• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KOMPARATIF TINDAK PIDANA PERJUDIAN DITINJAU DARI SYARI’AT ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF INDONESI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STUDI KOMPARATIF TINDAK PIDANA PERJUDIAN DITINJAU DARI SYARI’AT ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF INDONESI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KOMPARATIF TINDAK PIDANA PERJUDIAN DITINJAU DARI SYARI’AT ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF INDONESIA

(Jurnal Skripsi)

Oleh

NIKITA RISKILA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

STUDI KOMPARATIF TINDAK PIDANA PERJUDIAN DITINJAU DARI SYARI’AT ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF INDONESIA

Oleh

Nikita Riskila. Mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Email: nikitariskila5@gmail.com. Firganefi, Rini Fathonah. Bagian

Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung Jalan Soemantri Brojonegoro Nomor 1 Bandar Lampung 35145.

Perjudian ditinjau dari syariat Islam maupun hukum positif sama-sama dipandang sebagai perbuatan melanggar hukum yang diancam dengan sanksi atau hukuman. Permasalahan: (1) Bagaimanakah perbandingan pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari syari’at Islam dan hukum pidana positif Indonesia? (2) Bagaimanakah penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian ditinjau dari syari’at Islam dan hukum pidana positif Indonesia? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Narasumber terdiri dari Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Intan Bandar Lampung dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, data dianalisis secara kualitatif untuk selanjutnya diperoleh simpulan. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan:Pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari syari’at Islam yaitu Al Qur’an dan Hadits, dalam Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir merupakan kegiatan dan/atau perbuatan yang bersifat taruhan antara dua pihak atau lebih dimana pihak yang menang mendapatkan bayaran dan hukumnya haram. Sementara itu pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari hukum pidana positif Indonesia terdapat dalam Pasal 303 ayat (3) KUHP sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban, yang menyatakan bahwa semua tindak Pidana Perjudian sebagai kejahatan. (2) Penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian ditinjau dari syari’at Islam diterapkan dengan uqubat (hukuman) terhadap pelakunya yang berupa ‘uqubat cambuk di depan umum paling banyak 12 (dua belas) kali dan paling sedikit 6 (enam) kali dan uqubat denda paling banyak Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah), paling sedikit Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) sebagai penerimaan Daerah . Penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian ditinjau dari hukum pidana positif Indonesia diatur dalam Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, yaitu pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya sepuluh juta rupiah.

(3)

ABSTRACT

COMPARATIVE STUDY ON GAMBLING CRIME BASED ON ISLAMIC SHARIAH AND CRIMINAL POSITIVE LAW OF INDONESIA

By

NIKITA RISKILA

Gambling in terms of Islamic law and positive law are equally regarded as unlawful acts punishable by sanctions or penalties. Issues of this research: (1) How does the crime of gambling arrangements comparison in terms of Shari'ah and the positive Indonesian criminal law? (2) How criminal punishment against perpetrators of the crime of gambling in terms of Shari'ah and the positive Indonesian criminal law? This study uses normative and empirical approach. Resource consists of Faculty of Syariah UIN Raden Intan Bandar Lampung and Lecturer in Criminal Law Faculty of Law, University of Lampung. The data collection is done through library research and field study, data were analyzed qualitatively henceforth be concluded in accordance with the problems posed. Results of research and discussion shows: Setting the crime of gambling in terms of Shari'ah ie the Qur'an and the Hadith, the NAD Province Qanun No. 13 of 2009 on Maisir an activity and / or actions which are bets between two or more parties where party who win get paid. Legal gambling is expressly stated in Article 4 of the Qanun of Aceh Province Number 13 Year 2009 on Maisir, that gambling is haraam. Gambling a criminal offense in terms of the positive Indonesian criminal law contained in Article 303 paragraph (3) Penal Code as amended by Act No. 7 of 1974 on Control, which states that all criminal acts Gambling as a crime. (2) The imposition of the criminal offense to gambling in terms of sharia law applied by uqubat (punishment) against the perpetrators in the form 'uqubat public whipping at most twelve (12) times and at least 6 (six) times and uqubat a maximum fine of Rp. 35,000,000, - (thirty five million rupiah), at least Rp15,000,000.00 (fifteen million) as Regional revenues and paid directly to the Treasury Baital Mal. While the criminal punishment of the perpetrators of the crime of gambling in terms of positive criminal law Indonesia stipulated in Article 2 (4) and Article 1 of Law No. 7 of 1974 on Control of Gambling, namely imprisonment for ever four years or punished by a fine as high as ten million rupiah.

(4)

I. PENDAHULUAN

Kehidupan bermasyarakat tidak dapat terlepas dari berbagai hubungan timbal balik dan kepentingan yang saling terkait antara yang satu dengan yang lainya yang dapat di tinjau dari berbagai segi, misalya segi agama, etika, sosial budaya, politik, dan termasuk pula segi hukum. Manusia tidak bisa lepas dari norma dan aturan yang berlaku di masyarakat apabila semua angota masyarakat mentaati norma dan aturan tersebut, niscaya kehidupan masyarakat akan tenteram, aman, dan damai. Pada kenyataannya sebagian dari anggota masyarakat ada yang melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap norma dan aturan tersebut. Pelanggaran terhadap norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat dikenal dengan istilah penyimpangan sosial atau dalam perspektif psikologi disebut patologi sosial (social pathology).1

Penyimpangan sosial ini memunculkan berbagai permasalahan dalam kehidupan, penyebabnya adalah adanya interaksi sosial antar individu, individu dengan kelompok, dan antar kelompok. Interaksi sosial berkisar pada ukuran nilai adat-istiadat, tradisi dan ideologi yang ditandai dengan proses sosial yang diasosiatif.2

Perjudian merupakan tindak pidana yang sangat sering dijumpai di lingkungan sekitar baik disengaja maupun tidak disengaja, walaupun hanya kecil-kecilan

1 Kartini Kartono, Patologi Sosial:

Gangguan-Gangguan Kejiwaan, Rajawali Pers, Jakarta, 2003, hlm. 72.

2Ibid, hlm. 73.

ataupun hanya iseng saja. Praktek perjudian dari hari ke hari justru semakin marak di berbagai lapisan masyarakat, mulai dari kalangan bawah sampai ke kalangan atas. Perjudian juga tidak memandang usia, banyak anak-anak di bawah umur yang sudah mengenal bahkan sering melakukan perjudian. Seperti dilihat dalam acara berita kriminal di televisi juga banyak ibu-ibu rumah tangga yang tertangkap sedang berjudi bahkan diantaranya sudah berusia lanjut. Dalam skala kecil, perjudian banyak dilakukan di dalam lingkungan masyarakat kita meskipun secara sembunyi-sembunyi (ilegal). Beragam permainan judi mulai togel (toto gelap) sampai judi koprok di gelar di tempat-tempat perjudian kelas bawah.3

Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia mengkategorikan perjudian sebagai tindak pidana, meski cendrung bersifat kondisional aturan hukum yang melarang perjudian sudah sangat jelas, tapi bisnis perjudian ilegal di tanah air berkembang dengan pesatnya karena penegakan hukum yang setengah hati dalam pemberantasan perjudian di sisi lain, kondisi mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama Islam membuat judi tersebut tidak dibenarkan Islam menaruh perhatian besar pada perjudian, karena mudharat atau akibat buruk yang ditimbulkan dari perjudian lebih besar dibandingkan manfaatnya maka Islam mengharamkan segala macam bentuk perjudian.4

3 www.hukumonline.com.tindakpidanaperjudian.

html. Diakses Kamis 13 Oktober 2016

4 Masyfuk Zuhdi, Pengantar Hukum Syariah,

(5)

Perjudian merupakan salah satu jenis tindak pidana yang bertentangan dengan berbagai nilai dan norma yang diakui dan hidup di dalam masyarakat, baik norma adat, norma sosial budaya, norma hukum mapun norma agama, oleh karena itu berbagai norma di atas disertai dengan berbagai sanksi, sebagai ganjaran terhadap pelaku tindak pidana perjudian. Perjudian menurut Pasal 303 ayat (3) KUHP adalah tiap-tiap permainan, di mana kemungkinan untuk menang pada umumnya bergantung pada peruntungan belaka,juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Dalam pengertian permainan judi termasuk juga segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.

Perjudian dalam perspektif hukum, merupakan salah satu tindak pidana (delict) yang meresahkan masyarakat. Sehubungan dengan itu, dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dinyatakan bahwa semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan.

Provinsi Nangro Aceh Darusalam merupakan salah satu daerah di Indonesia yang melaksanakan peraturan berdasarkan syariat Islam, khusus tentang perjudian tertuang dalam Qanun Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir (Perjudian). Pada Pasal 23 Qanun tersebut diatur bahwa jika melakukan perjudian maka diancam dengan hukuman cambuk di depan umum paling banyak 12 kali dan paling sedikit 6 kali atau denda paling banyak Rp.

35.000.000 paling sedikit Rp. 15.000.000.

Permasalahan penelitian ini adalah: a. Bagaimanakah perbandingan

pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari syari’at Islam dan hukum pidana positif Indonesia? b. Bagaimanakah penjatuhan pidana

terhadap pelaku tindak pidana perjudian ditinjau dari syari’at Islam dan hukum pidana positif Indonesia? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

II. PEMBAHASAN

A. Perbandingan Pengaturan Tindak Pidana Perjudian Ditinjau dari Syari’at Islam dan Hukum Pidana Positif Indonesia

Pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari syari’at Islam

(6)

Menurut Pasal 2 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir, Ruang lingkup larangan maisir dalam Qanun ini adalah segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan serta keadaan yang mengarah kepada taruhan dan dapat berakibat kepada kemudharatan bagi pihak-pihak yang bertaruh dan orang-orang/lembaga yang ikut terlibat dalam taruhan tersebut.

Tujuan larangan maisir (perjudian) menurut Pasal 3 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir adalah untuk:

a. Memelihara dan melindungi harta benda/kekayaan;

b. Mencegah anggota mayarakat melakukan perbuatan yang mengarah kepada maisir;

c. Melindungi masyarakat dari pengaruh buruk yang timbul akibat kegiatan dan/atau perbuatan maisir; d. Meningkatkan peran serta

masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan perbuatan maisir. Hukum maisir secara tegas dinyatakan dalam Pasal 4 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir, bahwa maisir hukumnya haram, sehingga menurut Pasal 5 dinyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan maisir.

Pasal 6 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir mengatur: (1) Setiap orang atau badan hukum atau

badan usaha dilarang

menyelenggarakan dan/atau memberikan fasilitas kepada orang yang akan melakukan perbuatan maisir

(2) Setiap orang atau badan hukum atau badan usaha dilarang menjadi pelindung terhadap perbuatan maisir.

Pasal 7 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir menyatakan bahwa Instansi Pemerintah, dilarang memberi izin usaha penyelenggaraan maisir.

Menurut Rohmat5 secara umum syari’at Islam di bidang hukum memuat norma hukum yang mengatur kehidupan bermasyarakat/bernegara dan norma hukum yang mengatur moral atau kepentingan individu yang harus ditaati oleh setiap orang. Ketaatan terhadap norma-norma hukum yang mengatur moral sangat tergantung pada kualitas iman dan taqwa atau hati nurani seseorang, juga disertai adanya duniawi dan ukhrawi terhadap orang yang melanggarnya.

Masyarakat Aceh telah menjadikan agama Islam sebagai pedoman dalam kehidupannya. Melalui penghayatan dan pengamalan ajaran Islam dalam rentang sejarah yang cukup panjang telah melahirkan suasana masyarakat dan budaya Aceh yang Islami. Budaya dan adat Aceh yang lahir dari renungan para ulama, kemudian dipraktekkan, dikembangkan dan dilestarikannya. Dalam ungkapan bijak disebutkan “Adat bak Poteu Meureuhom, Hukom bak Syiah Kuala, Qanun bak Putro Phang Reusam bak Lakseumana”. Ungkapan tersebut merupakan pencerminan bahwa Syari’at Islam telah menyatu dan

5 Hasil wawancara dengan Rohmat. Akademisi

(7)

menjadi pedoman hidup bagi masyarakat Aceh melalui peranan ulama sebagai pewaris para Nabi.

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari syari’at Islam dalam Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir merupakan adalah kegiatan dan/atau perbuatan yang bersifat taruhan antara dua pihak atau lebih dimana pihak yang menang mendapatkan bayaran. Hukum maisir secara tegas dinyatakan haram dalam Pasal 4 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir, sehingga menurut Pasal 5 dinyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan maisir.

Pengaturan Tindak Pidana Perjudian Ditinjau dari Hukum Pidana Positif Indonesia

Perjudian menurut Pasal 303 ayat (3) KUHP sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian adalah tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapatkan untung tergantung pada mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya, yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian diketahui bahwa semua tindak Pidana Perjudian sebagai kejahatan. Perjudian hakekatnya bertentangan dengan Agama, Kesusilaan dan Moral Pancasila, serta membahayakan

penghidupan dan kehidupan masyarakat, Bangsa dan Negara. Peraturan Pemerintah ini yang merupakan pelaksanaan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, mengatur mengenai larangan pemberian izin penyelenggaraan segala bentuk dan jenis perjudian, oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah, baik yang diselenggarakan di Kasino, di tempat keramaian, maupun yang dikaitkan dengan alasan-alasan lain. Dengan adanya larangan pemberian izin penyelenggaraan perjudian, tidak berarti dilarangnya penyelenggaraan permainan yang bersifat keolahragaan, hiburan, dan kebiasaan, sepanjang tidak merupakan perjudian.

Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, di atas menyebutkan bahwa bentuk perjudian yang terdapat dalam angka 3, seperti adu ayam, karapan sapi dan sebagainya itu tidak termasuk perjudian apabila kebiasaan-kebiasaan yang bersangkutan berkaitan dengan upacara keagamaan dan sepanjang kebiasaan itu tidak merupakan perjudian. Ketentuan Pasal ini mencakup pula bentuk dan jenis perjudian yang mungkin timbul dimasa yang akan datang sepanjang termasuk katagori perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 303 ayat (3) KUHP.

(8)

perjudian meliputi perjudian di kasino, perjudian di tempat-tempat keramaian dan perjudian yang dikaitkan dengan alasan-alasan lain antara lain perjudian yang dikaitkan dengan kebiasaan-kebiasaan.

B. Penjatuhan Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian Ditinjau dari Syari’at Islam dan Hukum Pidana Positif Indonesia

Penjatuhan Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian Ditinjau dari Syari’at Islam

Sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 19 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir, disebut dengan uqubat, yaitu ancaman hukuman terhadap pelanggaran perbuatan yang dilarang.

Ketentuan ‘uqubatdiatur dalam Pasal 23 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir:

1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, diancam dengan ‘uqubat cambuk di depan umum paling banyak 12 (dua belas) kali dan paling sedikit 6 (enam) kali.

2) Setiap orang atau badan hukum atau badan usaha Non Instansi Pemerintah yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, dan 7 diancam dengan ‘uqubat atau denda paling banyak Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah), paling sedikit Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah).

Selanjutnya Pasal 24 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir menjelaskan bahwa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) merupakan penerimaan Daerah dan disetor langsung ke Kas Baital Mal. Pasal 25 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir menyatakan barang-barang/benda-benda yang digunakan dan/atau diperoleh dari jarimah maisir dirampas untuk Daerah atau dimusnahkan.

Pasal 26 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir mengatur bahwa pengulangan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, 6 dan 7 ‘uqubatnya dapat ditambah 1/3 (sepertiga) dari ‘uqubat maksimal.

Pasal 27 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir memperinci Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6:

a. Apabila dilakukan oleh badan hukum/badan usaha, maka ‘uqubatnya dijatuhkan kepada penanggung jawab;

b. Apabila ada hubungan dengan kegiatan usahanya, maka selain sanksi ‘uqubat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), dapat juga dikenakan ‘uqubat administratif dengan mencabut atau membatalkan izin usaha yang telah diberikan;

Menurut Rohmat6 perjudian menurut Hukum Islam ialah suatu aktifitas

6 Hasil wawancara dengan Rohmat. Akademisi

(9)

mengambil keuntungan dari bentuk permainan seperti kartu, adu ayam, main bola dan permainan lainnya, yang tidak memicu pelakunya berbuat kreatif, namun demikian bahwa para fuqaha tidak menempatkan perjudian dan undian sebagai salah satu pembahasan dalam delik pidana. Di tinjau dari Hukum Islam maka larangan tentang perjudian di rangkaikan dengan khamar. Berdasarkan hal dimaksud maka cukup beralasan jika perjudian dirangkaikan dengan khamar.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian ditinjau dari syari’at Islam diterapkan dengan uqubat (hukuman) terhadap pelakunya yang berupa ‘uqubat cambuk di depan umum paling banyak 12 (dua belas) kali dan paling sedikit 6 (enam) kali dan uqubatdenda paling banyak Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah), paling sedikit Rp 15.000.000,-(lima belas juta rupiah) sebagai penerimaan Daerah dan disetor langsung ke Kas Baital Mal.

Penjatuhan Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian Ditinjau dari Hukum Pidana Positif Indonesia

Tindak pidana perjudian atau turut serta berjudi pada mulanya telah dilarang di dalam ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 542 KUHP, yang kemudian berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (4) dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, telah diubah sebutannya menjadi ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 303 bis KUHP, dan

berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 dari undang-undang yang sama, telah dipandang sebagai kejahatan. Sesuai dengan terjemahan rumusan yang asli dalam bahasa Belanda, ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 542 KUHP yang kemudian menjadi ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 303 bis KUHP:

(1) Dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya satu bulan atau dengan pidana denda setinggi-tingginya tiga ratus rupiah;

a) Barang siapa memakai kesempatan yang terbuka untuk berjudi yang sifatnya bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 303

b) Barang siapa turut serta berjudi diatas atau ditepi jalan umum atau suatu tempat yang terbuka untuk umum, kecuali jika penyelenggaraan perjudian itu telah diizinkan oleh kekuasaan yang berwenang memberi izin seperti itu.

(10)

pidana yang diatur dalam Pasal 303 bis KUHP:

(1) Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya sepuluh juta rupiah:

a. Barang siapa memakai kesempatan yang terbuka untuk berjudi yang sifatnya bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 303; b. Barang siapa turut serta berjudi

diatas atau ditepi jalan umum atau di suatu tempat yang terbuka untuk umum, kecuali jika penyelenggaraan perjudian itu telah diizinkan oleh kekuasaan yang berwenang memberi izin.

(2) Jika pada waktu melakukan pelanggaran itu belum lewat waktu dua tahun sejak orang yang bersalah dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena melakukan salah satu kejahatan-kejahatan tersebut, maka ia dapat dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya lima belas juta rupiah.

Tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur Pasal 303 bis ayat (1) angka 1 KUHP terdiri atas Unsur-unsur objektif:

1. barang siapa;

2. memakai kesempatan yang terbuka untuk berjudi;

3. yang sifatnya bertentangan dengan salah satu dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 303 KUHP.

Penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian ditinjau dari syari’at Islam diterapkan dengan uqubat (hukuman) terhadap pelakunya yang berupa ‘uqubat cambuk di depan umum paling banyak 12 (dua belas) kali dan paling sedikit 6 (enam) kali dan uqubat denda paling banyak Rp. 35.000.000,-(tiga puluh lima juta rupiah), paling sedikit Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) sebagai penerimaan Daerah dan disetor langsung ke Kas Baital Mal. III. PENUTUP

A. Simpulan

(11)

alasan-alasan lain antara lain perjudian yang dikaitkan dengan kebiasaan-kebiasaan.

2. Penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian ditinjau dari syari’at Islam diterapkan dengan uqubat (hukuman) terhadap pelakunya yang berupa ‘uqubat cambuk di depan umum paling banyak 12 (dua belas) kali dan paling sedikit 6 (enam) kali dan uqubat denda paling banyak Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah), paling sedikit Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) sebagai penerimaan Daerah dan disetor langsung ke Kas Baital Mal. Sementara itu penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian ditinjau dari hukum pidana positif Indonesia diatur dalam Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, yaitu pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya sepuluh juta rupiah

B. Saran

1. Disarankan kepada Pemerintah Aceh hendaknya membentuk lembaga yang memonitoring pelaksanaan putusan yang telah mempunyai hukum tetap. Dengan adanya monitoring oleh negara diharapkan seluruh proses dapat dipantau dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.

2. Disarankan kepada Hakim agar dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian hendaknya memperhatikan dan mempertimbangkan nilai-nilai sosial

budaya yang berlaku dan dipegang teguh oleh masyarakat. Hal ini penting dilakukan tatanan nilai dan norma masyarakat menghendaki masyarakat agar hidup tertib dan teratur sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan yang luhur.

DAFTAR PUSTAKA

Kartono, Kartini. 2003. Patologi Sosial: Gangguan-Gangguan Kejiwaan, Rajawali Pers, Jakarta,

Zuhdi, Masyfuk. 1987. Pengantar Hukum Syariah, Haji Masagung, Jakarta.

Nawawi Arief, Barda dan Muladi. 1984. Teori-teori Kebijakan Hukum Pidana. Alumni, Bandung. www.hukumonline.com.tindakpidanaper

judian. html.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Qanun Provinsi Nanggroe Aceh

Referensi

Dokumen terkait

Dengan judul objek desain Konservasi Kawasan Area Pelabuhan Sungai Kalimas: Mengintegrasikan Rencana Pemerintah Kota Sesuai Potensi Pemukiman Masyarakat Surabaya,

Pada kegiatan inti pengajar mengorientasikan siswa ke dalam masalah, yaitu dengan memberikan teks bacaan mengenai soal-soal bersangkutan dengan longsor. Dari teks bacaan

Audit laporan keuangan dilakukan untuk menentukan apakah laporan keuangan telah dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu dan pihak yang bertanggung jawab dalam mengaudit laporan

Kemudian setelah semua byte sudah selesai dibaca maka komputer akan membungkusnya menjadi sebuah file yang isinya sama persis dengan yang terdownload Proyek akhir

6DPSDK \DQJ GLKDVLONDQ ROHK DNWLILWDV PDQXVLD EDLN \DQJ EHUDVDO GDUL OLPEDK LQGXVWUL PDXSXQ OLPEDK UXPDK WDQJJD GLEXDQJ GDQ WHUNXPSXO GL VDWX ZLOD\DK WHUWHQWX \DQJ ELDVD GLVHEXW

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukan bahwa jenis dan komposisi nutrisi media tanam jamur tiram putih memberikan pengaruh yang nyata pada persentase

Vertebrae thoraks bagian dorsal ular buhu kanan ular pucuk kiri pengamatan metode rebus dengan kamera digital……….. Vertebrae thoraks ventral ular buhu bagian kanan ular pucuk

(sambil menunjuk lubang hidungnya) Jawaban Syifa “ warna apa?” setelah mendengar pertanyaan “ Syifa suka warna apa?” melanggar maksim relevansi, karena jawaban tidak