viii
ABSTRAK
Judul skripsi EVALUASI PENDIDIKAN KEPANGUDILUHURAN DI
SMP PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA, SMP PANGUDI LUHUR SEDAYU DAN SMP PANGUDI LUHUR MOYUDAN dipilih berdasarkan
ketertarikan penulis untuk mengevaluasi sejauh mana pengetahuan dan penghayatan nilai-nilai kepangudiluhuran dan bagaimana proses pendidikan kepangudiluhuran itu berlangsung. Pendidikan Kepangudiluhuran merupakan salah satu pelajaran muatan lokal dalam kurikulum Yayasan Pangudi Luhur.
Pelajaran ini sudah berjalan selama lima tahun, untuk itu perlu dilakukan evaluasi.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Pengambilan sampel dengan cara sampling purposive yaitu sampel diambil dengan pertimbangan tertentu, peneliti sungguh-sungguh mengetahui bahwa responden yang diminta untuk mengisi kuesioner dan untuk diwawancarai adalah orang yang dianggap paling tahu tentang apa yang peneliti harapkan. Sampel penelitian ini adalah siswa-siswi kelas IX SMP Pangudi Luhur Yogyakarta, SMP PL Moyudan, SMP PL Sedayu dan SMP PL Yogyakarta. Kuesioner berjumlah 163 orang sedangkan 5 orang penulis, wawancarai. Instrumen yang digunakan adalah skala likert. Pengukuran ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi responden terhadap pendidikan kepangudiluhuran. Dari hasil uji validitas dengan taraf signifikansi 0,05 N 163 orang. Dari total item 40 diperoleh sebanyak 35 item yang valid dan 5 item tidak valid. Sedangkan hasil uji reliabilitas diperoleh Cronbach's Alpha 0.810 yang berarti reliabilitas soal dalam penelitian ini tinggi.
ix
ABSTRACT
This undergraduate thesis entitled EVALUATION OF
KEPANGUDILUHURAN EDUCATION IN PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA JUNIOR HIGH SCHOOL, PANGUDI LUHUR SEDAYU JUNIOR HIGH SCHOOL AND PANGUDI LUHUR MOYUDAN JUNIOR HIGH SCHOOL was chosen based on the writer’s interest to evaluate how far
the knowledge and comprehension of the values of Kepangudiluhuran has been, and how the process education of Kepangudiluhuran has happened, and whether or not it could be accepted and followed by all students. Kepangudiluhuran is a local subject in Yayasan Pangudi Luhur Curriculum. This subject has been taught for five years it had to be evaluated.
The method employed in this research was descriptive method. The sample was taken using sampling purposive, that was the sample which was taken with certain consideration, the research is really want to know that the responden is wanted to fill the kuesioner and the person who was interview is the person who was consider to know about what is the research hope. The subjects of this research were the ninth grade students of three schools, Pangudi Luhur Moyudan Junior High School, Pangudi Luhur Sedayu Junior High School, and Pangudi Luhur Yogyakarta Junior High School. There are 163 questionnaires for the respondents and 5 people were interviewed.
The instrument used here was Likert Scale measurement. It was used to measure the respondents’ attitudes, opinions, and perceptions toward Kepangudiluhuran Education. The validity test had significance level of 0.05 N 163 people. From the total 40 items, 35 items were found valid and 5 items were not valid. Whereas the result of reliability test was Cronbach’s Alpha 0.982, which meant that the questions’ reliability of this research was very high.
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
* Para Bruder Kongregasi FIC yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk menjalani perutusan studi di IPPAK Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, serta memberi semangat dan menguatkan saya.
* Orang tua dan saudara-saudariku yang selalu mendukung dalam doa.
v
MOTTO
“Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan Firman Allah dan yang memeliharanya” (Luk 11:28)
viii
ABSTRAK
Judul skripsi EVALUASI PENDIDIKAN KEPANGUDILUHURAN DI
SMP PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA, SMP PANGUDI LUHUR SEDAYU DAN SMP PANGUDI LUHUR MOYUDAN dipilih berdasarkan
ketertarikan penulis untuk mengevaluasi sejauh mana pengetahuan dan penghayatan nilai-nilai kepangudiluhuran dan bagaimana proses pendidikan kepangudiluhuran itu berlangsung. Pendidikan Kepangudiluhuran merupakan salah satu pelajaran muatan lokal dalam kurikulum Yayasan Pangudi Luhur.
Pelajaran ini sudah berjalan selama lima tahun, untuk itu perlu dilakukan evaluasi.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Pengambilan sampel dengan cara sampling purposive yaitu sampel diambil dengan pertimbangan tertentu, peneliti sungguh-sungguh mengetahui bahwa responden yang diminta untuk mengisi kuesioner dan untuk diwawancarai adalah orang yang dianggap paling tahu tentang apa yang peneliti harapkan. Sampel penelitian ini adalah siswa-siswi kelas IX SMP Pangudi Luhur Yogyakarta, SMP PL Moyudan, SMP PL Sedayu dan SMP PL Yogyakarta. Kuesioner berjumlah 163 orang sedangkan 5 orang penulis, wawancarai. Instrumen yang digunakan adalah skala likert. Pengukuran ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi responden terhadap pendidikan kepangudiluhuran. Dari hasil uji validitas dengan taraf signifikansi 0,05 N 163 orang. Dari total item 40 diperoleh sebanyak 35 item yang valid dan 5 item tidak valid. Sedangkan hasil uji reliabilitas diperoleh Cronbach's Alpha 0.810 yang berarti reliabilitas soal dalam penelitian ini tinggi.
ix
ABSTRACT
This undergraduate thesis entitled EVALUATION OF
KEPANGUDILUHURAN EDUCATION IN PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA JUNIOR HIGH SCHOOL, PANGUDI LUHUR SEDAYU JUNIOR HIGH SCHOOL AND PANGUDI LUHUR MOYUDAN JUNIOR HIGH SCHOOL was chosen based on the writer’s interest to evaluate how far
the knowledge and comprehension of the values of Kepangudiluhuran has been, and how the process education of Kepangudiluhuran has happened, and whether or not it could be accepted and followed by all students. Kepangudiluhuran is a local subject in Yayasan Pangudi Luhur Curriculum. This subject has been taught for five years it had to be evaluated.
The method employed in this research was descriptive method. The sample was taken using sampling purposive, that was the sample which was taken with certain consideration, the research is really want to know that the responden is wanted to fill the kuesioner and the person who was interview is the person who was consider to know about what is the research hope. The subjects of this research were the ninth grade students of three schools, Pangudi Luhur Moyudan Junior High School, Pangudi Luhur Sedayu Junior High School, and Pangudi Luhur Yogyakarta Junior High School. There are 163 questionnaires for the respondents and 5 people were interviewed.
The instrument used here was Likert Scale measurement. It was used to measure the respondents’ attitudes, opinions, and perceptions toward Kepangudiluhuran Education. The validity test had significance level of 0.05 N 163 people. From the total 40 items, 35 items were found valid and 5 items were not valid. Whereas the result of reliability test was Cronbach’s Alpha 0.982, which meant that the questions’ reliability of this research was very high.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Mahakuasa atas limpahan berkat dan kasihNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
EVALUASI PENDIDIKAN KEPANGUDILUHURAN DI SMP PANGUDI
LUHUR YOGYAKARTA, SMP PANGUDI LUHUR SEDAYU DAN SMP
PANGUDI LUHUR MOYUDAN. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada program studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penulis memilih judul tersebut dengan harapan dapat memberi sumbangan kepada Yayasan Pangudi Luhur guna peningkatan pelayanan kepada siswa-siswi. Penulis menyadari akan rahmat Allah melalui dukungan, perhatian, kasih dan kesetiaan dari banyak orang yang sangat berarti bagi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak FX. Dapiyanta, SFK, M.Pd., selaku dosen pembimbing utama yang setia mendampingi, membimbing dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Bambang Hendarto Yuliwarsono, M. Hum., selaku dosen penguji II dan sebagai dosen pembimbing akademik yang memberi semangat, dukungan dalam menuelesaikan skripsi ini.
xi
4. Rm. Drs. FX. Heryatno Wono Wulung, SJ, M.Ed selaku Kaprodi IPPAK Universitas Sanata Dharma, yang memberikan dukungan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Para Romo dan segenap staf dosen yang telah mendukung penulis selama menjalani perkuliahan di IPPAK dengan pengetahuan, ketrampilan dan spiritualitas sebagai seorang pewarta.
6. Seluruh karyawan Prodi IPPAK yang secara tidak langsung telah mendukung dan memberi dorongan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Bruder Pemimpin Kongregasi FIC Provinsi Indonesi Dan Dewan Provinsi yang telah mengutus penulis untuk menjalani perutusan di Prodi IPPAK Universitas Sanata Dharma.
8. Para Bruder komunitas Sedayu dan Kidul Loji, para Suster PRR Magnifikat Pringgolayan, Yogyakarta yang telah menyemangati penulis.
9. Para Guru, Staf dan karyawan, SMP PL Moyudan yang mendukung selama proses penyelesaian skripsi ini.
10.Para kepala sekolah dan para guru SMP PL Yogyakarta, SMP PL Sedayu, SMP PL Moyudan serta para siswa kelas IX yang meberikan kesempatan untuk mengadakan penelitian skripsi ini.
11.Teman-teman angkatan 2011 yang selalu memotivasi penulis selama menjalani studi di IPPAK dan penyelesaian skripsi ini.
xv
xvi
DAFTAR PUSTAKA ………
LAMPIRAN
Lampiran 1: Surat Ijin Penelitian ……….. Lampiran 2: Surat Keterangan Selesai Penelitian ……… Lampiran 3: Contoh Kuesioner ……… Lampiran 4: Contoh Jawaban Responden ……… Lampiran 5: Instrumen Wawancara ………. Lampiran 6: Hasil Wawancara ………. Lampiran 7: Uji Validitas Aspek Pengetahuan ……… Lampiran 8: Uji Validitas Aspek Penghayatan dan Proses ………..
93
xix
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Teks Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia.
Fil : Filipi Gal : Galatia Luk : Lukas Mrk : Markus Rom : Roma Yoh : Yohanes
B. Singkatan Lain
Art : Artikel
Br : Bruder
FIC : Fratres Immaculatae Conceptionis Beatae Mariae Virginis (Kongregasi Para Bruder Santa Perawan Yang Dikandung Tak Bernoda)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Undang-undang Pendidikan Nomor 20 Tahun 2003, tujuan
pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia yang seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekeri luhur, memiliki pengetahuan
dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri serat rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Pada intinya
pendidikan itu bertujuan untuk membentuk karakter seseorang yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan yang mahaesa.
Berdasarkan tujuan pendidikan nasional maka pendidikan yang
sesungguhnya adalah suatu usaha pembinaan pribadi manusia untuk mencapai
tujuan akhirnya (perilaku hubungan dengan Tuhan dan diri sendiri) dan sekaligus
untuk kepentingan masyarakat (perilaku hubungan dengan diri sendiri, keluarga,
masyarakat dan alam sekitarnya). Pendidikan membentuk orang untuk
menemukan nilai-nilai yang menjadi bekal bagi kelangsungan hidup seseorang
dalam dalam masyarakat. Secara singkat dikatakan bahwa pendidikan nilai adalah
suatu proses di mana seseorang menemukan maknanya sebagai pribadi pada saat
di mana nilai-nilai tertentu memberikan arti pada jalan hidupnya. Proses ini
menyangkut “perjalanan menuju ke kedalaman diri sendiri”, menyentuh ba
kemampuan menemukan diri sendiri dan betapa besar harga dirinya. Pendidikan
nilai menyangkut ranah daya cipta, rasa dan karsa, menyentuh seluruh
pengalaman seseorang ( Handoko, Riyanto, 2004: 23).
Pendekatan pembelajaran humanis memandang manusia sebagai subiek
yang bebas merdeka untuk menentukan arah hidupnya. Manusia
bertanggungjawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang lain.
Pendekatan yang lebih tepat digunakan dalam pembelajaran yang humanis adalah
pendekatan dialogis, reflektif, dan ekspresif. Pendekatan dialogis mengajak
peserta didik untuk berpikir bersama secara kritis dan kreatif. Pendidik tidak
bertindak sebagai guru melainkan fasilitator dan partner dialog. Pendekatan
reflektif mengajak peserta didik untuk berdialog dengan dirinya sendiri,
sedangkan pendekatan ekspresif mengajak peserta didik untuk mengekspresikan
diri dengan segala potensinya (realisasi dan aktualisasi diri). Dengan demikian
pendidikan tidak mengambil alih tanggung jawab, melainkan membantu dan
mendampingi peserta didik dalam proses perkembangan diri, penentuan sikap dan
pemilihan nilai-nilai yang akan diperjuangkannya.
Menanggapi tujuan dan makna dari nilai-nilai pendidikan tersebut di atas,
yayasan Pangudi Luhur mencanangkan sebuah rancangan pendidikan yang bukan
hanya menekankan pada perkembangan intelektual melainkan juga pembentukan
karakter dan budi pekerti peserta didik. Untuk mewujudkannya yayasan Pangudi
Luhur menambahkan pelajaran khas yayasan yaitu pelajaran Pendidikan
Kepangudiluhuran. Sering terdengar bahwa pendidikan dan proses pemilikan nilai
menurut Darminta, (2006:24) kenyataannya pembatinan nilai-nilai tetap terjadi
lewat sekolah, asrama, dan masyarakat, disadari atau tidak.
Pangudi Luhur merupakan sebuah yayasan yang berada di bawah naungan
kongregasi FIC dengan berfokus pada pendidikan dan pembinaan kaum muda.
Pendidikan menjadi karya kerasulan yang utama, di samping juga ada karya
sosial. Melalui karya-karya tersebut, Kongregasi FIC mengabdikan diri sebagai
tarekat aktif atau tarekat yang merasul. Karya kerasulan bidang pendidikan dan
sosial merupakan karya yang diwariskan oleh pendiri FIC yaitu Mgr. Ludovicus
Rutten dan sesama pendiri Bruder Bernardus Hoecken (bdk. Konstitusi FIC art. 7
dan 8).
Pendiri FIC meminta para anggotanya untuk menjaga warisan kongregasi.
Warisan tersebut merupakan kharisma yang dianugerahkan Allah. Meskipun
demikian para anggotanya juga diminta untuk tetap terbuka terhadap tanda-tanda
zaman dan terhadap Roh yang berhembus ke arah yang dikehendakinya. (bdk.
Konstitusi FIC, bagian Refleksi Dasar). Sehubungan dengan itu, tarekat FIC
dengan memperhatikan Refleksi Dasar tersebut, tetap mempunyai komitmen
terhadap warisan yang telah ada. Artinya sampai sekarang Tarekat mengutamakan
karya kerasulannya di bidang pendidikan dan pembinaan kristiani.
Pendidikan kepangudiluhuran adalah salah satu mata pelajaran muatan
lokal. Semua sekolah di bawah naungan Yayasan Pangudi Luhur wajib
menerapkan pelajaran Kepangudiluhuran. Adapun tujuan pendidikan
kepangudiluhuran tersebut adalah untuk menumbuhkan sikap batin peserta didik
hidupnya, serta memiliki kepedulian sosial dalam hidup bermasyarakat.
Pembelajaran Kepangudiluhuran juga bertujuan untuk membantu peserta didik
menemukan dan mewujudkan nilai-nilai universal yang diperjuangkan semua
orang beriman. Tujuan ini merujuk dari materi pembelajaran Kepangudiluhuran.
Proses pelaksanaan pendidikan kepangudiluhuran di SMP Pangudi Luhur
Yogyakarta, SMP Pangudi Luhur Sedayu, dan SMP Pangudi Luhur Moyudan
dilaksanakan dengan sistem klasikal seperti bidang studi lainnya; karena
pendidikan kepangudiluhuran dikemas dalam bentuk pelajaran di kelas yang
setara dengan Muatan Lokal. Perbedaan dengan bidang studi lainnya adalah
penekanannya di mana kepangudiluhuran lebih pada pembentukan iman dan
karakter peserta didik. Bila melihat perbedaannya dengan bidang studi lain, maka
penulis melihat bahwa sistem klasikal tidak begitu efektif dalam proses
pendidikan kepangudiluhuran. Perlu dicari metode dan terobosan baru agar proses
pendidikan kepangudiluhuran lebih efektif. Metode yang dapat diterapkan adalah
rekoleksi dan outbound. Materi yang sama diberikan dengan metode yang tepat
akan memberikan dampak yang baik bagi pembentukan karakter anak didik.
Materi kepangudiluhuran yang disampaikan berkaitan dengan sepuluh
keutamaan yang diwariskan oleh para pendiri kongregasi FIC sebagai
penyelenggara Yayasan Pangudi Luhur. Sepuluh Keutamaan yang disampaikan
kepada peserta didik meliputi: Rendah Hati, Teladan Baik, Mencintai Para Bruder,
Saleh, Sikap Bijaksana, Lembut Hati, Tabah Hati, Kebijaksanaan dan
Berpengetahuan, Semangat dan Keteguhan Hati, Percaya kepada Tuhan (Humbelt,
sesuai dengan tingkat pendidikan sehingga dapat diterima dan dipahami oleh
siswa/i. Dengan demikian, diharapkan para siswa mampu menginternalisasikan
dalam diri sebagai sikap hidupnya, terutama pembentukan karakter pribadi
sebagai manusia yang utuh, beriman dan bertakwa kepada Tuhan serta mencintai
sesama dalam hidup sehari-hari.
Harapan ini tertuang dalam Profil ”outcome” Yayasan Pangudi Luhur”
(Riyanto, 2004: 24), yakni; menjadi manusia merdeka, manusia yang berpribadi
utuh, manusia yang berpikir otentik dan bertindak aktif-positif, manusia yang
tangguh iman dan moralnya serta manusia yang sadar dan mampu membangun
hidup bersama.
Lulusan pendidikan Yayasan Pangudi Luhur mestinya menjadi
manusia-manusia yang merdeka dalam arti manusia-manusia yang merdeka baik secara fisik, mental
maupun secara rohani, yang pada akhirnya mengembangkan rasa merdeka dan
independen dalam hidupnya baik secara pribadi maupun dalam hidup sosialnya.
Manusia merdeka yang dimaksudkan adalah orang yang merdeka dalam
mengarungi hidup tanpa “disiksa” oleh banyaknya keinginan, bebas dari
perbudakan hawa nafsu, jujur dan iklas serta bebas dari kebohongan atau dusta.
Hidup manusia merdeka hanya bergantung pada Allah sumber segala kebebasan
manusia yang menggenggam segala kebutuhan manusia.
Pangudi luhur hendaknya tidak hanya menekankan perkembangan
intelektual atau nilai ujian akhir, tetapi juga memperhatikan perkembangan
pribadi secara lebih utuh. Manusia yang berkepribadian utuh adalah manusia yang
mampu menggunakan semua potensi dalam dirinya demi kesejahteraan diri
sendiri dan orang lain.
Sebagai bagian dari keutuhan manusia, ia juga harus mampu
mempergunakan pikirannya secara otentik dan bertindak secara lebih aktif-positif.
Berpikir otentik dan bertindak aktif berarti siswa perlu memiliki sikap dan
ketrampilan untuk mengakses informasi sekaligus mampu mengkaji dan
menyeleksi informasi yang berguna dalam proses pembelajaran dan
kehidupannya.
Dewasa ini banyak terjadi perubahan nilai-nilai dan benturan nilai-nilai.
Siswa hendaknya selalu di “tune in” kan pada nilai keutamaan dan universal.
Mereka perlu dilatih dan dibina untuk menjadi pribadi yang berbudi luhur serta
beriman yang tangguh, sekaligus menghargai dan menghormati keyakinan dan
perbedaan. Mereka memiliki integritas moral yang tinggi sehingga dapat menjadi
teladan dan penggerak budaya “berhati nurani”. Berkat ketangguhan iman dan
moral akan mempengaruhi kepribadian siswa Pangudi Luhur sampai mengalami
dan menyadari hidup bersama yang penuh persaudaraan, keramahan dan
keakraban, sekaligus disertai jiwa kemandirian dan kebebasan yang bertanggung
jawab untuk membentuk jiwa kewirausahaan yang tangguh.
Sejauh pengamatan penulis di beberapa SMP Pangudi Luhur di
Yogyakarta, pembelajaran Kepangudiluhuran terlaksana berdasarkan program
pembelajaran yang disusun oleh Tim Penulis buku Kepangudiluhuran. Model
pembelajaran kepangudiluhuran bersifat pendampingan iman yang diawali dengan
keteladanan hidup pendiri Kongregasi FIC, dan dilanjutkan dengan pendalaman
iman dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan reflektif. Selanjutnya siswa diajak
untuk membagikan hasil refleksinya dalam bentuk sharing bersama. Pada akhir
kegiatan guru membuat kesimpulan dan mengajak siswa untuk membuat aksi
nyata sebagai tanggapan atas materi pembelajaran yang bersangkutan. Kegiatan
ini dilaksanakan sebagai kegiatan rutinitas pada proses pembelajaran
kepangudiluhuran di kelas.
Komite sekolah dan orang tua siswa turut memberikan tanggapan positif
terhadap pelaksanaan pendidikan kepangudiluhuran di sekolah-sekolah yayasan
Pangudi Luhur dengan melihat kualitas lulusan yang mempunyai kompetensi
bukan hanya dalam hal intelektual, tetapi juga kepribadian yang utuh dan
seimbang. Pembentukan kepribadian siswa yang utuh dan seimbang menjadi
sangat penting sehingga dalam pendidikan kepangudiluhuran perlu ada usaha
peningkatan mutu dan kualitas melalui evaluasi pendidikan kepangudiluhuran
secara keseluruhan.
Dari fakta di lapangan yang penulis amati di SMP Pangudi Luhur
Yogyakarta, SMP Pangudi Luhur Sedayu, dan SMP Pangudi Luhur Moyudan
tanggapan siswa-siswi terhadap pelajaran kepangudiluhuran belum maksimal.
Bahkan sebagian besar siswa-siswi kurang bersemangat mengikuti pelajaran
kepangudiluhuran. Beberapa hal yang menjadi penyebab adalah: karena proses
pembelajaran yang monoton sehingga kurang menyentuh hati siswa-siswi. Di
samping itu kemasan materi kepangudiluhuran sudah tercakup dalam mata
pelajaran yang sama. Muncul kesan siswa-siswii bahwa pelajaran
kepangudiluhuran hanya mengulang pelajaran pendidikan agama meskipun ada
sedikit perbedaan karena kepangudiluhuran lebih mengarah kepada pengetahuan
dan spritualitas.
Beberapa alasan tersebut di atas menjadi alasan yang masuk akal apabila
sebagian dari siswa-siswi menjadi bosan dan kurang berminat terhadap pelajaran
kepengudiluhuran di samping alokasi yang disediakan dalam satu minggu hanya
satu jam pelajaran dengan durasi 35 menit. Kapasitas waktu 35 menit tentu saja
tidak cukup bila dibandingkan dengan isi materi kepangudiluhuran. Kapasitas
waktu yang terbatas mempengaruhi proses pelajaran yang tidak utuh.
Di sisi lain, siswa-siswi mengharapkan agar pendidikan kepangudiluhuran
semestinya diampu oleh seorang biarawan (Bruder) yang mempunyai wawasan
dan spiritualitas mendalam tentang kepangudiluhuran. Namun meskipun
pendidikan kepengudiluhuran diampu oleh guru, (awam) guru tersebut diberi
pembekalan secara khusus baik dalam hal wawasan tentang kepangudiluhuran dan
juga spiritualitas kongregasi FIC. Fakta yang terjadi adalah guru yang dipercaya
untuk mengampu pelajaran kepangudiluhuran tidak memiliki wawasan
spiritualitas kongregasi FIC. Dengan demikian baik guru maupun siswa belum
memahami dengan sungguh makna terdalam dari kepangudiluhuran yang
sesungguhnya sehingga hasilnya juga belum maksimal.
Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, sangat jelas persoalan yang
menjadi fokus dari penelitian penulisan ini adalah mengenai proses pembelajaran
Yogyakarta. Penulis akan mengadakan penelitian dan evaluasi terhadap proses
pelajaran kepangudiluhuran dengan judul “EVALUASI PENDIDIKAN
KEPANGUDILUHURAN DI SMP PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA,
SMP PANGUDI LUHUR SEDAYU DAN SMP PANGUDI LUHUR
MOYUDAN”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan permasalahan yang penulis uraikan dalam latar belakang
penulisan skripsi ini, maka dapat diindentifikasi sebagai berikut:
1. Apa itu pendidikan kepangudiluhuran?
2. Apa isi materi pendidikan kepangudiluhuran?
3. Bagaimana proses pendidikan kepangudiluhuran di SMP Pangudi Luhur
Yogyakarta, SMP Pangudi Luhur Sedayu dan SMP Pangudi Luhur Moyudan?
4. Bagaimana model pendampingan guru dalam menyampaikan materi
pendidikan kepangudiluhuran?
5. Bagaimana tanggapan siswa terhadap materi pendidikan kepangudiluhuran?
6. Bagaimana respon orang tua dan komite sekolah terhadap pendidikan
kepangudiluhuran?
C. Batasan Masalah
Berdasarkan masalah-masalah yang teridentifikasi di atas, maka secara
khusus penulis dalam penelitian ini, penulis membatasi pada masalah Evaluasi
dalam proses pendidikan, khususnya di SMP PL Yogyakarta, SMP Pangudi Luhur
Sedayu dan SMP Pangudi Luhur Moyudan.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan di atas, permasalahan yang akan dibahas
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pendidikan kepangudiluhuran di SMP Pangudi Luhur
Yogyakarta, SMP Pangudi Luhur Sedayu dan SMP Pangudi Luhur Moyudan.
2. Bagaimana hasil pendidikan kepangudiluhuran, baik aspek pengetahuan
maupun aspek penghayatan yaitu menjadi manusia merdeka, manusia yang
berpribadi utuh, tangguh iman dan moralnya serta manusia yang sadar dan
mampu membangun hidup bersama.
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui proses pendidikan kepangudiluhuran di SMP Pangudi
Luhur Yogyakarta, SMP Pangudi Luhur Sedayu dan SMP Pangudi Luhur
Moyudan.
2. Untuk mengukur pengetahuan siswa-siswi tentang nilai-nilai
kepangudiluhuran dan penghayatan siswa-siswi tentang nilai-nilai
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi pengembangan Yayasan Pengudi Luhur, penelitian diharapkan memberi
data yang pasti tentang pengetahuan siswa-siswi SMP Pangudi Luhur terhadap
pendidikan kepangudiluhuran. Data tersebut diharapkan menjadi dasar untuk
pengembangan program kepangudiluhuran.
2. Bagi pengembangan ilmu pendidikan di SMP Pangudi Luhur Yogyakarta,
SMP Pangudi Luhur Sedayu dan SMP Pangudi Luhur Moyudan, di harapkan
penelitian ini memberikan data perihal penghayatan nilai-nilai
kepangudiluhuran siswa-siswi dalam kehidupan sehari-hari.
3. Secara aplikatif, penelitian ini diharapkan memberikan gambaran bagi sekolah
yang menaung di bawah Yayasan Pangudi Luhur, serta sekolah katolik lainnya
untuk meningkatkan penerapan sebagai ciri sekolah katolik melalui
pendidikan kepangudiluhuran.
G. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskripsi anilitis dengan dukungan
data kuantitatif.
H. Sistematika penulisan
BAB I : pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi
masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
BAB II : berisi kajian pustaka yang akan menguraikan dua bagian pokok
yakni: bagian pertama akan membahas mengenai evaluasi pendidikan yang
mencakup pengertian pengukuran, penilaian dan evaluasi, tujuan evaluasi, obyek
dan subyek evaluasi dan alat-alat evaluasi. Bagian kedua menguraikan tentang
pendidikan kepangudiluhuran yang mencakup pengertian, tujuan pendidikan
kepangudiluhuran, dan nilai-nilai kepangudiluhuran.
BAB III : membahas mengenai metodologi penelitian yakni jenis
penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik
dan instrumen pengumpulan data dan teknik analisis data.
BAB IV : membahas tentang hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi, hasil
penelitian berdasarkan kuesioner, wawancara, dan temuan khusus melalui studi
dokumen, temuan umum melalui studi dokumen, pembahasan hasil penelitian,
refleksi kateketis dan keterbatasan penelitian.
BAB V : merupakan bagian penutup penulisan skripsi mengenai
BAB II
KAJIAN TEORITIK
Dalam bab ini, penulis akan memaparkan teori-teori yang mendukung
penelitian yaitu Evaluasi Pendidikan (A), yang meliputi pengertian evaluasi,
fungsi tujuan evaluasi pembelajaran, obyek dan subyek evaluasi dan alat-alat
evaluasi. Pendidikan Kepangudiluhuran (B), yang meliputi pengertian
kepangudiluhuran, tujuan kepangudiluhuran, nilai-nilai Kepangudiluhuran.
A. Evaluasi Pendidikan
1. Pengertian Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, evaluasi berarti penilaian
(KBBI, 1996:272). Sedangkan Evaluasi menurut Suharsimi Arikunto (1997: 1)
adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang
selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat
dalam mengambil keputusan. Evaluasi adalah proses untuk mengukur kadar
pencapaian tujuan. Ia lebih lanjut menjelaskan bahwa evaluasi yang bersinonim
dengan penilaian tidak sama konsepnya dengan pengukuran dan tes meskipun
ketiga konsep ini sering didapatkan ketika masalah evaluasi pendidikan
dibicarakan. Dikatakannya bahwa penilaian berkaitan dengan aspek kuantitatif
dan kualitatif, pengukuran berkaitan dengan aspek kuantitatif, sedangkan tes
hanya merupakan salah satu instrumen penilaian. Meskipun berbeda, ketiga
proses penentuan kuantitas suatu objek dengan memebandingkan antara alat ukur
dengan objek yang diukur.
Penilaian adalah proses penentuan kualitas suatu objek dengan
membandingkan antara hasil-hasil ukur dengan standart tertentu. Tes adalah alat
pengumpulan data yang dirancang khusus. Yang membedakannya dengan
evaluasi adalah bahwa evaluasi mencakup aspek kualitatif dan aspek kuanitatif.
Dengan demikian, evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana
untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan
hasilnya dibandingkan dengan suatu tolok ukur untuk memperoleh suatu
kesimpulan. Fungsi utama evaluasi adalah menelaah suatu objek atau keadaan
untuk mendapatkan informasi yang tepat sebagai dasar untuk pengambilan
keputusan.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi
pembelajaran adalah proses mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi
informasi secara sistematik untuk menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.
2. Penilaian Pendidikan
Penilaian pendidikan menurut Suharsimi Arikunto (1997: 3) adalah
kegiatan menilai yang terjadi dalam kegiatan pendidikan. Guru ataupun pengelola
pengajaran mengadakan penilaian dengan maksud melihat apakah usaha yang
dilakukan melampaui pengajaran sudah mencapai tujuan. Apabila sekolah
sebagai bahan mentah maka lulusan dari sekolah itu dapat disamakan dengan hasil
olahan yang sudah siap digunakan. Dalam istilah inovasi yang menggunakan
teknologi maka tempat pengolah ini disebut transformasi. Jika digambarkan
dalam bentuk diagram akan terlihat sebagai berikut:
1) Input
Input adalah bahan mentah yang dimasukkan ke dalam transformasi. Dalam
dunia sekolah maka yang dimaksud dengan bahan mentah adalah calon siswa
yang baru akan memasuki sekolah. Sebelum memasuki suatu tingkat sekolah
(institusi), calon siswa itu dinilai dulu kemampuannya. Dengan penilaian itu
ingin diketahui apakah kelak ia akan mampu mengikuti pelajaran dan
melaksanakan tugas-tugas yang akan diberikan kepadanya.
2) Output
Output adalah bahan jadi yang dihasilkan oleh transformasi. Yang dimaksud
dalam hal ini adalah siswa lulusan sekolah yang bersangkutan. Untuk dapat
menentukan apakah seorang siswa berhak lulus atau tidak, perlu diadakan
kegiatan penilaian.
3) Transformasi
Transformasi adalah mesin yang bertugas mengubah bahan mentah menjadi
transformasi. Sekolah itu sendiri terdiri dari beberapa mesin yang
menyebabkan berhasil atau gagalnya sebagai transformasi. Bahan jadi yang
diharapkan, yang dalam hal ini siswa lulusan sekolah ditentukan oleh
beberapa faktor sebagai akibat bekerjanya unsur-unsur yang ada.
Unsur-unsur transformasi sekolah tersebut antara lain:
1) Guru dan personal lainnya
2) Bahan pelajaran
3) Metode mengajar dan sistem evaluasi
4) Sarana penunjang
5) Sistem administrasi.
Umpan balik (feed back) adalah segala informasi baik yang menyangkut
output maupun transformasi. Umpan balik ini diperlukan untuk memperbaiki
input maupun transformasi.
3. Fungsi dan Tujuan Evaluasi Pembelajaran
a. Fungsi evaluasi
Fungsi evaluasi pembelajaran menurut Sugiyono (2006: 12) sangat
diperlukan dalam pendidikan antara lain untuk memberi informasi.
Imformasi-informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk:
1) Memberikan landasan untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang telah dicapai
oleh peserta didiknya.
2) Memberikan informasi yang sangat berguna untuk mengetahui posisi peserta
3) Memberikan bahan yang penting untuk memilih dan kemudian menetapkan
status peserta didik.
4) Memberikan pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar bagi
peserta didik yang memang memerlukannya.
5) Memberikan petunjuk tentang sejauh manakah program pengajaran yang telah
ditentukan telah dapat dicapai.
6) Membuat kebijaksanaan dan keputusan.
7) Menilai hasil yang dicapai para pelajar.
8) Menilai kurikulum.
9) Memperbaiki materi dan program pendidikan.
b. Tujuan evaluasi
Tujuan umum evaluasi pembelajaran adalah untuk menghimpun
bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf
perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para peserta didik setelah
mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu, mengetahui
tingkat efektivitas dari metode-metode pembelajaran yang telah dipergunakan
dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu. Serta menghimpun
informasi yang dijadikan dasar untuk mengetahui taraf kemajuan, taraf
perkembangan, atau taraf pencapaian kegiatan belajar siswa.
c. Tujuan khusus evaluasi pembelajaran adalah :
1) Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program
pendidikan
2) Untuk mencari dan menemukan faktor penyebab keberhasilan dan
ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan
sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara perbaikannya.
3) Mengetahui kemajuan belajar siswa
4) Mengetahui potensi yang dimiliki siswa
5) Mengetahui hasil belajar siswa
6) Mengadakan seleksi
7) Mengetahui kelemahan atau kesulitan belajar siswa
8) Memberi bantuan dalam pengelompokan siswa
9) Memberikan bantuan dalam pemilihan jurursan
10) Memberikan bantuan dalam kegiatan belajar siswa
11) Memberikan motivasi belajar
12) Mengetahui efektifitas mengajar guru
13) Mengetahui efisiensi mengajar guru
14) Memberikan data untuk penelitian dan pengembangan pembelajaran
4. Obiek dan Subiek Evaluasi
a. Obiek Evaluasi
Obiek atau sasaran penilaian menurut Suharsimi Arikunto (1997: 18)
menginginkan informasi tentang sesuatu tersebut. Dalam penulisan ini proses dan
hasil pendidikan kepangudiluhuran yang diukur.
b. Subiek Evaluasi
Subiek evaluasi dalam penulisan ini adalah siswa kelas IX SMP Pangudi
Luhur Yogyakarta, SMP Pangudi Luhur Sedayu dan SMP Pangudi Luhur
Moyudan.
5. Alat-alat Evaluasi
a. Teknik Non Tes
Yang tergolong teknik non tes adalah:
1) Skala bertingkat (rating scale)
2) Kuesioner (questionair)
3) Daftar cocok (check-list)
4) Wawancara (interview)
5) Pengamatan (observation)
6) Riwayat hidup
b. Teknik Tes
Tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan obyektif untuk
memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang
seseorang dengan cara yang boleh dikatakan cepat dan tepat. Dalam bukunya
mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seseorang murid
atau kelompok murid”.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik non tes. Teknik non tes
yang dipilih yaitu:
1) Kuesioner (questionair) tertutup adalah kuesioner yang disusun dengan
menyediakan pilihan jawaban lengkap sehingga pengisi hanya tinggal
memberi tanda pada jawaban yang dipilih (Suharsimi Arikunto, 1997: 25).
2) Wawancara (interview). Wawancara atau intervieu adalah suatu metode atau
cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan
jalan Tanya jawab sepihak. Dikatakan sepihak karena dalam wawancara ini
responden diberi kesempatan sama sekali untuk mengajukan pertanyaan.
Pertanyaan hanya diajukan oleh subiek evaluasi (Suharsimi Arikunto, 1997:
27). Wawancara dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
wawancara bebas, dimana responden mempunyai kebebasan untuk
mengutarakan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah
dibuat oleh subyek evaluasi.
B. Pendidikan Kepangudiluhuran
1. Pengertian Kepangudiluhuran
Kepangudiluhuran asal kata dari pangudi luhur. Pangudi, artinya suatu
usaha atau ikhtiar untuk mencapai sesuatu. Luhur, artinya mulia atau luhur.
Pendidikan kepangudiluhuran selalu menjunjung ajaran-ajaran luhur yang
menjadi pribadi yang berkualitas tinggi, cerdas, berwatak dan berbudi pekerti,
sehat jasmani serta rohani, dan memiliki cinta kasih dengan dijiwai semangat
dasar Yesus Kristus.
Pendidikan kepangudiluhuran adalah pendidikan nilai-nilai yang
diwariskan oleh para pendiri kongregasi FIC dan sebagai cikal bakal Yayasan
Pangudi Luhur. Wahana (2004:51) mengutip pendapat Max Scheler, nilai
merupakan kualitas yang tidak tergantung pada pembawanya, merupakan kualitas
apriori (yang telah dapat dirasakan manusia tanpa melalui pengalaman indrawi
terlebih dahulu). Tidak tergantungnya kualitas tersebut tidak hanya pada objek
yang ada di dunia ini (misalnya lukisan, patung, tindakan manusia, dan
sebagainya), melainkan juga tidak tergantung pada reaksi kita terhadap kualitas
tersebut. “Meskipun pembunuh tidak pernah dinyatakan sebagai jahat, namun
akan tetap sebagai jahat. Dan meskipun „yang baik‟ tidak pernah dimengerti
sebagai baik, namun tetap merupakan yang baik”.
Nilai merupakan kualitas yang tidak tergantung dan tidak berubah seiring
dengan perubahan barang. Tidak tergantungnya nilai mengandung arti juga bahwa
nilai tidak dapat berubah. Nilai bersifat absolut, tidak dipersyaratakan oleh suatu
tindakan, tidak memandang keberadaan alamiahnya, baik historis, sosial, biologis
ataupun individu murni. Hanya pengetahuan kita tentang nilai bersifat relatif,
sedangkan nilai itu sendiri tidak relatif.
Peranan nilai bagi manusia; nilai memiliki peranan sebgai daya tarik serta
dasar bagi tindakan manusia, serta mendorong manusia untuk mewujudkan
sebagai pendorong dan pengarah bagi pembentukan diri manusia melalui
tindakan-tindaknnya.
Menurut Darminta (2006:24) nilai berarti sesuatu yang penting dan
berharga, di mana orang rela menderita, mengorbankan yang lain, membela, dan
bahkan rela mati demi nilai tersebut. nilai memberi arti atau tujuan dan arah
hidup. Nilai menyediakan motivasi-motivasi. Nilai memberikan arah perjalanan,
seperti rel kereta api, agar tidak lepas dari jalur perjalanan.
Nilai-nilai bergerak berlandaskan tiga tempat pijakan. Pertama, nilai-nilai
bergerak di kepala. Di situ orang bisa menangkap bahwa sesuatu layak dan
dengan demikian, secara intelektual yakin atas layak dan pentingnya sesuatu itu.
Kedua, nilai-nilai perlu mendarat di hati. Orang sendiri tidak hanya menangkap
bahwa sesuatu layak dan penting untuk dimiliki, tetapi hati perlu juga dikenai dan
dipengaruhi oleh nilai-nilai. Di mana hartamu berada di situ hatimu berada (Luk
12:34). Ketiga, nilai harus mendarat di tangan. Jika seluruh pribadi terlibat pada
nilai yang diyakini, otak dan hati, maka nilai akan mengantar orang pada
keputusan dan tindakan. Dengan demikian, nilai-nilai penggerak utama dalam
hidup kita karena nilai memberi kepastian arah untuk bertindak. Singkatnya, nilai
tidak hanya sesuatu yang kita percayai, tetapi juga kenyataan yang kita pilih dan
kemudian kita laksanakan.
2. Tujuan Kepangudiluhuran
Pendidikan yang benar adalah suatu usaha pembinaan pribadi manusia
sendiri) dan sekaligus untuk kepentingan masyarakat (perilaku hubungan dengan
diri sendiri, keluarga, masyarakat dan alam sekitarnya). Secara singkat dikatakan
bahwa pendidikan nilai adalah suatu proses di mana seseorang menemukan
maknanya sebagai pribadi pada saat di mana nilai-nilai tertentu memberikan arti
pada jalan hidupnya. Proses ini menyangkut “perjalanan menuju ke kedalaman
diri sendiri”, menyentuh bagian-bagian terdalam diri manusia, seperti daya
refleksi, introspeksi, analisa dan kemampuan menemukan diri sendiri dan betapa
besar harga dirinya. Pendidikan nilai menyangkut ranah daya cipta, rasa, dan
karsa, menyentuh seluruh pengalaman seseorang. Theo (2004) dalam bukunya
yang berjudul: “Idealisme dan Praksis Pendidikan Pangudi Luhur” menguraikan
tujuan Kepangudiluhuran sebagai berikut:
a. Menumbuhkan sikap batin peserta didik agar mampu melihat kebaikan Tuhan
dalam diri sendiri, sesama dan lingkungan hidupnya, sehingga mereka
memiliki kepedulian sosial dalam hidup bermasyarakat.
b. Membantu peserta didik menemukan dan mewujudkan nilai-nilai yang
diperjuangkan semua orang beriman.
3. Nilai-nilai Kepangudiluhuran
a. Percaya kepada Tuhan
1) Iman yang Menyelamatkan
Dalam kehidupan sehari-hari makna iman diidentikkan dengan “sikap
percaya”. Sepintas kedua pengertian itu tampak mempunyai arti yang sama. Pada
manusia yang mempercayai segala sesuatu sebab dianggapnya bertuah, keramat
dan memiliki suatu khasiat. Itu sebabnya dengan sikap “percaya” seseorang dapat
menyembah suatu benda, patung, pohon atau dongeng yang diwariskan secara
turun-temurun (Sugi, 2011: 6).
Sikap percaya memberi tempat yang begitu besar pada sikap subyektif
manusia sehingga mendorong seseorang untuk bersikap irasional dan memercayai
berbagai dongeng atau hal-hal yang sebenarnya tidak patut dipercayai. Sikap
percaya memungkin manusia untuk percaya kepada takhayul sehingga
melumpuhkan akal budi dan hati nuraninya untuk memuliakan Allah selaku
pencipta dan penyelamat hidup. Justru sikap iman senantiasa mendorong dan
memampukan setiap orang yang percaya agar membebaskan diri dari setiap sikap
irasional dan dongeng (Sugi, 2011: 6).
St. Petrus menyatakan “sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng
isapan jempol manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dan
kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai Raja, tetapi kami adalah saksi mata
dari kebesaran-Nya” (2 Ptr 1:16). Kesaksian Kitab Suci secara sadar menegaskan
pemberitaan para nabi dan rasul didasari oleh kebenaran yang dapat
dipertanggungjawabkan, suatu kebenaran yang lahir dari pernyataan Allah dan
bukan hasil dari dugaan atau dongeng. Apabila sikap “percaya” menuntun
manusia kearah kegelapan maka sebaliknya sikap “iman” justru mampu
membebaskan dan menyelamatkan manusia dari kuasa kegelapan sehingga
mereka memperoleh jalan hidup.
Indikator:
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka indikator yang mau dicapai
dalam pendidikan kepangudiluhuran tentang percaya kepada Tuhan adalah:
a) Menjelaskan arti sikap percaya kepada Tuhan berdasar Kitab Suci.
b) Menjelaskan sikap percaya yang dimiliki Br. Bernardus Hoecken sebagai
jalan menuju keselamatan Kristiani.
c) Meneladan sikap percaya yang dimiliki Br. Bernardus Hoecken dalam
kehidupan sehari-hari.
2) Allah yang Murah Hati
Untuk memperoleh keselamatan dan hidup bahagia di dunia, perlulah
setiap orang percaya kepada Tuhan. Hal itu juga berlaku bagi pemimpin tarekat
atau komunitas, yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rohani dan jasmnai
para brudernya. Tentulah tugas ini amat berat, sukar, dan kurang menyenangkan;
orang yang paling tabah pun akan mundur ketakutan, jika ia tidak boleh
mengharapkan pertolongan dari surga.
Dua orang pemimpin seperti Mgr. Ludovicus Rutten pendiri Kongregasi
FIC dan Br. Bernardus Hoecken sebagai bruder pertama di kongregasi FIC adalah
figur pemimpin menjadi teladan. Mereka berdua adalah gembala atau pemimpin
yang dengan setia dan penuh kasih mengantar para bruder kepada sikap percaya
sebagai jalan menuju keselamatan rohani. Mereka adalah dua karakter yang
menjalankan perutusan dengan kasih, setia, bersemangat, dan bertanggung jawab.
dalam pribadi Yesus Kristus. Oleh karena itu karya perutusannya berkembang
tidak hanya di kota Maastricht saja. (Sugi, 2011: 12).
Br. Bernardus Hoecken ketika menghadapi masalah-masalah pada
permulaan kongregasi seperti kekurangan calon bruder, dia berdoa kepada Tuhan
dan mempercayakan segala masalah tersebut kepada Tuhan. Berkat semangat,
ketekunan, dan menyerahkannya kepada Tuhan serta mohon perantaraan kepada
Bunda Maria, akhirnya semua masalah tersebut dapat diatasi. Buktinya justru
perkembangan sekolah-sekolah yang didirikan tidak hanya di kota Maastricht
tetapi sampai ke berbagai negara, seperti Indonesia. Tanpa iman, tidak akan
terjadi mukjizat. Karena rasa percaya kita pada Tuhan (iman) itulah yang
mendatangkan mukjizat. Kisah dalam Injil Lukas 8:22-25 menggambarkan
bagaimana Yesus menegur para murid yang kurang beriman, mereka menjadi
kuatir dan ketakutan ketika mereka dihadapkan dengan persoalan yaitu angin dan
taufan yang menimpa perahu mereka, pada hal Yesus ada bersama mereka.
Lukas 8:22-25, “pada suatu hari Yesus naik ke dalam perahu bersama-sama dengan murid-murid-Nya, dan Ia berkata kepada mereka: "Marilah kita bertolak ke seberang danau." Lalu bertolaklah mereka. Dan ketika mereka sedang berlayar, Yesus tertidur. Sekonyong-konyong turunlah taufan ke danau, sehingga perahu itu kemasukan air dan mereka berada dalam bahaya. Maka datanglah murid-murid-Nya membangunkan Dia, katanya: "Guru, Guru, kita binasa!" Ia pun bangun, lalu menghardik angin dan air yang mengamuk itu. Dan angin dan air itu pun reda dan danau itu menjadi teduh. Lalu kata-Nya kepada mereka: "Di manakah kepercayaanmu?" Maka takutlah mereka dan heran, lalu berkata seorang kepada yang lain: "Siapa gerangan orang ini, sehingga Ia memberi perintah kepada angin dan air dan mereka taat kepada-Nya?"
Indikator:
b) Menjelaskan kasih Allah yang dialami oleh Mgr. Ludovicus Rutten dan
Br. Bernardus Hoecken dalam hidupnya.
c) Meneladan sikap percaya Mgr. Ludovicus Rutten dan Br. Bernardus
Hoecken dalam kehidupan sehari-hari.
d) Meneladan ketabahan dan kesabaran yang ditunjukkan Mgr. Ludovicus
Rutten dan Br. Bernardus Hoecken dalam kehidupan sehari-hari.
b. Rendah Hati
1) Melayani Dengan Rendah Hati
Di zaman sekarang ini banyak orang cendrung hidup secara individu,
tertutup, angkuh bahkan sombong. Situasi seperti ini menjadikan orang tidak
peduli terhadap sesamanya. Orang tidak mengerti akan tanggungjawab sosialnya,
yaitu ikut berperan serta bertanggungjawab memperhatikan orang lain. Biasanya
orang justru lebih mudah menyalahkan orang miskin, menderita, dan bersalah.
Orang yang bersikap rendah hati pada dasarnya tidak mencari pujian,
tetapi lebih mendasari tindakanya pada keiklasan hati untuk mengasihi sesama.
orang yang rendah hati memiliki sifat peduli terhadap orang lain, mengingat jasa
atau pertolongan yang pernah diterima meski sekecil apapun. Orang yang rendah
hati tidak mementingkan diri melainkan memperhatikan kepentingan orang lain
(Sugi, 2011: 23).
Dalam Kitab Suci ditegaskan “Barang siapa ingin menjadi yang terbesar di
antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu” (Mat 23:11). “Aku datang bukan
supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Mat
20:27-28). Demikianlah manusia harus semakin dapat merendahkan diri, agar
Tuhan disadari selalu hadir dalam kehidupannya. Allah menentang orang yang
congkak tetapi mengasihi orang yang rendah hati karena Ia sendiri adalah rendah
hati. Ia berjalan dengan orang yang rendah hati karena memiliki kemauan
membuka diri terhadap semua ajaran-Nya.
Konstitusi FIC art. 12 tentang Maria, Maria menjadi inspirator kerendahan
hati bagi bruder-bruder FIC. Dijelaskan bahwa Santa Perawan Maria adalah
pelindung Kongregasi para bruder Santa Perawan Maria yang Tak Bernoda
(Fratres Immaculatae Conseptionis-FIC). Para bruder berbahagia menempatkan
Maria sebagai inspirasi dalam meningkatkan semangat kerendahan hati.
Kehidupan Maria sepenuhnya dibaktikan bagi pelayanan terhadap Putranya. Ia
memandang dirinya sebagai hamba yang hina dina, yang mengalami bahwa Tuhan
mengerjakan karya agung dalam dirinya. Di dalam kidung magnificatnya,
terungkap perhatian utamanya terhadap yang miskin dan berkekurangan, dan
kerinduannya terhadap keadilan dan kebenaran.
Indikator:
a) Menjelaskan sikap kerendahan hati dalam melayani dari Br. Bernardus
Hoecken.
b) Menjelaskan pandangan Kristiani tentang sikap rendah hati dalam
melayani berdasarkan Kitab Suci.
2) Maria Teladan Kerendahan Hati Bagi Manusia
Gereja sejak awal mengakui peranan Bunda Maria dalam keseluruhan tata
keselamatan. Karya keselamatan Allah dilaksanakan dalam dan melalui Yesus
Kristus, dengan mengiktutsertakan Maria dalam karya keselamatan itu. Maria
mulai berperan ketika menyatakan kesiap sediaan dan ketaatannya kepada
kehendak Allah untuk mengandung Yesus Putera-Nya (bdk. Luk 1:26-28). Maria
mendengarkan, dan percaya. Percaya dinyatakan dengan:
a) Menjadi hamba Tuhan
b) Melayani/memercayai
c) Mewujudkan Sabda Allah dalam hidupnya
Sejak awal perjalanannya menjadi bunda Yesus, Maria mengalami
tantangan iman yang berat (bdk. Luk 2:33 – 35), “ … suatu pedang akan
menembus jiwamu sendiri, supaya menjadi nyata pikiran dan hati banyak orang”
(ay. 35). Pengujian kesetiaan Maria berpuncak pada peristiwa jalan salib Yesus. Ia
tak tergoyahkan. Ia setia menemani Putranya dalam jalan salib-Nya. Maria
semakin mewujudkan kesetiaannya dengan rendah hati. Ia bersedia menjadi ibu
bagi para rasul, yang menjadi cikal bakal Gereja. dengan demikian Maria sudah
sejak awal menjadi bunda Gereja. keagungan pribadi Maria yang begitu rendah
hati dihayati oleh Gereja, itulah sebabnya Gereja memberi banyak gelar
kepadanya. Walapun demikian Gereja selalu mengingatkan agar umat
menempatkan Maria secara proposional. Devosi kepada Maria tidak berdiri
sendiri, melainkan harus ditempatkan dalam konteks Yesus Kristus sebagai
Dalam konstitusi FIC art. 12 tentang Maria, dijelaskan Santa Perawan
Maria adalah pelindung Kongregasi para Bruder Santa Perawan Maria yang
Terkandung Tak Bernoda (Fratres Immaculatae Conceptionis – FIC). Para Bruder
berbahagia menempatkan hidupnya di bawah perlindungannya yang istimewa.
Kehidupan Maria sepenuhnya dibaktikan bagi pelayanan Putranya. Ia memandang
dirinya sebagai hamba yang hina dina, yang mengalami bahwa Tuhan
mengerjakan karya Agung dalam dirinya. Di dalam Kidung Magnificatnya, dan
kerinduannya terhadap keadilan dan kebenaran. Dia adalah Ibu semua orang
beriman. Melalui semua keraguan dan ketidakpastiannya, ia tetap setia terhadap
Putranya, bahkan sampai di Kalvari. Oleh karna itu semua bangsa menyebut dia
berbahagia.
Indikator :
a) Memahami Maria sebagai teladan kerendahan hati bagi manusia melalui
Kitab Suci.
b) Menjelaskan Maria sebagai teladan kerendahan hati bagi manusia
melalui Br. Bernardus Hoecken.
c) Meneladan sikap kerendahan hati Maria.
3) Sikap rendah hati untuk menghargai nilai kerja
Pepatah mengatakan Ora et Labora, (St.Benekdiktus dari ordo
Benekdiktin) bekerja dan berdoa. Dengan bekerja orang beriman mewujudkan
dengan keringat, rasa lelah atau capek, tetapi tetap memberikan kepuasan batin
dan kebahagiaan (Sugi, 2011: 31).
Orang harus bekerja, karena dengan bekerja orang dapat mempertahankan
hidup (kebutuhan dasar). Dengan bekerja orang memuliakan Allah (bdk. Yoh
5:17, aspek religius). Dengan bekerja orang merasa berbahagia karena
mengembangkan potensi-potensi dirinya (aspek psikologis) Dengan bekerja
orang dapat berjasa dengan orang lain (aspek sosial, Sugi, 2011: 31).
Dalam ajaran Gereja Gaudium et Spes no.34 dan 35 di jelaskan bahwa
sebagai orang beriman menyadari Tuhan memanggil manusia untuk bekerja.
Bekerja merupakan sebuah panggilan dari Tuhan untuk ikut serta dalam karya
penciptaan-Nya. Nilai kerja yang sesungguhnya terletak pada faktor-faktor yang
tidak selalu ekonomis, seperti menemukan harga diri, sosial, pengembangan diri,
demi kesejahteraan sesama, dan ikut ambil bagian dalam karya Tuhan. Maka
pekerjaan apapun bentuknya sungguh bernilai dihadapan-Nya, apabila dalam
bekerja kita menghadapinya dengan penuh syukur, sikap rendah hati dan
menghargai pekerjaan itu.
Demikian juga dalam konstitusi FIC art 5, no. 76 dan 77, dijelaskan bahwa
Bruder sepenuhnya membaktikan diri demi pelayanan kepada Allah dan demi
pelayanan kepada kedatang Kerajaan-Nya. Dalam kasih, para Bruder
membaktikan dirinya kepada Dia yang penug kasih. Dalam Dia, para Bruder
membaktikan dirinya seorang kepada yang lain dan kepada semua orang. Para
Bruder mengungkapkan pembaktian ini dalam keseluruhan hidupnya. Mereka
untuk hidup menurut Triprasetia : Ketaatan, Kemiskinan, dan hidup Wadat demi
Kerajaan Allah.
Indikator :
a) Menjelaskan sikap rendah hati diperlukan untuk menghargai nilai kerja
melalui Kitab Suci.
b) Memahami sikap rendah hati diperlukan untuk menghargai nilai kerja
melalui Br.Bernardus Hoecken.
c) Meneladan sikap rendah hati Br. Bernardus Hoecken untuk menghargai
nilai kerja dalam kehidupan sehari-hari.
c. Semangat dan Keteguhan hati
1) Penyerahan Diri Jalan Memperoleh Kekuatan Keteguhan Hati
Globalisasi adalah perubahan yang terjadi di dunia ini akibat dari
penemuan-penemuan modern sehingga seolah-olah dunia yang luas ini menjadi
sedemikian sempitnya. Hal ini membawa perubahan yang besar dalam kehidupan
masyarakat. Di satu sisi globalisai telah memberikan kemungkinan untuk
membangun kesatuan secara lebih luas. Di sisi lain globalisasi telah memberikan
berbagai tawaran atau pilihan yang beragam. Hal ini memberikan kesulitan pada
semua orang terlebih generasi muda yang masih mencari jati diri. proses mencari
jati diri ini menyebabkan generasi muda mudah berubah dalam pilihan-pilihan
hidup. Oleh karena itu generasi muda memerlukan teladan pribadi yang memiliki
keteguhan hati dalam hidup. Mereka perlu melatih diri untuk membuat
Dalam Injil Mat 16:24 Yesus berkata kepada murid-muridNya: Orang
yang mau mengikuti Aku, harus melupakan kepentingan sendiri, memikul
salibnya, dan terus mengikuti Aku. Firman ini menunjukkan bahwa Yesus
memberikan persyaratan kepada manusia kalau ingin mengikuti Yesus, manusia
harus rela dan mau meninggalkan segala sesuatu yang menghambat
hubungannnya dengan Tuhan.
Indikator:
a) Menjelaskan arti penyerahan diri.
b) Meneladan sikap penyerahan diri Br. Bernardus Hoecken.
2) Sikap Keteguhan Hati Di Bangun Melalui Kewaspadaan
Waspada berarti orang selalu bersikap berjaga-jaga menghadapi segala
kemungkinan yang akan terjadi. Sadar akan yang dihadapi meskipun belum jelas
jalan keluarnya. Dalam Injil Lukas 12:35-37, pelayan yang siap selau selau
berjaga-jaga setiap hal. Berpakaian dan lampu tetap bernyala sama seperti pelayan
yang sedang siap menunggu tuannya kembali dari pesta kawin. Kalau tuan itu
kembali dan mengetuk pintu, mereka akan segera membuka pintu. Alangkah
untungnya pelayan-pelayan yang kedapatan sedang menunggu pada waktu
tuannya datang. Maka dalam menghadapi hidup pada era globalisasi dibutuhkan
sikap waspada atau bertindak berhati-hati untuk berani memilih dan menetukan
hal-hal yang baik dan meninggalkan yang kurang baik. Untuk bisa sampai proses
memilih hal yang baik serta meniggalkan yang kurang baik membutuhkan
Indikator :
a) Menjelaskan sikap waspada yang dihidupi Br. Bernardus Hoecken dan
Mgr.Ludovicus Rutten.
b) Menjelaskan pengalaman bersikap waspada sangat perlu dalam kehidupan
sehari-hari.
c) Meneladan sikap waspada yang dihidupi Br. Bernardus Hoecken dan
Mgr.Ludovicus Rutten.
d. Kebijaksanaan dan berpengetahuan
1) Menjadi Manusia Pendoa
Doa suatu sarana komunikasi kasih antara manusia dan Allah. Menjadi
manusia pendoa berarti mau menyediakan waktu dan tempat untuk selalu
membangun kedekatan hati dengan Allah. Baginya doa merupakan nafas
kehidupan sehari-hari. Melalui doa, seseorang dimampukan untuk mendengarkan
kebenaran dan hidup batin yang mendalam (Sugi, 2011: 48).
Orang yang bijaksana adalah orang yang cerdas dalam artian mampu
membedakan hal yang baik dari hal yang buruk (I Raj 3:9). Ia dapat memberikan
alternatif-alternatif sebagai jalan ke luar. Orang yang bijaksana orang yang terus
belajar dan terus menangkap jalan-jalan Tuhan. Jalan Tuhan dibacanya melalui
tanda-tanda yang terjadi setiap harinya.
Indikator:
a) Menjelaskan cara mencapai kebijaksanaan dan berpengetahuan Br.
b) Menjelaskan makna doa dalam kehidupan sehari-hari.
c) Meneladan kehidupan doa Br. Bernardus Hoecken.
d) Meneladan tindakan bijaksana dan berpengetahuan dalam kehidupan
Br.Bernardus Hoecken.
e. Sikap Bijaksana
1) Menjadi Insan Pembelajar
Menjadi manusia pembelajar merupakan hak setiap orang, dan yang
bersedia menerima tanggung jawab untuk melakukan dua hal penting yakni :
a) Berusaha mengenali dirinya, potensi dan bakat-bakat yang muncul,
b) Berusaha sekuat tenaga untuk mengaktualisasikan potensinya itu,
mengekspresikan dan menyatakan dirinya sepenuhnya, dengan cara menjadi
dirinya sendiri (Sugi, 2011: 54).
Dalam kontitusi FIC dijelaskan “kita harus berkembang menjadi orang
yang sungguh-sungguh dewasa dan kaya secara rohani. Kita akan menjadi
semakin berarti bagi persekutuan persaudaraan kita. Kita bersedia mendengarkan
orang lain dan menerima pertolongan mereka; kita hendaknya menghargai orang
lain, meskipun dalam kenyataan mereka berbeda dari kita.” Ditegaskan pula
bahwa orang bijaksana ialah orang yang terus belajar dan terus menanggapi
jalan-jalan Tuhan.
Indikator :
b) Menjelaskan kebijaksanaan dan berpengetahuan memerlukan sikap
mendekatkan diri pada Tuhan.
c) Meneladan Mgr.Ludovicus Rutten dan Br.Bernardus Hoecken dalam
bersikap bijaksana melalui usaha mereka menjadi insan pembelajar.
2) Sikap Bijaksana Merupakan Perwujudan Iman
Seorang yang bijaksana mengenal kesucian Tuhan Allah dan takut akan
Dia. Seorang yang bijaksana mengetahui bagaimana menggunakan waktu secara
tepat untuk memuliakan Tuhan. Seorang yang mengenal Tuhan mengetahui
bahwa kehidupan nyatanya harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan Allah
yang kekal (Sugi, 2011: 59).
Santo Yakobus mengatakan, “kebijakan adalah rahmat Allah yang harus
dimohon dalam doa dan dilatih dalam suasana doa”. Bruder Bernardus Hoecken
dalam segala hal meskipun sangat kecil kepentingannya terlebih dahulu tetap
memohon nasihat dan pertolongan kepada Tuhan dan Bunda Maria, sebagai
pelindung kongregasi.
Maria adalah seorang tokoh Kitab Suci Perjanjian Baru (PB) yang
keberadaanya sangat diakui dan dihormati dalam Gereja katolik. Pengakuan dan
penghormatan itu diberikan bukan sebatas karena Maria sebagai ibu Yesus tetapi
juga cara hidup berimannya. Sikap bijaksana sungguh hidup dan menyatu dalam
pribadi Maria. Ia sungguh cermat dan mengetahui secara baik segala kebutuhan
dan perutusan Yesus. Maka sebagai ibu, Maria tidak banyak menuntut perlakuan
seluas-luasnya kepada Yesus untuk mewujudkan tugas dan perutusan-Nya. Maria, karena
ketulusan dan belaskasihnya ia berani meminta Yesus untuk melakukan sesuatu
demi memenuhi kebutuhan orang lain, (Yoh 2:1-11) walaupun ia sadar belum
waktunya bagi Yesus melakukan itu. Demikianlah Maria menunjukkan sikap
bijaksana dalam hidupnya (Sugi, 2011: 59).
Indikator:
a) Menjelaskan sikap bijaksana sebagai salah satu keutamaan hidup Kristiani.
b) Menjelaskan sikap bijaksana Maria yang reflektif.
c) Meneladan sikap bijaksana Br. Bernardus Hoecken.
3) Kerjasama Dalam Komunitas
Mgr. Ludovicus Rutten dan Br.Bernardus Hoecken mempunyai pandangan
hidup yang berbeda. Oleh karena itu mereka kadang kala mempunyai pendapat
yang berbeda pula dalam cara membentuk religius muda yang mereka damping.
Meskipun demikian perbedaan itu tidak mengurangi persahabatan mereka, sebab
mereka dengan sikap rendah hati tidak bermaksud mempertahankan pendapat dan
keyakinan pribadinya. Perbedaan itu terjadi karena sama-sama berbakti kepada
Tuhan dengan melayani sesama.
Dalam 1 Kor 12:12-26, dikatakn tubuh itu satu dan mempunya
anggota-anggota banyak. Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota-anggota, melainkan atas
banyak anggota. Allah telah memberikan tugas kepada masing-masing anggota ,
secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya. Kepada anggota-anggota tubuh
terhadap anggota-anggoa kita yang tidak elok, kita berikan perhatian khusus
supaya jangan tejadi perpecahan dalam tubuh. Anggota-anggota yang berbeda itu
saling memperhatikan. Karna itu bila satu anggota menderita, semua turut
menderita, jika satu anggota di hormati semua anggota turut bersuka cita.(Sugi,
2011:64).
Indikator :
a) Memberikan penjelasan orang yang bijaksana selalu bisa bekerjasama
dalam komunitas.
b) Meneladan kerjasama dalam komunitas dari Br.Bernardus Hoecken dan
Mgr.Lidovicus Rutten
f. Sikap Saleh
1) Doa Yang Mengubah
Perkembangan pengetahuan dan teknologi berkat daya rasional manusia
sering dituding sebagai penyebab lunturnya kehidupan rohani. Orang menjadi
kurang peduli dengan hal-hal rohani seperti doa-doa pribadi. Praktik kehidupan
doa mulai banyak tidak mendapatkan perhatian dan tempat dalam hati. Kerelaan
seseorang untuk berdoa menjadi berkurang karena ada tuntutan yang dianggap
lebih penting dalam hidupnya (Sugi, 2011: 69).
Peranan doa dalam kehidupan beriman tetaplah penting, baik bagi diri
sendiri maupun orang lain. Doa memiliki aspek sosial. Banyak peristiwa dalam
Kitab Suci yang menunjukkan betapa kuatnya doa, yang dapat menyelamatkan.
perwira yaitu menyembuhkan hamba sang perwira tersebut. Kekuatan doa yang
keluar dari iman yang mendalam sungguh luar biasa bagi lingkungan sekitarnya.
Doa memiliki kekuatan besar untuk mengubah apa yang ada di sekelilingnya
termasuk orang-orang di dekatnya. Melalui doa seorang dapat memahami
kehendak Tuhan atas dirinya.
Indikator:
a) Menjelaskan bahwa doa memiliki fungsi sosial.
b) Menjelaskan nasihat Br.Bernardus Hoecken pada para Bruder tentang
hidup doa.
c) Meneladan hidup doa Br.Bernardus Hoecken dalam kehidupan sehari-hari.
2) Hidupku Berkat Bagi Orang Lain
Meutia Hatta Swasono mengatakan “masyarakat dihinggapi pola hidup
individualistik sehingga semangat gotong- royong yang menjadi landasan hidup
bermasyarakat menjadi luntur. Semangat gotong-royong dikhawatirkan akan
hilang seiring dengan perkembangan. Zaman dan perjalanan dunia cenderung
kapitalistik”. Semangat individualistik cemderung semakin merasuk dalam hidup
generasi zaman, sehingga orang tidak lagi mau peduli kepada orang lain.
Dalam situasi yang demikian, kita dipanggil untuk menjadi berkat bagi
orang-orang di sekitar kita sebab hidup kita adalah semata-mata anugerah Allah.
“setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari