• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana diatur dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana diatur dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Udara sebagai media lingkungan merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi setiap makhluk hidup yang ada di Dunia, dimana sudah menjadi hak bagi setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup (udara) yang baik dan sehat, sebagaimana diatur dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.1 Fungsi udara sebagai media persediaan senyawa untuk pemenuhan keperluan energi bagi makhluk hidup, menjadikan udara yang baik dan sehat sebagai sesuatu yang keberadaannya sangat signifikan, serta perlu mendapatkan perhatian yang serius terkait dengan keberadaan, keberlangsungan, dan pengendaliannya.2 Pada tingkat nasional, isu/permasalahan terkait pencemaran udara sudah menjadi perhatian Pemerintah Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari masuknya program pengendalian pencemaran udara ke dalam sepuluh program unggulan dari kebijakan Pembangunan Kesehatan Indonesia sejak tahun 2010.3 Tidak hanya pada tingkat nasional, isu/permasalahan terkait pencemaran udara juga telah menjadi perhatian dunia internasional, dimana isu/permasalahan terkait pencemaran udara telah menimbulkan kekhawatiran

1 M. Hadin Muhjad, 2015, Hukum Lingkungan Sebuah Pengantar untuk Konteks Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta, hlm.127.

2 Gita Anistya Sari, “Pengenalan Polusi Kebauan Berdasarkan Paramater Bau Dengan Sampel Limbah Lingkungan Sekitar”,

https://www.academia.edu/5265486/PENGENALAN_POLUSI_KEBAUAN_BERDASARKAN_PARAMETE R_BAU_DENGAN_SAMPEL_LIMBAH_DI_LINGKUNGAN_SEKITAR_INTRODUCTION_OF_ODOR_POLLUT ION_BASED_ON_THE_PARAMETERS_OF_THE_SAMPLE_WITH_THE_SMELL_OF_SEWAGE_IN_THE_SU RROUNDING_ENVIRONMENT , diakses pada tanggal 29 Maret 2017

3 M. Hadin Muhjad,Loc.Cit.

(2)

dunia dikarenakan terdapat indikasi adanya krisis ekologis dan munculnya problema lingkungan nasional yang berdimensi global.4 Semakin besarnya perhatian terhadap isu/permasalahan lingkungan khususnya pencemaran udara, diikuti pula dengan semakin banyaknya kasus-kasus terkait hukum lingkungan yang muncul, baik itu dalam ranah administratif, perdata, ataupun pidana.

Untuk mengatur tentang keberadaan, keberlangsungan, serta pengendalian udara agar tidak menimbulkan pencemaran, maka pada tanggal 26 Mei 1999 keluarlah peraturan perundang-undangan tentang pengendalian pencemaran udara, yang dikenal dengan Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara ini sendiri merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, sebagaimana telah dirubah Menjadi Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dalam Penjelasan atas Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara diartikan dengan turunnya kualitas udara sehingga udara mengalami penurunan mutu dalam penggunaannya yang akhirnya tidak dapat digunakan lagi sebagaimana mestinya sesuai dengan

4 Muhammad Akib, 2014, Hukum Lingkungan Perspektif Global dan Nasional, PT RAJAGRAFINDO PERSADA, Depok, hlm.139.

(3)

fungsinya.5 Pencemaran udara dapat saja terjadi dari sumber pencemar udara seperti pembakaran batu-bara, bahan bakar minyak, dan pembakaran lainnya yang mempunyai limbah berupa partikulat (aerosol, debu, abu terbang, kabut, asap, dan jelaga), kegiatan pabrik yang berhubungan dengan pengampelasan, pemulasan, dan pengolesan (grinding), penumbukan dan penghancuran benda keras (crushing), pengeolahan biji logam, dan proses pengeringan, kegiatan pembongkaran dan pembukaan lahan, dan penumpukan sampah atau pembuangan limbah yang tidak memenuhi syarat.6

Penentuan terkait ada atau tidaknya pencemaran udara tidak sesederhana bahwa setiap kali ada limbah, abu terbang, asap, jelaga, atau sumber-sumber lain, maka udara telah tercemar. Dalam menentukan ada atau tidaknya suatu pencemaran udaral, dilakukan dengan cara melakukan pengukuran/perhitungan mutu udara dengan menggunakan alat yang sudah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, yang kemudian hasil pengukuran/perhitungan tersebut nantinya akan disesuaikan dengan baku mutu udara.7

Terkait dengan pengendaliannya, pengendalian pencemaran udara selalu terkait dengan serangkaian kegiatan pengendalian yang bermuara dari batas baku mutu udara, dimana dengan adanya tolok ukur baku mutu udara maka akan dapat

5 Lihat Penjelasan atas Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999 tentang Pegendalian Pencemaran Udara.

6Muhamad Erwin, 2015, HUKUM LINGKUNGAN Dalam Sistem Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Indonesia, Cetakan keempat, PT. Refika Aditama, Bandung, hlm.43.

7 Ibid.

(4)

dilakukan penyusunan dan penetapan kegiatan pengendalian pencemaran udara.

Pengendalian pencemaran udara mencakup kegiatan-kegiatan yang berintikan:8

1) Inventarisasi kualitas udara daerah dengan mempertimbangkan berbagai kriteria yang ada dalam pengendalian pencemaran udara;

2) Penetapan baku mutu udara ambien dan baku mutu emisi yang digunakan sebagai tolok ukur pengendalian pencemaran udara;

3) Penetapan mutu kualitas udara di suatu daerah termasuk perencanaan pengalokasian kegiatan yang berdampak mencemari udara;

4) Pemantauan kualitas udara baik ambien dan emisi yang diikuti dengan evaluasi dan analisis;

5) Pengawasan terhadap penaatan peraturan pengendalian pencemaran udara;

6) Peran masyarakat dalam kepedulian terhadap pengendalian pencemaran udara;

7) Pebijakan bahan bakar yang diikuti dengan serangkaian kegiatan terpadu dengan mengacu kepada bahan bakar bersih dan ramah lingkungan;

8) Penetapan kebijakan dasar baik teknis maupun non-teknis dalam pengendalian pencemaran udara secara nasional.

8 Lihat Penjelasan atas Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pegendalian Pencemaran Udara.

(5)

Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara sendiri selanjutnya mengklasifikasikan pengendalian pencemaran udara berdasarkan sumber pencemarnya, yaitu pengendalian dari usaha dan/atau kegiatan sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, dan sumber tidak bergerak spesifik.9 Pengendalian pencemaran udara sendiri terdiri dari pencegahan dan penanggulangan pencemaran, serta pemulihan mutu udara.

Pencegahan pencemaran dilakukan melalaui penepatan baku mutu udara ambien, baku mutu emisi sumber tidak bergerak, baku tingkat gangguan, ambang batas emisi gas buang dan kebisingan kendaraan bermotor.10 Pencemaran udara dalam hal ini kebauan yang merupakan fokus dari penulisan hukum ini, merupakan bagian dari baku tingkat gangguan sumber tidak bergerak.

Kebauan merupakan salah satu jenis dan/atau bagian dari pencemaran udara yang tergolong dalam pencemaran udara dari kegiatan sumber gangguan.

Kebauan adalah bau yang tidak diinginkan dalam kadar dan waktu tertentu yang dapat mengganggu kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan,11 yang merupakan akibat dari dilampauinya baku tingkat kebauan. Baku tingkat kebauan merupakan salah satu jenis/bagian dari baku tingkat gangguan sumber tidak bergerak, dimana ketentuan tentang baku tingkat kebauan diatur dalam Peraturan

9 Muhammad Akib, Op.Cit, hlm. 140.

10 Ibid., hlm. 141.

11 Lihat Pasal 1 ayat (1) angka 2, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 50 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebauan.

(6)

Pemerintah No.41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, Pasal 10 ayat (2) yang berbunyi:

“Baku tingkat gangguan sumber tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. Baku tingkat kebisingan;

b. Baku tingkat getaran;

c. Baku tingkat kebauan; dan d. Baku tingkat gangguan lainnya.”

Peraturan terkait Baku Tingkat Kebauan secara lebih spesifik diatur di dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 50 Tahun 1996 tentang baku tingkat kebauan. Hal-hal yang diatur dalam Keputusan Menteri ini adalah tentang baku tingkat kebauan untuk odoran tunggal dan campuran, metoda pengkuran/pengujian dan peralatan, dan kewajiban setiap penanggung jawab usaha/kegiatan.

Perlindungan dan pengelolaan atas udara dan khususnya kebauan, erat kaitannya dengan penegakan hukum lingkungan. Penegakan hukum lingkungan (environmental law enforcement) merupakan sebuah alat (an end), yang mana digunakan untuk mencapai suatu tujuan yaitu untuk penataan (compliance) terhadap nilai-nilai perlindungan daya dukung ekosistem dan fungsi lingkungan hidup, yang pada umumnya diformalkan kedalam peraturan perundang-undangan.

Di Indonesia, peraturan perundang-udangan yang mengatur terkait hal tersebut

(7)

adalah Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.12

Berlakunya Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai penyempurnaan peraturan perundang- undangan sebelumnya yaitu Undang-Undang No. 23 Tahun 1967 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menunjukkan keseriusan dan besarnya perhatian Pemerintah Indonesia dalam upaya Pengendalian, Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dalam rangka menegakkan dan memperjuangkan hak-hak dasar warga negara sebagaimana amanat dalam perubahan kedua UUD 1945 dalam Pasal 28H ayat (1) yang berbunyi :

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. ”

Dengan harapan supaya masyarakat dapat memperoleh lingkungan yang memadai melalui jaminan konstitusi untuk hidup dan memperoleh lingkungan hidup yang baik pula.

Penegakan hukum lingkungan merupakan mata rantai terakhir dari siklus pengaturan (regulatory chain) perencanaan kebijakan lingkungan.13 Sebagai mata

12 Fitria “Penegakan Hukum Administrasi Terhadap Analisis Mengenai Dampak Lingkungan(AMDAL) Berdasarkan Undang-Undang 32 Tahun 2009 Di Kota Jambi”,

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=307990&val=882&title=Penegakan%20Hukum

%20Administrasi%20Terhadap%20Analisis%20Mengenai%20Dampak%20Lingkungan%28AMDAL%29

%20Berdasarkan%20%20Undang-Undang%2032%20Tahun%202009%20%20Di%20Kota%20Jambi , diakses pada tanggal 29 Maret 2017.

(8)

rantai terkahir, banyak kalangan menganggap bahwa penegakan hukum lingkungan hanyalah melalui proses pengadilan. Anggapan seperti ini mengisyaratkan bahwa penegakan hukum lingkungan hanya bersifat represif, yaitu setelah terjadinya kasus pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.14 Inilah yang oleh Koesnadi Hardjasoemantri dalam bukunya Hukum Tata Lingkungan dikatakan sebagai suatu anggapan yang keliru, yaitu terkait bahwa penegakan hukum hanyalah melalui proses di pengadilan.15 Perlu diperhatikan, bahwa penegakan hukum dilaksanakan melalui berbagai jalur dengan berbagai sanksinya, seperti sanksi administatif, sanksi perdata, dan sanksi pidana. Ada pula pendapat yang keliru, seolah-olah penegakan hukum adalah semata-mata tanggung jawab apparat penegak hukum. Penegakan hukum adalah kewajiban dari seluruh masyarakat dan untuk ini pemahaman tentang hak dan kewajiban menjadi syarat mutlak.16

Permasalahan dalam penegakan hukum lingkungan kaitannya dengan masalah pencemaran khususnya pencemaran udara (kebauan), adalah terkait dengan penentuan ada atau tidaknya pencemaran tersebut. Permasalahan ini pada akhirnya mengakibatkan penanganan atas kasus-kasus pencemaran khususnya pencemaran udara (kebauan) dilakukan secara tidak benar, sehingga tujuan utama

13Siti Sundari Rangkuti, 2000, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Universitas Airlangga Press, Surabaya, hlm.379.

14 Muhammad Akib, Op.Cit, hlm.203.

15 Koesnadi Hardjasoemantri, 2006, Hukum Tata Lingkungan, Edisi VIII, Cetakan kesembilan belas, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hlm 299.

16 Ibid.

(9)

dari hukum lingkungan tidak terpenuhi. Penentuan ada atau tidaknya pencemaran udara kaitannya dengan kebauan itu sendiri ditentukan dengan melakukan pengukuran atas kualitas udara dengan menggunakan alat yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan, yang kemudian akan disesuaikan dengan baku mutu udara ambien dan/atau baku tingkat kebauan.

Berkaitan dengan uraian diatas, penulisan hukum ini akan membahas mengenai kasus Tindak Pidana Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Terkait Dengan Pencemaran Udara (Kebauan) yang terjadi di Manado pada tahun 2010, yang melibatkan Terdakwa Victor Palit. Kasus ini diadili oleh Pengadilan Negeri Manado melalui register perkara Nomor:

357/PID.B/2010/PN.Mdo.

Kasus ini bermula dari didirikannya peternakan ayam petelur oleh Victor Palit di Desa Teteli, Pineleng, Minahasa Sulawesi Utara, pada tahun 1989.

Peternakan ayam ini dibentuk berdasarkan ijin dari Departemen Perdagangan dengan tanda daftar perusahaan No.18025101774 tertanggal 28 Januari 1989.

Peternakan ayam ini selanjutnya dipermasalahkan sebagian masyarakat setempat terutama saat memasuki tahun 2009. Masyarakat mempermasalahkan bau yang berasal dari peternakan ayam milik Victor Palit. Masyarakat menganggap hal ini diakibatkan karena tidak adanya instalasi pembuangan air limbah (IPAL) di peternakan ayam tersebut.

(10)

Peternakan ayam ini terletak tepat diatas badan air sehingga mengakibatkan kotoran ayam langsung dibuang ke badan air, dimana saluran air yang mengalir masih digunakan oleh masyarakat Desa Tateli utamanya untuk usaha kolam peternakan ikan. Masyararakat juga mempermasalahkan terkait dengan tidak dibuatnya IPAL untuk limbah pembuatan baki telur, sehingga limbah pembuatan baki telur langsung dibuang kebadan air yang masih digunakan masyarakat.

Bau yang sangat menyengat ini membuat masyarakat Desa Tateli merasa tidak nyaman. Hal ini diikuti dengan banyaknya lalat yang hinggap diatas kotoran ayam petelur yang menyebar diseputar rumah-rumah penduduk, sebagaimana hasil temuan dari laporan pelaksanaan pemantuan/pengawasan penataan lingkungan hidup kegiatan peternakan ayam serta sarang burung wallet di Desa Tateli ling. II Kec. Pineleng, tanggal 23 Oktober 2009.

Berdasarkan dengan permasalahan-permasalahan di atas, kemudian masyarakat melaporkan Victor ke aparat penegak hukum. Jaksa Penuntut Umum kemudian mendakwa Victor telah melanggar Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terkait dengan kasus Pencemaran Udara kaitannya dengan Kebauan.

Mejalis Hakim Pengadilan Negeri Manado yang mengadili kasus ini kemudian mengeluarkan Putusan Nomor : 357/PID.B/2010/PN.Mdo yang pada intinya memutus Terdakwa Bebas, dengan menyatakan bahwa Terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwak1an oleh Penuntut

(11)

Umum. Atas putusan ini kemudian Penuntut Umum mengajukan kasasi, namun permohonan kasasi tersebut ditolak oleh Mahakamah Agung.

Bertolak dari urarian tersebut di atas, sejatinya penulis ingin mengangkat serta menganalisis lebih lanjut permasalahan tersebut dalam sebuah penelitian hukum yang berjudul “Tinjauan Yuridis Penegakan Hukum Lingkungan Kepidanaan Terkait Pencemaran udara (Kebauan) (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Manado Nomor: 357/PID.B/2010/PN.Mdo)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas. rumusan masalah yang menjadi fokus permasalahan dalam penelitian ini, adalah:

1. Bagaimana penegakan hukum lingkungan khususnya lingkungan kepidanaan terhadap kasus Pencemaran Udara (kebauan) di Manado yang terjadi pada kasus dengan nomor register perkara 357/PID.B/2010/PN.Mdo ?

2. Apa faktor-faktor dan/atau masalah yang menghambat dalam pelaksanaan penegakan hukum lingkungan khususnya lingkungan kepidanaan terhadap kasus Pencemaran Udara (Kebauan)?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan secara objektif dan subjektif. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

(12)

1. Tujuan objektif

a) Untuk mengetahui Bagaimana penegakan hukum lingkungan khususnya lingkungan kepidanaan terhadap kasus Pencemaran Udara (kebauan) di Manado yang terjadi pada kasus dengan nomor register perkara 357/PID.B/2010/PN.Mdo

b) Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor dan/atau masalah yang menghambat dalam proses penegakan hukum lingkungan khususnya lingkunga kepidanaan terhadap kasus Pencemaran Udara (kebauan).

2. Tujuan subjektif

Tujuan subjektif penulis dalam penelitian ini adalah dalam rangka penyusunan Penulisan Hukum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat apa yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan Ilmu Hukum khususya dalam Hukum Lingkungan dan

(13)

penegakan Hukum lingkungan, terkait dengan Pencemaran Udara khususnya Kebauan.

2. Manfaat Praktis

a) Untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam serta memberikan informasi kepada masyarakat luas pada umumnya, dan secara khusus kepada mahasiswa fakultas hukum, mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pencemaran udara khususnya kebauan.

b) Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran dalam bidang ilmu hukum, terutama dalam bidang hukum lingkungan, bagi para pihak yang terlibat dalam suatu permasalahan berkaitan dengan pencemaran udara khususnya kebauan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pencarian kepustakaan yang dilakukan oleh penulis di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, menunjukan bahwa belum terdapat penulisan hukum yang berjudul “Tinjauan Yuridis Penegakan Hukum Lingkungan Kepidanaan Terkait Pencemaran Udara (Kebauan) (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Nomor:357/PID.B/2010/PN.Mdo)”.

Namun ada beberapa penlitian maupun penulisan hukum yang berkaitan dengan penegakan hukum lingkungan khususnya lingkungan kepidanaan terhadap kasus

(14)

pencemaran lingkungan dan pencemaran udara, namun dari segi judul dan rumusan masalah berbeda, yaitu sebagai berikut :

1. Benedictus Panca, Tinjauan Yuridis Tentang Penyelesaian Masalah Pencemaran Udara Oleh CV. Sejati Plywood Di Dusun Depok, Desa Ambarketawang, Kabupaten Sleman, DIY, tahun 2015, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.17

Rumusan masalah dari penulisan hukum ini adalah Kesatu, apa langkah hukum yang dilakukan oleh warga terhadap pencemaran udara yang dilakukan oleh CV. Sejati Plywood?, Kedua, bagaimana penegakan hukum terhadap kasus pencemaran udara yang dilakukan oleh CV. Sejati Plywood?

Fokus dari penulisan hukum ini adalah pembahasan mengenai langkah- langkah hukum yang dilakukan oleh warga/masyarakat terhadap kasus pencemaran udara oleh pabrik pembuatan plywood CV. Sejati Plywood dan proses penegakan hukumnya. Apabila dibandingkan dengan penulisan hukum penulis, terdapat persingungan yaitu terkait dengan penegakan hukum lingkungan. Namun yang membedakan penulisan hukum ini dengan penulisan hukum penulis adalah, bahwa dalam penulisan hukum penulis yang dibahas adalah pembahasan mengenai pencemaran udara berupa kebauan serta proses penegakan hukum lingkungannya khususnya lingkungan kepidanaan dan kendala dalam pelaksanaannya.

17 Benedictus Panca, 2015, Tinjauan Yuridis Tentang Penyelesaian Masalah Pencemaran Udara Oleh CV.Sejati Plywood Di Dusun Depok, Desa Ambarketawang, Kabupaten Sleman, DIY, Penulisan Hukum, Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

(15)

2. Muhammad Yusuf, Tinjauan Yuridis Pencemaran Udara oleh CV.

Madu Baru (PG.Madukismo) Kabupaten Bantul, Yogyakarta, tahun 2009, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 18

Rumusan masalah dari penulisan hukum ini adalah Kesatu, apa upaya yang telah dilakukan oleh PT. Madu Baru Yogyakarta (P.G Madukismo) dalam mengatasi pencemaran udara akibat kegiatan industriya?, Kedua, bagaimana kasus pencemaran udara yang dilakukan oleh PT. Madu Baru Yogyakarta (P.G Madukismo) dipandang dari aspek hukum lingkungan?

Fokus dari penulisan hukum ini adalah penelitian tentang ada atau tidaknya pencemaran udara yang dilakukan oleh CV Madu Baru (Pg.

Madukismo) dan penggolongan jenis pencemaran udaranya, dimana dalam penulisan hukum ini disimpulkan bahwa pencemaran udara yang dilakukan oleh CV Madu Baru (PG. Madukismo) berupa partikel debu. Apabila dibandingkan dengan penulisan hukum penulis, terdapat persinggungan yaitu terkait pembahasan tentang penentuan ada atau tidaknya pencemaran udara.

Namun yang membedakan penulisan hukum ini dengan penulisan hukum penulis adalah, bahwa dalam penulisan hukum penulis yang dibahas adalah mengenai pencemaran udara berupa kebauan serta proses penegakan hukum lingkungannya khususnya lingkungan kepidanaan dan kendala dalam pelaksanaannya.

18 Muhammad Yusuf, 2009, Tinjauan Yuridis Pencemaran Udara oleh CV. Madu Baru

(PG.Madukismo) Kabupaten Bantul, Yogyakarta, Penulisan Hukum, Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

(16)

3. Yulitae, Tinjauan Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Kepidanaan di Kabupaten Sleman, Yogyakarta (Studi Kasus Penambangan pasir Secara Liar), tahun 2005, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 19

Rumusan masalah dari penulisan hukum ini adalah Kesatu, bagaimana penegakan hukum lingkungan kepidanaan terhadap penambangan pasir secara liar di Kabupaten Sleman Yogyakarta?, Kedua, apakah faktor-faktor yang menghambat dalam pelaksanaan penegakan hukum lingkungan kepidanaan terhadap penambangan pasir secara liar?.

Fokus dari penulisan hukum ini adalah pembahasan menegenai penegakan hukum lingkungan kepidanaan terhadap penambangan pasir.

Apabila dibandingkan dengan penulisan hukum penulis, terdapat persingungan yaitu terkait dengan penegakan hukum lingkungan kepidanaan atas kasus pencemaran lingkungan. Namun yang membedakan penulisan hukum ini dengan penulisan hukum penulis adalah, bahwa dalam penulisan hukum penulis yang dibahas adalah mengenai penegakan hukum lingkungan kepidanaan atas kasus pencemaran udara berupa kebauan.

Dengan demikian, berdasarkan uraian dari ketiga judul penulisan hukum di atas yang menunjukkan adanya persinggungan dan perbedaan fokus penelitian

19 Yullitae, 2005, Tinjauan Penegakan hukum Lingkungan Kepidanaan di Kabupaten Sleman Yogyakarta (Studi Kasus Penambangan Pasir Secara Liar), Penulisan Hukum, Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

(17)

dalam penelitian yang penulis lakukan, maka dapat memperlihatkan keaslian penelitian yang penulis lakukan.

Referensi

Dokumen terkait

Sebaliknya jika diberi tegangan balik ( reverse bias ), dapat dipahami tidak ada elektron yang dapat mengalir dari sisi N mengisi hole di sisi P, karena tegangan

Minta murid mengira sudu yang tinggal Minta murid memilih ayat matematik Arahan Guru kepada Murid.

• Sumber-sumber interferensi dapat berasal dari ponsel lainnya di dalam sel yang sama, dari percakapan yang sedang berlangsung disebelahnya, atau dari BTS yang bekerja pada

  peserta didik dapat Mempersiapkan pertunjukkan tari Nusantara di sekolah  memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik . dengan

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Fitriana yang berjudul Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Seks Selama Kehamilan dengan Melakukan Hubungan

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui pengaruh penggantian Bovine Serum Albumin (BSA) dengan putih telur dalam pengencer dasar CEP-2 terhadap kualitas

mengemukakan hasil diskusinya. 5) Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa. 6) Guru memberi

Terdapat beberapa proses yang harus dilakukan yaitu pelabelan, preprocessing, pemilahan data ujicoba, ujicoba klasifikasi menggunakan Naïve Bayes dengan MAD