journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing 57
RESPON DAN KOPING PASIEN DM POST AMPUTASI
(Response And Coping Patient With Post Amputations)
(Submited : 4 Mei 2017, Accepted : 24 Oktober 2017)
Candra Kusuma N1, Yati Afianti 2, Yuliani Budiarti 3
1 Prodi Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cahaya Bangsa Banjarmasin 2 Fakultas Keperawatan, Universitas Indonesia
3 Fakultas Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Banjarmasin
Email : cknegara@stikescb.ac.id
ABSTRAK
Penyakit DM merupakan masalah kesehatan yang sangat penting karena berkaitan dengan tingginya kejadian komplikasi dan mortalitas yang tinggi. Bagi kebanyakan orang penyakit DM adalah suatu penyakit yang sangat mengkhawatirkan dan masyarakat sadar akan besarnya potensi bahaya yang ditimbulkannya. Bagi individu yang menderita DM dengan pasca amputasi, kehidupan selanjutnya merupakan babak baru yang penuh tantangan dan perubahan serta akan melalui proses koping terhadap proses perubahan tersebut. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi berbagai pengalaman pasien DM pasca amputasi tentang respon dan koping yang dialaminya. Penelitian ini menggunakan studi fenomenologi. Pengambilan data menggunakan indepth interview pada empat orang partisipan yang dirawat jalan di Poli kaki diabetic RSUD Ulin Banjarmasinyang dilengkapi dengan pedoman wawancara dan informed consent. Metode analisis yang terstruktur dari Creswell menjadi 6 langkah. Terdapat 2 Tema yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu berbagai respon post amputasi dan Berbagai koping pasien DM post amputasi. Berbagai respon post amputasi terdiri dari tiga Sub-Tema yaitu: (1) Mengalami hambatan fisik, (2) Mengalami perubahan peran, (3) Mengalami proses berduka, dan Terdapat empat Sub-Tema yang menggambarkan berbagai koping pasien DM post amputasi yaitu: (1) Lebih banyak beribadah, (2) Menerima keadaan, (3) Motivasi yang kuat, (4) Mencari dukungan sosial.
Kata kunci: respon, koping, diabees melitus, amputasi
ABSTRACT
DM disease is a health problem that is very important because it is associated with a high incidence of complications and high mortality. For most people the disease diabetes mellitus is a disease that is very worrying and the public aware of the magnitude of the potential dangers caused. For individuals who suffer from diabetes mellitus with post-amputation, the next life is a new round of challenges and changes, and will go through the process of coping with the change process.In general, this study aims to explore various diabetic patients experience post-amputation of responses and coping experienced. This study used a qualitative phenomenological study. Retrieving data using in depth interview in four participants were treated diabetic foot path at Poli Hospital Ulin Banjarmasin equipped with a guidance interview and informed consent. The analytical method structure from Creswell into 6 steps. There are 2 theme depicting various responses post-amputation and depicting various coping DM patients post-amputation. Sub-Theme in depicting various responses post-amputation namely: (1) Experiencing physical barriers, (2) Experiencing the changing role, (3) Experiencing the grieving process, and are 4 Sub-theme depicting various coping DM patients post-amputation namely: (1) More worship, (2) Accept the circumstances, (3) A strong Motivation, (4) social support.
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing 58 PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal. Penyakit ini disebabkan oleh adanya gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif. Menurut Smeltzer & Bare (2002) diabetes dapat dibagi menjadi tiga tipe, Tipe I yaitu diabetes melitus yang tergantung insulin atau Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM), Tipe II yaitu diabetes melitus tidak tergantung insulin atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) dan diabetes melitus Gestasional Diabetes Mellitus (GDM). Penyakit DM merupakan panyakit yang menjadi ancaman serius bagi masyarakat, jika penyakit DM diabaikan dan tidak terkendali dapat menimbulkan penyakit atau komplikasi-komplikasi lain yang dapat berakibat fatal seperti, penyakit hipertensi, gangguan ginjal, jantung coroner, bahkan dapat berakhir pada amputasi dan dibiarkan lama kelamaan akan menyebabkan kematian.
Davidson (2002) menyatakan bahwa penderita diabetes melitus yang mengalami kehilangan anggota badan akibat amputasi, menghadapkan individu dalam berbagai ancaman yang semakin luas, berkembang dan penuh tantangan terhadap fungsi fisik seperti kelemahan. Perubahan kondisi fisik pada penderita DM yang mengalami amputasi dapat menyebabkan kondisi stres. Stres yang muncul pada penderita DM pasca amputasi dapat sangat berpengaruh terhadap mekanisme koping individu tersebut (Mitra, 2008). Coping adalah usaha atau cara seseorang untuk mengurangi stres psikologik dalam menghadapi masalah kehidupan sehari-hari yang memerlukan kemampuan pribadi maupun dukungan dari lingkungan, agar dapat mengurangi stres (Rasmun, 2009).
Respon dan koping setiap pasien DM bervariasi, maka perlu ada kajian yang lebih mendalam dengan menggunakan studi kualitatif fenomenologi. Berdasarkan uraian tersebut maka timbul pertanyaan seperti apa dan bagaimana Respon dan koping yang dialami pederita DM dalam beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari mereka pasca amputasi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan studi kualitatif dengan pendekatan fenomenolgi. Fenomenologi menyediakan pemahaman yang mendalam tentang
fenomena sebagaimana yang dialami beberapa individu. Untuk mengeksplorasi secara mendalam dan naturalistik dari pengaaman pasien DM pasca amputasi. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien post amputasi dengan diabetes melitus di cakupan poli kaki diabetik RSUD Ulin Banjarmasin. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah pasien yang mengalami DM dengan post amputasi, yang memenuhi kriteria inklusi. Data diambil melalui wawancara mendalam (in depth interview) dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun. Analisis penelitian ini menggunakan Creswell (2014).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis tema diperoleh dari hasil wawancara pada peneitian ini terhadap respon dan koping partisipan pada pasien DM post amputasi. Menghasilkan 2 tema utama yang ditemukan seperti (1) berbagai respon post amputasi, dan (2) berbagai koping pasien DM post amputasi. Tema-tema ini akan peneliti uraikan kembali per sub-tema untuk memperoleh pemahaman bagaimana ke dua tema tersebut terbentuk berdasarkan pengalaman para paertisipan.
Berbagai respon post amputasi (Tema 1).
Mengalami hambatan dalam beraktifitas (sub-tema 1.1)
Seorang partisipan di bawah ini mengungkapkan adanya dampak kelemahan pada tubuhnya, kondisi ini mempengaruhi fungsi kemampuan fisik partisipan sebagai penunjang aktifitasnya.
…Badan saya terasa lemah, lemes… (P1)
Kelemahan dalam berkatifitas juga dirasakan oleh partisipan berikut. Kelemahan ini menimbulkan reaksi yang spontan dan mendapatkan respon dari lingkungan sekitar seperti keluarga yang senantiasa mendampingi partisipan. Kehadiran keluarga di dalam kehidupan partisipan sangat berperan sekali di dalam partisipan melakukan aktivitas sehari-hari. Hal tersebut diungkapkan partisipan sebagai berikut.
…kalau jalan dipapah sama istri…(P3)
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing 59
Melihat dari dampak yang terjadi setelah post amputasi membuat partisipan tidak leluasa dan bebas, tidak seperti sebelum diamputasi atau seperti sedia kalanya.
…segala kegiatan yang dilakukan agak lambat,
tidak seperti sebelum di amputasi ya agak
cepat…(P1)
…Cuma ada kegiatan, tapi kegiatan yang kada
(tidak) berat…(P4)
Pada tema ini semua yang diungkapkan partisipan dapat peneliti simpulkan dengan terjadinya amputasi pada bagian tubuh partisipan akan mempengaruhi kondisi fisiknya seperti kelemahan tubuh, kondisi fisik akan mempengaruhi aktifitasnya atau daily activity
seseorang. Sebagai dampaknya keluarga selaku orang tersekat partisipan memberikan bantuan dalam berkatifitas. Hal ini diharapkan pasien dengan amputasi memerlukan bantuan dari lingkungan sekitar dalam beraktifitas sehari-hari.
Mengalami perubahan peran (sub-tema 1.2)
Menurut pengalaman partisipan perubahan peran terjadi pada partisipan yang mengalami amputasi. Perubahan peran seperti kehilangan pekerjaan terjadi pada partisipan berikut ini.
…anak ulun, manyuruh ulun kada usah bagawi
lagi…(anak saya, menyuruh saya untuk tidak
usah bekerja lagi) (P4)
Pekerjaan merupakan suatu kegiatan atau rutinitas yang memberikan dampak terhadap materi seseorang. Kehilangan pekerjaan juga dialami oleh partisipan berikut:
…Sudah ngak bisa apa-apa, ngak bisa kerja cari
uang buat keluarga…(P1).
…setelah kejadian itu akhirnya setelah rentetan
saya merasakan akibatnya semua karena kurang
lebih nggak bisa kerja…(P3)
Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda terhadap ancaman amputasi. Tingkah laku dan emosional bergantung pada sifat amputasi tersebut, sikap partisipan terhadap kondisi yang baru dialaminya. Keluarga merupakan orang terdekat dengan partisipan, sehingga pengaruhnya besar sekali terhadap emosional partisipan. Beberapa
partisipan yang dulunya sebagai kepala keluarga dan juga sebagai pencari nafkah kini mengalami gangguan peran. Gangguan peran ini terjadi karena dampak yang diakibatkan terhadap kondisi yang baru dialaminya.
…ya, hanya berdiam diri aja di rumah…(P1).
Partisipan di dalam penelitian juga mengungkapkan bahwa perubahan peran juga teridentifikasi di dalam perubahan fungsi keluarga, yang seharusnya ayah sebagai pencari nafkah yang paling dominan di dalam keluarga kini berganti menjadi anggota keluarga yang lain seperti istri yang mencari nafkah untuk keluarga. Hal tersebut diutarakan oleh partisipan berikut.
…Istri saya bikin pesanan kue..orang pesan
kue..catering…(P3).
Pada tema ini partisipan mengalami perubahan peran baik itu kehilangan pekerjaan dan gangguan peran sebagai struktur unit fungsional di dalam keluarga. Partisipan lebih banyak menghentikan sepenuhnya rutinitas kerjanya karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk bekerja, beberapa partisipan juga beralih peran dari peran sebelumnya di dalam rumah tangga.
Mengalami proses berduka (sub-tema 1.3)
Respon berduka merupakan respon yang ditunjukan oleh partisipan yang sudah di amputasi. Partisipan dalam penelitian ini menunjukan reaksi berupa rasa tidak percaya dirinya akan diamputasi, rasa terkejut, tawar menawar, kesedihan, dan menerima. Partisipan dalam penelitian ini menunjukan sikap tidak percaya bahwa dirinya diputuskan untuk dilakukan amputasi. Pernyataan partisipan tentang perasaan tidak percaya terhadap keputusan amputasi tersebut diungkapkan oleh partisipan berikut.
…Pertama sekali saya tidak setuju, kalau bisa
penyakit ini diobati secara biasa saja… (P1) …Allah ya Tuhanku, jaka kawa behindar-behindar
saking sakitnya…” (Ya Allah ya tuhanku, jikalau bisa menghindar sangking sakitnya…(P2).
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing 60 …Pertama kali dikeputusan amputasi ya saya
kaget… (P1).
…kaget, semalamtu kayanya (sepertinya) aku ni (ini) kritis banar (betul) sudah… (P2).
Tawar menawar telah di gambarkan oleh prtisipan sebagai bentuk ketidak percayaan. Pertisipan yang mengungkapkan ketidak percayaannya mencoba melakukan klarifikasi yang ditunjukan dengan reaksi tawar menawar melalui rasa penyesalan. Partisipan yang di diagnosa amputasi akan mengalami penyesalan. Pernyataan partisipan tentang penyesalan tersebut diungkapkan oleh partisipan berikut:
…Kalau bisa penyakit saya ini diobatin secara
biasa saja…(P1).
Rasa penyesalan juga dialami oleh partisipan berikut sebagai konsekuensi yang diterima atas keputusan amputasi yang sudah dijalaninya.
…Nah, kalo nya eh sisa dua ja lagi jariku…” (Nah,
ternyata sisa dua saja lagi sisa jariku) (P2).
Tanda dan gejala depresi digambarkan oleh partisipan sebagai bentuk protes terhadap kejadian amputasinya. Partisipan dalam penelitian ini menunjukan perilaku sedih sekali yang menyebabkan depresi ketika sudah diamputasi. Perasaan sedih yang dihadapi oleh partisipan dalam menghadapi permasalahan sebagai salah satu bentuk respon berduka atas kehilangan anggota tubuh yang dimilikinya. Partisipan yang mengalami amputasi menunjukan perasaan khawatir akan kondisi setelahnya karena sudah tidak mampu bekerja lagi dan berdampak pada kehidupannya. Pernyataan partisipan tentang perasaan khawatir terhadap penyakitnya tersebut diungkapkan oleh partisipan berikut ini.
…Cemasnya ya..kok begini nasib saya...(P1). …Nah, aku menjaga juga pikiran ku uyuh segala macam kan bisa naik sampai sekarang normal
gulaku…” (Nah, aku menjaga juga pikiran aku ini
supaya tidak lelah, yang bisa menyebabkan gula darah bisa naik) (P2).
Hampir semua partisipan mengungkapkan kesedihannya, mereka berfikir dampak yang pasti akan sangat berpengaruh yaitu terutama pada peran mereka dalam keluarga. Pernyataan partisipan tentang perasaan sedih yang mendalam terhadap keputusan amputasi tersebut diungkapkan oleh partisipan berikut ini.
…Perasaan sedih ada juga…murung terus
dirumah, ya melihat apapun gairah ngak
ada…(P1).
…Ya sedih, ehmm bahkan kalonya sendiri nangis…(P2).
Disamping menolak keputusan amputasi, respon lain yang digambarkan partisipan yang dikeputusan amputasi adalah menanggapi dengan menerima kenyataan. Partisipan menyatakan penerimaan terhadap keadaan amputasi melalui ungkapan berikut.
…Kalau sudah membusuk saya orangnya per aja,
potong yang potong…(P3).
Pada tema ini semua yang diungkapkan partisipan dapat peneliti simpulkan bahwa di dalam proses berduka terdapat fase-fase yang harus dilalui. Melalui tahapan ini maka terbentuklah penerimaan partisipan terhadap kondisi yang baru dialaminya.
Berbagai koping pasien DM post amputasi (Tema2).
Partisipan yang mengalami amputasi merupakan babak baru di dalam hidupnya, berbagai proses tahapan yang dilaluinya sampai dapat menerima kondisi barunya. Di dalam tahapan tersebut terdapat proses atau cara yang dilakukan untuk menyelesaikan masalahnya. Berbagai koping pasien seperti lebih banyak beribadah, menerima keadaan, motivasi yang kuat dan mencari dukungan sosial. Berikut uraian peneliti tentang sub tema yang ditemukan dalam tema ini.
Lebih banyak beribadah (sub-tema 2.1)
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing 61
tersebut diungkapkan oleh partisipan melalui pernyataan berikut ini:
…Salah satunya dengan mendekatkan diri
kepada Allah kepercayaan diri saya semakin hari
semakain bertambah… (P1).
…Berdoa aja (saja) yang terbaik, minta yang
terbaik jarku (kata saya) kaya itu nah (seperti
itu)…(P2).
Beberapa partisipan juga mengungkapkan sikap pasrahnya kepada Tuhan, hal ini menunjukan penerimaan terhadap kondisi yang baru dia alami sebagai konsekuensi dari Tuhan. Partisipan menyatakan perasaan pasrah terhadap keadaan amputasi melalui ungkapan berikut.
…Pasrah menerima keadaan..aja…mungkin ini sudah menjadi takdir dari tuhan… (P1).
…Tapi aku, jarku iya pasrah aku sudah jarku sudah ampunnya meanu akan kaya ini… (P2).
Rasa bersyukur juga diungkapkan oleh seorang partisipan berikut ini. Rasa bersyukur dipanjatkan dikarenakan masih adanya sisa organ tubuh yang selamat dari amputasi, hal ini membuat rasa syukur.
“Ehmm, perasaannya gimana yu lah? Biasa-biasa aja pang sudah, kalo nya sudah melihat anu kekawanan tu pang ada yang habis, syukur alhamdulillah jua aku ada 2 …”( emm, bagaimana ya, biasa-biasa saja, kalau melihat kondisi teman yang jarinya sudah habis, syukur alhamdulillah juga aku masih ada dua jarinya) (P1).
Seorang partisipan mengungkapkan rasa bersyukurnya kepada Tuhan terhadap kondisi yang barunya, dikarenakan partisipan menyakini beginilah cara tuhan untuk membuat masalahnya terselesaikan.
“Saya malah besyukur kepada tuhan…” (P3).
Seorang partisipan mengungkapkan rasa syukurnya dikarenakan tidak lagi merasakan sakit yang teramat sangat dibandingkan dengan sebelum diamputasi.
“Kadada (tidak ada) lagi perasaan apa iya plong ae (lega saja)…”(P4).
Menerima keadaan (sub-tema 2.2)
Berbagai tahapan proses yang dilalui partisipan sampai dengan tahap penerimaan kondisi barunya tidaklah mudah. Memperoleh banyak dukungan dan menerima simpati dari orang lain merupakan salah satu bentuk proses penerimaaan menghadapi kondisi barunya. Hal tersebut diungkapkan oleh partisipan melalui pernyataan berikut ini:
…Pas ke kantor, disemangati kawan, pas kemarian dirawat di RS banyak yang datang
maelangi, mudahan lakas baik jer…( Saat di
kantor, disemangati teman, pas kemarin di rawat di RS banyak yang datang membesuk, mudahan cepat sembuh katanya) (P2).
Saat kondisi amputasi, keluarga mencoba untuk beradaptasi dalam perubahan besar akibat perubahan kondisi tubuh di salah satu keluarga tersebut. Perhatian yang diberikan oleh keluarga kepada partisipan merupakan bentuk dorongan semangat dalam mengahadapi kondisi yang barunya. Hal tersebut diungkapkan oleh partisipan melalui ungkapan berikut ini:
…Mudahan Tuhan Selalu melindungi pian
(kamu), kata pa ustad allhamdulilah pa jun pian
(kamu) masih diberikan kesempatan oleh Allah…
(P4).
Menerima perhatian juga didapatkan dari partisipan berikut sebagai ungkapan yang diberikan. Bentuk rasa simpatik terhadap kondisi baru yang dialaminya. Penerimaan simpatik dari orang lain ini merupakan salah satu bagian agar dapat menerima keadaan nya yang baru.
…Nggak usah kasian pa’le begitu katanya…mungkin karena kondisi saya seperti ini
mereka ikut prihatin juga…(P1).
Motivasi yang kuat (sub-tema 2.3)
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing 62 …Penyakit ada obatnya mudah-mudahan
sembuh kaya itu, sudah ai, kada ai, sampai
sekarang…(Penyakit ada obatnya mudahan
cepat sembuh, ya sampai sekarang) (P2).
Partisipan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan yang baru, menunjukan respon yang baik dengan mengungkapkan harapan yang realistis terhadap keadaanya dengan bentuk harapan kembali ke kondisi normal. Hal tersebut di ungkapkan oleh partisipan melalui pernyataan berikut ini.
…Tetap saya tunjukan bahwa saya ini mampu seperti orang pada umumnya… (P1)
Harapan yang diungkapkan partisipan diatas merupakan salah satu bentuk cara penyelesaian masalah yang dihadapinya terkait proses penerimaaan kondisi barunya.
Mencari dukungan sosial (sub-tema 2.4)
Dukungan sebagai salah satu bentuk koping yang diterima partisipan. Dukungan informasi dan dukungan materi teridentifikasi di dalam sub-tema ini. Berikut beberapa pernyataan terkait dukungan sosial yang diterima.
…Adik-adik, dia ngomong gini "kak cari
keterampilan”… (P1).
Selain kebutuhan untuk merasa aman, pasien yang mengalami amputasi mengidentifikasikan kebutuhan akan informasi sebagai prioritas yang tinggi. Kebutuhan akan apa langkah proses yang akan dijalani kedepannya pada saat itu. Mereka juga perlu mengetahui bagaimana proses kedepannya. Hal tersebut diungkapkan partisipan melalui ungkapan sebagai berikut ini:
…Semangat lawan tanya-tanya lawan
kekawanan… (Semangat dan bertanya-tanya kepada teman-teman)(P2).
Selain dukungan moral, partsipan dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa ada pihak yang memberikan bantuan berupa materi atau biaya. Partisipan mengungkapkan bahwa ada keluarga yang memberian perhatian yang baik. Hal tersebut
diungkapkan oleh partisipan melalui ungkapan berikut ini.
…Tongkat ini kemaren diberikan oleh hasil
pengumpulan dana dari keluarga, kaluarga saya baik semua kepada saya.. (P1).
…Kalo duit (uang) pribadi memang habis puluhan
juta jua (juga) pang (sih) hitungannya, diluar
pribadi…(P2).
…Jadi biaya saya dirumah sakit sari mulya hampir
kira" 20 juta itu ditanggung semua oleh
perusahaan… (P3).
…Jadi jar anak minantu ulun sabarataan pian
jangan mamikir akan biaya yang pian pikir akan
kesehatan ja… (Jadi kata anak menantu saya semuanya, saya jangan memikirkan biaya, yang saya pikirkan hanya kesehatan saja) (P4).
Dukungan sosial yang diterima merupakan salah satu bentuk respon lingkungan sekitar terhadap rasa ingin membantu kepada partisipan yang menjalani kondisi barunya. Berbagai masalah yang dihadapi partisipan ketika memulai kondisi di kehidupan yang barunya membuat berbagai respon eksternal yang dapat membantu dalam proses koping yang akan dilakukannya.
KESIMPULAN
Respon menerima kondisi amputasi akan dialami pada pasien yang sudah melewat tahapan amputasi, sebagai proses yang dilalui seperti kemampuan menyesuaikan/adaptasi diri terhadap kondisi yang baru dan dukungan yang diterima. Proses yang dialaminya sangat mempengaruhi hasil terhadap penerimaan kondisi barunya, hal ini juga menentukan koping yang terbentuk pada pasien tersebut, apakah koping adaptif atau maladaptif. Berdasarkan temuan peneliti semua partisipan dapat mengatasinya dan tetap pada koping adaptif sebagai proses yang ditempuh untuk kembali di kehidupan yang normal.
DAFTAR PUSTAKA
Abernethy, A. D. (2000).
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing 63 Andersson, M. & Deighan, F. (2006). Coping
Strategies In Cojunction With Amputation. Health and caring sciences, p.23.
Ardian, I., Index, F.C. & Service, C.N. (2013).
Pemberdayaan Keluarga ( Family Empowerment ) Meningkatkan Koping Keluarga Diabetes Militus Tipe-2. jurnal ilmu keperawatan, 1(2), pp.141– 149.
Burger, H. (2012). Functioning Of Persons Following Lower Limb Amputation – Patients ’ Perspective.
medicina fluminensis, 48(4), pp.471–479.
Davidson. (2002). A Survey Of The Satisfaction Of Upper Limb Amputees With Their Prostheses, Their Lifestyles, And Their Abilities. Journal of hand therapy. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11866354 (Diakses tanggal 6 November 2015).
Fejfarová, V. et al. (2014). Does The Diabetic Foot Have A Significant Impact On Selected Psychological Or Social Characteristics Of Patients With Diabetes Mellitus? Journal of diabetes research, p.371938. Available at: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.f cgi?artid=3984852{&}tool=pmcentrez{&}renderty pe=abstract (Diakses tanggal 6 November 2015). Grech, C. & Debono, R.F. (2014). The Lived Experience Of Persons With An Amputation. , pp.54–59.
Khalif, A., Eid, I. & Zain, W. (2014). Experience Of Diabetic Patients After An Amputation In Nabus City. Qualitative Study, p.225. Available at: http://www.goodreads.com/book/show/4599815-health-psychology (Diakses tanggal 6 November 2015).
Kozier B., Erb G., Berman A., Snyder S. J., (2011). Buku Ajar: Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, Praktik. Edisi 7. Volume 1. Jakarta: EGC. Leal, I. et al. (2011). Beyond The Body Image: A Qualitative Study On How Adults Experience Lower Limb Amputation. , 26(2), pp.180–191.
Margalit, D. et al. (2013). Phantom Fighters: Coping Mechanisms Of Amputee Patients With Phantom Limb Pain: A Longitudinal Study. journal of orthopedics, 3, pp.300–305.
Mitra, A. (2008). Diabetes and Stress: A Review. , 2(2), pp.131–135.
Negara, C. K. (2017). PENGARUH EKSTRAK KELAKAI (Stenochlaena palustris) TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PADA TIKUS PUTIH
(Rattus norvegicus). Borneo Journal of
Pharmascientech, 1(1).
Potter, Patricia A, & Perry, Anne G. (2005).
Fundamentals Of Nursing. Buku 1. Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika.
Patiwi, Haratika (2009). Social Support pada Lansia.
Tesis. USU
Rasmun. (2009). Stres, Koping dan Adaptasi, Jakarta: Sagung Seto.
Sebaee, H.A. El & Mohamed, L.A. (2011). Stressors And Positive Coping Strategies Among Patients With New Limb Amputation. Journal of American Science, 7(9), pp.726–736. Available at: http://www.americanscience.org (Diakses tanggal 6 November 2015).
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. W. Agung & M. Ester, eds., Jakarta.
Sudarma, Momon (2008). Sosiologi Untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Suliswati, Payoo T.A., Maruhawa J., Sianturi Y., Sumijatun (2005). Kosep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.