• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIK

B. Pendidikan Kepangudiluhuran

3. Nilai-nilai Kepangudiluhuran

a. Percaya kepada Tuhan

1) Iman yang Menyelamatkan

Dalam kehidupan sehari-hari makna iman diidentikkan dengan “sikap

percaya”. Sepintas kedua pengertian itu tampak mempunyai arti yang sama. Pada hal makna “mempercayai” secara umum menunjuk kepada berbagai sikap

manusia yang mempercayai segala sesuatu sebab dianggapnya bertuah, keramat dan memiliki suatu khasiat. Itu sebabnya dengan sikap “percaya” seseorang dapat

menyembah suatu benda, patung, pohon atau dongeng yang diwariskan secara turun-temurun (Sugi, 2011: 6).

Sikap percaya memberi tempat yang begitu besar pada sikap subyektif manusia sehingga mendorong seseorang untuk bersikap irasional dan memercayai berbagai dongeng atau hal-hal yang sebenarnya tidak patut dipercayai. Sikap percaya memungkin manusia untuk percaya kepada takhayul sehingga melumpuhkan akal budi dan hati nuraninya untuk memuliakan Allah selaku pencipta dan penyelamat hidup. Justru sikap iman senantiasa mendorong dan memampukan setiap orang yang percaya agar membebaskan diri dari setiap sikap irasional dan dongeng (Sugi, 2011: 6).

St. Petrus menyatakan “sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dan kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai Raja, tetapi kami adalah saksi mata dari kebesaran-Nya” (2 Ptr 1:16). Kesaksian Kitab Suci secara sadar menegaskan pemberitaan para nabi dan rasul didasari oleh kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan, suatu kebenaran yang lahir dari pernyataan Allah dan

bukan hasil dari dugaan atau dongeng. Apabila sikap “percaya” menuntun

manusia kearah kegelapan maka sebaliknya sikap “iman” justru mampu

membebaskan dan menyelamatkan manusia dari kuasa kegelapan sehingga mereka memperoleh jalan hidup.

Indikator:

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka indikator yang mau dicapai dalam pendidikan kepangudiluhuran tentang percaya kepada Tuhan adalah:

a) Menjelaskan arti sikap percaya kepada Tuhan berdasar Kitab Suci.

b) Menjelaskan sikap percaya yang dimiliki Br. Bernardus Hoecken sebagai jalan menuju keselamatan Kristiani.

c) Meneladan sikap percaya yang dimiliki Br. Bernardus Hoecken dalam kehidupan sehari-hari.

2) Allah yang Murah Hati

Untuk memperoleh keselamatan dan hidup bahagia di dunia, perlulah setiap orang percaya kepada Tuhan. Hal itu juga berlaku bagi pemimpin tarekat atau komunitas, yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rohani dan jasmnai para brudernya. Tentulah tugas ini amat berat, sukar, dan kurang menyenangkan; orang yang paling tabah pun akan mundur ketakutan, jika ia tidak boleh mengharapkan pertolongan dari surga.

Dua orang pemimpin seperti Mgr. Ludovicus Rutten pendiri Kongregasi FIC dan Br. Bernardus Hoecken sebagai bruder pertama di kongregasi FIC adalah figur pemimpin menjadi teladan. Mereka berdua adalah gembala atau pemimpin yang dengan setia dan penuh kasih mengantar para bruder kepada sikap percaya sebagai jalan menuju keselamatan rohani. Mereka adalah dua karakter yang menjalankan perutusan dengan kasih, setia, bersemangat, dan bertanggung jawab. Hal itu mereka ambil dari semangat gembala sejati yakni Allah yang ditampakkan

dalam pribadi Yesus Kristus. Oleh karena itu karya perutusannya berkembang tidak hanya di kota Maastricht saja. (Sugi, 2011: 12).

Br. Bernardus Hoecken ketika menghadapi masalah-masalah pada permulaan kongregasi seperti kekurangan calon bruder, dia berdoa kepada Tuhan dan mempercayakan segala masalah tersebut kepada Tuhan. Berkat semangat, ketekunan, dan menyerahkannya kepada Tuhan serta mohon perantaraan kepada Bunda Maria, akhirnya semua masalah tersebut dapat diatasi. Buktinya justru perkembangan sekolah-sekolah yang didirikan tidak hanya di kota Maastricht tetapi sampai ke berbagai negara, seperti Indonesia. Tanpa iman, tidak akan terjadi mukjizat. Karena rasa percaya kita pada Tuhan (iman) itulah yang mendatangkan mukjizat. Kisah dalam Injil Lukas 8:22-25 menggambarkan bagaimana Yesus menegur para murid yang kurang beriman, mereka menjadi kuatir dan ketakutan ketika mereka dihadapkan dengan persoalan yaitu angin dan taufan yang menimpa perahu mereka, pada hal Yesus ada bersama mereka.

Lukas 8:22-25, “pada suatu hari Yesus naik ke dalam perahu bersama-sama dengan murid-murid-Nya, dan Ia berkata kepada mereka: "Marilah kita bertolak ke seberang danau." Lalu bertolaklah mereka. Dan ketika mereka sedang berlayar, Yesus tertidur. Sekonyong-konyong turunlah taufan ke danau, sehingga perahu itu kemasukan air dan mereka berada dalam bahaya. Maka datanglah murid-murid-Nya membangunkan Dia, katanya: "Guru, Guru, kita binasa!" Ia pun bangun, lalu menghardik angin dan air yang mengamuk itu. Dan angin dan air itu pun reda dan danau itu menjadi teduh. Lalu kata-Nya kepada mereka: "Di manakah kepercayaanmu?" Maka takutlah mereka dan heran, lalu berkata seorang kepada yang lain: "Siapa gerangan orang ini, sehingga Ia memberi perintah kepada angin dan air dan mereka taat kepada-Nya?"

Indikator:

b) Menjelaskan kasih Allah yang dialami oleh Mgr. Ludovicus Rutten dan Br. Bernardus Hoecken dalam hidupnya.

c) Meneladan sikap percaya Mgr. Ludovicus Rutten dan Br. Bernardus Hoecken dalam kehidupan sehari-hari.

d) Meneladan ketabahan dan kesabaran yang ditunjukkan Mgr. Ludovicus Rutten dan Br. Bernardus Hoecken dalam kehidupan sehari-hari.

b. Rendah Hati

1) Melayani Dengan Rendah Hati

Di zaman sekarang ini banyak orang cendrung hidup secara individu, tertutup, angkuh bahkan sombong. Situasi seperti ini menjadikan orang tidak peduli terhadap sesamanya. Orang tidak mengerti akan tanggungjawab sosialnya, yaitu ikut berperan serta bertanggungjawab memperhatikan orang lain. Biasanya orang justru lebih mudah menyalahkan orang miskin, menderita, dan bersalah.

Orang yang bersikap rendah hati pada dasarnya tidak mencari pujian, tetapi lebih mendasari tindakanya pada keiklasan hati untuk mengasihi sesama. orang yang rendah hati memiliki sifat peduli terhadap orang lain, mengingat jasa atau pertolongan yang pernah diterima meski sekecil apapun. Orang yang rendah hati tidak mementingkan diri melainkan memperhatikan kepentingan orang lain (Sugi, 2011: 23).

Dalam Kitab Suci ditegaskan “Barang siapa ingin menjadi yang terbesar di

antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu” (Mat 23:11). “Aku datang bukan

supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Mat

20:27-28). Demikianlah manusia harus semakin dapat merendahkan diri, agar Tuhan disadari selalu hadir dalam kehidupannya. Allah menentang orang yang congkak tetapi mengasihi orang yang rendah hati karena Ia sendiri adalah rendah hati. Ia berjalan dengan orang yang rendah hati karena memiliki kemauan membuka diri terhadap semua ajaran-Nya.

Konstitusi FIC art. 12 tentang Maria, Maria menjadi inspirator kerendahan hati bagi bruder-bruder FIC. Dijelaskan bahwa Santa Perawan Maria adalah pelindung Kongregasi para bruder Santa Perawan Maria yang Tak Bernoda (Fratres Immaculatae Conseptionis-FIC). Para bruder berbahagia menempatkan Maria sebagai inspirasi dalam meningkatkan semangat kerendahan hati. Kehidupan Maria sepenuhnya dibaktikan bagi pelayanan terhadap Putranya. Ia memandang dirinya sebagai hamba yang hina dina, yang mengalami bahwa Tuhan mengerjakan karya agung dalam dirinya. Di dalam kidung magnificatnya, terungkap perhatian utamanya terhadap yang miskin dan berkekurangan, dan kerinduannya terhadap keadilan dan kebenaran.

Indikator:

a) Menjelaskan sikap kerendahan hati dalam melayani dari Br. Bernardus Hoecken.

b) Menjelaskan pandangan Kristiani tentang sikap rendah hati dalam melayani berdasarkan Kitab Suci.

2) Maria Teladan Kerendahan Hati Bagi Manusia

Gereja sejak awal mengakui peranan Bunda Maria dalam keseluruhan tata keselamatan. Karya keselamatan Allah dilaksanakan dalam dan melalui Yesus Kristus, dengan mengiktutsertakan Maria dalam karya keselamatan itu. Maria mulai berperan ketika menyatakan kesiap sediaan dan ketaatannya kepada kehendak Allah untuk mengandung Yesus Putera-Nya (bdk. Luk 1:26-28). Maria mendengarkan, dan percaya. Percaya dinyatakan dengan:

a) Menjadi hamba Tuhan b) Melayani/memercayai

c) Mewujudkan Sabda Allah dalam hidupnya

Sejak awal perjalanannya menjadi bunda Yesus, Maria mengalami tantangan iman yang berat (bdk. Luk 2:33 – 35), “ … suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri, supaya menjadi nyata pikiran dan hati banyak orang”

(ay. 35). Pengujian kesetiaan Maria berpuncak pada peristiwa jalan salib Yesus. Ia tak tergoyahkan. Ia setia menemani Putranya dalam jalan salib-Nya. Maria semakin mewujudkan kesetiaannya dengan rendah hati. Ia bersedia menjadi ibu bagi para rasul, yang menjadi cikal bakal Gereja. dengan demikian Maria sudah sejak awal menjadi bunda Gereja. keagungan pribadi Maria yang begitu rendah hati dihayati oleh Gereja, itulah sebabnya Gereja memberi banyak gelar kepadanya. Walapun demikian Gereja selalu mengingatkan agar umat menempatkan Maria secara proposional. Devosi kepada Maria tidak berdiri sendiri, melainkan harus ditempatkan dalam konteks Yesus Kristus sebagai juruselamat dan satu-satunya perantara keselamatan kepada Bapa.

Dalam konstitusi FIC art. 12 tentang Maria, dijelaskan Santa Perawan Maria adalah pelindung Kongregasi para Bruder Santa Perawan Maria yang Terkandung Tak Bernoda (Fratres Immaculatae Conceptionis – FIC). Para Bruder berbahagia menempatkan hidupnya di bawah perlindungannya yang istimewa. Kehidupan Maria sepenuhnya dibaktikan bagi pelayanan Putranya. Ia memandang dirinya sebagai hamba yang hina dina, yang mengalami bahwa Tuhan mengerjakan karya Agung dalam dirinya. Di dalam Kidung Magnificatnya, dan kerinduannya terhadap keadilan dan kebenaran. Dia adalah Ibu semua orang beriman. Melalui semua keraguan dan ketidakpastiannya, ia tetap setia terhadap Putranya, bahkan sampai di Kalvari. Oleh karna itu semua bangsa menyebut dia berbahagia.

Indikator :

a) Memahami Maria sebagai teladan kerendahan hati bagi manusia melalui Kitab Suci.

b) Menjelaskan Maria sebagai teladan kerendahan hati bagi manusia melalui Br. Bernardus Hoecken.

c) Meneladan sikap kerendahan hati Maria.

3) Sikap rendah hati untuk menghargai nilai kerja

Pepatah mengatakan Ora et Labora, (St.Benekdiktus dari ordo Benekdiktin) bekerja dan berdoa. Dengan bekerja orang beriman mewujudkan panggilan Tuhan yang dapat membahagiakan dirinya. Bekerja meski disertai

dengan keringat, rasa lelah atau capek, tetapi tetap memberikan kepuasan batin dan kebahagiaan (Sugi, 2011: 31).

Orang harus bekerja, karena dengan bekerja orang dapat mempertahankan hidup (kebutuhan dasar). Dengan bekerja orang memuliakan Allah (bdk. Yoh 5:17, aspek religius). Dengan bekerja orang merasa berbahagia karena mengembangkan potensi-potensi dirinya (aspek psikologis) Dengan bekerja orang dapat berjasa dengan orang lain (aspek sosial, Sugi, 2011: 31).

Dalam ajaran Gereja Gaudium et Spes no.34 dan 35 di jelaskan bahwa sebagai orang beriman menyadari Tuhan memanggil manusia untuk bekerja. Bekerja merupakan sebuah panggilan dari Tuhan untuk ikut serta dalam karya penciptaan-Nya. Nilai kerja yang sesungguhnya terletak pada faktor-faktor yang tidak selalu ekonomis, seperti menemukan harga diri, sosial, pengembangan diri, demi kesejahteraan sesama, dan ikut ambil bagian dalam karya Tuhan. Maka pekerjaan apapun bentuknya sungguh bernilai dihadapan-Nya, apabila dalam bekerja kita menghadapinya dengan penuh syukur, sikap rendah hati dan menghargai pekerjaan itu.

Demikian juga dalam konstitusi FIC art 5, no. 76 dan 77, dijelaskan bahwa Bruder sepenuhnya membaktikan diri demi pelayanan kepada Allah dan demi pelayanan kepada kedatang Kerajaan-Nya. Dalam kasih, para Bruder membaktikan dirinya kepada Dia yang penug kasih. Dalam Dia, para Bruder membaktikan dirinya seorang kepada yang lain dan kepada semua orang. Para Bruder mengungkapkan pembaktian ini dalam keseluruhan hidupnya. Mereka melaksanakannya dalam semangat Injil, antara lain dengan menjanjikan dirinya

untuk hidup menurut Triprasetia : Ketaatan, Kemiskinan, dan hidup Wadat demi Kerajaan Allah.

Indikator :

a) Menjelaskan sikap rendah hati diperlukan untuk menghargai nilai kerja melalui Kitab Suci.

b) Memahami sikap rendah hati diperlukan untuk menghargai nilai kerja melalui Br.Bernardus Hoecken.

c) Meneladan sikap rendah hati Br. Bernardus Hoecken untuk menghargai nilai kerja dalam kehidupan sehari-hari.

c. Semangat dan Keteguhan hati

1) Penyerahan Diri Jalan Memperoleh Kekuatan Keteguhan Hati

Globalisasi adalah perubahan yang terjadi di dunia ini akibat dari penemuan-penemuan modern sehingga seolah-olah dunia yang luas ini menjadi sedemikian sempitnya. Hal ini membawa perubahan yang besar dalam kehidupan masyarakat. Di satu sisi globalisai telah memberikan kemungkinan untuk membangun kesatuan secara lebih luas. Di sisi lain globalisasi telah memberikan berbagai tawaran atau pilihan yang beragam. Hal ini memberikan kesulitan pada semua orang terlebih generasi muda yang masih mencari jati diri. proses mencari jati diri ini menyebabkan generasi muda mudah berubah dalam pilihan-pilihan hidup. Oleh karena itu generasi muda memerlukan teladan pribadi yang memiliki keteguhan hati dalam hidup. Mereka perlu melatih diri untuk membuat pilihan-pilihan tepat dalam hidup (Sugi, 2011: 39).

Dalam Injil Mat 16:24 Yesus berkata kepada murid-muridNya: Orang yang mau mengikuti Aku, harus melupakan kepentingan sendiri, memikul salibnya, dan terus mengikuti Aku. Firman ini menunjukkan bahwa Yesus memberikan persyaratan kepada manusia kalau ingin mengikuti Yesus, manusia harus rela dan mau meninggalkan segala sesuatu yang menghambat hubungannnya dengan Tuhan.

Indikator:

a) Menjelaskan arti penyerahan diri.

b) Meneladan sikap penyerahan diri Br. Bernardus Hoecken.

2) Sikap Keteguhan Hati Di Bangun Melalui Kewaspadaan

Waspada berarti orang selalu bersikap berjaga-jaga menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi. Sadar akan yang dihadapi meskipun belum jelas jalan keluarnya. Dalam Injil Lukas 12:35-37, pelayan yang siap selau selau berjaga-jaga setiap hal. Berpakaian dan lampu tetap bernyala sama seperti pelayan yang sedang siap menunggu tuannya kembali dari pesta kawin. Kalau tuan itu kembali dan mengetuk pintu, mereka akan segera membuka pintu. Alangkah untungnya pelayan-pelayan yang kedapatan sedang menunggu pada waktu tuannya datang. Maka dalam menghadapi hidup pada era globalisasi dibutuhkan sikap waspada atau bertindak berhati-hati untuk berani memilih dan menetukan hal-hal yang baik dan meninggalkan yang kurang baik. Untuk bisa sampai proses memilih hal yang baik serta meniggalkan yang kurang baik membutuhkan bantuan orang lain (Sugi, 2011: 44).

Indikator :

a) Menjelaskan sikap waspada yang dihidupi Br. Bernardus Hoecken dan Mgr.Ludovicus Rutten.

b) Menjelaskan pengalaman bersikap waspada sangat perlu dalam kehidupan sehari-hari.

c) Meneladan sikap waspada yang dihidupi Br. Bernardus Hoecken dan Mgr.Ludovicus Rutten.

d. Kebijaksanaan dan berpengetahuan

1) Menjadi Manusia Pendoa

Doa suatu sarana komunikasi kasih antara manusia dan Allah. Menjadi manusia pendoa berarti mau menyediakan waktu dan tempat untuk selalu membangun kedekatan hati dengan Allah. Baginya doa merupakan nafas kehidupan sehari-hari. Melalui doa, seseorang dimampukan untuk mendengarkan kebenaran dan hidup batin yang mendalam (Sugi, 2011: 48).

Orang yang bijaksana adalah orang yang cerdas dalam artian mampu membedakan hal yang baik dari hal yang buruk (I Raj 3:9). Ia dapat memberikan alternatif-alternatif sebagai jalan ke luar. Orang yang bijaksana orang yang terus belajar dan terus menangkap jalan-jalan Tuhan. Jalan Tuhan dibacanya melalui tanda-tanda yang terjadi setiap harinya.

Indikator:

a) Menjelaskan cara mencapai kebijaksanaan dan berpengetahuan Br. Bernardus Hoecken menjadi pribadi pendoa.

b) Menjelaskan makna doa dalam kehidupan sehari-hari. c) Meneladan kehidupan doa Br. Bernardus Hoecken.

d) Meneladan tindakan bijaksana dan berpengetahuan dalam kehidupan Br.Bernardus Hoecken.

e. Sikap Bijaksana

1) Menjadi Insan Pembelajar

Menjadi manusia pembelajar merupakan hak setiap orang, dan yang bersedia menerima tanggung jawab untuk melakukan dua hal penting yakni : a) Berusaha mengenali dirinya, potensi dan bakat-bakat yang muncul,

b) Berusaha sekuat tenaga untuk mengaktualisasikan potensinya itu, mengekspresikan dan menyatakan dirinya sepenuhnya, dengan cara menjadi dirinya sendiri (Sugi, 2011: 54).

Dalam kontitusi FIC dijelaskan “kita harus berkembang menjadi orang

yang sungguh-sungguh dewasa dan kaya secara rohani. Kita akan menjadi semakin berarti bagi persekutuan persaudaraan kita. Kita bersedia mendengarkan orang lain dan menerima pertolongan mereka; kita hendaknya menghargai orang lain, meskipun dalam kenyataan mereka berbeda dari kita.” Ditegaskan pula

bahwa orang bijaksana ialah orang yang terus belajar dan terus menanggapi jalan-jalan Tuhan.

Indikator :

b) Menjelaskan kebijaksanaan dan berpengetahuan memerlukan sikap mendekatkan diri pada Tuhan.

c) Meneladan Mgr.Ludovicus Rutten dan Br.Bernardus Hoecken dalam bersikap bijaksana melalui usaha mereka menjadi insan pembelajar.

2) Sikap Bijaksana Merupakan Perwujudan Iman

Seorang yang bijaksana mengenal kesucian Tuhan Allah dan takut akan Dia. Seorang yang bijaksana mengetahui bagaimana menggunakan waktu secara tepat untuk memuliakan Tuhan. Seorang yang mengenal Tuhan mengetahui bahwa kehidupan nyatanya harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan Allah yang kekal (Sugi, 2011: 59).

Santo Yakobus mengatakan, “kebijakan adalah rahmat Allah yang harus dimohon dalam doa dan dilatih dalam suasana doa”. Bruder Bernardus Hoecken

dalam segala hal meskipun sangat kecil kepentingannya terlebih dahulu tetap memohon nasihat dan pertolongan kepada Tuhan dan Bunda Maria, sebagai pelindung kongregasi.

Maria adalah seorang tokoh Kitab Suci Perjanjian Baru (PB) yang keberadaanya sangat diakui dan dihormati dalam Gereja katolik. Pengakuan dan penghormatan itu diberikan bukan sebatas karena Maria sebagai ibu Yesus tetapi juga cara hidup berimannya. Sikap bijaksana sungguh hidup dan menyatu dalam pribadi Maria. Ia sungguh cermat dan mengetahui secara baik segala kebutuhan dan perutusan Yesus. Maka sebagai ibu, Maria tidak banyak menuntut perlakuan khusus baginya dari Yesus tetapi ia justru memberi kebebasan yang

seluas-luasnya kepada Yesus untuk mewujudkan tugas dan perutusan-Nya. Maria, karena ketulusan dan belaskasihnya ia berani meminta Yesus untuk melakukan sesuatu demi memenuhi kebutuhan orang lain, (Yoh 2:1-11) walaupun ia sadar belum waktunya bagi Yesus melakukan itu. Demikianlah Maria menunjukkan sikap bijaksana dalam hidupnya (Sugi, 2011: 59).

Indikator:

a) Menjelaskan sikap bijaksana sebagai salah satu keutamaan hidup Kristiani. b) Menjelaskan sikap bijaksana Maria yang reflektif.

c) Meneladan sikap bijaksana Br. Bernardus Hoecken.

3) Kerjasama Dalam Komunitas

Mgr. Ludovicus Rutten dan Br.Bernardus Hoecken mempunyai pandangan hidup yang berbeda. Oleh karena itu mereka kadang kala mempunyai pendapat yang berbeda pula dalam cara membentuk religius muda yang mereka damping. Meskipun demikian perbedaan itu tidak mengurangi persahabatan mereka, sebab mereka dengan sikap rendah hati tidak bermaksud mempertahankan pendapat dan keyakinan pribadinya. Perbedaan itu terjadi karena sama-sama berbakti kepada Tuhan dengan melayani sesama.

Dalam 1 Kor 12:12-26, dikatakn tubuh itu satu dan mempunya anggota-anggota banyak. Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota-anggota, melainkan atas banyak anggota. Allah telah memberikan tugas kepada masing-masing anggota , secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya. Kepada anggota-anggota tubuh yang dipandang kurang terhormat, kita berikan penghormatan khusus. Dan

terhadap anggota-anggoa kita yang tidak elok, kita berikan perhatian khusus supaya jangan tejadi perpecahan dalam tubuh. Anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan. Karna itu bila satu anggota menderita, semua turut menderita, jika satu anggota di hormati semua anggota turut bersuka cita.(Sugi, 2011:64).

Indikator :

a) Memberikan penjelasan orang yang bijaksana selalu bisa bekerjasama dalam komunitas.

b) Meneladan kerjasama dalam komunitas dari Br.Bernardus Hoecken dan Mgr.Lidovicus Rutten

f. Sikap Saleh

1) Doa Yang Mengubah

Perkembangan pengetahuan dan teknologi berkat daya rasional manusia sering dituding sebagai penyebab lunturnya kehidupan rohani. Orang menjadi kurang peduli dengan hal-hal rohani seperti doa-doa pribadi. Praktik kehidupan doa mulai banyak tidak mendapatkan perhatian dan tempat dalam hati. Kerelaan seseorang untuk berdoa menjadi berkurang karena ada tuntutan yang dianggap lebih penting dalam hidupnya (Sugi, 2011: 69).

Peranan doa dalam kehidupan beriman tetaplah penting, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Doa memiliki aspek sosial. Banyak peristiwa dalam Kitab Suci yang menunjukkan betapa kuatnya doa, yang dapat menyelamatkan. Dalam Mat 8:5-13; Luk 7:1-10 Yesus mengabulkan permohonan/doa seorang

perwira yaitu menyembuhkan hamba sang perwira tersebut. Kekuatan doa yang keluar dari iman yang mendalam sungguh luar biasa bagi lingkungan sekitarnya. Doa memiliki kekuatan besar untuk mengubah apa yang ada di sekelilingnya termasuk orang-orang di dekatnya. Melalui doa seorang dapat memahami kehendak Tuhan atas dirinya.

Indikator:

a) Menjelaskan bahwa doa memiliki fungsi sosial.

b) Menjelaskan nasihat Br.Bernardus Hoecken pada para Bruder tentang hidup doa.

c) Meneladan hidup doa Br.Bernardus Hoecken dalam kehidupan sehari-hari.

2) Hidupku Berkat Bagi Orang Lain

Meutia Hatta Swasono mengatakan “masyarakat dihinggapi pola hidup

individualistik sehingga semangat gotong- royong yang menjadi landasan hidup bermasyarakat menjadi luntur. Semangat gotong-royong dikhawatirkan akan hilang seiring dengan perkembangan. Zaman dan perjalanan dunia cenderung

kapitalistik”. Semangat individualistik cemderung semakin merasuk dalam hidup

generasi zaman, sehingga orang tidak lagi mau peduli kepada orang lain.

Dalam situasi yang demikian, kita dipanggil untuk menjadi berkat bagi orang-orang di sekitar kita sebab hidup kita adalah semata-mata anugerah Allah.

“setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari

karena pertukaran (Yakobus 1:17). Anugerah Allah yang kita terima harus kita bagikankepada orang-orang di sekitar yang membutuhkan.

Bruder Bernardus Hoecken dan para bruder FIC dalam komunitas Bruder FIC yang pertama mengalami berbagai kesulitan dan kekurangan. Namun mereka tetap maju dan terus maju, terus berbuat baik dengan tetap meminta petunjuk dari

Dokumen terkait