• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKSES INFORMASI PERLINDUNGAN DAN PENGELO (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "AKSES INFORMASI PERLINDUNGAN DAN PENGELO (1)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

AKSES INFORMASI PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN

LINGKUNGAN HIDUP SEBAGAI BAGIAN DARI HAK ASASI

MANUSIA (HAM)

Disusun Oleh :

Anisa Aulia 8111416170

Fani Amalia W 8111416291

Ilmu Hukum – Fakultas Hukum Mata Kuliah Hukum Lingkungan

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG SEMARANG

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang serta puji dan syukur atas rahmat dan nikmat-Nya sehingga kami selaku tim penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Akses Informasi Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Sebagai Bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) ini dengan baik.

Tidak lupa juga kami mengucapkan terimakasih atas beberapa pihak yang bersangkutan dan rekan-rekan tim penulis sekalian dalam menyusun makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan membantu dalam memahami mata kuliah hukum lingkungan dengan baik.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih banyak kesalahan dan kekurangan baik dari susunan kalimat, tata bahasa, maupun keterbatasan materi. Oleh karena itu kami menerima segala bentuk saran dan kritik yang bersifat membangun agar menjadi masukan dalam membuat makalah yang lebih baik lagi dikemudian harinya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat menambah ilmu bagi kita semua terkhusus nya bagi para pembaca dan dapat bermanfaat bagi semua orang.

Semarang, 22 Oktober 2017

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...i

Daftar Isi...ii

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang...1 B. Rumusan Masalah...3 C. Metode Penulisan...3

BAB II Pembahasan

A. Konsepsi Lingkungan Hidup dengan Hak Asasi Manusia...4 B. Jaminan Konstitusional Terhadap Hak atas Lingkungan Hidup di Indonesia

...7 C. Hak dan Kewajiban atas Lingkungan Hidup dan Kaitannya dengan Peran

Serta

Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Berdasarkan

UU No. 32 Tahun 2009...10

BAB III Penutup

Kesimpulan...15

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perusakan lingkungan hidup oleh segelintir orang atau perusahaan telah menyebabkan penderitaan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap bagian terbesar manusia lainnya. Indonesia sebagai negara yang mengakui nilai universal HAM, mempunyai kewajiban untuk melindungi (to protect), menghormati (to respect), dan memenuhi (to fulfill) hak-hak dasar warga negaranya, yakni pendidikan, kesejahteraan, kesehatan, lapangan kerja, keamanan, sandang, lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tetapi kenyataannya kualitas hidup rakyat justru mengalami penurunan. Hak dasar untuk hidup telah terancam oleh perusakan lingkungan, deforestasi,1

pencemaran air dan udara, perampasan sumber kehidupan rakyat (agraria dan sumber daya alam).

Upaya perbaikan dan pemulihan terhadap lingkungan hidup, kalah cepat dibandingkan dengan laju kerusakan dan pencemaran yang terjadi. Kondisi ini mengindikasikan bahwa, isu lingkungan belum berada dalam sentral pembangunan Indonesia. Penyebab untamanya karena pada tingkat pengambilan keputusan di pusat dan daerah sering mengabaikan kepentingan pelestarian lingkungan. Akibat yang ditimbulkan, bencana terjadi d darat, laut, dan udara. Pertanyaannya, apakah ada peran manusia Indonesia sebagai penggerak pembangunan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bencana lingkungan tersebut, karena dengan alasan atas nama “pembangunan” dan perdagangan bebas, pemerintah dan perusahaan atau korporasi nasional maupun internasional secara terus menerus mengeksploitasi lingkungan hidup dan sumber daya alam (tanah, air, hutan, mineral). Sehingga hal tersebut

(5)

menyebabkan kerusakan pada ekosistem yang pada gilirannya akan terjadi ekosida2 atau pembunuhan ekosistem. Yang lebih mengkhawatirkan lagi,

pembunuhan ekosistem ini bersifat final yang artinya lingkungan menjadi rusak permanen, sudah tidak ada kemungkinan untuk dapat diperbarui dan terpulihkan kembali. Hal ini akan berdampak pada kelangsungan makhluk hidup yang ada sekarang maupun di generasi mendatang.3

Oleh karena itu, agar tidak sampai pada ekosida, diperlukan etika dalam memperjuangkan keadilan lingkungan dan pengakuan terhadap ketergantungan antara manusia dengan lingkungan. Namun sayangnya, hak atas lingkungan yang merupakan salah satu etika lingkungan demi mencapai keadilan lingkungan belum secara maksimal disepakati dan dijalankan sebagai hak fundamental yang harus baik diakui secara politik maupun secara hukum. Hak atas lingkungan hanya sekedar membawa kekuatan moral bagi pihak pengambil keputusan dan pelaku pembangunan, karena faktanya banyak kegiatan yang masih menjurus pada praktik ekosida dan semakin menjauhkan rakyat dari kualitas lingkungan hidup yang baik dan sehat.4

Berkaitan dengan pembunuhan ekosistem, Ridha Saleh5 menyatakan

bahwa, gejala eksploitasi yang massif terhadap sumber daya alam secara terbuka, menurut kenyataannya telah mengarah pada tindakan perusakan dan pemusnahan atas ekosistem sumber kehidupan dan lingkungan hidup dan masa depan generasi. Setiap tahunnya tidak kurang dari 4,1 juta hektar hutan di Indonesia berganti menjadi area pertambangan, perkebunan besar, dan kawasan industri lainnya.

Hutan yang selama ini menjadi tempet berburu, sumber obat-obatan, dan sumber kehidupan bagi komunitas lokal kini semakin banyak dikuasai oleh kepentingan sekelompok orang. Sungai yang selama ini menjadi pemasok air bagi pertanian dan kebutuhan hidup harian bagi masyarakat kini sudah banyak

2 Ekosida merupakan istilah yang digunakan dalam bidang lingkungan hidup. Ekosida diartikan sebagai pembasmian atau perusakan sistem ekologi normal, yang tentu berakibat pada nasib buruk manusia. Lingkungan yang hancur bisa membawa ke jurang ekosida atau bunuh diri lingkungan (ecocide) bunuh diri suatu masyarakat akibat perusakan lingkungan.Sebab, untuk hidup, manusia bergantung pada alam, baik alam sebagai ruang, alam sebagai penghasil pangan, alam sebagai penghasil oksigen untuk bernapas, alam sebagai penyedia air, maupun alam sebagai sebuah lingkungan di mana di dalamnya tercakup berbagai ekosistem yang saling bergantung, yang saling menghidupi. Lingkungan yang rusak atau hancur secara otomatis akan turun daya dukungnya terhadap kehidupan.

3 Agung Wardana, Perusakan Lingkungan Sebagai Pelanggaran HAM, Artikel, 2007, hlm. 2

4 ibid.,

(6)

tercemar bahkan beberapa darinya telah mengering. Padahal masyarakat memiliki hak atas lingkungan yang baik dan sehat, hal itu merupakan bagian dari hak asasi manusia sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28H Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berha memperoleh pelayanan kesehatan” dan Pasal 33 ayat (3) yang menyetakan bahwa, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-bersar kemakmuran rakyat”. Pada pasal 28 dikatakan bahwa setiap warga negara berhak akan lingkungan yang baik dan sehat, penegakan hukum lingkungan merupakan instrumen untuk menciptakan lingkungan yang baik dan sehat.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana konsepsi Hak Asasi Manusia (HAM) dan lingkungan hidup? 2. Bagaimana jaminan konstitusional terhadap hak atas lingkungan hidup di

Indonesia?

3. Bagaimana hak dan kewajiban atas lingkungan hidup dan kaitannya dengan peran serta dalam pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009?

A. METODE PENULISAN

Sumber dan Jenis Data

Data data yang dipergunakan dalam penulisan library research ini berasal dari berbagai literatur kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Beberapa jenis referensi utama yang digunakan adalah buku pelajaran hukum lingkugan dan buku hukum hak asasi manusia, jurnal ilmiah edisi online, dan artikel ilmiah yang bersumber dari internet. Jenis data yang diperoleh variatif, bersifat kualitatif maupun kuantitatif.

Pengumpulan Data

(7)

diperoleh. Penulis diupayakan saling terkait satu sama lain dan sesuai dengan topik yang dibahas.

Analisis Data

Data yang terkumpul diseleksi dan diurutkan sesuai dengan topik kajian. Kemudian dilakukan penyusunan karya tulis berdasarkan data yang telah dipersiapkan secara logis dan sistematis. Teknik analisis data bersifat deskriptif argumentatif.

Penarikan Kesimpulan

Simpulan didapatkan setelah merujuk kembali pada rumusan masalah, tujuan penulisan, serta pembahasan. Simpulan yang ditarik mempresentasikan pokok bahasan dari karya tulis ini.

BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEPSI LINGKUNGAN HIDUP DENGAN HAK ASASI MANUSIA (HAM)

Berbicara tentang Hak Asasi Manusia (HAM), tidak lepas kaitannya dari pembicaraan tentang keadilan. Keadilan sebagai prinsip yang memungkinkan masyarakat dalam ikatan bersama dipertahankan, karena ketidakadilan merupakan hal yang fatal bagi kehidupan sosial dan dalam pergaulan masyarakat. Tujuan pertama dan utama keadilan menurut Cicero6 ialah untuk

menjaga agar seseorang tidak merugikan orang lain, kecuali orang lain yang telah melakukan kesalahan. Sedangkan alam telah menganugerahkan kepada setiap jenis makhluk hidup insting untuk mempertahankan hidupnya, menghindari kerugian, dan alam menyatukan manusia dengan manusia lainnya dalam ikatan bersama melalui kata (bahasa) dan kehidupan.

(8)

Untuk memahami hakekat HAM, harus dipahami terlebih dahulu penertian dasar tentang hak. Secara definitif hak merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman berprilaku, melindungi kebebasan, kekebalan, serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya. HAM juga berarti hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan kodratnya, jadi hak yang dimiliki manusia sebagai manusia. Atau ada juga yang mengatakan HAM adalah hak hukum yang dimiliki setiap orang sebagai manusia. Hak-hak tersebut bersifat universal dan dimiliki setiap orang sebagai manusia. Hak-hak tersebut bersifat universal dan dimiliki setiap orang, kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan.

HAM adalah hak-hak yang melekat pada manusia, yang tanpa dengannya, kita tak dapat hidup sebagai manusia. Hak itu tidak diberikan oleh hukum positif atau masyarakat, tetapi karena martabatnya sebagai manusia, baginya tidak dibedakan dari warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya, atau kewarganegaraan.7

James W. Nickel mengemukakan bahwa,8 Hak asasi manusia pada

galibnya adalah seperangkat hak. Mempunyai unsur tertentu, fungsi dan tujuan tertentu. Unsur-unsur suatu hak terdiri dari: Pertama, masing-masing hak mengidentifikasikan suatu pihak sebagai pemilik atau pemegangnya. Kedua, hak adalah suatu kebebasan atau keuntungan. Ketiga, suatu hak yang ditetapkan secara lengkap akan mengidentifikasikan pihak pihak yang harus berperan mengusahakan tersedianya kebebasan atau keuntungan yang diidentifikasikan oleh ruang lingkup hak tersebut. Keempat, bobot suatu hak menentukan urutan atau arti pentingnya dalam berhubungannya dengan norma-norma lain, jika terjadi konflik. Sedangkan fungsi hak adalah sebagai wahana untuk mengemukakan standar universal bagi prilaku pemerintah, dan tujuannya untuk menentukan klasifikasi hak yang mempunyai prioritas tinggi (high priority goals) di sejumlah bidang hak seperti kebebasan sipil, keamanan pribadi, perlindungan hukum, dan keadilan sosial serta menegaskan bahwa tujuan tujuan ini semestinya diperjuangkan oleh semua bangsa.

7 Knut D. Asplund, dkk (Penyunting), Hukum Hak Azasi Manusia, (Jogyakarta: PUSHAM UII, 2008) hlm. 11

(9)

Berdasarkan konsepsi tentang HAM yang telah diuraikan, sangatlah relevan bila kita nyatakan bahwa hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari HAM secara kodrati yang merupakan anugerah dari Tuhan kepada umat manusia dan sangat relevan juga apabila teori ataupun ajaran tentang HAM dikaitkan dengan berbagai pelanggaran di bidang lingkungan hidup, yang telah terjadi di hampir seluruh tatanan kehidupan masyarakat.

Terkait dengan HAM atas lingkungan hidup, dengan menempatkan negara sebagai benteng HAM, maka dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, rakyat harus ditempatkan sebagai kepentingan yang utama. Negara sepenuhnya berperan sebagai instrumen pengurus dan penyelenggara kebijakan yang ditujukan untuk melindungi dan memajukan HAM atas lingkungan hidup. Kepentingan rakyat atau hak asasi rakyat, terutama dalam hal akses terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup harus dijadikan sebagai sarana utama dan tujuan akhir dari hak menguasai negara, sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 33 (3) UUD 1945.

Atas dasar pemikiran di atas jelaslah bahwa penghormatan terhadap hak asasi atas lingkungan hidup menjadi aspek yang sangat penting dan mendasar karena lingkungan hidup mempunyai segala keterbatasan, sehingga kontrol atas perilaku manusia atas lingkungan hidup menjadi mutlak adanya. Kontrol tersebut salah satunya melalui instrumen, mekanisme, dan kebijakan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional, untuk mencapai keseimbangan yang disebut sebagai pembangunan yang berkelanjutan.9 Dalam

perkembangannya, konsepsi tentang HAM atas lingkungan hidup baru nampak jelas pada saat diselenggarakannya Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Lingkungan dan Manusia di Stockholm, Swedia, pada 5-6 Juni 1972, yang mencetuskan Deklarasi Stockholm. Konferensi ini merupakan pijakan awal dari kesadaran komunitas internasional akan pentingnya keberlanjutan lingkungan hidup sebagai bagian mendasar bagi pemenuhan HAM.

(10)

Dalam Prinsip 2110 dan Prinsip 1111 Declaration on the Human

Environment dari Konferensi Stockholm, menyatakan bahwa negara memiliki hak berdaulat untuk memanfaatkan kekayaan alamnya sesuai dengan kebijaksanaan pengamanan dan pemeliharaan lingkungannya. Dalam pemanfaatan tersebut negara bertanggungjawab atas setiap kegiatan yang merugikan lingkungan atau wilayah negara lain yang berada di luar yurisdiksi nasionalnya.

Kualitas lingkungan hidup yang baik tidak dapat dijaga tanpa penghormatan atas HAM, dan HAM tidak bisa diperoleh tanpa lingkungan hidup yang baik dan aman. Penghormatan, perlindungan, penegakan, dan pemenuhan HAM sangat bergantung pada lingkungan hidup yang sehat dan layak huni. Dalam sebuah ekosistem yang rusak, tidak mungkin atau hampir mustahil menikmati serta memperoleh hak untuk hidup, kesehatan, keamanan, kecukupan pangan, dan budaya.

Hal ini karena manusia merupakan bagian dari sebuah ekosistem, sangat erat keterkaitan antara manusia dengan lingkungan hidup di sekitarnya. Sejak dilahirkan, manusia telah diberikan hak atas lingkungan hidup meliputi hak-hak dasar manusia, prinsip keadilan lingkungan hidup dan akses yang adil terhadap sumber kehidupan. Interaksi antara manusia dengan alamnya merupakan sebuah ritual kehidupan yang tak mungkin bisa terpisahkan hingga akhir jaman. Rakyat, sebagai pemberi mandat kepada pemerintah, sudah selayaknya memahami hak dasar yang wajib dipenuhi oleh negara. Sehingga menjadi kewajiban pemerintah untuk memenuhi dan melindungi hak-hak dasar rakyat. Sifat eksploitatif pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, untuk mengejar pendapatan pemerintah selama ini telah menjadikan rakyat kehilangan hak atas lingkungan hidup yang merupakan hak asasi rakyat.

10 Prinsip 21 berbunyi: “State have, in accordance with the carter of the United Nations and the principles of internastional law, the sovereign right to eksploit their own natural resources pursuant to their own environmental policies, and responsibility to ensure that activities wirhin their jurisdiction or control do not cause damage to the environmental of other State or of areas beyond the limits of nation jurisdiction”. Huala Adolf, Aspek-aspek Negara Dalam Hukum Internasional, (Jakarta: Rajawali Pers, 1990) hlm. 52

(11)

B. JAMINAN KONSTITUSIONAL TERHADAP HAK ATAS LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Undang-undang Lingkungan Hidup Indonesia Sebagai Payung

Hukum lingkungan modern di Indonesia dimulai dari di undangkannya Undang-undang No. 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, tanggal 11 Maret 1982 yang biasa disingkat dengan sebutan UULH 1982. Selanjutnya pada tanggal 19 September 1997 digantikan oleh Undang-undang No. 23 Tahun 1997 dan kemudian UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2009 disingkat dengan UUPPLH.

UULH 1982 adalah sumber hukum formal (sekaligus sebagai payung pertama) dalam tataran perundang-undangan di Indonesia dalam konteks hukum modern, sekaligus menandai era pembidangan hukum baru yaitu Hukum Lingkungan. Akan tetapi seiring perjalanan waktu, peraturan yang ada dianggap kurang memuat segi Lingkungan Hidup, hal ini berbanding terbalik dengan kesadaran Lingkungan pada masyarakat pada umumnya, terlebih produsen dan konsumen Indonesia telah memasuki tahap industrialisasi. Untuk itulah dirasa perlu diadakan peraturan/UU sebagai landasan pembangunan (membangun tanpa merusak) yang selanjutnya dikenal dengan istilah “pembangunan berwawasan lingkungan” dan “pembangunan berkelanjutan”.

Kemudian pada tanggal 19 September 1997 UU No. 23 Tahun 1997 muncul menggantikan undang-undang sebelumnya. Salah satu hal mendasar yang menjadi pertimbangan undang-undang ini adalah bahwa kesadaran dan kehidupan masyarakat dalam hubungannya dengan lingkungan hidup telah berkembang sedemikian rupa, sehingga pokok materi yang diatur dalam UU No. 4 tahun 1982 perlu disempurnakan untuk mencapai tujuan. pembangunan berkelanjutan yang berwawasan Lingkungan.

Setelah beroperasi sekira 12 tahun memayungi l Lingkungan Hidup Indonesia (termasuk masyarakat), ternyata undang-undang ini dinilai gagal mengemban misi “pelestarian” dan “pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan”.

Mengapa perlu ada revisi UU PLH yang melahirkan UU No 32 tahun 2009? Ilyas Asaad12, menuturkan bahwa argumen paling mendasar dari revisi tersebut

(12)

adalah ketidakmampuan UU lama dalam menjawab berbagai problem LH di Indonesia. Dalam hal ini, UULH 1997 baru sebatas mengakui hak setiap orang terhadap informasi dan partisipasi dan belum mengatur tentang akses masyarakat terhadap haknya tersebut, termasuk konsekuensi hukum jika haknya tersebut tidak dipenuhi atau dilanggar (access to justice).

Oleh sebab itulah UU. No. 23 Tahun 2009 terlahir dengan mengusung istilah “perlindungan”, istilah yang tidak didapatkan pada dua pendahulunya. Penggunaan istilah ini dimaksudkan agar undang-undang tersebut secara rasional memberikan makna pentingnya lingkungan hidup memperoleh perlindungan. Disamping itu pula, jaminan norma tentang hak akses masyarakat terhadap informasi, partisipasi, dan keadilan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam dapat diatur secara tegas dan rinci.

Hak-hak atas Lingkungan Hidup Sebagai Implikasi Perundang-undangan

Lingkungan hidup sesuai dengan pengertian UUPPLH 2009 memasukkan unsur manusia dan segala perilakunya, oleh sebab itu, manusia sebagai subjek lingkungan hidup memiliki peranan vital yang meliputi hak dan kewajiban maupun berperan serta atas kelangsungan lingkungan hidup, maka hukum lingkungan akan senantiasa bersinggungan dengan hak-hak dasar manusia, baik itu secara administratif (mis: izin mendirikan bangunan/hak bertempat tinggal), perdata (terkait hak untuk mendapatkan ganti kerugian), maupun pidana Peran ini coba diangkat dalam rumusan pasal-pasal, baik oleh UULH 1997 maupun UUPLH 2009. Misalnya hak atas informasi lingkungan yang merupakan konsekuensi logis dari dari hak berperan serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.

(13)

Hak-hak tersebut di atas dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis hak yaitu13, pertama, hak substantive (substantive right to environmental quality)

yaitu berupa hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, kedua ,hak prosedural (procedural rights) yang leiputi; hak akses, hak partisipasi, dan hak berperan serta.

Hak ini merupakan hak baru yang dirumuskan ke dalam UUPPLH 2009, tepatnya pada Pasal 66 yang menegaskan bahwa Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.14 Salah satu hal yang

melatar belakangi penegasan pengakuan hak gugat ini dilatar belakangi oleh berbagai kasus pelaporan pencemaran dan perusakan oleh masyarakat, yang justru digugat balik oleh pihak yang diduga melakukan pencemaran dan kerusakan. Hal ini jelas memberikan kesan traumatik pada masyarakat yang hendak melaparkan adanya pencemaran atau kerusakan lingkungan.

Hak Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat Sebagai Hak Asasi Manusia, dan Implementasinya dalam Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia standar kesehatan fisik dan mental yang paling tinggi yang dapat dicapai.” Dalam pasal ini, sejumlah upaya yang seharusnya dilakukan Pemerintah untuk memenuhi hak atas kesehatan, diantaranya “peningkatan semua aspek kebersian (hygiene) industri dan lingkungan hidup”, (1) yang mencakup upaya pencegahan wabah dan kecelakaan kerja; pencegahan dan pengurangan CESCR menginterprestasikan hak atas kesehatan secara inklusif, tidak hanya berkaitan dengan pelayanan kesehatan, tetapi juga faktor-faktor yang menopang kesehatan manusia, termasuk kondisi lingkungan dan pekerjaan yang sehat. (2) Selanjutnya dalam standar hukum Internasional hak asasi

13 Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011) hlm. 65

(14)

manusia, “hak atas lingkungan yang sehat” , dinyatakan dalam sejumlah Komentar Umum yang di adopsi Komite yang dibentuk atas dasar perjanjian Internasional (Konvenan dan Konvensi Internasional hak asasi manusia). Keterkaitan kedua hak ini sangat jelas: lingkungan hidup yang sehat merupakan salah satu faktor sosio-ekonomi yang memunculkan kondisi dimana masyarakat dapat menikmati hidup yang sehat15.

Kondisi lingkungan dan kebijakan pembangunan saat ini sangat berpengaruh terhadap hak untuk hidup, hak atas kesehatan, hak atas pekerjaan dan pendidikan, hak atas informasi, berpartisipasi, dan mendapatkan keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam, serta hak asasi lainnya. Akibatnya masih banyak penduduk hidup dalam garis kemiskinan dimana sebagian besar berada pada lingkungan hidup yang buruk. Di sisi lain, degradasi lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas ekonomi yang mengorbankan hak-hak sipil dan politik, seperti tidak adanya akses publik terhadap informasi, partisipasi, serta kebebasan untuk berbicara dan berkumpul. Menurunnya kualitas lingkungan hidup, air, udara, maupun kerusakan alam lainnya merupakan bumerang dan akan menimbulkan bencana di kemudian hari. Tak dapat dihindari, rakyat yang pada akhirnya akan menjadi korban.

Haruslah dipahami bahwa masalah lingkungan hidup bukan hanya sebuah fenomena alam atau mungkin juga ketidakmampuan manajemen belaka, tetapi berkaitan dengan masalah moral, etika dan kemanusiaan. Oleh karena itu jika dikaji dari sisi manfaat kehidupan, maka sebuah kesadaran baru mengenai pentingnya pemahaman tentang hak asasi di bidang lingkungan hidup merupakan sebuah solusi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Dengan demikian sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memenuhi dan melindungi hak dasar rakyat Indonesia. Sifat eksploitatif pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, untuk mengejar pendapatan pemerintah selama ini telah menjadikan rakyat kehilangan hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat yang merupakan bagian dari hak asasi rakyat.

(15)

C. PERAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN MENURUT BERDASARKAN UU NO. 32 TAHUN 2009

Peran Masyarakat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Dalam kerangka peran masyarakat dan negara, maka untuk melindungi hak atas lingkungan yang baik dan sehat, telah diterapkan oleh pemerintah berbagai instrumen ekonomik lingkungan hidup. Instrumen-instrumen hukum lingkungan yang berfungsi sebaga sarana pencegahan pencemaran lingkungan akibat pertambangan meliputi: Baku Mutu Lingkungan (BML), Analisis Mengenai Dampak Ligkungan (AMDAL), Perizinan Lingkungan, Instrumen Ekonomik dan Audit Lingkungan. Dalam prakteknya instrumen langsung yang ada tersebut, belum mampu untuk mengendalikan pencemaran secara efektif. Kamudian juga sangat dibutuhkan keterbukaan dari pemerintah. Keterbukaan Pemerintah yang dimaksud adalah keterbukaan dalam prosedur yang meliputi 3 aspek penting yakni:

a) Kewajiban pemerintah untuk memberikan informasi;

b) Kemungkinan peran serta masyarakat dalam mengambil keputusan dan c) Pengumuman keputusan pemerintah

Dalam kaitannya dengan peran serta masyarakat, Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1990 tentang Pembinaan LSM, yang dimaksud LSM adalah organisasi atau lembaga yang dibentuk masyarakat, warga negara RI secara suka rela atas kehendak sendiri dan berminat serta bergerak dalam bidang kegiatan tertentu yang di tetapkan oleh organisasi atau lembaga sebagai wujud partisipasi atau peran serta masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat yang menitikberatkan kepada pengabdian secara swadaya.

Peran serta mempunyai makna terhadap perlindungan hukum preventif bagi rakyat. Masyarakat dapat mengemukakan kepentingan-kepentingan melalui keberatan, dengar pendapat, serta bentuk-bentuk peran serta lainnya. Untuk itu perlu adanya kewajiban organ pemerintahan untuk memberikan informasi dan hak rakyat untuk didengar.

(16)

nyata di masyarakat contohnya dengan penebangan hutan yang tidak disertai dengan penanaman kembali. Pembuangan limbah industri dan sampah rumah tangga secara bebas tanpa memperdulikan implikasi dari perbuatan tersebut. Lingkungan hidup merupakan persoalan kolektif yang membutuhkan partisipasi semua komponen untuk mengurus dan mengelolanya. Semua komponen tersebut harus memiliki “kemauan politik” untuk bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan hidup dari ulah tangan jahil dari para preman dan penjahat lingkungan.

Hal di atas itu harus dibarengi dengan tindakan hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan lingkungan hidup yang nyata-nyata telah terbukti menyengsarakan banyak umat manusia. Keberadaan masyarakat akan efektif sekali jika perannya dalam mengontrol pengelolaan lingkungan yang ada. Hak masyarakat adalah:

a. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia.

b. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

c. Setiap orang berhak mengajukan usul dan keberatan terhadap rencana usaha atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.

d. Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

e. Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.

(17)

pengelolaan lingkungan hidup mencakup tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Peran Masyarakat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

a. Pengawasan sosial

Di dalam negara Indonesia yang menganut sistem demokreasi perwakilan maka masyarakat dapat menyampaikan aspirasinya melalui keterwakilannya dalam lembaga parlemen dalam ha ini Dewan Perwakilan Rakyar (DPR) atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Parlemen atau lembaga perwakilan rakyat mempunya 3 fungsi pokok yaitu:

1. Fungsi representasi (perwakilan) 2. Fungsi pengawasan (control) 3. Funsi pengaturan atau legislasi

Peran masyarakat dalam hal ini adalah lebih ke pada fungsi peraturan atau legislasi karena keterwakilan di dalam lembaga perwakilan akan menentukan perundang-undangan atau peraturan-peraturan yang akan dibuat.

b. Pemberian Saran, Pendapat, Usul, Keberatan, Pengaduan

Peran masyarakat dapat berupa pemberian saran dan pendapat terhadap langkah perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang telah dilakukan oleh pemerintah atau lembaga lingkungan hidup. Apabila di kemudian hari menimbulkan sengketa di antara masyarakat yang jeberatan atau melakukan pengaduan maka penyeselesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan

c. Penyampaian informasi dan/atau laporan

(18)

bisa menjadi ancaman besar bagi budaya mereka. Alam bukan hanya sekedar sumber kehidupan melainkan juga sahabat dan guru yang telah mengajarkan banyak hal bagi mereka. Kendala yang muncul dari masyarakat Indonesia dalam kaitannya dalam lingkungan hidup adalah: (1) Budaya masyarakat; (2) Moral masyarakat; (3) Pendidikan masyarakat; (4) Ekonomi masyarakat; (5) Teknologi.

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

Konsepsi HAM sangatlah relevan bila kita nyatakan bahwa hak atas lingkungan hidup termasuk bagian dari HAM secara kodrati yang merupakan anugerah dari Tuhan kepada umat manusia dan sangat relevan juga apabila teori ataupun ajaran tentang HAM dikaitkan dengan berbagai pelanggaran di bidang lingkungan hidup, yang telah terjadi di hampir seluruh tatanan kehidupan masyarakat.

Hukum lingkungan modern di Indonesia dimulai dari di undangkannya Undang-undang No. 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, tanggal 11 Maret 1982 yang biasa disingkat dengan sebutan UULH 1982. Selanjutnya pada tanggal 19 September 1997 digantikan oleh Undang-undang No. 23 Tahun 1997 dan kemudian UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2009 disingkat dengan UUPPLH.

(19)

pemerintah. Keterbukaan Pemerintah yang dimaksud adalah keterbukaan dalam prosedur yang meliputi 3 aspek penting yakni:

a) Kewajiban pemerintah untuk memberikan informasi;

b) Kemungkinan peran serta masyarakat dalam mengambil keputusan dan c) Pengumuman keputusan pemerintah

Keberadaan masyarakat akan efektif sekali jika perannya dalam mengontrol pengelolaan lingkungan yang ada. Hak masyarakat adalah:

f. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia.

g. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

h. Setiap orang berhak mengajukan usul dan keberatan terhadap rencana usaha atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.

i. Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

j. Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Adolf, Huala. Aspek-aspek Negara Dalam Hukum Internasional. Jakarta: Rajawali Pers, 1990.

Nickel, James W. Making Sense of Human Rights Philosophical Reflection on the Universal Declaration of Human Rights. Alih bahasa: Titi S. Dan Eddy Arini. Jakarta: Gramedia, 1996.

Asplund, Knut D, dkk (Penyunting). Hukum Hak Azasi Manusia. Jogyakarta: PUSHAM UII, 2008.

Saleh, M. Ridha. Ecocide Politik Kejahatan Lingkungan Hidup dan Pelanggaran hak Asasi

Manusia. Jakarta: Walhi, 2005.

(21)

Subhi Mahmassani, Konsep Dasar Hak-hak Asasi Manusia, Suatu

Perbandingan Dalam Syariat Islam dan Perundang-undangan Modern. Jakarta: Tinta Mas, 1993.

Rahmadi, Takdir. Hukum Lingkungan di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.

Agung Wardana, Perusakan Lingkungan Sebagai Pelanggaran HAM, Artikel, 2007.

Patra, A. Hak atas Lingkungan yang Sehat:Prinsip dan Tanggungjawab Pemerintah.Artikel. Jakarta, 2008.

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 32 TAHUN 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis yang dibangun bahwa senyawa Y- 24180 dapat digunakan sebagai senyawa penuntun dalam pengembangan protokol penapisan virtual berbasis struktur (PVBS),

35 George R. Terry, Asas-asas Manajemen , Terj.. Di samping itu, dengan perencanaan dakwah akan mempermudah pemimpin dakwah melakukan pengawasan dan penelitian

Gambar 13 kotak panel trafo teknik 1 pada terminasi fasa S terlihat sangat kontras membara dibanding kedua fasa yang lain, setelah di cek menggunakan aplikasi SmartView ternyata

Seorang guru harus memiliki pengetahuan tentang lingkungan karena institusi pengajaran melalui pendidikan formal merupakan cara yang paling tepat dalam membangkitkan kesadaran

23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pada pasal 1 ayat (12) bahwa, “hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang

c. bahwa perpanjang waktu tadi harus ditetapkan sampai tanggal 26 Juli 1954, karena pada tanggal tersebut akan berakhir masa kerja D.P.R.D. Minahasa, akan tetapi apabila

Namun yang membedakan penulisan hukum ini dengan penulisan hukum penulis adalah, bahwa dalam penulisan hukum penulis yang dibahas adalah mengenai penegakan

Manajer perusahaan akan mengalami kesulitan untuk menyembunyikan informasi dari para kreditor sehingga manajer akan berhati-hati dalam mengatur tingkat konservatisma agar