristiwa terjadinya dapat dibagi menjadi dua:
a. Kerusakan itu terjadi dengan sendirinya, yang disebabkan oleh alam dan perbuatan manusia.
b. Disebabkan pencemaran, baik yang berasal dari air, udara maupun tanah
Ketentuan dalam SE MEN KLH Nomor : 03/SE/MEN KLH/6/1987 mengatur prosedur penanggulangn perusakan lingkungan hidup. Ada beberapa instansi yang terkait dalam menanggulangi masalah kerusakan ini, seperti :
1) Departemen Dalam Negeri 2) Departemen Kehakiman
3) Kependudukan dan Lingkungan Hidup 4) Kejaksaan dan
5) Kepolisian
2.4. Pengertian Pencemaran
Lingkungan oleh Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (Limbah
B3) dari Perusahaan
Pencemaran lingkungan Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3 dari Perusahaan, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain4.
Pencemaran lingkungan hidup (Limbah B3) dari Perusahaan tersebut merupakan masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup (Limbah B3) dari Perusahaan dapat dilihat dari ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya.
2.5. Langkah-Langkah Pemerintah
Daerah dalam Menegakkan
Hukum Lingkungan
Langkah-langkah yang diambil apabila terjadi pelanggaran hukum lingkungan sebagai berikut :
1. Menentukan adanya pelanggaran, dilakukan berdasarkan laporan masyarakat, temuan patroli polisi maupun hasil supervisi para Inspektur lingkungan.
2. Apabila pelanggarannya tidak ditemukan/tidak jelas segera melakukan penanggulangan
4 Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan.
pencemaran/pemulihan, jika hal ini dimungkinkan. Sedangkan apabila pelanggarannya ditemukan, segera ditentukan apabila efek pelanggaran (pencemaran) bersifat serius/kurang serius (berdasarkan hasil inspeksi ke lokasi dan pengambilan/pengujian sampel).
a. Pelanggaran yang kurang serius diserahkan kepada instansi supervisi untuk mengambil langkah pencegahan polusi lebih lanjut, dengan tindakan:
1). Melakukan pembersihan jika mungkin;
2). Melakukan tindakan penyesuaian (ajustmen);
3). Koreksi (correction) yang diperlukan.
b. Pelanggarannya bersifat serius, selain dilakukan pencegahan polusi juga dilakukan tindakan sementara yang diperlukan.
c. Menetukan peraturan-peraturan yang dapat dikenakan yang selanjutnya ditentukan apakah dilakukan penyelesaian lebih lanjut dengan tindakan dan sanksi melalui :
1). Proses sipil/perdata 2). Tindakan administratif
3). Proses pidana dengan/atau tanpa sanksi administratif
Ketentuan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 76 sampai Pasal 83 UU No. 32 tahun 2009 ancaman sanksi administratifnya dirasa kurang memadai, salah satunya adalah ketentuan dalam Pasal 76 Ayat (2):
Sanksi administratif terdiri atas: a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan izin lingkungan; atau d. pencabutan izin lingkungan
2.6. Gugatan Perwakilan (Class Action)
dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Lingkungan
Hidup
pemerintah yang berwenang dalam menangani perkara lingkungan hidup5.
Beradasarkan ketentuan Pasal 37 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup menyatakan bahwa:
“Masyarakat berhak mengajukan gugatan
perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah lingkungan yang
merugikan masyarakat”.
Ketentuan dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup mengatur 3 (tiga) hal yang sama satu sama lainagak berbeda antara lain:
a. hak mengajukan gugatan secara perwakilan (class action)
b. hak masyarakat mengajukan laporan mengenai permasalahan lingkungan hidup yang merugikan diri mereka c. representative standing bagi instansi
pemerintah yang bertanggungjawab di bidang lingkungan untuk bertindak mengatasnamakan masyarakat.
2.7. Penegakan Hukum Administratif
terhadap Perkara Perusakan
Lingkungan Hidup oleh
5Satjipto Raharjo, Masalah Penegakan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis. (Bandung : Sinar Baru, 1980), hlm.33
Perusahaan di Kota Bandar
Lampung
Penegakan hukum sengketa administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup oleh perusahaan di Kota Bandar Lampung dilakukan melalui serangkaian tahapan-tahapan antara lain:
a. penanganan laporan dari masyarakat oleh petugas BPLHD,
b. koordinasi tim gabungan BPLHD Kota Bandar Lampung dengan Instansi lain terkait penanganan perkara lingkungan hidup,
c. penyelidikan indikasi perusakan lingkungan oleh BPLHD Kota Bandar Lampung,
d. penyidikan oleh PPNS BPLHD Kota Bandar Lampung,
e. pemberian sanksi administratif terhadap perusahaan pelaku perusakan lingkungan hidup di Kota Bandar Lampung dalam rangka penegakan hukum.
a. teguran tertulis; b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan izin lingkungan; atau d. pencabutan izin lingkungan
Sanksi administratif sebagaimana tersebut tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan. Dalam beberapa kasus yang pernah terjadi oleh beberapa perusahaan seperti PT. Platinum Keramik Industri, PT. Indocement, PT. Kertas Basuki Rahman, dan PT. Caroon Pochen maka perusahaan-perusahaan tersebut telah memberikan ganti kerugian kepada Negara maupun kepada masyarakat sebagai akibat dari tindakan perusakan lingkungan. Sanksi administratif berupa teguran tertulis diberikan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran di bidang lingkungan namun masih dapat segera dipulihkan dan tidak mengakibatkan dampak negatif. Sedangkan sanksi Paksaan pemerintah berupa:
a. penghentian sementara kegiatan produksi;
b. pemindahan sarana produksi;
c. penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi;
d. pembongkaran;
e. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran;
f. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau
g. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.
Pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila pelanggaran yang dilakukan menimbulkan ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup, dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya, dan kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya. Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dapat dikenai denda atas setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah.
2.8. Faktor-faktor penghambat dalam
penegakan hukum sengketa
administratif terhadap perkara
perusakan lingkungan hidup oleh
perusahaan di Kota Bandar
Lampung
Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum sengketa administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup oleh perusahaan di Kota Bandar Lampung yaitu:
a. Kurang baiknya sistematisasi dan sinkronisasi perangkat hukum lingkungan;
Ketentuan dalam UU Nomor 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup terdahulu, tentang wujud tercemar atau rusaknya lingkungan tersebut sering menimbulkan persoalan. Persoalan tersebut timbul karena perbedaan penafsiran tentang tercemar atau rusaknya lingkungan. Ada yang menafsirkan bahwa lingkungan baru dikatakan tercemar atau rusak bila telah terwujud secara nyata akibat perbuatan tersebut, seperti terjadinya banjir, erosi, kekeringan, dan sebagainya atau bila secara nyata telah terjadi keracunan pada hewan atau manusia, adanya manusia yang sakit atau mati, adanya tumbuh-tumbuhan yang mati, dan sebagainya. Namun, dengan adanya UU Nomor 32 Tahun 2009 yang baru,
kelemahan perumusan tersebut telah diperbaiki, dengan merumuskan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup itu tidak secara umum lagi (mengakibatkun pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup) tetapi langsung secara khusus atau teknis, yaitu “yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku
kerusakan lingkungnn hidup”.
c. kurangnya kesadaran hukum masyarakat terhadap kelestarian lingkungan hidup;
Masih terbatasnya kesadaran hukum masyarakat terhadap lingkungan disebabkan pula oleh keawaman masyarakat terhadap berbagai aspek lingkungan.
d. kurangnya sarana dan fasilitas yang mendukung daya berlakunya hukum lingkungan;
Belum tersedianya laboratorium khusus (laboratorium rujukan) yang diberi tugas khusus menangani pemeriksaan sampel benda-benda yang diduga tercemar, menyebabkan dalam suatu perkara terdapat berbagai hasil analisis dari beberapa laboratorium terhadap sampel yang sama. Hasil analisis dari berbagai laboratorium tersebut, disana-sini menunjukkan perbedaan pada parameter dan intensitas zat pollutan yang dianalisis. Perbedaan-perbedaan hasil analisis antar laboratorium tersebut akan memperlemah pembuktian unsur pencemaran lingkungan yang dibuktikan dengan hasil analisis tersebut. Perbedaan pada kuantitas dan kualitas parameter zat pollutan yang dianalisis, dapat mengundang terjadinya keraguan
tentang tercemar tidaknya lingkungan hidup
e. proses penyidikan dan pencarian barang bukti lama;
f. sanksi yang diberikan kurang tegas;
g. perusahaan-perusahaan yang melakukan pencemaran pencemaaran banyak tidak ditindak secara hukum karena pemerintah daerah takut perusahaan hilang/pergi sehingga mengurangi investasi.
III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ditarik kesimpulan sebagai berikut:
perusakan lingkungan oleh BPLHD Kota Bandar Lampung, penyidikan oleh PPNS BPLHD Kota Bandar Lampung, pemberian sanksi administratif terhadap perusahaan pelaku perusakan lingkungan hidup di Kota Bandar Lampung dalam rangka penegakan hukum.
2. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum sengketa administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup oleh perusahaan di Kota Bandar Lampung yaitu: kurang baiknya sistematisasi dan sinkronisasi perangkat hukum lingkungan, kurangnya pengetahuan penegak hukum tentang hukum lingkungun, kurangnya kesadaran hukum masyarakat terhadap kelestarian lingkungan hidup, kurangnya sarana dan fasilitas yang mendukung daya berlakunya hukum lingkungan, proses penyidikan dan pencarian barang bukti lama, sanksi yang diberikan kurang tegas, perusahaan-perusahaan yang melakukan pencemaran pencemaaran banyak tidak ditindak secara hukum karena pemerintah daerah takut perusahaan hilang/pergi sehingga mengurangi investasi.
3.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian dan pmebahasan yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti mencoba memberikan saran demi perbaikan di masa mendatang sebagai berikut:
1. Pemerintah Kota Bandar Lampung perlu meningkatan pengetahuan dan kemampuan profesional aparat penegak hukum bidang lingkungan hidup serta melengkapi sarana dan fasilitas, sehingga dalam proses penegakan hukum sengketa administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh perusahaan dapat teratasi dengan baik.
2. Pemerintah Kota Bandar Lampung dan aparat penegak hukum terkait harus melakukan penyuluhan lingkungan kepada masyarakat dan juga perusahaan sektor industri serta harus ada pengawasan dari BPLHD Kota Bandar Lampung guna meminimalisir terjadinya sengketa administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh perusahaan sehingga mampu mewujudkan penegakan hukum lingkungan yang terpadu. 3. Bagi masyarakat yang kurang
hukum secara administratif dapat memanfaatkan lembaga khusus yang mendampingi masyarakat dalam perkara lingkungan hidup, dalam hal ini adalah Wallhi dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU/LITERATUR
Bahry, Sainul. 2009. Rangkuman Istilah dan Pengertian Dalam Hukum
(Kamus Umum). Reality Publisher. Surabaya.
Erwin, Muhamad. 2011. Hukum Lingkungan Dalam Sistem
Kebijaksanaan Pembangunan
Lingkungan Hidup. Reality Publisher. Surabaya.
Hardjasoemantri, Koesnadi. 1999. Hukum Tata Lingkungan. Gadjah Mada University. Yogyakarta.
Kartasapoetra. G dan Rience. G. Widianingsih. 1982. Pokok-Pokok Hukum Perburuhan. Armico. Bandung.
M. Husein, Harun. 1995. Lingkungan Hidup. Bumi Aksara. Jakarta.
Milles Mattew. B. Dan Huberman Michael. 1982. Analisis Data Kualitatif. UI Press. Jakarta.
Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Citra Aditya. Bandung.
Poerwadarminta. W.J.S. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.
Raharjo, Satjipto. 1980. Masalah Penegakan Hukum: Suatu
Tinjauan Sosiologis. Sinar Baru. Bandung
Subagyo, P. Joko. 1999. Hukum Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta.
Tim Penyusun Kamus. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1997.
B. PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.