• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dampak Peralihan Kebijakan Blan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Dampak Peralihan Kebijakan Blan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Dampak Peralihan Kebijakan Blanket Guarantee menjadi Limited

Guarantee Terhadap Tingkat Kepercayaan Masyarakat Pada Sektor

Perbankan di Indonesia

Workshop Ekonomika Moneter

Disusun oleh:

Ahmad Idham

10/299280/EK/18005

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Gadjah Mada

(2)

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Sebagai homo economicus, manusia mengawli transaksi ekonomi antar sesamanya atas dasar saling percayta (trust). Sepanjang sejarah umat manusia, menjaga kepercayaan adalah prinsip dasar utama yang membuat perekonomian menjadi semakin kompleks, tumbuh besar, dan stabil. Tanpa adanya kepercayaan tersebut, struktur dasar perekonomian tidak akan mampu berdiri kokoh.

Belum lekang dari ingatan kita bagaimana dahsyatnya krisis finansial global yang pecah pada tahun 1997-1998. Hal ini membawa dampak yang serius terhadap kondisi sektor industri keuangan di Indonesia, terutama industri perbankan. Kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan pada saar itu telah mencapai pada titik nadir. Pasca terjadinya kerusuhan Mei 1998, dalam kurun waktu singkat, jutaan nasabah menarik dana simpanannya di bank secara besar-besaran (rush). Akibatnya kondisi perbankan di Indonesia semakin terpuruk. Dunia perbankan sudah tidak mampu untuk menahan gempuran rush tersebut. Kisah pelik ini terus bergulir hingga akhir tahun 1998.

Pada saat itu, bank-bank umum nasional mengalami kesulitan likuiditas dan/atau solvabilitas akibat terganggunya Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Sejumlah langkah

penyelamatan yang dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter tidak cukup kuat untuk menahan terjadinya kesulitan likuiditas yang terjadi di industri perbankan tersebut. Tidak sedikit bank yang mengalami kebangkrutan. Setidaknya ada 82 bank ditutup, 13 bank

dinasionalisasi, dan beberapa bank lainnya terpaksa di direkapitalisasi atau demerger. Beberapa bank pemerintah pun harus dikonsolidasikan menjadi lembaga keuangan yang lebih besar.

Dampak dari krisis finansial global tahun 1997-1998 menyisakan lembaran hitam dalam kisah sejarah industri keuangan Indonesia. Untuk mengatasi masalah ini, pada tahun 1998 pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank umum (blanket guarantee). Pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) guna melakukan penyehatan perbankan, penyelesaian aset

(3)

Dengan kebijakan blanket guarantee ini, pemerintah menjamin pembayaran terhadap seluruh kewajiban bank, termasuk pembayaran simpanan masyarakat di bank jika sewaktu-waktu bank harus dilikuidasi.

Blanket guarantee bertujuan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan. Agar masyarakat tidak khawatir lagi untuk menyimpan uangnya di bank. Dengan adanya blanket guarantee, jika dikemudian hari terjadi krisis yang berdampak terhadap suatu bank, uang masyarakat akan tetap aman dan mendapat jaminan pengembalian dari pemerintah. Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap kondisi sektor keuangan bisa kembali normal dan stabi. Pada saat yang bersamaan, dunia perbankan juga dapat memperbaiki diri dan merebut kembali kepercayaan masyarakat.

Apabila dilihat dari aspek penganggaran negara, kebijakan blanket guarantee yang ruang lingkup penjaminannya tidak terbatas akan sangat membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Skema blanket guarantee bisa memicu timbulnya moral hazard baik dari pihak pengelola bank maupun dari pihak nasabah. Pengelola bank dapat menjadi kurang hati-hari (prudent) dalam mengelola dana masyarakat. Pun sebaliknya, nasabah bank akan menjadi tidak peduli terhadap kondisi keuangan bank karena mengetahui simpanannya dijamin secara penuh oleh pemerintah. Program penjaminan atas seluruh kewajiban bank kurang mendorong

terciptanya disiplin pasar (market discipline).

Meskipun demikian, organ yang berperan menjaga kepercayaan publik sekaligus

mempertahankan stabilitas sistem perbankan nasional melalui penjaminan kewajiban bank harus tetap ada. Apalagi ketika peran sektor perbankan sebagai salah satu pilar utama perekonomian menjadi semakin signifikan. Hanya saja, penjaminan kewajiban pembayaran bank tersebut juga harus tetap memperhatikan resiko beban APBN dan moral hazard yang mungkin timbul tadi.

(4)

Dengan pertimbangan untuk membangun sistem penjaminan simpanan yang handal, pemerintah kemudian membentuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sejarah singkat

mengenai kisruh industri keuangan khususnya industri perbankan di Indonesia melatar belakangi dibentuknya institusi ini. Namun setelah terbentuk tidak secara otomatis masyarakat dapat langsung percaya terhadap sektor perbankan. Untuk itu dalam paper ini penulis mencoba menganalisis lebih dalam mengenai dampak peralihan kebijakan blanket guarantee menjadi limited guarantee serta bagaimana pengaruhnya dalam memulihkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan, serta best practice di dunia internasional.

II. POKOK PERMASALAHAN

Sesuai dengan UU No.24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), besaran simpanan yang dijamin oleh LPS secara bertahap akan diturunkan secara tidak langsung hal ini menandakan berakhirnya blanket guarantee atau penjaminan menyeuruh dan beralih ke limited guarantee. Sehingga muncul pertanyaan, apakah masih aman menyimpan uang di bank?

Best practice yang penulis angkat dalam tulisan ini yaitu sistem asuransi simpanan yang diterapkan Amerika Serikat atau Federal Deposit Insurance Coorporation (FDIC). Adapun pemlihan FDIC sebagai best practice internasional dikarenakan FDIC merupakan sistem tertua di dunia dan telah menjadi model untuk negara-negara lain . Sistem ini telah terbukti berhasil dalam pengembalian kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Sehingga diharapkan FDIC dapat menjadi pedoman bagi LPS dalam menjalankan fungsi serta wewenangnya.

III.LANDASAN KONSEPTUAL

Pendirian lembaga penjamin simpanan pada dasarnya dilakukan sebagai upaya

(5)

dan dalam jumlah besar. Keterbatasan dalam penyediaan dana cash ini, karena bank tidak dapat menarik segera pinjaman yang telah disalurkannya.

Bila bank tidak dapat memenuhi permintaan penarikan simpanan oleh nasabahnya dalam keadaan tersebut, nasabah biasanya menjadi panik dan akan menutup rekeningnya pada bank, sekalipun bank tersebut sebenarnya sehat. Untuk itulah keberadaan lembaga penjamin simpanan menjadi penting guna mencegah kepanikan. Nasabah dengan jalan menyakinkan nasabah tentang keamanan simpanan – sekalipun kondisi keuangan bank memburuk.

Risiko kedua, adalah ancaman terjadinya risiko sistemik. Hal ini terjadi karena kebangkrutan satu bank dapat berakibat buruk terhadap bank lain, sehingga menghancurkan sekmen terbesar dari sistem perbankan. Dalam hubungan ini, lembaga penjamin simpanan dapat berfungsi untuk mengatur keamanan dan kesehatan bank secara umum. Fungsi lembaga

penjamin simpanan lainnya adalah sebagai pengawas yang dilakukan dengan cara memantau neraca, praktik pemberian pinjaman dan strategi investasi dengan maksud untuk melihat tanda-tanda financial distress yang mengarah kepada kebangkrutan bank.1

Dimensi lain dari peran penting penjamin simpanan seperti asuransi simpanan didasarkan pada beberapa pertimbangan:2

a. Dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara, peranan sektor finansial yang stabil sangat penting dan inti kestabilan sektor finansial adalah stabilitas sistem perbankan domestik. Peranan penting sektor perbankan itu dapat dilihat dalam aspek sistem

pembayaran yang memungkinkan terjadinya transaksi perdagangan. Di samping itu, bank melakukan penghimpunan dana secara lebih efisien dan untuk seterusnya disalurkan kepada masyarakat. Sebaliknya, dana masyarakat yang disimpan di bank sangat menentukan eksistensi dan keuntungan suatu bank.

b. Untuk mencegah terjadinya erosi kepercayaan masyarakat terhadap bank yang dapat mengakibatkan terjadinya rush yang sudah tentu dapat membahayakan bank secara individual dan sistem perbankan secara keseluruhan.

c. Dalam era globalisasi dengan kemajuan teknologi informasi dan komputer telah mengakibatkan terjadinya global market pada sektor keuangan. Dalam global market

1 Anna Kuzmik Walker, “Harnessing the Free Market: Reinsurance Models for FDIC Deposit Insurance Pricing,” Harvard Journal of Law and Public Policy, (Summer 1995), hal. 737.

(6)

dana bebas bergerak dari satu negara ke negara lain. Kalau pemilik dana kurang percaya pada sistem perbankan nasional, maka ia dapat menanamkan dananya di luar negeri (capital flight) yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya kekuatan yang produktif dari suatu negara.

Menilik pengalaman Amerika Serikat, pembentukan lembaga penjamin simpanan yang dilakukan telah berhasil mencapai tujuan utama dari reformasi perbankan untuk paling tidak selama satu abad yaitu guna mencegah terjadinya banking panic.3 Dengan adanya skim penjamin

simpanan, pengumuman informasi negatif mengenai bank tertentu misalnya tidak berpengaruh terhadap bank lain sehingga tidak menyebabkan terjadinya kekacauan umum karena pasar telah mampu membedakan masalah keuangan yang dialami oleh perusahaan tertentu dan akibatnya kepada individual bank tersebut maupun terhadap indistri bank secara keseluruhan.4Keberadaan

penjamin simpanan juga sebagai upaya mempermudah penyelesaian bank bermasalah, misalnya akibat pencabutan ijin usaha suatu bank. Sehingga dampak merosotnya kepercayaan nasabah yang pada gilirannya dapat menimbulkan bank panic dapat dicegah sesegera mungkin. Alasan dan kondisi di atas menjadi latar belakang didirikannya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dengan diberlakukannya UU tentang Pendirian LPS.

3 Milton Friedman & A.Schwart, A Monetary History of the United States, 1867-1960, (Princeton: Princeton University Press: 1993 ), hal. 440. Lihat juga Oscar Cerda, et.al., “The Financial Safety Net: Cost, Benefits, and Implications,” yang menyatakan “The federal deposit insurance program is clearly the most recognized component of the

financial safety net and has undoubtedly helped sustain the general public’s confidence in the banking system. Since its

inception in 1933, it has deterred liquidity panics, forestalled bank runs, and avoided instability in the economy,” Chicago Fed Letter, (Chicago, Nov. 2001), hal. 2.

(7)

PEMBAHASAN

IV. PENJAMINAN DANA NASABAH OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) a. Masa Transisi

Waktu yang ideal untuk mengganti blanket guarantee dengan asuransi simpanan adalah pada saat kepercayaan masyarakat telah pulih, sistem perbankan telah berhasil direstrukturisasi, krisis telah berlalu, perekonomian telah pulih, makro ekonomi telah dapat mendukung kesehatan bank, pemerintah telah memiliki dan siap menerapkan exit policy bagi bank yang tidak sehat. Terdapat sistem akuntansi, keterbukaan dan sistem hukum yang kuat, kerangka ketentuan kehati-hatian dan pengawasan telah berjalan dan masyarakat telah diinformasikan secara cukup tentang perubahan cakupan penjaminan yang akan diberlakukan.

Kondisi yang ideal tersebut mungkin tidak akan pernah tercapai. Namun sangat berbahaya bagi pemerintah untuk terus memperpanjang pemberlakuan blanket guarantee, menungu tercapaianya kondisi ideal tersebut, yang biasanya memakan waktu panjang. Untuk itu, pemerintah harus melakukan judgement dan kelemahan-kelemahan sistem perbankan dan perekonomian telah ditangani dan telah ada tanda-tanda kemajuan dalam mencapainya. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan pemerintah adalah mengurangi cakupan jenis transaksi yang dijamin dalam blanket guarantee secara bertahap. Pasal 100 UU LPS menetapkan tahapan peralihan dari jaminan secara penuh menjadi jaminan terbatas adalah 18 bulan sejak berlakunya UU LPS dengan tahapan sebagai berikut:

a. selama 6 bulan sejak berlaku UU LPS seluruh nilai simpanan dijamin. b. 6 bulan berikutnya jumlah yang dijamin paling tinggi Rp. 5 milyar c. 6 bulan berikutnya jumlah maksimal yang dijamin Rp. 1 milyar dan

d. setelah 18 bulan berlakunya UULPS maksimal yang dijamin adalah Rp 100 juta.

b. Keanggotaan

(8)

diwajibkan membayar stabilitas yang dinikmatinya tersebut.5 Cabang bank asing juga diwajibkan

menjadi anggota. Kantor cabang bank asing tersebut diwajibkan membayar premi asuransi sebagai “biaya” melakukan bisnis di Indonesia. Bagaimana pun simpanan yang dijamin pada kantor cabang bank asing tersebut adalah simpanan milik warga negara dan atau penduduk Indonesia. Ketentuan yang sama juga berlaku di AS. Pasal 1813 (m)(2) FDIA misalnya menetapkan:

“In the case of any deposit in a branch of a foreign bank, the term “insured deposit” means an insured deposit as defined in paragraph (1) of this subsection

which-A. is payable in the United States

to-(i) an individual who is citizen or resident of the United States,

(ii) a partnership, corporation, trust, or other legally cognizable entity created under the laws of the United States or any State and having its principal place of business within the United State..”

Cabang bank nasional yang beroperasi di luar negeri seharusnya tidak dicakup oleh lembaga penjamin simpanan. Hal ini didasarkan pada tujuan dari dibentuknya lembaga penjamin simpanan, yaitu untuk melindungi penduduk domestik bukan asing. Bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebaiknya dibentuk lembaga penjamin simpanan tersendiri. Hal ini mengingat karakteristik khusus yang dimiliki oleh BPR. Akan tetapi keanggotaan LPS meliputi bank umum dan BPR.

Dalam kaitannya dengan persyaratan menjadi anggota LPS, terdapat dua kondisi yang membutuhkan pendekatan berbeda. Pertama, pemberian keanggotaan pada saat lembaga penjamin simpanan tersebut didirikan. Kedua, pemberian kenggotaan pada saat bank baru didirikan. Pada saat lembaga penjamin simpanan didirikan, pemerintah dihadapkan pada dua tantangan, yaitu meminimalkan risiko yang bakal ditanggung oleh lembaga penjamin simpanan tersebut dan menarik anggota secara ekstensif. Secara umum ada dua pilihan yang dapat

dilakukan, yaitu keanggotaan otomatis atau mewajibkan bank mengajukan permohonan untuk menjadi anggota.

Keanggotaan secara otomatis dalam jangka pendek, merupakan pilihan yang sederhana. Namun demikian, lembaga penjamin simpanan kemudian hari dapat menghadapi kesulitan dalam menerima bank yang segera dapat menciptakan risiko keuangan atau konsekuensi buruk lainnya bagi lembaga penjamin simpanan. Pilihannya adalah bank diwajibkan mengajukan permohonan

(9)

untuk menjadi anggota. Pilihan ini memberikan fleksibilitas bagi lembaga penjamin simpanan dalam mengontrol risiko yang dihadapinya dengan membuat kriteria sebagai syarat untuk menjadi anggota. Pilihan ini juga dapat meningkatkan kepatuhan terhadap persyaratan dan standar kehati-hatian. Kriteria yang disusun tersebut harus rinci dan transparan dan memuat batasan waktu kapan ijin harus diberikan atau ditolak.

Di Amerika Serikat, untuk menjadi anggota FDIC pasal 1816 FDIA menetapkan syarat-syarat yang harus dipertimbangkan yaitu sebagai berikut:

a. The Financial history and condition of the depository institution. b. The adequacy of the depository institution’s capital structure. c. The future earnings prospects of the depository institution.

d. The general character and fitness of the management of the depository institution. e. The risk presented by such depository institution to the Bank Insurance Fund or the

Savings Association Insurance Fund.

f. Whether the depository institution’s corporate power are consistent with the purpose of this Chapter.

c. Kewenangan LPS

Di Amerika Serikat, meskipun hanya The Office of Comptroller of the Currency(OCC) dan The Office of Thrift Supervision (OTS) yang dapat mencabut ijin usaha bankdan thrift yang mendapat lisensi federal, namun FDIC dalam keadaan tertentu dapatmenghentikan keanggotaan bank atau thrift yang tentu saja akan mengakibatkankematian bank atau thrift tersebut.6 FDIC

dapat mengambil tindakan memberhentikankeanggotaan suatu bank sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1818 (a) (2) yaitu apabilabank atau pengurusnya “have engaged or are engaging in unsafe or unsound practices inconducting the business of the institution, the institution itself is in an unsafe orunsound condition, or the institution or its directors have violated any law, regulation,order, or condition imposed in writing, or violated any agreement.” Kewenangan seperti ini tidak ditemui dalam UU LPS. Pasal 92 UU LPS menetapkan bahwa LPS dapat

menjatuhkan sanksi administratif kepada bank yang tidak membayar premi penjaminandan tidak mennyampaikan laporan berkala.

Untuk menjamin kepatuahan bank, FDIC juga memiliki kewenanganmengeluarkan cease-and-desist order seperti itu sebagaimana diatur dalam Pasal 1818(b) FDIA. Berbeda dengan FDIC, kewenangan seperti mengeluarkan cease-and-desist ordertidak dimiliki oleh LPS. Kewenangan seperti ini hanya dimiliki oleh Bank Indonesia selakupengawas bank. Dengan

(10)

pengaturan seperti ini terlihat bahwa LPS hanya berwenangmenangani bank yang telah dinyatakan bermasalah oleh Bank Indonesia. Singkatnya, LPStidak memiliki kewenangan preventif.

Agar kinerja sebuah institusi penjamin simpanan berjalan secara efektif perlu memiliki kewenangan, antara lain sebagai kurator (receiver) dan konservator serta bertanggungjawab atas: Pertama, segera mengganti pemegang saham pengendali dari bank yang insolven tanpa perlu mendapat pengesahan pengadilan. Kedua, mengelola perusahaan sebagai pemegang fiducia nasabah penyimpan dan kreditur lain, termasuk pemegang saham. Ketiga, memaksimalkan net present value bank. Sebagai kurator atau konservator lembaga asuransi simpanan paling tidak untuk sementara dapat mengelola bank bermasalah sebagai going concern dengan maksud mengurangi kerugian nasabah penyimpan dan debitur sehingga dampak negatifnya terhadap publik dapat dikurangi. Keempat, menjual seluruh aset dan kewajiban bank, dan hasil bersihnya dibagikan berdasarkan urutan prioritas kreditur.7 Kewenangan seperti di atas diatur dalam Pasal 6

UU LPS.

Selanjutnya, kurator atau likuidator suatu bank yang dilikuidasi seringkali disarankan untuk tidak membayar simpanan suatu nasabah secara penuh, akan tetapi memotong (set off) jumlah simpanan tersebut sebagai pembayaran kewajiban nasabah kepada bank. Apabila set off tersebut dilakukan terhadap pinjaman yang telah jatuh tempo adalah tindakan yang tepat. Namun melakukan set off terhadap pinjaman yang sedang berjalan tentunya dapat menghancurkan suatu kegiatan usaha yang berjalan baik karena kesulitan mendapatkan modal kerja pengganti dengan segera.

Ada dua hal yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan set off. Pertimbangan pertama adalah memberikan insentif kepada debitur untuk membayar pinjamannya sekarang atau kemudian hari kepada nasabah penyimpan dan kreditur bank lainnya untuk tetap mempercayai sistem perbankan. Pertimbangan kedua adalah meminimalkan biaya bagi penjamin simpanan. Apabila seorang nasabah penyimpan sekaligus juga debitur dari suatu bank yang dilikuidasi, simpanannya tersebut haruslah di set off terhadap pinjamannya, tetapi hanya apabila

pinjamannya tersebut telah jatuh tempo atau bermasalah. Adalah tidak adil bagi nasabah

penyimpan atau kreditur lainnya apabila debitur bermasalah khususnya debitur yang turut punya andil terhadap kebangkrutan bank tersebut menikmati manfaat jaminan dari lembaga penjamin simpanan. Dengan demikian simpanan nasabah tersebut haruslah di set off terhadap pinjamannya

(11)

yang bermasalah atau telah jatuh tempo tersebut. Sedangkan set off bagi debitur dengan kolektibilitas pinjaman lancar berarti secara tidak adil menghilangkan modal kerja dan

mengancam kesinambungan usahanya.8 Ketentuan mengenai set off diatur dalam Pasal 18 UU

LPS.

Masalah lain yang muncul dari set off adalah pemberian hak prioritas kepada debitur atas kekayaan bank dalam likuidasi dibandingkan dengan nasabah penyimpan. Dengan melakukan set off berarti debitur menerima dengan segera pembayaran 100 persen dari nilai simpanannya, sedangkan nasabah penyimpan lainnya harus antri untuk menerima sebagian (sebatas yang dijamin) dari simpanannya. Hal ini dapat menjadi praktek buruk dimana nasabah melakukan pinjaman besar beberapa waktu sebelum bank dicabut ijin usahanya. Dengan demikian nasabah tersebut akan menikmati jaminan secara penuh. Untuk menghindari hal tersebut Penjelasan Pasal 18 UULPS memberikan ilustrasi sebagai berikut: Misal A memiliki simpanan sebesar Rp. 200 juta dan kewajiban Rp. 25 juta. Simpanan yang dijamin Rp 100 juta, yang dapat dibayarkan kepada A adalah Rp.100 juta dikurangi Rp. 25 juta yaitu Rp. 75 juta.

(12)

d. Simpanan yang dijamin

Kejelasan tentang jenis simpanan yang dijamin akan memudahkan pembayaran klaim yang dilakukan LPS. Di samping itu, kejelasan definisi ini juga akan memudahkan lembaga penjamin simpanan menghitung premi yang harus dibayar anggota.9 Jenis-jenis simpanan yang

dijamin oleh lembaga penjamin simpanan dapat dirinci sebagai berikut:

1) Semua jenis simpanan termasuk giro, deposito dan tabungan dalam mata uang rupiah; 2) Pokok dan bunga. Bunga yang dijamin dihitung berdasarkan yang tercatat pada

pembukuan pada tanggal dilakukannya penutupan bank. Nasabah penyimpan pada bank bermasalah biasanya menerima bunga yang lebih tinggi. Lembaga penjamin simpanan tidak berkewajiban membayar bunga tinggi tersebut terhitung sejak bank diserahkan kepadanya. Perlu pula dipertimbangkan untuk menetapkan batasan (cap) pada suku bunga simpanan dari bank yang bangkrut.

3) Simpanan dalam valuta asing sebaiknya juga dijamin. Hal tersebut untuk menghindari terjadinya capital fligt atau flight to quality. Namun demikian, dengan menjamin simpanan dalam valuta asing, lembaga penjamin simpanan akan menghadapi risiko nilai tukar. Untuk itu dapat ditentukan bahwa pembayaran klaim dilakukan dalam mata uang rupiah berdasarkan nilai tukar pada saat bank diserahkan kepada lembaga penjamin simpanan.

Ketentuan mengenai jenis simpanan yang dijamin dan meknisme pembayarannya diatur dalam Pasal 10 dan Pasal 17 UU LPS. Dalam kaitannya dengan pembayaran simpanan, Pasal 19 UU LPS dengan tegas menetapkan bahwa apabila data simpanan nasabah tidak tercatat pada bank maka LPS tidak akan membayar klaim atas simpanan tersebut. Nasabah yang merasa dirugikan dapat mengajukan keberatan kepada LPS atau pengadilan. Dalam hal LPS menerima keberatan nasabah maka LPS hanya membayar simpanan nasabah tersebut sesuai dengan penjaminan berikut bunga yang wajar.

e. Sistem premi asuransi

Masalah yang juga perlu diperhatikan adalah sistem pengenaan premi bagi bank peserta LPS. Terdapat dua cara dalam menetapkan premi tersebut yaitu sistem flat rate dan sistem risk-based premium. Sistem flat-rate dipercaya dapat menimbulkan insentif bagi bank untuk

meningkatkan risiko dalam portofolio mereka. Pelaku pasar normalnya dihadapkan pada risk-return trade-off; keuntungan yang besar hanya dapat diperoleh dari risiko yang tinggi.10

9 Ibid, hal. 20.

(13)

Oleh sebab itu banyak negara yang beralih dari sistem flat-rate ke sistem risk based premium. Pada tahun 1995 hanya dua negara yang menerapkan sistem ini, pada tahun 1999 sepertiga dari 72 negara beralih ke sistem risk based premium.11 Penetapan premi berdasarkan

risiko ini didasarkan pada teori premi variable yang dipinjam dari teori tradisional moral hazard yang mengajarkan bahwa moral hazard dapat diatasi dengan menetapkan harga premi yang berbeda bagi masing-masing nasabah tergantung dari risiko yang dihadapi oleh nasabah tersebut.12

Masalah mendasar dari penerapan risk-based premium adalah bagaimana cara yang tepat dalam menentukan risiko yang sedang dihadapi oleh suatu bank. Untuk itu terdapat dua sistem yang dapat dipergunakan yaitu sistem yang menggunakan informasi pasar dan sistem yang menggunakan informasi nonpasar. Secara ideal pemecahannya adalah dengan menetapkan premi asuransi yang merefleksikan perbedaan-perbedaan yang terdapat antar bank dalam perkiraan biaya yang mereka hadapi. Biaya tersebut antara lain: biaya dalam menyelesaikan kebangkrutan bank, biaya pengawasan, biaya monitoring dan biaya auditing, dan biaya pihak ketiga yang ditanggung oleh lembaga lain diluar lembaga penjamin simpanan. Untuk itu lembaga penjamin simpanan harus memiliki informasi secara jelas tentang jenis risiko yang dihadapi oleh bank.13

Secara konseptual, keuntungan memanfaatkan informasi pasar adalah karena informasi tersebut mewakili penilaian dari sejumlah individu yang memiliki taruhan keuangan dalam melakukan penilaian secara benar risiko suatu bank. Namun demikian mendasarkan premi asuransi pada informasi pasar menimbulkan pertanyaan mengenai kualitas informasi pasar yang dapat diperoleh dan apakah skim berdasarkan pasar tersebut mengarah kepada penetapan harga yang akurat. Masalahnya adalah pendekatan ini memiliki suatu bentuk masalah informasi, misalnya mendasarkan penetapan premi berdasarkan suku bunga yang dibayar oleh simpanan yang tidak diasuransikan membutuhkan pasar yang sudah berkembang baik untuk bank besar maupun bank kecil.

Apabila informasi pasar tidak digunakan dalam menentukan besarnya premi asuransi, maka penentuan premi tersebut harus ditentukan secara administratif, baik eksplisit maupun implisit. Pertanyaan yang muncul adalah seberapa percaya masyarakat terhadap keakuratan risiko yang ditentukan oleh regulator. Memperoleh ukuran risiko suatu bank dengan benar secara submitted to the United States Congress by the FDIC, (December 1990), hal. 5.

11 Gillian Garcia, Op.cit, hal. 24.

12 R. Mark Williamson, “Regulatory Theory and Deposit Insurance Reform,” Claveland State Law Review, (1994), hal. 114.

(14)

ex ante mungkin lebih sulit. Secara ex ante, pihak yang diasuransikan hampir selalu memiliki informasi yang lebih baik tentang potensi risiko yang dihadapinya dibandingkan dengan pihak yang menjamin (insurer). Dalam hal bank, menilai risiko keuangan dari suatu pinjaman adalah fungsi utama dari bank. Dengan demikian secara ex ante jurang informasi antara pihak yang dijamin dengan penjamin menjadi semakin besar. Banyak analisis menyimpulkan bahwa sistem risk-based premium yang dapat berjalan baik adalah sistem yang menggunakan ukuran risiko secara ex-post.

Penggunaan metode ex-post yaitu dengan menggunakan besarnya jumlah kredit bermasalah harus dilakukan secara berhati-hati. Diperlukan keseimbangan antara keinginan mengenakan denda untuk mencegah pengambilan risiko berlebihan dengan denda yang terlalu besar sehingga memperparah kondisi bank. Secara realistik, penggunakan sistem ex-post dalam menentukan risiko memiliki hambatan tentang besarnya denda yang dikenakan terhadap bank yang berisiko tinggi. Apabila risiko dapat dideteksi sebelum kinerja bank memburuk, denda yang secara relatif besar dapat dikenakan tanpa mengancam kondisinya. Namun demikian, denda yang besar terhadap bank yang sudah parah tentunya dapat mengakibatkan kebangkrutan bank

tersebut.

Jalan keluar yang dapat ditempuh mengatasi hal ini adalah dengan tidak mengenakan denda maksimal pada bank yang berisiko tinggi pada saat bank tersebut dalam kondisi keuangan yang parah, tetapi sebagian dari denda tersebut dikenakan setelah kondisi bank membaik. Selama periode dimana bank diklasifikasikan sebagai berisiko tinggi tetapi masih solven, denda yang lebih ringan dapat dikenakan dan tindakan pengawasan yang ketat dilakukan untuk mengurangi profil risiko bank.14

Metode lain yang dapat ditempuh dalam menetapkan premi yang harus dibayar bank peserta lembaga penjamin simpanan adalah berdasarkan teori market-base portfolio monitoring. Teori ini menjelaskan bahwa pasar sekuritas secara efisien dapat melakukan evaluasi terhadap tingkat risiko portofolio bank. Teori ini mensyaratkan semua bank yang melampai ukuran tertentu, menerbitkan surat utang jangka panjang yang diperdagangkan di pasar. Lembaga penjamin simpanan kemudian melakukan ekstrapolasi tingkat risiko portofolio bank tersebut dan portofolio yang terkait dengan premi lembaga penjamin simpanan berdasarkan harga pasar dimana surat utang bank tersebut diperdagangkan. Bagi bank kecil preminya dapat ditetapkan dengan membandingkan-nya dengan premi bank yang diwajibkan menerbitkan surat utang

(15)

tersebut. Kelemahan teori ini adalah industri perbankan menjadi terbagi antara bank besar, yaitu bank yang diwajibkan mengeluarkan surat utang, dan bank kecil.15

Penilaian premi berdasarkan risiko yang dilakukan oleh FDIC, utamanya didasarkan kepada ukuran risiko secara ex-post. Dengan demikian bank yang melakukan kegiatan berisiko tinggi dikenakan premi lebih besar apabila kegiatan berisiko tinggi tersebut dapat mengakibatkan kerugian.16 Peralihan dari sistem flat-rate menjadi riskbased atau disebut juga risk-adjusted

premium dilakukan oleh FDIC sejak tahun 1994 dengan dikeluarkannya Federal Deposit Insurance Corporation Improvement Act of 1991.17 Berdasarkan undang-undang ini, FDIC

diperintahkan membangun sistem penilaian berdasarkan risiko (risk-based assessment system) dan menerapkannya paling lambat tahun 1994, akan tetapi pada 1 Januari 1993 atau satu tahun lebih cepat sistem tersebut telah diimplementasikan oleh FDIC.18

Premi lembaga penjamin simpanan dapat dipergunakan sebagai subsidi atau pajak tergantung pada apakah premi tersebut dibawah atau diatas premi yang seharusnya ditetapkan dalam suatu pasar yang kompetitif.19 Terdapat dua aspek yang dapat menyebabkan terjadinya

kesalahan dalam menetapkan premi asuransi. Pertama, apabila tingkat keseluruhan harga premi asuransi tidak sama dengan harga yang terjadi dalam suatu pasar yang kompetitif, maka lembaga penjamin simpanan tersebut akan bertindak sebagai lembaga yang memberikan subsidi atau mengenakan pajak sehingga lembaga yang diasuransikan akan mendapatkan keuntungan atau kerugian secara relative dibandingkan dengan lembaga yang tidak ikut asuransi. Kedua, sistem premi yang flat, memberikan insentif terhadap pengambilan resiko yang berkebihan.

Sistem ini mendasarkan perhitungan risiko pada: (1) kemungkinan kerugian yang

ditanggung oleh dana asuransi dengan mempertimbangkan risiko yang diakibatkan oleh kategori dan konsentrasi yang berbeda dari kekayaan (asset) dan kewajiban (liabilities) dan faktor lain berdasarkan kewenangan FDIC; (2) kemungkinan jumlah kerugian apabila terjadi; dan (3) kebutuhan dana bagi lembaga penjamin simpanan (revenue needs of deposit insurance fund). Faktor lain yang dapat dipertimbangkan adalah risiko suku bunga, risiko kredit, diversifikasi risiko, risiko operasional, risiko penipuan atau kejahatan orang dalam (insider abuse).20

15 R. Mark Williamson, Op.cit, hal.358.

16 Banking Policy Report, “Capital Standard Fed Study Sees “Unintendeed Effects” from Risk-Based Rules,” 15 o. 9 Banking Pol’y Rep. 6, (May 6, 1996) hal. 7.

17 Jerrie L. Chiu, “Introducing Market Dicipline into the Federal Deposit Insurance Sistem: O’Melveny & Myers v. FDIC,” Connecticut Insurance Law Journal, (Spring, 1995), hal. 60.

18 FDIC, “A Brief History of Deposit Insurance in the United States, Prepared for the International Conference on Deposit Insurance,” (Washington DC, September 1998), hal. 57.

19 Ibid, hal. 75.

(16)

Sejumlah pengamat menyarankan agar sistem penilaian tingkat kesehatan yang

dipergunakan oleh pengawas bank yaitu sistem CAMEL dapat digunakan dalam mengukur risiko yang dihadapi bank. Pengawas bank menggunakan CAMEL dalam menilai kualitas modal (capital), aset (asset quality), manajemen (management), pendapatan (earnings) dan likuiditas (liquidity). Saran ini ditolak oleh FDIC dengan alasan terlalu mahal untuk diterapkan karena (1) dibutuhkan pemeriksaan tahunan; (2) terlalu bergantung pada subjektifitas penilai; (3) bank dinilai oleh berbagai badan yang tidak menggunakan pedoman CAMEL secara konsekuen; dan (4) keterkaitan antara peringkat CAMEL dengan premi dapat menciptakan hubungan yang tidak baik antara pengawas dan bank yang dapat merusak kepercayaan terdapat peringkat tersebut.21

Sistem pengawasan berdasarkan risiko (risk-based supervision) sebagai penyempurnaan sistem CAMEL yang mulai diterapkan oleh Bank Indonesia dalam melakukan pengawasan bank, kiranya dapat membantu mekanisme penetapan premi asurasi simpanan yang akan dibentuk. Sistem pengawasan ini dibentuk mengingat semakin beragamnya produk yang ditawarkan bank. Produk yang ditawarkan tersebut tidak siap ditangkap dalam faktor-faktor yang dinilai melalui sistem CAMEL. Berdasar risk-base supervision risiko yang dinilai diperluas yang meliputi faktor modal (capital), kualitas aset (asset qualities), risiko pasar (market risk), pendapatan (earnings), kewajiban (liabilities), bisnis (business), pengendalian intern (control), organisasi (organization) dan manajemen (management) biasa disingkat dengan CAMELB & COM).22 Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan UGM, 83,10% responden setuju dengan sistem pengenaan premi berdasarkan risiko. Namun demikian, sistem premi berdasarkan risiko hanya dapat diimplementasikan apabila sistem pengawasan dan laporan yang disusun bank telah dapat dipercaya. Sebelum hal tersebut dapat dicapai sebaiknya sistem flat-rate yang diterapkan. Hal ini untuk menghindarkan terjadinya ketidak adilan dalam menetapkan premi yang

disebabkan karena masih lemahnya sistem penilaian risiko yang dilakukan. Berdasarkan pertimbangan tersebut sistem premi yang diterapkan oleh LPS adalah sistem flat rate. Pasal 13 UU LPS menetapkan premi sebasar 0.1% (satu perseribu) dari rata-rata saldo bulanan total simpanan dalam setiap periode. Sistem Flat rate ini dapat diubah menjadi berdasarkan risiko setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 15 UU LPS).

Company, 1992), hal. 276.

21 Ibid, hal. 277.

(17)

V. PRAKTIK PENJAMINAN DANA NASABAH DI AMERIKA SERIKAT

Sistem asuransi simpanan yang diterapkan Amerika Serikat merupakan sistem tertua di dunia dan telah menjadi model untuk negara-negara lain. Sistem ini telah terbukti berhasil dalam pengembalian kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Selama tiga generasi selanjutnya, sistem ini telah melaksanakan tugasnya dalam membantu mencegah bank bermasalah menjadi bank panic. Pada 1980an, ketika ratusan bank dan thrifts bangkrut, asuransi simpanan telah bertindak sebagai jangkar kepercayaan publik pada sistem perbankan.

Amerika Serikat menggunakan sistem perlindungan langsung melalui skim asuransi simpanan yang diselenggarakan oleh Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC), suatu lembaga yang akan mengganti dana yang disimpan oleh nasabah pada bank yang dilikuidasi. Hal ini dilakukan sebagai salah satu jawaban terhadap krisis perbankan yang melanda negara tersebut pada tahun 1930an. FDIC didirikan dengan tujuan: (1) menghentikan kontraksi lebih dalam pada sistem perbankan; (2) mengaktifkan kembali pemberian kredit oleh perbankan; dan (3)

melindungi bank-bank kecil.23

Dengan memberikan jaminan kepada nasabah penyimpan melalui FDIC, maka dapat dicegah timbulnya bank panic, sehingga dapat menghentikan efek domino yang pada saat itu melanda perbankan Amerika Serikat. Penerapan skim asuransi simpanan oleh Amerika Serikat pada dasarnya telah berhasil mengurangi jumlah bank yang bangkrut.24 Saat ini, setiap simpanan

nasabah sampai dengan jumlah USD 100,000 wajib diasuransikan kepada FDIC.25

FDIC didirikan dengan Banking Act of 1933 sebagai jawaban terhadap meluasnya kegagalan bank selama tiga tahun di Amerika Serikat. Pada waktu itu, masyarakat Amerika Serikat yang khawatir akan simpanannya di bank menarik dananya untuk disimpan dalam bentuk uang tunai (hoarding). Pada periode 1930 sampai 1932 sekitar 5.100 bank mengalami kejatuhan. Banyaknya bank yang bangkrut ini mengakibatkan kerugian pada penyimpan dana, pemegang

23 Helen A. Garten, "A Political Analysis of Bank Failure Resolution," Boston Univerity Law Review, (May 1994), hal. 429.

24 Jumlah bank yang bangkrut antara tahun 1930-1933 lebih 9.000 atau rata-rata 2.200 pertahun yang

merupakan 40% dari jumlah seluruh bank dan kerugian yang ditanggung nasabah berjumlah US$ 1,3 milyar. Pada periode

1934-1942 jumlah bank yang ditutup turun menjadi rata-rata 54 bank per tahun, lihat David S. Kidwell, Op.cit, hal.255.

(18)

saham dan dunia usaha. Fenomena ini disebut banking panic.26 Peranan penting yang telah

dimainkan oleh FDIC adalah kemampuannya dalam mengatasi banking panic, yakni pencegahan "penyerbuan bank" (bank run) dengan memberikan keyakinan dan jaminan kepada penyimpan dana, bahwa simpanannya pasti akan kembali.

Peran FDIC kemudian berkembang bukan saja sebagai lembaga penjamin simpanan, tetapi juga merupakan lembaga yang mengatur dan memeriksa bank yang berada di bawah jurisdiksinya. FDIC dipimpin oleh suatu Dewan yang terdiri dari tiga orang yang salah satu di antaranya berasal dari the Comptroller of the Currency. Sebagian besar, yaitu sekitar 13.300 bank di Amerika menjadi anggota FDIC. FDIC dianggap sebagai suatu lembaga yang berhasil dan batas maksimum coverage asuransinya terus ditingkatkan mulai pertama kali dari $5.000. (1934), menjadi US.$10.000 (1950), US.$15.000 (1966), US.$20.000 (1969) dan pada saat ini US.$100.000.27 Batas US$100.000 ditetapkan dalam Depository Institutions Deregulation and

Monetary Control Act of 1980.

Apabila ada suatu bank yang bangkrut, FDIC ditunjuk sebagai kurator (receiver) dan memiliki beberapa pilihan dalam menangani bank tersebut. FDIC dapat melakukan likuidasi, menjual sebagian atau seluruh bank kepada bank lain, mengatur merjer atau dalam beberapa kasus memberikan bantuan agar bank dapat tetap hidup. FDIC juga dapat mendirikan suatu bridge bank yang beroperasi dibawah pengawasan federal dalam hal bank terlalu besar untuk dibereskan secara cepat.28

FDIC dapat melakukan pengawasan terhadap bank bermasalah dan memiliki kewenangan menyatakan bahwa suatu bank berada dalam keadaan default. Kewenangan FDIC dalam

melakukan penyelamatan bank dalam rangka melindungi kepentingan nasabah pada prinsipnya ada 3, yaitu:29

a. Mengizinkan bank untuk menghentikan kegiatan usahanya dan membayar seluruh simpanan yang diasuransikan FDIC.

b. Menyediakan bantuan langsung pada bank untuk mencegah kejatuhannya.

26 R. William Keeton, "Deposit Insurance and the Deregulation of Deposit Rates," Federal Reserve of Kansas City, Economic Review, (April 1984), hal. 4.

27 The Encyclopedia Americana, International Edition, (Vol. 11, Comeetient 1989).

28 United States General Accounting Office (GAO) Report to the Chairman, Committee on Banking, Housing and Urban Affairs, US Senate, and the Chairman, Committee on Banking, Finance and Urbank Affairs, House of Representatives, “Deposit Insurance A Strategy for Reform,” (March 1991), hal. 29.

(19)

c. Membantu bank atau lembaga lain untuk mengambilalih bank yang insolven atau menghentikan kegiatan usahanya.

Dalam hal terjadi pembayaran terhadap seluruh simpanan yang diasuransikan, bank ditutup oleh lembaga yang berwenang memberikan izin. Penyimpan dana memperoleh prioritas untuk dibayar sampai jumlah US.$100.000.- dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, biasanya dalam waktu beberapa hari setelah bank ditutup. Termasuk dalam pengertian pembayaran

langsung (pay off) adalah dengan melakukan pemindahan simpanan yang diasuransikan (insured deposit transfer) dari bank yang jatuh kepada bank yang sehat. Sejak tahun 1934 sampai tahun 1986 FDIC telah melakukan 432 tindakan pembayaran kepada nasabah termasuk melakukan insured deposit transfer.

Bantuan yang diberikan dapat berbentuk loans, deposits, purchase assets, purchase securities of an eligible bank, assume liabilities atau contributions. Bantuan yang diberikan merupakan kewenangan tunggal (sole discretion) FDIC dan bantuan tersebut disediakan dengan persyaratan yang ditetapkan oleh FDIC. Di samping itu, menurut peraturan perundang-undangan Amerika Serikat, FDIC harus mengadakan cost test yang menunjukkan, bahwa cost of assistance harus lebih murah dari pada cost of liquidating (paying off) atau harus dapat membuktikan bahwa kelanjutan usaha suatu bank adalah sangat penting untuk dapat memberikan pelayanan jasa bank yang cukup kepada masyarakat.

Bank atau lembaga yang mengambilalih bank insolven atau dihentikan kegiatan usahanya dapat dilakukan dengan cara merger atau mengakuisisi bank yang bermasalah adalah bank yang sehat. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, FDIC juga harus mengadakan cost test untuk

membuktikan bahwa tindakan FDIC ini lebih murah dibandingkan dengan tindakan paying off. Penggunaan kewenangan inipun merupakan kewenangan tunggal FDIC berdasarkan syarat-syarat yang ditetapkannya.

Dalam hal terjadi penutupan bank, FDIC membayar seluruh dana nasabah penyimpan yang diasuransikan. Nasabah penyimpan yang dijamin mendapat prioritas untuk segera

menerima pengembalian simpanannya dalam waktu beberapa hari, dan bank diletakkan di bawah pengampuan FDIC.

Sejak tahun 1960, FDIC menangani bank bermasalah dengan cara menjual sebagaian atau seluruh aset bank tersebut melalui purchace and assumption (P&A) transactions. Melalui

(20)

kerugian baik nasabah yang dijamin diasuransi maupun yang tidak. Perlindungan yang demikian tersebut dapat terlaksana karena seluruh kewajiban instutusi bermasalah diambil alih oleh

lembaga lain dengan bantuan FDIC.

Keputusan tentang jenis penyelesaian apa yang akan dipergunakan untuk menyelesaikan bank bermasalah bergantung pada pertimbangan biaya (cost test) yang dilakukan oleh FDIC. FDIC akan menggunakan metode P&A apabila hal tersebut merupakan cara yang termurah dibandingkan dengan likuidasi. Namun demikian FDIC dapat menghindari test cost apabila hal tersebut dilakukan untuk melindungi seluruh pemegang kewajiban bank yang merupakan suatu hal penting dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.30 P&A merupakan kebijakan

favorit dari FDIC dan digunakan dalam menyelesaikan 73,5% dari 1.617 kebangkrutan bank selama periode 1980-1994. Bagi FDIC, P&A sangat menguntungkan karena hanya menggunakan uang tunai yang sedikit dari dana asuransi dibandingkan dengan kebutuhan membayar seluruh tagihan nasabah yang dijamin.31

Dalam menjalankan tugasnya FDIC memiliki kewenangan dan kekuasaan tertentu terutama dalam menagih piutang bank yang diambil alih atau di bawah kewenagan FDIC. Kewenangan FDIC ini dikuatkan dalam putusan Mahkahmah Agung AS dalam D’Oench, Duhme & Co. v. FDIC.32 Pada kasus ini hakim memutuskan bahwa suatu perjanjiantambahan

(side agreement) yang tidak tercatat pada catatan bank, tidak dapat dipergunakan sebagai bantahan terhadap gugatan yang diajukan oleh FDIC. Pada kasus ini penggugat (pettioner) sebuah perusahaan sekuritas (securities dealer) wan prestasi atas obligasi yang dijualnya kepada Belleville Bank & Trust Company. Pada saat bank tersebut bangkrut, FDIC meminta agar utang tersebut dibayar. Penggugat menyatakan bahwa terdapat side agreement dengan bank yang menyatakan bahwa obligasi tersebut tidak akan dimintakan pembayarannya.33

Kontroversi hukum muncul ketika FDIC harus segera mengalihkan aset dari bank yang bangkrut kepada pihak lain, sementara proses persidangan sedang berlangsung tentang status aset tersebut belum selesai. Sebagaian besar pengadilan mendukung tindakan FDIC ini dengan alasan bahwa menjual aset dari bank bangkrut dengan segera berarti melindungi dana asuransi sehingga

30 United States General Accounting Office (GAO), Op.cit., hal. 29.

31 Nicole Sabado, “Adopting a Jurisdictional Approach to the Rights of Asset Purchasers From the FDIC,” Fordham Law Review, (Vol. 69, 2000), hal. 291.

32 D’Oench, Duhme & Co., Inc. v. FDIC, 315 U.S. 447, (1942).

(21)

pembayar pajak tidak dibebani kewajiban dari bank yang bangkrut. Mengalihkan aset kepada pihak swasta adalah “in the public interest.”34

(22)

PENUTUP

VI. KESIMPULAN

Kepercayaan masyarakat merupakan jiwa industri perbankan. Sebagai lembaga

(23)

VII. DAFTAR PUSTAKA

Anna Kuzmik Walker, “Harnessing the Free Market: Reinsurance Models for FDIC Deposit Insurance Pricing,” Harvard Journal of Law and Public Policy, (Summer 1995), hal. 737.

M. Dahlan Sutalaksana, “The Importance of A Deposit Protection Scheme,” ASEAN Conference on Deposit

Protection System, (Desember 1993), hal 11.

Milton Friedman & A.Schwart, A Monetary History of the United States, 1867-1960, (Princeton: Princeton University Press: 1993 ), hal. 440. Lihat juga Oscar Cerda, et.al., “The Financial Safety Net: Cost, Benefits, and Implications,” yang menyatakan “The federal deposit insurance program is clearly the most recognized component of the financial safety net and has undoubtedly helped sustain the general public’s confidence in the banking system. Since its inception in 1933, it has deterred liquidity panics, forestalled bank runs, and avoided instability in the economy,” Chicago Fed Letter, (Chicago, Nov. 2001), hal. 2.

Lihat Jonathan R. Miller & Elizabeth H. Garrett, “Market Discipline by Depositors: A Summary of the

Theoretical and Emperical Arguments,” Yale Journal on Regulation, (Winter 1988). Gillian G.H. Garcia (4), Op.cit., hal. 17.

Thomas Moers Mayer dan Beatrice R. Kahn, “Enter Leviathan: The FDIC as

Supercreditor,” Practising Law Institute Real Estate Law and Practice Cource Handbook Series, (PLI Order No. N4-4564, April-June 1992), hal. 743.

Ibid, hal. 34-35

Gillian G.H. Garcia (4), Deposit Insurance Actual and Good Practices, Occasional Paper No. 197, (Washington DC: IMF, 2000), hal. 16.

Ibid, hal. 20.

FDIC, “A Study of the Desirability and Feasibility of a Risk-Based Deposit Insurance Preminium Sistem A Report pursuant to Section 220(b)(1) of the Financial Institutions Reform, Recovery, and Enforcement Act of 1989,” submitted to the United States Congress by the FDIC, (December 1990), hal. 5.

Gillian Garcia, Op.cit, hal. 24.

(24)

FDIC, Deposit Insurance For The Nineties: Meeting TheChallenge (Draft), A Staff Study, (Washington DC, 1989), hal. 78.

Ibid, hal. 35.

R. Mark Williamson, Op.cit, hal.358.

Banking Policy Report, “Capital Standard Fed Study Sees “Unintendeed Effects” from Risk-Based Rules,” 15 o. 9 Banking Pol’y Rep. 6, (May 6, 1996) hal. 7.

Jerrie L. Chiu, “Introducing Market Dicipline into the Federal Deposit Insurance Sistem: O’Melveny & Myers v. FDIC,” Connecticut Insurance Law Journal, (Spring, 1995), hal. 60.

FDIC, “A Brief History of Deposit Insurance in the United States, Prepared for the International Conference on Deposit Insurance,” (Washington DC, September 1998), hal. 57.

Ibid, hal. 75.

Jonathan R. Macey and Geoffrey P. Miller, Banking Law and Regulation , (Boston: Little, Brown and Company, 1992), hal. 276.

Ibid, hal. 277.

Bank Indonesia, Direktorat Pengembangan dan Pengaturan, “Pendekatan Pengwasan Bank Berdasarkan Risiko” (Draft), tanpa bulan dan tahun.

Helen A. Garten, "A Political Analysis of Bank Failure Resolution," Boston Univerity Law Review, (May 1994), hal. 429.

Jumlah bank yang bangkrut antara tahun 1930-1933 lebih 9.000 atau rata-rata 2.200 pertahun yang merupakan 40% dari jumlah seluruh bank dan kerugian yang ditanggung nasabah berjumlah US$ 1,3 milyar. Pada periode 1934-1942 jumlah bank yang ditutup turun menjadi rata-rata 54 bank per tahun, lihat David S. Kidwell, Op.cit, hal.255.

D. Gail, J.Norton dan M.O'Neal, "The Foreign Bank Supervision Act of 1991: Expanding the Umbrella of Supervisory Regulation," dalam Hal S. Scott dan Philip A. Wellons,

International Finance Transactions, Policy, and Regulation,(New York: The Foundations Press, Inc. 1996), hal. 141.

R. William Keeton, "Deposit Insurance and the Deregulation of Deposit Rates," Federal Reserve of Kansas City, Economic Review, (April 1984), hal. 4.

The Encyclopedia Americana, International Edition, (Vol. 11, Comeetient 1989).

United States General Accounting Office (GAO) Report to the Chairman, Committee on Banking, Housing and Urban Affairs, US Senate, and the Chairman, Committee on Banking, Finance and Urbank Affairs, House of Representatives, “Deposit Insurance A Strategy for Reform,” (March 1991), hal. 29.

H. Douglas Jones, "Powers and Consideration of the FDIC for Handling Failing FDIC - Insured Banks," FDIC (August 1987), hal. 5.

United States General Accounting Office (GAO), Op.cit., hal. 29.

Nicole Sabado, “Adopting a Jurisdictional Approach to the Rights of Asset Purchasers From the FDIC,” Fordham Law Review, (Vol. 69, 2000), hal. 291.

D’Oench, Duhme & Co., Inc. v. FDIC, 315 U.S. 447, (1942).

Jeffrey R. Gleit, “The Report of the Demise of the D’Oench Doctrine have been Greatly Exaggerated: The Continuing Coexistence of the D’Oench Doctrine and Section 1823 (E),” Hofstra Law Review, (Vol. 28:225, 1999), hal. 230.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, persiapan yang dilakukan penulis untuk menilai kembali aktiva adalah dengan cara memperoleh data laporan keuangan sebelum dan sesudah

Apabila dibuat bidang yang sejajar dengan bidang garis air ini, maka akan diperoleh garis bentuk lengkungan badan kapal yang terlihat dari atas pada tinggi beda yang

Proses pengepakan dilakukan dengan penimbangan bobot semen pada setiap sak semen  seuai takaran dan memerlukan sistem otomasi untuk memudahkan proses produksi sesuai

Timbangan ini dipasang pada bagian luar pabrik Casting (Penuangan) yang digunakan untuk menimbang MTC (Metal Transportation Car), yang digunakan untuk membawa ladle yang

Sistem pendukung keputusan kelayakan pemberian pinjaman kredit dengan metode Topsis ini dapat mempermudah dan sangat membantu dalam menyelesaikan persoalan yang

28 Tahun 2007 pengertian pajak yaitu kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang- orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang- undang, dengan tidak

NO NAMA LENGKAP NIP TEMPAT TANGGAL LAHIR PANGKAT/ GOLONGAN JABATAN/MAPEL KELAS NAMA MADRASAH NSM

Keberadaan kampus – kampus besar di Perkotaan Yogyakarta yang terbilang populer juga memberikan dampak terhadap perkembangan kegiatan ekonomi di Perkotaan