• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Pengusaha Mengikuti Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)(Studi pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Belawan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Pengusaha Mengikuti Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)(Studi pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Belawan)"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT PENGUSAHA MENGIKUTI PROGRAM JAMINAN

PEMELIHARAAN KESEHATAN (JPK)

GELADIKARYA

Oleh :

BAMBANG UTAMA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(Studi pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Belawan)

(2)

PENGESAHAN GELADIKARYA

Judul Geladikarya : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat

Pengusaha Mengikuti Program Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan (JPK)

(Studi pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Belawan)

Nama : Bambang Utama

Program Studi : Magister Manajemen

Menyetujui :

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng

Ketua

Dra. Sri Mulyani, Ak, MBA

Anggota

Ketua Program Studi Direktur Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Darwin Sitompul, M.Eng Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE

(3)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Program Jaminan Sosial yang telah berjalan di Indonesia adalah : (i) PT Jamsostek (Persero) untuk karyawan di sektor swasta dan BUMN, (ii) PT.

Taspen dan PT. Askes untuk Pegawai Negeri Sipil, dan (iii) PT. Asabri untuk anggota TNI dan Polri. Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja yang dikelola PT. Jamsostek (Persero) meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jamiman Kematian, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Namun dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pasal 2 ayat 3 dan 4 terkesan tidak mengikat dan memberi peluang persaingan terhadap produk jaminan pemeliharaan kesehatan. Data peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) PT. Jamsostek (Persero) Cabang Belawan diatas, tahun 2006 sampai dengan 2010 terus mengalami peningkatan, namun pencapaian dari tahun ke tahun masih dibawah target, di wilayah kerja PT. Jamsostek (Persero) Cabang Belawan.

Penelitian ini dilakukan di PT. Jamsostek (Persero) Cabang Belawan dan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar faktor-faktor seperti birokrasi, fasilitas, pelayanan, sosialiasi, besarnya iuran, perilaku pengusaha, dan jaminan mempengaruhi minat pengusaha mengikuti program JPK secara simultan.

(4)

EXECUTIVE SUMMARY

Social Security program has been running in Indonesia are: (i) PT. Jamsostek (Persero) for employees in the private sector and state

enterprises, (ii) PT. Taspen and PT. Askes for the Civil Service, and (iii) PT Asabri to members of the TNI and the Police . The scope of social security programs managed by PT. Jamsostek (Persero) Employment Accident Insurance cover, Jamiman Death, Old Age Security and Health Insurance. But in Government Regulation No. 14 of 1993 concerning Manpower Social Security Program of Article 2, paragraph 3 and 4 seem not binding and provides an opportunity to compete for health care insurance products. Participants Data Health Insurance (JPK) PT. Jamsostek (Persero) Branch above Belawan, 2006 to 2010 continued to experience an increase, the achievement from year to year is still under target in the region of PT. Jamsostek (Persero) Branch of Belawan.

The research was conducted at PT. Jamsostek (Persero) Branch of Belawan and aims to determine how much to factors such as bureaucracy, facilities, service, socializing, contributions, the behavior of entrepreneurs, and the assurance affects the interest of employers to follow the program JPK simultaneously or partial.

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa geladikarya yang berjudul :

“ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT

PENGUSAHA MENGIKUTI PROGRAM JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN (JPK) (Studi pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan)”

adalah benar hasil karya sendiri yang belum pernah dipublikasikan. Semua

sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas.

Medan, 23 Juli 2012

Yang Membuat Pernyataan

(6)

RIWAYAT HIDUP

Bambang Utama, lahir di Medan, 3 Desember 1967, anak kelima dari delapan

bersaudara dari pasangan Bapak Almarhum H. Mohd. Harun dan Ibu

Almarhumah Hj. Zubaidah, Menikah dengan Susi Ismarani dan dikarunia 1 (satu)

orang putra yang bernama Raditya Eka Nugraha.

Riwayat Pendidikan

SD Negeri 1 Tanjung Balai Tamat Tahun 1981

SMP Negeri 1 Tanjung Balai Tamat Tahun 1984

SMA Swasta Nasional Khalsa Tamat Tahun 1987

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Medan Area Tamat Tahun 1992

Riwayat Pendidikan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah S.W.T. yang memberikan

kekuatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang

berjudul : “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Pengusaha

Mengikuti Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Studi pada PT.

Jamsostek (Persero) Cabang Belawan”. Penulisan Geladikarya ini merupakan

salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister

Manajemen Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua terkasih yang telah

mendahului penulis Alm. H. Mohd. Harun dan Almh. Hj. Zubaidah, semoga Allah

S.W.T. memberikan tempat terbaik untuk keduanya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Darwin Sitompul, M.Eng selaku Ketua Program Studi

Magister Manajemen Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. ir. Nazaruddin, MT selaku Sekretaris Program Studi Magister

Manajemen Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng selaku Ketua Komisi

Pembimbing

(8)

6. Bapak dan Ibu Dosen di Program Studi Magister Manajemen Universitas

Sumatera Utara.

7. Pimpinan dan karyawan PT. Jamsostek (Persero).

8. Staf Akademik di Program Studi Magister Manajemen Universitas Sumatera

Utara.

9. Istri tercinta Susi Ismarani dan putraku Raditya Eka Nugraha yang selalu

memberikan semangat dan doa kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa usulan penelitian geladikarya ini masih banyak

memiliki kekurangan, semoga Geladikarya ini memberi manfaat bagi yang

membacanya.

Medan, 23 Juli 2012

(9)

DAFTAR ISI

2.3.4 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) ……… 13

2.3.5 Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dan Faktor-Faktor yang berpengaruhi ... 27

(10)

4.7 Analisis Data …...………. 50

BAB V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN………… 53

5.1 Sejarah Singkat Perusahaan ….………... 53

5.2 Struktur Organisasi dan Job Description……….. 53

BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN ………. 63

6.1 Deskripsi Hasil Kuesioner……….… 63

6.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 74

6.3 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 80

6.4 Hasil Pengujian Hipotesis ... 85

6.5 Persamaan Regresi ... 88

6.6 Evaluasi Pelaksanaan JPK... 92

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

7.1 Kesimpulan ... 94

7.2 Saran ... 95

(11)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Program Jaminan Sosial yang telah berjalan di Indonesia adalah : (i) PT Jamsostek (Persero) untuk karyawan di sektor swasta dan BUMN, (ii) PT.

Taspen dan PT. Askes untuk Pegawai Negeri Sipil, dan (iii) PT. Asabri untuk anggota TNI dan Polri. Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja yang dikelola PT. Jamsostek (Persero) meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jamiman Kematian, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Namun dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pasal 2 ayat 3 dan 4 terkesan tidak mengikat dan memberi peluang persaingan terhadap produk jaminan pemeliharaan kesehatan. Data peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) PT. Jamsostek (Persero) Cabang Belawan diatas, tahun 2006 sampai dengan 2010 terus mengalami peningkatan, namun pencapaian dari tahun ke tahun masih dibawah target, di wilayah kerja PT. Jamsostek (Persero) Cabang Belawan.

Penelitian ini dilakukan di PT. Jamsostek (Persero) Cabang Belawan dan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar faktor-faktor seperti birokrasi, fasilitas, pelayanan, sosialiasi, besarnya iuran, perilaku pengusaha, dan jaminan mempengaruhi minat pengusaha mengikuti program JPK secara simultan.

(12)

EXECUTIVE SUMMARY

Social Security program has been running in Indonesia are: (i) PT. Jamsostek (Persero) for employees in the private sector and state

enterprises, (ii) PT. Taspen and PT. Askes for the Civil Service, and (iii) PT Asabri to members of the TNI and the Police . The scope of social security programs managed by PT. Jamsostek (Persero) Employment Accident Insurance cover, Jamiman Death, Old Age Security and Health Insurance. But in Government Regulation No. 14 of 1993 concerning Manpower Social Security Program of Article 2, paragraph 3 and 4 seem not binding and provides an opportunity to compete for health care insurance products. Participants Data Health Insurance (JPK) PT. Jamsostek (Persero) Branch above Belawan, 2006 to 2010 continued to experience an increase, the achievement from year to year is still under target in the region of PT. Jamsostek (Persero) Branch of Belawan.

The research was conducted at PT. Jamsostek (Persero) Branch of Belawan and aims to determine how much to factors such as bureaucracy, facilities, service, socializing, contributions, the behavior of entrepreneurs, and the assurance affects the interest of employers to follow the program JPK simultaneously or partial.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pemeliharaan kesehatan adalah hak tenaga kerja. Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan (JPK) adalah salah satu program Jamsostek yang membantu tenaga

kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Mulai dari pencegahan,

pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu peningkatan

fungsi organ tubuh, dan pengobatan, secara efektif dan efisien. Setiap tenaga kerja

yang telah mengikuti program JPK akan diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan

Kesehatan) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Manfaat

JPK bagi perusahaan yakni perusahaan dapat memiliki tenaga kerja yang sehat,

dapat konsentrasi dalam bekerja sehingga lebih produktif.

Program JPK memberikan manfaat paripurna meliputi seluruh kebutuhan

medis yang diselenggarakan di setiap jenjang PPK dengan rincian cakupan

pelayanan sebagai berikut :

1. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama, adalah pelayanan kesehatan yang

dilakukan oleh dokter umum atau dokter gigi di Puskesmas, Klinik, Balai

Pengobatan atau Praktek

2. Pelayanan Rawat Jalantingkat II (lanjutan), adalah pemeriksaan dan

pengobatan yang dilakukan oleh dokter spesialis atas dasar rujukan dari

dokter PPK I sesuai dengan indikasi medis

3. Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit, adalah pelayanan kesehatan yang

diberikan kepada peserta yang memerlukan perawatan di ruang rawat inap

(14)

4. Pelayanan Persalinan, adalah pertolongan persalinan yang diberikan

kepada tenaga kerja wanita berkeluarga atau istri tenaga kerja peserta

program JPK maksimum sampai dengan persalinan ke 3 (tiga).

5. Pelayanan Khusus, adalah pelayanan rehabilitasi, atau manfaat yang

diberikan untuk mengembalikan fungsi tubuh

6. Emergensi, Merupakan suatu keadaan dimana peserta membutuhkan

pertolongan segera, yang bila tidak dilakukan dapat membahayakan jiwa

Program Jaminan sosial yang telah berjalan di Indonesia untuk : (i)

karyawan sektor swasta dan BUMN, dikelola oleh PT Jamsostek; (ii) pegawai

negeri sipil, dikelola oleh PT Taspen dan PT Askes; dan (iii) anggota TNI dan

Polri, dikelola oleh PT Asabri. Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga

kerja yang dikelola PT. Jamsostek (Persero) meliputi jaminan kecelakaan kerja,

jamiman kematian, jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan. Namun

dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan

Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pasal 2 ayat 3 dan 4 menyebutkan

“Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 (sepuluh) orang atau

lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)

sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial

tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pengusaha sebagaimana

dimaksud dalam ayat (3) yang telah menyelenggarakan sendiri program

pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerjanya dengan manfaat yang lebih baik

dari paket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar menurut Peraturan Pemerintah

ini, tidak wajib ikut dalam jaminan pemeliharaan kesehatan yang

(15)

tidak mengikat dan memberi peluang persaingan terhadap produk Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan.

Laporan kinerja program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan terhadap daftar

perusahaan yang aktif peserta Jamsostek di wilayah kerja PT. Jamsostek (Persero)

Cabang Belawan menunjukkan perbedaan yang menyolok antara perusahaan aktif

dan perusahaan peserta Jaminn Pemeliharaan Kesehatan (JPK) seperti tersaji pada

Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Daftar Perusahaan Aktif Peserta Jamsostek dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)

Sumber : PT. Jamsostek (Persero) Cabang Belawan

Tabel 1.1 menunjukkan adanya peningkatan peserta Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan, namum apakah peningkatan tersebut dapat

menunjukkan peningkatan kinerja program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

masih perlu ditelaah kembali karena ada perusahaan yang aktif tidak mengikuti

program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Pernyataan Peraturan Pemerintah RI

Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga

Kerja Pasal 2 ayat 3 dan 4 membuka persaingan terhadap program Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan, sehingga menimbulkan pertanyaan yaitu mengapa

peserta lebih memilih penyelenggara program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

lain ? Pada tahun 2010 jumlahnya cukup signifikan yaitu sebesar 224 perusahaan

(16)

Banyak faktor yang mempengaruhi perusahaan memilih program jaminan

pemeliharaan kesehatan dari perusahaan lain, menurut Ameli (2004) faktor-faktor

tersebut adalah birokrasi, fasilitas, pelayanan, sosialisasi, iuran, perilaku

pengusaha dan jaminan.

1.2 Rumusan Masalah

Sehubungan dengan tidak tercapainya target yang telah ditetapkan Direksi,

perlu dicari jawaban-jawaban atas pertanyaan sebagai berikut:

a. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi minat pengusaha mengikuti

program jaminan pemeliharaan kesehatan PT. Jamsostek (Persero) ?

b. Apa alternatif strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi

permasalahan program jaminan pemeliharaan kesehatan PT. Jamsostek

(Persero) ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah “Untuk

merumuskan kebijakan yang dijelaskan dalam pembahasan serta dihubungkan

dengan saran”.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi Institusi (PT. Jamsostek (Persero)), sebagai evaluasi penyelenggaraan

program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).

b. Bagi Perusahaan Swasta (mitra), sebagai masukan evaluasi

(17)

c. Bagi Program Magister Manajemen USU, sebagai masukan untuk

penelitian tentang program jaminan pemeliharaan kesehatan secara khusus

dan jaminan sisial tenaga kerja secara umum.

d. Bagi Peneliti, sebagai media belajar dalam menerapkan ilmu yang

diperoleh selama mengikuti perkuliahan.

1.5 Penelitian Terdahulu

Terdapat penelitian terdahulu yang menggunakan variabel yang sama sebagai

dasar konseptual yakni penelitian Ameli (2004) dengan judul Analisis Penurunan

Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) BAPEL SINTESA

Kendari, dengan menggunakan analisis regresi linier berganda diketahui bahwa

sebanyak 56,77% faktor yang terdiri dari birokrasi, fasilitas, pelayanan,

sosialisasi, iuran, perilaku pengusaha dan jaminan mempengaruhi minat

pengusahan dalam memilih program jaminan pemeliharaan kesehatan di yang

ditawarkan BAPEL SINTESA Kendari.

Pelayanan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap minat

pengusaha, faktor iuran menghasilkan korelasi yang negatif, hal ini berarti

kenaikan iuran akan mengurangi minat pengusaha untuk mengikuti program ini.

Sedangkan sosialisai merupakan faktor yang tidak berpengaruh terhadap minat

(18)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Jamsostek

Pengertian Jamsostek secara resmi yang diatur dan ditegaskan dalam Pasal

1 Ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 kemudian dapat diuraikan lebih

rinci sehingga ditemukan beberapa aspek dari Jamsostek tersebut, meliputi :

1. Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup

minimal untuk tenaga kerja serta keluarganya.

2. Jamsostek merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah

menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka

bekerja.

3. Dengan adanya upaya perlindungan dasar tersebut maka Jamsostek akan

memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan, sebagai

pengganti atau seluruh penghasilan yang hilang.

4. Jamsostek menciptakan ketenangan kerja karena adanya upaya perlindungan

terhadap risiko ekonomi maupun sosial.

5. Karena adanya upaya perlindungan dan terciptanya ketenangan tenaga kerja

diharapkan akan meningkatkan produktivitas kerja dari para karyawan.

6. Dengan terciptanya ketenangan kerja pada akhirnya mendukung kemandirian

dan harga diri manusia dalam menerima dan menghadapi resiko sosial ekonomi

(www.yahoo.com Jamsostek, Jakarta).

Payaman Simanjuntak mengemukakan bahwa kehadiran Jamsostek

(19)

ke-20, banyak negara di Eropa mengalami goncangan akibat pemogokan buruh

industri. Aktivitas industri lumpuh total. Pemogokan yang dilakukan kaum buruh

disebabkan tidak terpenuhinya hak-hak mereka, seperti upah yang terlalu rendah,

hak berserikat atau berorganisasi yang sering dikekang, tidak adanya jaminan

pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan

jaminan hari tua (Simanjuntak, 2002).

2.2 Pengertian Karyawan

Secara umum lebih dikenal atau populer istilah tenaga kerja daripada

karyawan. Biasanya istilah karyawan dikaitkan dengan lembaga tempat dimana

karyawan itu bekerja, sehingga dikenal istilah karyawan sebuah perusahaan. Pada

masa orde lama dan awal Orde Baru lebih dikenal istilah buruh. Namun dengan

alasan untuk menghilangkan kesan derajat kehidupan manusia, maka istilah buruh

dalam peraturan perundang-undangan tidak digunakan dan diganti dengan istilah

pekerja atau karyawan. Karyawan merupakan elemen sangat yang penting dalam

pelaksanaan kegiatan perusahaan. Karyawan ialah para tenaga kerja yang bekerja

pada sebuah perusahaan, dimana mereka harus biasanya terikat kepada perintah

dan peraturan yang diberlakukan pengusaha atau manajemen perusahaan tempat

mereka bekerja. Mereka terkait dengan berbagai kewajiban dan tugas yang harus

dijalankan. Mereka juga diharuskan tampil dengan disiplin yang tinggi.

Pengertian tenaga kerja ditegaskan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ditegaskan, yakni setiap orang yang

(20)

memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat (Tim Redaksi

Perundang-undangan Fokusmedia, 2003).

Dari pengertian tersebut dapatlah kita pahami lebih rinci, bahwa tenaga kerja

adalah pihak yang melakukan pekerjaan di dalam hubungan kerja dalam setiap

bentuk usaha (perusahaan) atau perorangan dimana dengan melakukan pekerjaan

tersebut mereka menerima upah, termasuk tenaga kerja yang melakukan pekerjaan

di luar hubungan kerja. Sedangkan tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar

hubungan kerja adalah orang yang bekerja sendiri tanpa ikatan dengan perusahaan

atau perorangan, biasa disebut tenaga kerja bebas, misalnya dokter yang membuka

praktek, pengacara (advokat), petani yang menggarap sawahnya sendiri dan

lain-lain. Suatu hal yang pasti adalah bahwa jasa karyawan dalam suatu perusahaan

adalah dimungkinkannya berbagai rencana usaha yang telah disusun dapat

berjalan.

Karyawan adalah lokomotif kunci dalam proses produksi. Tanpa

karyawan, maka kegiatan produksi akan lumpuh. Tenaga kerja atau karyawan

adalah unsur paling penting dalam kegiatan usaha. Karyawan tidak mungkin

diperlakukan sama dengan alat produksi lain seperti mesin atau modal. Karyawan

adalah manusia, makhluk bermartabat yang membutuhkan perlakuan tertentu

sehingga dapat melakukan pekerjaan dengan baik. Kondisi karyawan berkaitan

erat dengan kondisi perusahaan, sehingga untuk memajukan perusahaan harus

(21)

2.3 Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992

pengertian jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan terhadap tenaga

kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari

penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa

atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil,

bersalin, hari tua, dan meninggal dunia. Tenaga kerja adalah setiap orang yang

mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna

menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Pengusaha adalah (a) Orang, persekutuan atau badan hukum yang

menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; (b) Orang, persekutuan atau badan

hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya. (c)

Orang, persekutuan atau badan hokum yang berada di Indonesia, mewakili

perusahaan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b yang berkedudukan di

wilayah Indonesia. Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang

mempekerjakan tenaga kerja dengan tujuan mencari untung atau tidak, baik milik

swasta maupun milik Negara.

Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja dalam

Undang-Undang ini meliputi : (a) Jaminan kecelakaan kerja; (b) Jaminan kematian; (c)

Jaminan hari tua; (d) Jaminan pemeliharaan kesehatan. Besarnya iuran program

jaminan sosial tenaga kerja adalah sebagai berikut :

(a) Jaminan kecelakaan yang perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok

jenis usaha (lampiran 1) adalah sebagai berikut :

(22)

Kelompok II : 0,54 % dari upah sebulan;

Kelompok III : 0,89 % dari upah sebulan;

Kelompok IV : 1,27 % dari upah sebulan;

Kelompok V : 1,74 % dari upah sebulan;

(b) Jaminan hari tua, sebesar 5,70 % dari upah sebulan;

(c) Jaminan kematian, sebesar 0,30 % dari upah sebulan;

(d) Jaminan pemeliharaan kesehatan, sebesar 6 % dari upah sebulan bagi tenaga

kerja yang sudah berkeluarga, dan 3 % dari upah sebulan bagi tenaga kerja

yang belum berkeluarga.

Iuran jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan jaminan pemeliharaan

kesehatan ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha. Iuran jaminan hari tua sebesar

3,70 % ditanggung pengusaha dan 2 % ditanggung oleh tenaga kerja. Dasar

perhitungan iuran jaminan pemeliharaan kesehatan dari upah sebulan,

setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).

2.3.1 Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

Skema ini mencakup kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan di tempat

kerja juga sewaktu perjalanan dari atau ke tempat kerja. Hal ini diwajibkan bagi

semua “badan hukum” yang mempekerjakan minimal 10 orang pekerja atau

dengan upah bulanan minimal Rp 1 juta. Iuran pengusaha sebesar 0,24%-1,74%

dari upah kotor, tergantung sektor ekonominya. Skema ini mencakup biaya

transportasi, pemeriksaan kesehatan, layanan medis dan perawatan, biaya

rehabilitasi, tunjangan atas kecacatan, hilangnya fungsi tubuh dan kematian.

Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak atas (1) penggantian

(23)

mehputi biaya transportasi, biaya pengobatan dan perawatan, serta biaya

penggantian membeli alat bantu. Biaya transportasi tenaga kerja yang

bersangkutan ke rumah sakit ditetapkan dengan tarif maksimum sebesar

Rp 100.000,- untuk transportasi darat, Rp 200.000,-untuk transportasi laut, dan

Rp 250.000,- untuk transportasi udara. Penggantian biaya pengobatan dan

perawatan mehputi biaya obat, dokter, operasi, rontgen, laboratorium, perawatan

di Puskesmas, RSU pemerintah, tabib tradisional, dan sinshe yang memiliki izin

resmi dari pemerintah. Tarif maksimum penggantiannya adalah Rp 4.000.000,-

berdasarkan bukti pengeluaran. Penggantian membeli alat bantu (othose) dan alat

pengganti (prothose) diberikan sekali per kasus dengan ketentuan maksimum 40%

dari harga di Pusat Rehabilitasi Rumah Sakit Prof.DR.Suharso, Solo.

Santunan berupa uang Santunan sementara tidak mampu bekerja adalah

sebesar 100% upah selama kuartal pertama, 75% upah selama kuartal kedua, dan

50% selama kuartal ketiga dan seterusnya. Santunan cacat total dibayar sekaligus

(lumpsum) 70% x 60 bulan upah ditambah santunan berkala Rp 25.000,. selama

24 bulan. Santunan cacat sebagian tubuh atau cacat kekurangan fungsi, dibayar

sekaligus (lumpsum) sebesar persentase tertentu (berdasarkan tabel) dari 60 bulan

upah. Santunan kematian karena kecelakaan kerja dibayar sekaligus (lumpsum)

sebesar 36 bulan upah, ditambah santunan berkala Rp 25.000,- selama 24

bulan,dan biaya pemakaman Rp 200.000,-

2.3.2 Jaminan Hari Tua

Hari tua dapat mengakibatkan terputusnya upah karena karyawan tidak

mampu lagi bekerja. Akibatnya dapat menimbulkan kerisauan bagi tenaga kerja

(24)

sekali bagi mereka yang berpenghasilan rendah, maka jaminan hari tua

memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan sekaligus

dan/atau secara berkala pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun.

Jaminan Hari Tua adalah jaminan yang memberikan kepastian penerimaan

penghasilan yang diberikan sekaligus atau berkala pada saat tenaga kerja

mencapai hari tua (usia 55 tahun) atau memenuhi persyaratan tertentu.

Pembayarannya dilakukan sekaligus atau berkala, atau sebagian dan berkala

kepada tenaga kerja, karena telah mencapai usia 55 tahun atau cacat total tetap

setelah ditetapkan dokter. Menurut pasal 14 UU No. 3/1992 dalam Prinst (1994)

bahwa: “Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia, atau anak yatim piatu”. Atau

jaminan hari tua juga dapat dibayarkan sebelum tenaga kerja mencapai usia 55

tahun, yakni setelah mencapai masa kepesertaan (Pasal 32 ayat 1 PP. No.

14/1993). Besarnya Jaminan Hari Tua adalah keseluruhan iuran yang disetor,

beserta hasil pengembangannya. Sesuai pasal 24 (1) PP RI No. 14/1993 (Prinst

1994) bahwa jumlah Jaminan Hari Tua bagi tenaga kerja yang telah mencapai usia

55 tahun atau cacat total selama-lamanya dan dapat dilakukan:

1) Secara sekaligus, apabila jumlah seluruh Jaminan Hari Tua yang harus dibayar

kurang dari Rp. 3.000.000,-

2) Secara berkala, apabila seluruh jumlah Jaminan Hari Tua telah mencapai Rp.

3.000.000,- atau lebih dan dilakukan paling lama lima (5) tahun.

2.3.3 Jaminan Kematian

Jaminan Kematian adalah jaminan yang diberikan kepada keluarga/ahli

waris tenaga kerja yang meninggal bukan akibat kecelakaan kerja, guna

(25)

pemakaman. Bagi tenaga kerja yang meninggal dunia, bukan akibat kecelakaan

kerja maka keluarganya berhak atas Jaminan Kematian, yang meliputi:

1) Biaya pemakaman

2) Santunan kematian berupa uang

Jaminan kematian (JK) dibayarkan kepada ahli waris tenaga kerja dari

peserta yang meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja, sebagai tambahan

bagi jaminan hari tua yang jumlahnya belum optimal. Keluarga dimaksud dalam

pasal 12 UU No. 3/1992 adalah istri atau suami, keturunan sedarah dari tenaga

kerja menurut garis lurus ke bawah dan ke atas, dihitung sampai derajat kedua,

termasuk anak yang disahkan. Apabila keturunan dalam garis lurus ke bawah atau

ke atas tidak ada, maka diambil garis ke samping dan mertua. Dalam tenaga kerja

tidak mempunyai ahli waris maka hak atas Jaminan Kematian dibayarkan kepada

pihak yang mendapat surat wasiat dari tenaga kerja bersangkutan atau perusahaan

pemakaman.

2.3.4 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)

Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas

tenaga kerja sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan

upaya kesehatan di bidang penyembuhan (kuratif). Oleh karenanya, upaya

penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika

dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan

penanggulangan kemampuan masyarakat melalui program jaminan social tenaga

kerja. Disamping itu pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan

kesehatan tenaga kerja yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan

(26)

demikian diharapkan tercapainya derajat kesehatan tenaga kerja yang optimal

sebagai potensi yang produktif bagi pembangunan. Jaminan pemeliharaan

kesehatan selain untuk tenaga kerja yang bersangkutan juga untuk keluarganya.

Orang yang berhak memperoleh Jaminan Pemeliharaan Kesehatan seperti

yang disebutkan dalam pasal 16 UU No. 3/1992 (Prinst) adalah tenaga kerja atau

suami atau istri dan anak, yang meliputi:

1) Rawat Jalan Tingkat Pertama

2) Rawat Jalan Tingkat Lanjutan

3) Rawat Inap

4) Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan

5) Penunjang diagnostik, dan

6) Pelayanan gawat darurat

Untuk itu Badan Penyelenggara wajib memberikan kepada setiap anggota :

1) Kartu pemeliharaan kesehatan, dan

2) Keterangan yang perlu diketahui peserta mengenai paket pemeliharaan

kesehatan yang diselenggarakan.

Pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan ini diatur berdasarkan

perjanjian secara tertulis dengan Badan Penyelenggara. Untuk penyelenggara

melakukan pembayaran kepada pelayanan kesehatan secara praupaya dengan

sistem kapitalisasi. Pelayanan kesehatan dilaksanakan oleh pelaksana dilakukan

sesuai dengan kebutuhan medis yang nyata dan standard, dengan tetap

memperhatikan mutu pelayanan.

Perbedaan lain program JPK dengan 3 program lain adalah dalam

(27)

JK) bersifat wajib bagi seluruh perusahaan dan tenaga kerja dengan iuran (premi)

yang ditentukan secara persentasi dari upah yang diterima, sedangkan kepesertaan

program JPK mencakup tenaga kerja beserta keluarganya dengan jumlah anak

maksimal 3 orang berusia di bawah 21 tahun dan belum menikah. Program JPK

bersifat wajib bersyarat, artinya perusahaan dapat tidak mengikut sertakan tenaga

kerjanya dalam program JPK sepanjang telah memberikan pelayanan kesehatan

dengan benefit atau manfaat yang lebih baik dibandingkan dengan ketentuan

dalam Undang-Undang nomor 3 tahun 1992. Hal ini disebutkan dalam Peraturan

Pemerintah nomor 14 tahun 1993 (Bab II, Pasal 2, ayat 4).

Disamping itu iuran dalam program JPK Jamsostek ditetapkan berdasarkan

persentasi dari upah yang dibedakan atas tenaga kerja lajang sebesar 3 % dan

tenaga kerja berkeluarga 6% dari upah yang diterima, namun untuk upah

maksimal dibatasi (ceiling) sebesar Rp. 1.000.000,-. Sebagai upah minimal tidak

disebutkan, namun karena hak normatif tenaga kerja adalah upah minimal

Regional/Propinsi, maka sebagai upah minimal ditentukan UMR/UMP yang

berlaku dan ditetapkan oleh Keputusan Gubernur.

A.Manfaat Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Manfaat program JPK secara umum diberikan dalam bentuk pelayanan

kesehatan yang dilayani oleh Pelaksana Pelayanan Kesehatan yang ditunjuk.

Program JPK Jamsostek diberikan secara terstruktur, berjenjang,

berkesinambungan, dan komprehensif dengan mengutamakan pelayanan kuratif.

Pelayanan dalam program JPK dibagi menjadi empat tingkatan pelayanan yaitu

(1). Pelayanan rawat jalan tingkat I, merupakan gate keeper dari pelayanan ke

(28)

umum/gigi, pemberian obat-obatan, tindakan medis oleh dokter umum/gigi,

penunjang diagnostik sederhana, persalinan normal, pelayanan imunisasi dasar,

pelayanan keluarga berencana, pelayanan konsultasi dan rujukan, (2). Pelayanan

rawat jalan spesialistis di rumah sakit merupakan pelayanan rujukan rawat jalan

yang mencakup pemeriksaan oleh dokter spesialis, pemberian obat-obatan

spesialistis sesuai standar obat JPK, penunjang diagnostik lanjutan (laboratorium,

radiolagi, pemeriksaan elektro medis, patologi anatomi), tindakan medis oleh

dokter spesialis, pelayanan emergensi dan pelayanan fisioterapi, (3). Pelayanan

rawat inap merupakan pelayanan lanjutan rawat jalan spesialis, tindak lanjut

pelayanan emergensi yang mencakup mondok dan makan di kelas 3 untuk RS

Swasta dan kelas 2 untuk RS Pemerintah Pusat/Daerah, visite minimal 1x sehari,

konsultasi spesialis lain, pemberian obat-obatan spesialistis sesuai standar obat

JPK, pelayanan operasi (kecil, sedang dan besar), pelayanan diruang

ICU/ICCU/PICU, pelayanan persalinan dengan komplikasi, penunjang diagnostik

lanjutan (laboratorium, radiolagi, pemeriksaan elektro medis, patologi anatomi),

tindakan medis oleh dokter spesialis, dan pelayanan fisioterapi. Lamanya jaminan

pelayanan rawat inap dibatasi sampai 60 hari perkasus pertahun sudah termasuk

pelayanan di ruang ICU/ICCU/PICU selama 20 hari bila diperlukan, (4).

Pelayanan Khusus yang meliputi pemberian alat bantu terdiri dari pemberian

kacamata, gigi palsu, alat bantu gerak, alat bantu dengar dan mata palsu yang

diberikan dalam bentuk plafon biaya jaminan dan peningkatannya diberikan

berdasarkan analisa perhitungan kecukupan dana program JPK.

Disamping keempat tingkatan pelayanan tersebut diatas, program JPK

(29)

Pembatasan pada jumlah hari rawat, (2). Pembatasan penggunaan PPK di luar

jaringan yang telah ditetapkan badan penyelenggara, (3). Pembatasan pemberian

obat-obatan, (4). Pembatasan pada pelayanan kelainan congenital, dll.

B.Kerjasama Dengan Pelaksana Pelayanan Kesehatan

Pelayanan yang diberikan kepada peserta dilakukan oleh jaringan

Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) yang telah ditunjuk. Adapun penunjukkan

PPK tersebut didasarkan pada negosiasi yang kemudian diikat dalam suatu ikatan

kerjasama. Pilihan terhadap PPK ditentukan berdasarkan lokasi yang mendekati

kawasan industri/perumahan, kelengkapan fasilitas yang dimiliki oleh PPK,

kemudahan pencapaian PPK serta kemampuan daya beli program JPK

berdasarkan iuran yang diterima pada masing-masing Kantor Cabang. Pada saat

ini program JPK diselenggarakan oleh ± 121 Kantor Cabang yang tersebar

diseluruh Indonesia. Ikatan kerjasama dengan PPK dilakukan oleh Kantor Cabang

masing-masing yang diketahui oleh Kantor Wilayah sebagai Pembina Kantor

Cabang di wilayahnya. Ikatan kerjasama tersebut mencakup fasilitas yang dimiliki

oleh masing-masing PPK, Hak dan Kewajiban masing-masing pihak dengan masa

kontrak minimal 1 (satu) tahun dan maksimal 5 (lima) tahun yang dapat

diperpanjang ataupun dihentikan pelayanannya berdasarkan analisa dan evaluasi

pelaksanaan pelayanan yang diberikan oleh PPK tersebut.

Jenis Pelaksana Pelayanan Kesehatan tingkat I yang ditunjuk oleh PT

Jamsostek antara lain Puskesmas, Balai Pengobatan baik didalam perusahaan

maupun swasta lainnya, Klinik 24 jam, dokter umum praktek swasta, sedangkan

(30)

RS ABRI maupun RS BUMN. Demikian pula Apotik atau Optikal yang

digunakan terdiri dari milik Pemerintah, Swasta, ABRI maupun BUMN.

Pola pembiayaan yang dilakukan dibedakan atas beberapa bentuk yaitu

kapitasi dan pembayaran jasa per pelayanan (fee for service, FFS). Pembiayaan

secara kapitasi umumnya dilakukan pada PPK tingkat I sesuai fasilitas pelayanan

yang dimiliki, sedangkan FFS umumnya dilakukan pada PPK tingkat II atau

rumah sakit, apotik dan optikal. Sistim pembayaran kapitasi pada seluruh

tingkatan pelayanan kesehatan atau biasa disebut dengan Kapitasi Penuh

dilakukan pada lembaga yang memiliki rumah sakit dan satelit jaringan PPK

tingkat I. Pemberian pelayanan kesehatan pada rumah sakit mengacu pada Standar

Pelayanan Medis yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan dan PB IDI.

C.Penyelenggaraan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

1) Perkembangan Kepesertaan

Kepesertaan Program JPK Jamsostek umumnya adalah peserta yang telah

mengikuti program Jamsostek lainnya. Namun bila dibandingkan dengan

kepesertaan saat ini, maka peserta program JPK baru mencapai 9,6% dari

total tenaga kerja yang telah mengikuti program Jamsostek lainnya. Hal

ini antara lain disebabkan karena interpretasi yang salah dari perusahaan

terhadap ketentuan batasan upah maksimal sebesar Rp. 1.000.000,- ,

kriteria manfaat yang lebih baik dari program JPK sesuai Peraturan

Pemerintah nomor 14 tahun 1993 yang mengijinkan tidak wajib mengikuti

program JPK Jamsostek. Law Enforcement oleh Depnakertrans yang

(31)

Berdasarkan pengamatan, rata-rata kenaikan jumlah perusahaan yang

mengikuti program JPK pertahun adalah 53,41%, sedangkan peningkatan

tenaga kerja sebesar 39,29% pertahun dan peningkatan tertanggung

sebesar 36,80% pertahun. Saat awal Undang-undang nomor 3 tahun 1992

digulirkan peningkatan kepesertaan program JPK cenderung meningkat

pesat, dan kemudian sedikit menurun namun pada saat krisis moneter pada

pertengahan 1997 sampai dengan 1998 kenaikan kepesertaan meningkat

kembali, karena banyaknya perusahaan yang tidak sanggup

menyelenggarakan sendiri jaminan kesehatan bagi tenaga kerjanya. Pada

kenyataannya banyak perusahaan yang mengikuti program JPK Jamsostek

tidak disertai dengan kemampuan melaporkan upah yang wajar. Bagi

kepesertaan 3 program lain, laporan upah tenaga kerja yang tidak

sebenarnya (lebih kecil daripada yang dibayarkan kepada tenaga kerja)

tidak mempunyai dampak yang signifikan karena jaminan yang diberikan

adalah sesuai dengan upah yang dilaporkan sebagai dasar menetapkan

iuran, namun bagi program JPK upah yang dilaporkan terlalu rendah

terlebih lagi bila di bawah UMP/UMR akan sangat berdampak pada daya

beli program JPK terhadap pelayanan kesehatan yang senatiasa meningkat

setiap tahun. Oleh karena itu banyak Kantor Cabang yang melakukan

pendekatan kepada perusahaan yang tidak mengikut sertakan tenaga

kerjanya secara keseluruhan atau melakukan penundaan kepesertaan dan

bahkan mempersilahkan untuk ke lembaga JPKM atau asuransi komersial

lainnya yang memberikan manfaat lebih baik daripada yang dapat

(32)

melaporkan upah dibawah UMP/UMR ditunda kepesertaannya sehingga

paling tidak secara rata-rata membayarkan upah diatas UMP/UMR.

Disamping itu sejak akhir tahun 1999 terdapat perubahan sistim informasi

kepesertaan Jamsostek secara keseluruhan sehingga kebijakan Direksi

lebih mengutamakan keakurasian data kepesertaan dengan menurunkan

target kepesertaan dan justru meningkatkan pelayanan kepada peserta. Hal

ini mengakibatkan terjadinya stagnasi pada perkembangan kepesertaan

program JPK sehingga target kepesertaan seluruh program diturunkan.

2) Perkembangan Upah

Besaran upah dalam program JPK merupakan hal yang sangat berpengaruh

karena iuran program Jamsostek ditetapkan berdasarkan persentasi dari

upah tenaga kerja. Ketentuan tentang batasan upah maksimal (ceiling)

menyebabkan banyak perusahaan yang mendaftarkan sebagian tenaga

kerjanya yang berupah rendah, sedangkan yang berupah tinggi tidak

disertakan dalam program JPK Jamsostek, hal ini semakin menurunkan

daya beli program JPK, yang pada akhirnya dapat berakibat pada

menurunnya mutu pelayanan kesehatan yang diterima oleh peserta.

Berdasarkan data 10 tahun terakhir rata-rata upah yang dilaporkan oleh

perusahaan sebagai dasar penetapan iuran program JPK adalah 34,35%

diatas rata-rata UMR/UMP yang merupakan hak normatif tenaga kerja.

Rata-rata kenaikan UMR/UMP dalam 10 tahun terakhir adalah 20,36%

sedangkan rata-rata kenaikan upah yang dilaporkan oleh perusahaan yang

mengikut sertakan dalam program JPK hanya 15,85%. Lebih tingginya

(33)

dilaporkan oleh perusahaan disebabkan oleh: (1) Sejak 3 tahun terakhir

Depnakertrans yang bertanggung jawab terhadap pengupahan tenaga kerja

sektor formal menaikan UMR/UMP yang semakin mendekati kebutuhan

hidup minimum (KHM); (2) Masih rendahnya kesadaran perusahaan

terhadap asuransi sehingga banyak perusahaan yang mendaftarkan hanya

sebagian tenaga kerja; (3) Kesulitan perusahaan sehubungan dengan krisis

ekonomi di Indonesia yang berkepanjangan.

Pada akhir tahun 1995 PT Jamsostek (Persero) mengadakan Kerjasama

Operasional dengan Badan Urusan Piutang Lelang Negara (BUPLN) yang

disosialisasikan pada tahun 1996 dan pembayaran piutang iuran mulai

dibayarkan tahun 1996 dan mencapai puncaknya pada tahun 1997, karena

pada akhir tahun 1997 dilakukan penghapus bukuan perusahaan yang

menunggak karena pailit. Namun pada tahun 1998 karena terjadinya krisis

ekonomi banyak perusahaan yang telah menjadi peserta program JPK

menunggak iuran program JPK, sedangkan ketentuan dalam program JPK

perusahaan masih dapat terus dilayani pelayanan kesehatannya sampai

dengan maksimal menunggak 3 bulan atau sama dengan 4 bulan

pelayanan, sehingga walaupun krisis ekonomi masih terus berlangsung

peserta tidak banyak yang keluar.

3) Penerimaan Iuran

Besarnya iuran program JPK Jamsostek adalah 3% bagi tenaga kerja

lajang dan 6% bagi tenaga kerja berkeluarga dari upah yang dilaporkan.

Besarnya jumlah tenaga kerja lajang yang merupakan 53,81% dari total

(34)

berkeluarga dengan rata-rata tenaga kerja berkeluarga mempunyai 2,20

tertanggung. Semakin besarnya perbandingan tenaga kerja lajang, maka

semakin besar pula besarnya iuran perkapita yang dapat meningkatkan

daya beli program JPK. Berdasarkan evaluasi data 10 tahun terakhir, maka

secara rata-rata setiap tertanggung atau kapita memberikan kontribusi

(iuran) sebesar 2,16% dari upah.

Besarnya kenaikan UMR/UMP mempengaruhi kenaikan pada upah yang

dilaporkan oleh perusahaan sehingga cukup bermakna, disamping itu lebih

banyaknya tenaga kerja lajang dapat meningkatkan daya beli program JPK

secara perkapita. Akibatnya rata-rata kenaikan iuran perkapita dalam 10

tahun terakhir yaitu sebesar 15,68% atau lebih besar dari pada kenaikan

biaya pelayanan kesehatan perkapita yang rata-rata tiap tahun meningkat

sebesar 14,84%. Apabila kualitas upah yang dilaporkan perusahaan

semakin baik, maka dapat diramalkan bahwa hal ini akan meningkatkan

daya beli program JPK yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan secara keseluruhan.

4) Pembiayaan Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan data 10 tahun terakhir rata-rata cost ratio biaya pelayanan

kesehatan program JPK pertahun 70,39% yang artinya sedikit lebih tinggi

dari standar biaya program JPK yaitu 70% dari besarnya iuran. Walaupun

cost ratio biaya pelayanan kesehatan relatif dalam batasan normal, namun

bila diamati lebih lanjut pelayanan kesehatan yang diberikan oleh jaringan

Pelaksana Pelayanan Kesehatan masih banyak keluhan. Hal ini dapat

(35)

Namun mengamati data perkembangan cost ratio 10 tahun terakhir,

tingginya cost ratio biaya pelayanan kesehatan yang dimulai tahun 1995

dan masih terus berlanjut sampai dengan tahun 1999 antara lain

disebabkan : (1). Mulai tahun 1995 Direksi PT Jamsostek membuat

kebijakan untuk melakukan outsourcing pelayanan kesehatan kepada pihak

III dengan pola pembiayaan secara kapitasi penuh, (2). Pola tersebut tidak

disertai dengan upaya pengendalian biaya, pembinaan pada pihak III

maupun jaringan PPK yang seharusnya dilakukan oleh Kantor Cabang PT

Jamsostek, (3). Pihak III sebagai lembaga yang menyelenggarakan bisnis

pelayanan kesehatan harus mempunyai laba dengan cara menekan

pelayanan yang berakibat pada penurunan mutu pelayanan kesehatan yang

diberikan kepada peserta, (4). Krisis moneter yang menimpa Indonesia

dimulai pertengahan tahun 1997 menyebabkan peningkatan biaya

pelayanan kesehatan yang cukup tinggi karena masih banyak bahan baku

obat maupun penunjang medis yang menggunakan bahan import sehingga

untuk mengantisipasi penyelenggaraan program JPK di daerah, Direksi

melepas batasan cost ratio biaya pelayanan kesehatan sehingga rata-rata

menjadi 84,50% se Indonesia (Batasan cost ratio untuk setiap Kantor

Wilayah berbeda tergantung kemampuan daya beli masing-masing yaitu

berkisar antara 75% sampai dengan 100%), (5). Kenaikan UMR/UMP

yang mendekati KHM dimulai tahun 1999, namun belum terasa

dampaknya karena kondisi perekonomian bangsa Indonesia yang belum

(36)

Mengamati perkembangan cost ratio biaya pelayanan kesehatan pada 2

tahun terakhir ternyata lebih terkendali hal ini antara lain disebabkan

beberapa hal antara lain (1). Kenaikan UMR/UMP yang semakin

mendekati Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) sehingga menyebabkan

rata-rata kenaikan UMR/UMP adalah 23% s/d 35%; (2). Melalui SE

Direksi tahun 2001, kembali kepada batasan cost ratio sebagai dasar

pengendalian biaya adalah 80% dari iuran.

Berdasarkan pengamatan pembiayaan pelayanan kesehatan program JPK

dalam 10 tahun terakhir rata-rata kenaikan biaya pelayanan kesehatan

perkapita (14,83%) yang relatif masih lebih rendah dibandingkan dengan

rata-rata kenaikan iuran pertahun (15,68%). Namun pada tahun 1998,

turunnya penerimaan iuran dibandingkan tahun lalu antara lain disebabkan

banyaknya perusahaan yang kembali menunggak iuran setelah dilakukan

pemutih bukuan piutang iuran perusahaan pada tahun 1997. Tunggakan

iuran yang melebihi 3 bulan pembayaran iuran, pelayanannyapun

dihentikan sementara untuk kemudian dapat dilayani kembali, bila

kewajiban telah dilunasi.

5) Perkembangan dalam Utilisasi Pelayanan

Membahas tentang utilisasi pelayanan program JPK adalah sama dengan

konsep JPKM, dimana pelayanan yang diberikan melalui sistim yang

terstruktur, berjenjang dan berkesinambungan. Oleh karena itu utilisasi

sangat dipengaruhi oleh sistim dan prosedur tersebut, artinya pelayanan

pada jenjang yang lebih tinggi seyogyanya diberikan berdasarkan rujukan

(37)

Dalam satu dekade penyelenggaraan program JPK rata-rata utilisasi

pelayanan pada Pelaksanan Pelayanan Kesehatan tingkat I adalah 142,89

per 1.000 tertanggung sementara itu rata-rata rujukan dari PPK tingkat I

adalah 57,93 per 1.000 kunjungan ke PPK tingkat I dan menjadi pasien

pada PPK tingkat II rawat jalan, sehingga rata-rata kunjungan ke PPK

tingkat II rawat jalan berkisar 8,22 per 1.000 tertanggung. Untuk utilisasi

rawat inap rata-rata 2,37 per 1.000 tertanggung dengan rata-rata angka

rujukan dari PPK tingkat II rawat jalan yang menjadi rawat inap sebesar

292,98 per 1.000 kunjungan PPK tingkat II rawat jalan. Data utilisasi yang

kami amati selama 10 tahun terakhir ini, belum memperhatikan aspek

mutu pelayanan medis terutama pada PPK tingkat I, karena selama ini PT

Jamsostek belum mempunyai standar mutu pelayanan secara

komprehensif. Sedangkan mutu pelayanan pada PPK tingkat II rawat jalan

maupun rawat inap pengendaliannya belum berjalan dengan baik karena

PT Jamsostek sendiri dalam penyelenggaraan program JPK masih

kekurangan personil tenaga medis yang berkualitas.

Utilisasi antara lain dipengaruhi oleh paket benefit yang ditawarkan,

fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan, mutu pelayanan yang

diberikan. Semakin menarik dan beragamnya paket benefit yang

ditawarkan, sehingga akan mengakomodir kebutuhan masyarakat terhadap

pelayanan kesehatan, maka utilisasinya akan semakin tinggi. Hal ini

disebabkan karena banyaknya peserta yang ingin menggunakan. Demikian

(38)

digunakan, bila semakin besar jaringan PPK bermutu yang ditunjuk, maka

utilisasi akan semakin besar pula.

Namun perlu diingat bahwa pada suatu saat utilisasi tersebut mencapai titik

jenuh artinya tingkat utilisasi akan terkendali sejalan dengan meningkatnya

derajat kesehatan peserta pada khususnya dan masyarakat pada umumnya,

dan tidak kalah pentingnya tingkat pendidikan yang semakin baik akan

menyadarkan peserta untuk memanfaatkan fasilitas sewajarnya sesuai

dengan kebutuhan medis. Upaya promotif dan preventif pada semua

tingkatan pelayanan pada akhirnya dapat meningkatkan perilaku sehat

peserta maupun masyarakat yang akan meningkatkan derajat

kesehatannya. Demikian pula, bila pelayanan semakin bermutu, maka

penggunaan pelayanan kesehatan akan semakin terkendali dengan baik.

Rujukan dari PPK tingkat I ke rawat jalan spesialis rata-rata sebesar 57,93

per 1.000 kunjungan ke PPK tingkat I dipengaruhi oleh berbagai hal antara

lain (1). Ketidak mampuan PPK tingkat I menangani kasus, (2). Diagnosa

penyakit spesialistik, (3). Kurang lengkapnya sarana pada PPK tingkat I,

(4). Rendahnya kualitas pelayanan PPK tingkat I, (5). Rendahnya biaya

kapitasi yang dibayarkan ke PPK tingkat I, sehingga PPK tingkat I

cenderung merujuk peserta ke PPK tingkat II. Oleh karena pelayanan

program JPK Jamsostek terstruktur, berjenjang dan berkesinambungan,

maka pelayanan rawat inap umumnya harus melalui pelayanan rawat jalan

spesialis kecuali untuk kasus emergensi dengan indikasi medis. (Achmad

(39)

2.3.5 Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dan Faktor-Faktor yang

berpengaruhi

Peraturan Pemerintah RI Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan

Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pasal 2 ayat 3 dan 4 menyebutkan

Pengusaha yang telah menyelenggarakan sendiri program pemeliharaan kesehatan

bagi tenaga kerjanya dengan manfaat yang lebih baik dari paket jaminan

pemeliharaan kesehatan dasar menurut Peraturan Pemerintah ini, tidak wajib ikut

dalam jaminan pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan oleh badan

penyelenggara”. Peraturan Pemerintah ini memberi peluang persaingan terhadap

produk jaminan pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan oleh pihak

penyelenggara lain. Oleh sebab itu sanyat layak untuk diteliti faktor-faktor apa

yang dapat mempengaruhi minat pengusaha untuk mengikuti program tersebut.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan program JPK adalah :

1. Minat Mengikuti Program

Minat beli adalah tahap kecenderungan responden untuk bertindak

sebelum keputusan membeli benar-benar dilaksanakan. Terdapat perbedaan antara

pembelian aktual dan minat pembelian. Bila pembelian aktual adalah pembelian

yang benar-benar dilakukan oleh konsumen, maka minat pembelian adalah niat

untuk melakukan pembelian pada kesempatan mendatang. Meskipun merupakan

pembelian yang belum tentu akan dilakukan pada masa mendatang namun

pengukuran terhadap minat pembelian umumnya dilakukan guna

memaksimumkan prediksi terhadap pembelian aktual itu sendiri. Intention to buy

(40)

mencerminkan rencana dari pembeli untuk membeli suatu merek tertentu dalam

suatu periode waktu tertentu.

2. Birokrasi

Birokrasi merupakan instrumen penting dalam masyarakat modern yang

kehadirannya tak mungkin terelakkan. Eksistensi birokrasi ini sebagai

konsekuensi logis dari tugas utama negara (pemerintahan) untuk

menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat (social welfare). Negara dituntut

terlibat dalam memproduksi barang dan jasa yang diperlukan oleh rakyatnya

(public goods and services) baik secara langsung maupun tidak. Bahkan dalam

keadaan tertentu negara yang memutuskan apa yang terbaik bagi rakyatnya. Untuk

itu negara mernbangun sistem administrasi yang bertujuan untuk melayani

kepentingan rakyatnya yang disebut dengan istilah birokrasi. Bagi banyak orang,

konsep birokrasi lekat dengan “tak efektif”, “lambat”, “kaku”, bahkan

“menyebalkan”. Stempel-stempel seperti ini pada satu sisi menemui sejumlah

kebenarannya pada fakta lapangan. Namun, sebagian lain merupakan stereotipe

yang sesungguhnya masih dapat diperdebatkan keabsahannya. Konsep birokrasi

yang dikaji mengikut pada dua teoritisi yang cukup berpengaruh di bidang ini.

Pertama adalah konsep birokrasi yang disodorkan oleh Max Weber. Kedua adalah

konsep birokrasi yang disodorkan oleh Marin Albrow.

Ditinjau dari etimologi Birokrasi ini berasal dari kata “bureau”. Kata

“bureau” berasal dari bahasa Perancis yang kemudian diintroduksi Jerman. Jadi

arti kata “bureau” yaitu meja atau kadang diperluas menjadi kantor. Sebab itu,

birokrasi adalah aturan yang dikendalikan lewat meja atau kantor. Pada

(41)

sejenis kekuasaan felksibel semisal Demokrasi, Aristokrasi, ataupun Oligarki. Di

titik puncak sebuah kekuasaan birokrasi terdapat jenis kekuasaan yang kurang

birokratis misalnya parlemen atau eksekutif.

Hal yang disampaikan Max Weber sendiri tidak pernah secara definitif

menyebutkan makna birokrasi tersebut. Weber menyebut begitu saja konsep ini

lalu menganilisis ciri-ciri apa yang seharusnya melekat pada birokrasi. Gejala

birokrasi yang dikaji Weber sesungguhnya birokrasi-patrimonial.

Birokrasi-Patrimonial ini berlangsung di masa Weber masih hidup, yaitu birokrasi yang

dikembangkan pada Dinasti Hohenzollern di Prussia.

Birokrasi tersebut dianggap oleh Weber tidak rasional. Banyak pengangkatan

pejabat yang mengacu pada political-will pimpinan Dinasti. Akibatnya banyak

pekerjaan negara yang salah urus atau tidak mencapai hasil secara maksimal. Atas

dasar ketidakrasional itu, Weber kemudian mengembangkan apa yang seharusnya

(ideal typhus) melekat di sebuah birokrasi.

Weber terkenal dengan konsepsinya mengenai tipe ideal (ideal typhus) bagi

sebuah otoritas legal dapat diselenggarakan, yaitu :

1. Tugas-tugas pejabat diorganisir atas dasar aturan yang berkesinambungan.

2. Tugas-tugas tersebut dibagi atas bidang-bidang yang berbeda sesuai dengan

fungsi-fungsinya, yang masing-masing dilengkapi dengan syarat otoritas dan

sanksi-sanksi.

3. Jabatan-jabatan tersusun secara hirarkis, yang disertai dengan rincian hak-hak

(42)

4. Aturan-aturan yang sesuai dengan pekerjaan diarahkan baik secara tekhnis

maupun secara legal. Dalam kedua kasus tersebut, manusia yang terlatih

menjadi diperlukan.

5. Anggota sebagai sumber daya orgaisasi berbeda dengan anggota sebagai

individu pribadi.

6. Pemegang jabatan tidaklah sama dengan jabatannya.

7. Administrasi didasarkan pada dokumen-dokumen tertulis dan hal ini cenderung

menjadikan kantor (biro) sebagai usat organisasi modern.

8. Sistem-sistem otoritas legal dapat mengambil banyak bentuk, tetapi dilihat

bentuk aslinya, sistem tersebut tetap berada dalam suatu staf administrasi

birokratik.

Bagi Weber, jika ke delapan sifat di atas dilekatkan ke suah birokrasi, maka

birokrasi tersebut dapat dikatakan bercorak legal-rasional.

Selanjutnya Weber melanjutkan ke sisi pekerja (staf) di organisasi yang

legal-rasional. Bagi weber, kedudukan staf di sebuah organisasi legal-rasional adalah

sebagai berikut :

1. Para anggota staf bersifat bebas secara pribadii, dalam arti hanya menjalankan

tugas-tugas impersonal sesuai dengan jabatan mereka.

2. Terdapat hirarki jabatan yang jelas.

3. Fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas.

4. Para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak.

5. Para pejabat dipilih berdasarkan kelaifikasi profesional, idealnya didasarkan

(43)

6. Para pejabat memiliki gaji dan biasanya juga dilengakapi hak-hak pensiun. Gaji

bersifat berjenjang menurut kedudukan dalam hirarki. Pejabat dapat selalu

menempati posnya dan dalam keadaan-keadaan tertentu, pejabat juga dapat

diberhentikan.

7. Pos jabatan adalah lapangan kerja yang pokok bagi para pejabat.

8. Suatu struktur karir dan promosi dimunkinkan atas dasar senioritas dan

keahlian (skill) serta menurut pertimbangan keunggulan (superior).

9. Pejabat sangat mungkin tidak sesuai dengan pos jabatannya maupun dengan

sumber-sumber yang tersedia di pos tersebut.

10.Pejabat tunduk pada sistem disiplin dan kontrol yang seragam.

Weber juga menyatakan birokrasi itu sistem kekuasaan di mana pemimpin

(super-ordinat) mempratekkan kontrol atas bawahan (sub-ordinat). Sistem

birokrasi menekankan pada aspek “disiplin”. Sebab itu, weber juga memasukkan

birokrasi sebagai sistem legal-rasional. Legal artinya tunduk pada aturan-aturan

tertulis dan dapat disimak oleh siapa pun juga. Rasional artinya dapat dipahami,

dipelajari, dan jelas penjelasannya serta sebab akibatnya.

Khususnya Weber memperhatikan fenomena kontrol super-ordinat atas

sub-ordinat. Kontrol ini, jika tidak dilakukan pembatasan, berakibat pada akumulasi

kekuatan absolut di tangan super-ordinat. Akibatnya, organisasi tidak lagi berjalan

secara rasional melainkan sesuai keinginan pemimpin belaka.

Bagi Weber, perlu dilakukan pembatasa atas setiap kekuasaan yang ada di dalam

birokrasi, yang meliputi point-point berikut :

1. Kolegalitas. Kolegalitas adalah suatu prinsip pelibatan orang lain dalam

(44)

atasan mengambil satu keputusan sendiri. Namun, prinsip kolegalitas dapat

saja diterapkan guna mencegah korupsi kekuasaan.

2. Pemisahan Kekuasaan. Pemisahan kekuasaan berarti pembagian tanggung

jawab terhadap fungsi yang sama antara dua badan atau lebih. Misalnya, untuk

menyepakati anggaran negara, perlu keputusan bersama antara badan DPR dan

Presiden. Pemisahan kekuasaan menurut Weber tidaklah stabil tetapi dapat

membatasi akumulasi kekuasaan.

3. Administrasi Amatir. Administrasi amatir dibutuhkan tetapi pemerintah tidak

mampu membayar orang-orang untuk mengerjakan tugas birokrasi dapat saja

direkrut warga negara yang dapat melaksanakan tugas tersebut. Misalnya,

kalau KPU (Birokrasi negara Indonesaia) “kerepotan” menghitung surat bagi

tiap TPS. Ibu-ibu rumah tangga diberi kesempatan menghitung dan diberi

honor. Tentu saja, pejabat KPU ada yang mendampingi selama pelaksanaan

tugas tersebut.

4. Demokrasi Langsung. Demokrasi langsung berguna dalam membuat orang

bertanggung jawab kepada suatu majelis. Misalnya Gubernur Bank Indonesia,

meski merupakan prerogatif Presiden untuk mengangkatnya, terlebih dahulu

harus di-fit and proper-test oleh DPR. Ini berguna agar Gubernur BI yang

diangkat merasa bertanggung jawab kepada rakyat secara keseluruhan.

5. Representasi. Representasi didasarkan pengertian seorang pejabat yang

diangkat mewakili para pemilihnya. Dalam kinerja birokrasi, partai-partai

politik dapat diandalkan dalam mengawasi kinerja pejabat dan staf birokrasi.

Ini akibat pengertian tidak langsung bahwa anggota DPR dari partai politik

(45)

3. Pelayanan

Pelayanan didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam

pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai, atau dikonsumsi sehingga dapat

memuaskan keinginan atau kebutuhan (Kotler dan Armstrong, 2006). Di dalam

mengembangkan sebuah produk, produsen harus menentukan mutu yang akan

mendukung posisi produk itu di pasaran. Mutu dapat didefinisikan sebagai

memberikan yang lebih besar atau lebih unggul dalam suatu produk sebagai

pembanding dengan alternatif bersaing dari pandangan pasar. Mutu juga

merupakan konsep sentral dalam strategi pemasaran karena dapat membangun

kepuasan konsumen. Beberapa beranggapan bahwa mutu merupakan faktor

penting yang mempengaruhi kinerja jangka panjang suatu unit bisnis. Mutu

merupakan konsep multidimensi yang kompleks dan dapat berupa elemen

material dan non material yang tidak dapat secara mudah

dievaluasi oleh konsumen.

4. Fasilitas

Program Jamsostek yang memiliki payung hukum merupakan kebijakan

sosial. Setelah program Jamsostek melewati tahap penetapan dan dalam waktu

yang cukup panjang telah dilaksanakan, adalah sangat penting pelaksanaan

program Jaminan pemeliharaan kesehatan evaluasi berbagai kelemahan. Evaluasi

terhadap kesediaan fasilitas program JPK tentu mengikuti mekanisme atau proses

yang ada, mulai daripada keikutsertaan perusahaan dan karyawan sebagai peserta

JPK hingga pelayanan oleh unit-unit pelaksana pelayanan yang ditunjuk dan

ditetapkan oleh PT. Jamsostek sebagai mitra kerja dalam rangka implementasi

(46)

unit-unit pelaksana pelayanan yang terlibat tentu merupakan ujung tombak

implementasi program JPK. Tampilan dan fasilitas oleh institusi yang menjadi

ujung tombak implementasi program JPK akan menimbulkan suatu fenomena

yang dirasakan oleh karyawan sebagai peserta Jamsostek, apakah mereka merasa

puas atau tidak atas fasilitas yang diterima. Bahkan lebih khusus lagi, sejauh mana

tingkat kepuasan ataupun kekecewaan yang dirasakan pihak karyawan dalam

rangka pemenuhan hak-hak normatifnya.

5. Lokasi Pelayanan

Keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan sebagai Pelaksana Pelayanan

Kesehatan (PPK) yang telah dipilih oleh PT. Jamsostek (Persero) untuk

menyediakan produk yang sama di seluruh wilayah Indonesia.

6 Iuran

Iuran dalam hal ini diidentikkan dengan harga. Harga merupakan faktor

yang diyakini para peneliti mempengaruhi kepuasan pelanggan (Johnson &

Gustafsson dalam Prinst, 1994). Konsumen cenderung menggunakan harga

sebagai sebuah indikator dari kualitas. Harga adalah service as a signal of quality.

Faktor terpenting dari harga sebenarnya bukan harga itu sendiri (objective price),

akan tetapi harga subyektif, yaitu harga yang dipersepsikan oleh konsumen.

Apabila konsumen mempersepsikan produk A harganya tinggi/mahal, maka hal

ini akan berpengaruh positif terhadap perceived quality dan perceived sacrifice .

Artinya, konsumen mungkin memandang produk A adalah produk berkualitas,

oleh karena itu wajar bila memerlukan pengorbanan uang yang lebih mahal.

Perceived price yaitu sesuatu yang dikorbankan oleh konsumen untuk

(47)

tepat harga dari suatu produk, sedangkan yang lainnya hanya mampu

memperkirakan harga berdasarkan pembelian pada masa lampau. Konsumen akan

membeli suatu produk bermerek jika harganya dipandang layak oleh mereka.

Iuran merupakan dasar perhitungan jaminan pemeliharaan kesehatan dari

upah sebulan sebesar 6 % bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga, dan 3 % dari

upah sebulan bagi tenaga kerja yang belum berkeluarga. Dasar perhitungan iuran

jaminan pemeliharaan kesehatan dari upah sebulan sebagaimana dimaksud adalah

setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).

7 Promosi (Sosialisasi)

Promosi adalah bentuk persuasi langsung melalui penggunaan berbagai

insentif yang dapat diukur untuk merangsang pembelian produk dengan daya tarik

,jangkauan serta frekuensi promosi (Kotler dan Armstrong, 2006). Bauran

promosi yang dilakukan perusahaan akan menciptakan suatu penilaian tersendiri

pada pikiran konsumen sehingga penilaian konsumen terhadap promosi produk

secara langsung maupun tidak langsung akan menciptakan image terhadap suatu

produk. Aktivitas promosi merupakan usaha pemasaran yang memberikan

berbagai upaya intensif jangka pendek untuk mendorong keinginan mencoba atau

membeli suatu produk atau jasa (Kotler dan Armstrong, 2006). Seluruh kegiatan

promosi bertujuan untuk mempengaruhi perilaku pembelian, tetapi tujuan promosi

yang utama adalah memberitahukan, membujuk dan mengingatkan.

8. Profesional

Profesional artinya dapat memberikan pelayanan yang dapat dirasakan

Gambar

Tabel 1.1. Daftar Perusahaan Aktif  Peserta Jamsostek dan
Gambar 3.1  Kerangka Konseptual
Tabel 3.1  Defenisi Operasional Variabel
Tabel 3.1  Defenisi Operasional Variabel (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT., atas segala karunia dan ridho-NYA, sehingga tesis dengan judul “Hubungan Faktor Sosiodemografi dan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN NASABAH BERTRANSAKSI DI BANK KONVENSIONAL. (Studi Kasus Nasabah Muslim PT BRI (Persero) Tbk, Cabang

Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT., atas segala karunia dan ridho-NYA, sehingga tesis dengan judul “Hubungan Faktor Sosiodemografi dan