ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT PENGUSAHA MENGIKUTI PROGRAM JAMINAN
PEMELIHARAAN KESEHATAN (JPK)
GELADIKARYA
Oleh :
BAMBANG UTAMA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(Studi pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Belawan)
PENGESAHAN GELADIKARYA
Judul Geladikarya : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat
Pengusaha Mengikuti Program Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan (JPK)
(Studi pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Belawan)
Nama : Bambang Utama
Program Studi : Magister Manajemen
Menyetujui :
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng
Ketua
Dra. Sri Mulyani, Ak, MBA
Anggota
Ketua Program Studi Direktur Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Darwin Sitompul, M.Eng Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE
RINGKASAN EKSEKUTIF
Program Jaminan Sosial yang telah berjalan di Indonesia adalah : (i) PT Jamsostek (Persero) untuk karyawan di sektor swasta dan BUMN, (ii) PT.
Taspen dan PT. Askes untuk Pegawai Negeri Sipil, dan (iii) PT. Asabri untuk anggota TNI dan Polri. Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja yang dikelola PT. Jamsostek (Persero) meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jamiman Kematian, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Namun dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pasal 2 ayat 3 dan 4 terkesan tidak mengikat dan memberi peluang persaingan terhadap produk jaminan pemeliharaan kesehatan. Data peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) PT. Jamsostek (Persero) Cabang Belawan diatas, tahun 2006 sampai dengan 2010 terus mengalami peningkatan, namun pencapaian dari tahun ke tahun masih dibawah target, di wilayah kerja PT. Jamsostek (Persero) Cabang Belawan.
Penelitian ini dilakukan di PT. Jamsostek (Persero) Cabang Belawan dan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar faktor-faktor seperti birokrasi, fasilitas, pelayanan, sosialiasi, besarnya iuran, perilaku pengusaha, dan jaminan mempengaruhi minat pengusaha mengikuti program JPK secara simultan.
EXECUTIVE SUMMARY
Social Security program has been running in Indonesia are: (i) PT. Jamsostek (Persero) for employees in the private sector and state
enterprises, (ii) PT. Taspen and PT. Askes for the Civil Service, and (iii) PT Asabri to members of the TNI and the Police . The scope of social security programs managed by PT. Jamsostek (Persero) Employment Accident Insurance cover, Jamiman Death, Old Age Security and Health Insurance. But in Government Regulation No. 14 of 1993 concerning Manpower Social Security Program of Article 2, paragraph 3 and 4 seem not binding and provides an opportunity to compete for health care insurance products. Participants Data Health Insurance (JPK) PT. Jamsostek (Persero) Branch above Belawan, 2006 to 2010 continued to experience an increase, the achievement from year to year is still under target in the region of PT. Jamsostek (Persero) Branch of Belawan.
The research was conducted at PT. Jamsostek (Persero) Branch of Belawan and aims to determine how much to factors such as bureaucracy, facilities, service, socializing, contributions, the behavior of entrepreneurs, and the assurance affects the interest of employers to follow the program JPK simultaneously or partial.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa geladikarya yang berjudul :
“ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT
PENGUSAHA MENGIKUTI PROGRAM JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN (JPK) (Studi pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan)”
adalah benar hasil karya sendiri yang belum pernah dipublikasikan. Semua
sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas.
Medan, 23 Juli 2012
Yang Membuat Pernyataan
RIWAYAT HIDUP
Bambang Utama, lahir di Medan, 3 Desember 1967, anak kelima dari delapan
bersaudara dari pasangan Bapak Almarhum H. Mohd. Harun dan Ibu
Almarhumah Hj. Zubaidah, Menikah dengan Susi Ismarani dan dikarunia 1 (satu)
orang putra yang bernama Raditya Eka Nugraha.
Riwayat Pendidikan
SD Negeri 1 Tanjung Balai Tamat Tahun 1981
SMP Negeri 1 Tanjung Balai Tamat Tahun 1984
SMA Swasta Nasional Khalsa Tamat Tahun 1987
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Medan Area Tamat Tahun 1992
Riwayat Pendidikan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah S.W.T. yang memberikan
kekuatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang
berjudul : “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Pengusaha
Mengikuti Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Studi pada PT.
Jamsostek (Persero) Cabang Belawan”. Penulisan Geladikarya ini merupakan
salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister
Manajemen Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua terkasih yang telah
mendahului penulis Alm. H. Mohd. Harun dan Almh. Hj. Zubaidah, semoga Allah
S.W.T. memberikan tempat terbaik untuk keduanya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Darwin Sitompul, M.Eng selaku Ketua Program Studi
Magister Manajemen Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Dr. ir. Nazaruddin, MT selaku Sekretaris Program Studi Magister
Manajemen Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng selaku Ketua Komisi
Pembimbing
6. Bapak dan Ibu Dosen di Program Studi Magister Manajemen Universitas
Sumatera Utara.
7. Pimpinan dan karyawan PT. Jamsostek (Persero).
8. Staf Akademik di Program Studi Magister Manajemen Universitas Sumatera
Utara.
9. Istri tercinta Susi Ismarani dan putraku Raditya Eka Nugraha yang selalu
memberikan semangat dan doa kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa usulan penelitian geladikarya ini masih banyak
memiliki kekurangan, semoga Geladikarya ini memberi manfaat bagi yang
membacanya.
Medan, 23 Juli 2012
DAFTAR ISI
2.3.4 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) ……… 13
2.3.5 Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dan Faktor-Faktor yang berpengaruhi ... 27
4.7 Analisis Data …...………. 50
BAB V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN………… 53
5.1 Sejarah Singkat Perusahaan ….………... 53
5.2 Struktur Organisasi dan Job Description……….. 53
BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN ………. 63
6.1 Deskripsi Hasil Kuesioner……….… 63
6.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 74
6.3 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 80
6.4 Hasil Pengujian Hipotesis ... 85
6.5 Persamaan Regresi ... 88
6.6 Evaluasi Pelaksanaan JPK... 92
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 94
7.1 Kesimpulan ... 94
7.2 Saran ... 95
RINGKASAN EKSEKUTIF
Program Jaminan Sosial yang telah berjalan di Indonesia adalah : (i) PT Jamsostek (Persero) untuk karyawan di sektor swasta dan BUMN, (ii) PT.
Taspen dan PT. Askes untuk Pegawai Negeri Sipil, dan (iii) PT. Asabri untuk anggota TNI dan Polri. Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja yang dikelola PT. Jamsostek (Persero) meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jamiman Kematian, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Namun dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pasal 2 ayat 3 dan 4 terkesan tidak mengikat dan memberi peluang persaingan terhadap produk jaminan pemeliharaan kesehatan. Data peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) PT. Jamsostek (Persero) Cabang Belawan diatas, tahun 2006 sampai dengan 2010 terus mengalami peningkatan, namun pencapaian dari tahun ke tahun masih dibawah target, di wilayah kerja PT. Jamsostek (Persero) Cabang Belawan.
Penelitian ini dilakukan di PT. Jamsostek (Persero) Cabang Belawan dan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar faktor-faktor seperti birokrasi, fasilitas, pelayanan, sosialiasi, besarnya iuran, perilaku pengusaha, dan jaminan mempengaruhi minat pengusaha mengikuti program JPK secara simultan.
EXECUTIVE SUMMARY
Social Security program has been running in Indonesia are: (i) PT. Jamsostek (Persero) for employees in the private sector and state
enterprises, (ii) PT. Taspen and PT. Askes for the Civil Service, and (iii) PT Asabri to members of the TNI and the Police . The scope of social security programs managed by PT. Jamsostek (Persero) Employment Accident Insurance cover, Jamiman Death, Old Age Security and Health Insurance. But in Government Regulation No. 14 of 1993 concerning Manpower Social Security Program of Article 2, paragraph 3 and 4 seem not binding and provides an opportunity to compete for health care insurance products. Participants Data Health Insurance (JPK) PT. Jamsostek (Persero) Branch above Belawan, 2006 to 2010 continued to experience an increase, the achievement from year to year is still under target in the region of PT. Jamsostek (Persero) Branch of Belawan.
The research was conducted at PT. Jamsostek (Persero) Branch of Belawan and aims to determine how much to factors such as bureaucracy, facilities, service, socializing, contributions, the behavior of entrepreneurs, and the assurance affects the interest of employers to follow the program JPK simultaneously or partial.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pemeliharaan kesehatan adalah hak tenaga kerja. Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan (JPK) adalah salah satu program Jamsostek yang membantu tenaga
kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Mulai dari pencegahan,
pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu peningkatan
fungsi organ tubuh, dan pengobatan, secara efektif dan efisien. Setiap tenaga kerja
yang telah mengikuti program JPK akan diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan
Kesehatan) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Manfaat
JPK bagi perusahaan yakni perusahaan dapat memiliki tenaga kerja yang sehat,
dapat konsentrasi dalam bekerja sehingga lebih produktif.
Program JPK memberikan manfaat paripurna meliputi seluruh kebutuhan
medis yang diselenggarakan di setiap jenjang PPK dengan rincian cakupan
pelayanan sebagai berikut :
1. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama, adalah pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh dokter umum atau dokter gigi di Puskesmas, Klinik, Balai
Pengobatan atau Praktek
2. Pelayanan Rawat Jalantingkat II (lanjutan), adalah pemeriksaan dan
pengobatan yang dilakukan oleh dokter spesialis atas dasar rujukan dari
dokter PPK I sesuai dengan indikasi medis
3. Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit, adalah pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada peserta yang memerlukan perawatan di ruang rawat inap
4. Pelayanan Persalinan, adalah pertolongan persalinan yang diberikan
kepada tenaga kerja wanita berkeluarga atau istri tenaga kerja peserta
program JPK maksimum sampai dengan persalinan ke 3 (tiga).
5. Pelayanan Khusus, adalah pelayanan rehabilitasi, atau manfaat yang
diberikan untuk mengembalikan fungsi tubuh
6. Emergensi, Merupakan suatu keadaan dimana peserta membutuhkan
pertolongan segera, yang bila tidak dilakukan dapat membahayakan jiwa
Program Jaminan sosial yang telah berjalan di Indonesia untuk : (i)
karyawan sektor swasta dan BUMN, dikelola oleh PT Jamsostek; (ii) pegawai
negeri sipil, dikelola oleh PT Taspen dan PT Askes; dan (iii) anggota TNI dan
Polri, dikelola oleh PT Asabri. Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga
kerja yang dikelola PT. Jamsostek (Persero) meliputi jaminan kecelakaan kerja,
jamiman kematian, jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan. Namun
dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pasal 2 ayat 3 dan 4 menyebutkan
“Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 (sepuluh) orang atau
lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)
sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial
tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pengusaha sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) yang telah menyelenggarakan sendiri program
pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerjanya dengan manfaat yang lebih baik
dari paket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar menurut Peraturan Pemerintah
ini, tidak wajib ikut dalam jaminan pemeliharaan kesehatan yang
tidak mengikat dan memberi peluang persaingan terhadap produk Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan.
Laporan kinerja program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan terhadap daftar
perusahaan yang aktif peserta Jamsostek di wilayah kerja PT. Jamsostek (Persero)
Cabang Belawan menunjukkan perbedaan yang menyolok antara perusahaan aktif
dan perusahaan peserta Jaminn Pemeliharaan Kesehatan (JPK) seperti tersaji pada
Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Daftar Perusahaan Aktif Peserta Jamsostek dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
Sumber : PT. Jamsostek (Persero) Cabang Belawan
Tabel 1.1 menunjukkan adanya peningkatan peserta Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan, namum apakah peningkatan tersebut dapat
menunjukkan peningkatan kinerja program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
masih perlu ditelaah kembali karena ada perusahaan yang aktif tidak mengikuti
program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Pernyataan Peraturan Pemerintah RI
Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga
Kerja Pasal 2 ayat 3 dan 4 membuka persaingan terhadap program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan, sehingga menimbulkan pertanyaan yaitu mengapa
peserta lebih memilih penyelenggara program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
lain ? Pada tahun 2010 jumlahnya cukup signifikan yaitu sebesar 224 perusahaan
Banyak faktor yang mempengaruhi perusahaan memilih program jaminan
pemeliharaan kesehatan dari perusahaan lain, menurut Ameli (2004) faktor-faktor
tersebut adalah birokrasi, fasilitas, pelayanan, sosialisasi, iuran, perilaku
pengusaha dan jaminan.
1.2 Rumusan Masalah
Sehubungan dengan tidak tercapainya target yang telah ditetapkan Direksi,
perlu dicari jawaban-jawaban atas pertanyaan sebagai berikut:
a. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi minat pengusaha mengikuti
program jaminan pemeliharaan kesehatan PT. Jamsostek (Persero) ?
b. Apa alternatif strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi
permasalahan program jaminan pemeliharaan kesehatan PT. Jamsostek
(Persero) ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah “Untuk
merumuskan kebijakan yang dijelaskan dalam pembahasan serta dihubungkan
dengan saran”.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Bagi Institusi (PT. Jamsostek (Persero)), sebagai evaluasi penyelenggaraan
program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).
b. Bagi Perusahaan Swasta (mitra), sebagai masukan evaluasi
c. Bagi Program Magister Manajemen USU, sebagai masukan untuk
penelitian tentang program jaminan pemeliharaan kesehatan secara khusus
dan jaminan sisial tenaga kerja secara umum.
d. Bagi Peneliti, sebagai media belajar dalam menerapkan ilmu yang
diperoleh selama mengikuti perkuliahan.
1.5 Penelitian Terdahulu
Terdapat penelitian terdahulu yang menggunakan variabel yang sama sebagai
dasar konseptual yakni penelitian Ameli (2004) dengan judul Analisis Penurunan
Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) BAPEL SINTESA
Kendari, dengan menggunakan analisis regresi linier berganda diketahui bahwa
sebanyak 56,77% faktor yang terdiri dari birokrasi, fasilitas, pelayanan,
sosialisasi, iuran, perilaku pengusaha dan jaminan mempengaruhi minat
pengusahan dalam memilih program jaminan pemeliharaan kesehatan di yang
ditawarkan BAPEL SINTESA Kendari.
Pelayanan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap minat
pengusaha, faktor iuran menghasilkan korelasi yang negatif, hal ini berarti
kenaikan iuran akan mengurangi minat pengusaha untuk mengikuti program ini.
Sedangkan sosialisai merupakan faktor yang tidak berpengaruh terhadap minat
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Jamsostek
Pengertian Jamsostek secara resmi yang diatur dan ditegaskan dalam Pasal
1 Ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 kemudian dapat diuraikan lebih
rinci sehingga ditemukan beberapa aspek dari Jamsostek tersebut, meliputi :
1. Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup
minimal untuk tenaga kerja serta keluarganya.
2. Jamsostek merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah
menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka
bekerja.
3. Dengan adanya upaya perlindungan dasar tersebut maka Jamsostek akan
memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan, sebagai
pengganti atau seluruh penghasilan yang hilang.
4. Jamsostek menciptakan ketenangan kerja karena adanya upaya perlindungan
terhadap risiko ekonomi maupun sosial.
5. Karena adanya upaya perlindungan dan terciptanya ketenangan tenaga kerja
diharapkan akan meningkatkan produktivitas kerja dari para karyawan.
6. Dengan terciptanya ketenangan kerja pada akhirnya mendukung kemandirian
dan harga diri manusia dalam menerima dan menghadapi resiko sosial ekonomi
(www.yahoo.com Jamsostek, Jakarta).
Payaman Simanjuntak mengemukakan bahwa kehadiran Jamsostek
ke-20, banyak negara di Eropa mengalami goncangan akibat pemogokan buruh
industri. Aktivitas industri lumpuh total. Pemogokan yang dilakukan kaum buruh
disebabkan tidak terpenuhinya hak-hak mereka, seperti upah yang terlalu rendah,
hak berserikat atau berorganisasi yang sering dikekang, tidak adanya jaminan
pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan
jaminan hari tua (Simanjuntak, 2002).
2.2 Pengertian Karyawan
Secara umum lebih dikenal atau populer istilah tenaga kerja daripada
karyawan. Biasanya istilah karyawan dikaitkan dengan lembaga tempat dimana
karyawan itu bekerja, sehingga dikenal istilah karyawan sebuah perusahaan. Pada
masa orde lama dan awal Orde Baru lebih dikenal istilah buruh. Namun dengan
alasan untuk menghilangkan kesan derajat kehidupan manusia, maka istilah buruh
dalam peraturan perundang-undangan tidak digunakan dan diganti dengan istilah
pekerja atau karyawan. Karyawan merupakan elemen sangat yang penting dalam
pelaksanaan kegiatan perusahaan. Karyawan ialah para tenaga kerja yang bekerja
pada sebuah perusahaan, dimana mereka harus biasanya terikat kepada perintah
dan peraturan yang diberlakukan pengusaha atau manajemen perusahaan tempat
mereka bekerja. Mereka terkait dengan berbagai kewajiban dan tugas yang harus
dijalankan. Mereka juga diharuskan tampil dengan disiplin yang tinggi.
Pengertian tenaga kerja ditegaskan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ditegaskan, yakni setiap orang yang
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat (Tim Redaksi
Perundang-undangan Fokusmedia, 2003).
Dari pengertian tersebut dapatlah kita pahami lebih rinci, bahwa tenaga kerja
adalah pihak yang melakukan pekerjaan di dalam hubungan kerja dalam setiap
bentuk usaha (perusahaan) atau perorangan dimana dengan melakukan pekerjaan
tersebut mereka menerima upah, termasuk tenaga kerja yang melakukan pekerjaan
di luar hubungan kerja. Sedangkan tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar
hubungan kerja adalah orang yang bekerja sendiri tanpa ikatan dengan perusahaan
atau perorangan, biasa disebut tenaga kerja bebas, misalnya dokter yang membuka
praktek, pengacara (advokat), petani yang menggarap sawahnya sendiri dan
lain-lain. Suatu hal yang pasti adalah bahwa jasa karyawan dalam suatu perusahaan
adalah dimungkinkannya berbagai rencana usaha yang telah disusun dapat
berjalan.
Karyawan adalah lokomotif kunci dalam proses produksi. Tanpa
karyawan, maka kegiatan produksi akan lumpuh. Tenaga kerja atau karyawan
adalah unsur paling penting dalam kegiatan usaha. Karyawan tidak mungkin
diperlakukan sama dengan alat produksi lain seperti mesin atau modal. Karyawan
adalah manusia, makhluk bermartabat yang membutuhkan perlakuan tertentu
sehingga dapat melakukan pekerjaan dengan baik. Kondisi karyawan berkaitan
erat dengan kondisi perusahaan, sehingga untuk memajukan perusahaan harus
2.3 Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992
pengertian jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan terhadap tenaga
kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari
penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa
atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil,
bersalin, hari tua, dan meninggal dunia. Tenaga kerja adalah setiap orang yang
mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna
menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pengusaha adalah (a) Orang, persekutuan atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; (b) Orang, persekutuan atau badan
hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya. (c)
Orang, persekutuan atau badan hokum yang berada di Indonesia, mewakili
perusahaan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b yang berkedudukan di
wilayah Indonesia. Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang
mempekerjakan tenaga kerja dengan tujuan mencari untung atau tidak, baik milik
swasta maupun milik Negara.
Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja dalam
Undang-Undang ini meliputi : (a) Jaminan kecelakaan kerja; (b) Jaminan kematian; (c)
Jaminan hari tua; (d) Jaminan pemeliharaan kesehatan. Besarnya iuran program
jaminan sosial tenaga kerja adalah sebagai berikut :
(a) Jaminan kecelakaan yang perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok
jenis usaha (lampiran 1) adalah sebagai berikut :
Kelompok II : 0,54 % dari upah sebulan;
Kelompok III : 0,89 % dari upah sebulan;
Kelompok IV : 1,27 % dari upah sebulan;
Kelompok V : 1,74 % dari upah sebulan;
(b) Jaminan hari tua, sebesar 5,70 % dari upah sebulan;
(c) Jaminan kematian, sebesar 0,30 % dari upah sebulan;
(d) Jaminan pemeliharaan kesehatan, sebesar 6 % dari upah sebulan bagi tenaga
kerja yang sudah berkeluarga, dan 3 % dari upah sebulan bagi tenaga kerja
yang belum berkeluarga.
Iuran jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan jaminan pemeliharaan
kesehatan ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha. Iuran jaminan hari tua sebesar
3,70 % ditanggung pengusaha dan 2 % ditanggung oleh tenaga kerja. Dasar
perhitungan iuran jaminan pemeliharaan kesehatan dari upah sebulan,
setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
2.3.1 Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
Skema ini mencakup kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan di tempat
kerja juga sewaktu perjalanan dari atau ke tempat kerja. Hal ini diwajibkan bagi
semua “badan hukum” yang mempekerjakan minimal 10 orang pekerja atau
dengan upah bulanan minimal Rp 1 juta. Iuran pengusaha sebesar 0,24%-1,74%
dari upah kotor, tergantung sektor ekonominya. Skema ini mencakup biaya
transportasi, pemeriksaan kesehatan, layanan medis dan perawatan, biaya
rehabilitasi, tunjangan atas kecacatan, hilangnya fungsi tubuh dan kematian.
Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak atas (1) penggantian
mehputi biaya transportasi, biaya pengobatan dan perawatan, serta biaya
penggantian membeli alat bantu. Biaya transportasi tenaga kerja yang
bersangkutan ke rumah sakit ditetapkan dengan tarif maksimum sebesar
Rp 100.000,- untuk transportasi darat, Rp 200.000,-untuk transportasi laut, dan
Rp 250.000,- untuk transportasi udara. Penggantian biaya pengobatan dan
perawatan mehputi biaya obat, dokter, operasi, rontgen, laboratorium, perawatan
di Puskesmas, RSU pemerintah, tabib tradisional, dan sinshe yang memiliki izin
resmi dari pemerintah. Tarif maksimum penggantiannya adalah Rp 4.000.000,-
berdasarkan bukti pengeluaran. Penggantian membeli alat bantu (othose) dan alat
pengganti (prothose) diberikan sekali per kasus dengan ketentuan maksimum 40%
dari harga di Pusat Rehabilitasi Rumah Sakit Prof.DR.Suharso, Solo.
Santunan berupa uang Santunan sementara tidak mampu bekerja adalah
sebesar 100% upah selama kuartal pertama, 75% upah selama kuartal kedua, dan
50% selama kuartal ketiga dan seterusnya. Santunan cacat total dibayar sekaligus
(lumpsum) 70% x 60 bulan upah ditambah santunan berkala Rp 25.000,. selama
24 bulan. Santunan cacat sebagian tubuh atau cacat kekurangan fungsi, dibayar
sekaligus (lumpsum) sebesar persentase tertentu (berdasarkan tabel) dari 60 bulan
upah. Santunan kematian karena kecelakaan kerja dibayar sekaligus (lumpsum)
sebesar 36 bulan upah, ditambah santunan berkala Rp 25.000,- selama 24
bulan,dan biaya pemakaman Rp 200.000,-
2.3.2 Jaminan Hari Tua
Hari tua dapat mengakibatkan terputusnya upah karena karyawan tidak
mampu lagi bekerja. Akibatnya dapat menimbulkan kerisauan bagi tenaga kerja
sekali bagi mereka yang berpenghasilan rendah, maka jaminan hari tua
memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan sekaligus
dan/atau secara berkala pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun.
Jaminan Hari Tua adalah jaminan yang memberikan kepastian penerimaan
penghasilan yang diberikan sekaligus atau berkala pada saat tenaga kerja
mencapai hari tua (usia 55 tahun) atau memenuhi persyaratan tertentu.
Pembayarannya dilakukan sekaligus atau berkala, atau sebagian dan berkala
kepada tenaga kerja, karena telah mencapai usia 55 tahun atau cacat total tetap
setelah ditetapkan dokter. Menurut pasal 14 UU No. 3/1992 dalam Prinst (1994)
bahwa: “Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia, atau anak yatim piatu”. Atau
jaminan hari tua juga dapat dibayarkan sebelum tenaga kerja mencapai usia 55
tahun, yakni setelah mencapai masa kepesertaan (Pasal 32 ayat 1 PP. No.
14/1993). Besarnya Jaminan Hari Tua adalah keseluruhan iuran yang disetor,
beserta hasil pengembangannya. Sesuai pasal 24 (1) PP RI No. 14/1993 (Prinst
1994) bahwa jumlah Jaminan Hari Tua bagi tenaga kerja yang telah mencapai usia
55 tahun atau cacat total selama-lamanya dan dapat dilakukan:
1) Secara sekaligus, apabila jumlah seluruh Jaminan Hari Tua yang harus dibayar
kurang dari Rp. 3.000.000,-
2) Secara berkala, apabila seluruh jumlah Jaminan Hari Tua telah mencapai Rp.
3.000.000,- atau lebih dan dilakukan paling lama lima (5) tahun.
2.3.3 Jaminan Kematian
Jaminan Kematian adalah jaminan yang diberikan kepada keluarga/ahli
waris tenaga kerja yang meninggal bukan akibat kecelakaan kerja, guna
pemakaman. Bagi tenaga kerja yang meninggal dunia, bukan akibat kecelakaan
kerja maka keluarganya berhak atas Jaminan Kematian, yang meliputi:
1) Biaya pemakaman
2) Santunan kematian berupa uang
Jaminan kematian (JK) dibayarkan kepada ahli waris tenaga kerja dari
peserta yang meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja, sebagai tambahan
bagi jaminan hari tua yang jumlahnya belum optimal. Keluarga dimaksud dalam
pasal 12 UU No. 3/1992 adalah istri atau suami, keturunan sedarah dari tenaga
kerja menurut garis lurus ke bawah dan ke atas, dihitung sampai derajat kedua,
termasuk anak yang disahkan. Apabila keturunan dalam garis lurus ke bawah atau
ke atas tidak ada, maka diambil garis ke samping dan mertua. Dalam tenaga kerja
tidak mempunyai ahli waris maka hak atas Jaminan Kematian dibayarkan kepada
pihak yang mendapat surat wasiat dari tenaga kerja bersangkutan atau perusahaan
pemakaman.
2.3.4 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas
tenaga kerja sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan
upaya kesehatan di bidang penyembuhan (kuratif). Oleh karenanya, upaya
penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika
dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan
penanggulangan kemampuan masyarakat melalui program jaminan social tenaga
kerja. Disamping itu pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan
kesehatan tenaga kerja yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan
demikian diharapkan tercapainya derajat kesehatan tenaga kerja yang optimal
sebagai potensi yang produktif bagi pembangunan. Jaminan pemeliharaan
kesehatan selain untuk tenaga kerja yang bersangkutan juga untuk keluarganya.
Orang yang berhak memperoleh Jaminan Pemeliharaan Kesehatan seperti
yang disebutkan dalam pasal 16 UU No. 3/1992 (Prinst) adalah tenaga kerja atau
suami atau istri dan anak, yang meliputi:
1) Rawat Jalan Tingkat Pertama
2) Rawat Jalan Tingkat Lanjutan
3) Rawat Inap
4) Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan
5) Penunjang diagnostik, dan
6) Pelayanan gawat darurat
Untuk itu Badan Penyelenggara wajib memberikan kepada setiap anggota :
1) Kartu pemeliharaan kesehatan, dan
2) Keterangan yang perlu diketahui peserta mengenai paket pemeliharaan
kesehatan yang diselenggarakan.
Pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan ini diatur berdasarkan
perjanjian secara tertulis dengan Badan Penyelenggara. Untuk penyelenggara
melakukan pembayaran kepada pelayanan kesehatan secara praupaya dengan
sistem kapitalisasi. Pelayanan kesehatan dilaksanakan oleh pelaksana dilakukan
sesuai dengan kebutuhan medis yang nyata dan standard, dengan tetap
memperhatikan mutu pelayanan.
Perbedaan lain program JPK dengan 3 program lain adalah dalam
JK) bersifat wajib bagi seluruh perusahaan dan tenaga kerja dengan iuran (premi)
yang ditentukan secara persentasi dari upah yang diterima, sedangkan kepesertaan
program JPK mencakup tenaga kerja beserta keluarganya dengan jumlah anak
maksimal 3 orang berusia di bawah 21 tahun dan belum menikah. Program JPK
bersifat wajib bersyarat, artinya perusahaan dapat tidak mengikut sertakan tenaga
kerjanya dalam program JPK sepanjang telah memberikan pelayanan kesehatan
dengan benefit atau manfaat yang lebih baik dibandingkan dengan ketentuan
dalam Undang-Undang nomor 3 tahun 1992. Hal ini disebutkan dalam Peraturan
Pemerintah nomor 14 tahun 1993 (Bab II, Pasal 2, ayat 4).
Disamping itu iuran dalam program JPK Jamsostek ditetapkan berdasarkan
persentasi dari upah yang dibedakan atas tenaga kerja lajang sebesar 3 % dan
tenaga kerja berkeluarga 6% dari upah yang diterima, namun untuk upah
maksimal dibatasi (ceiling) sebesar Rp. 1.000.000,-. Sebagai upah minimal tidak
disebutkan, namun karena hak normatif tenaga kerja adalah upah minimal
Regional/Propinsi, maka sebagai upah minimal ditentukan UMR/UMP yang
berlaku dan ditetapkan oleh Keputusan Gubernur.
A.Manfaat Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Manfaat program JPK secara umum diberikan dalam bentuk pelayanan
kesehatan yang dilayani oleh Pelaksana Pelayanan Kesehatan yang ditunjuk.
Program JPK Jamsostek diberikan secara terstruktur, berjenjang,
berkesinambungan, dan komprehensif dengan mengutamakan pelayanan kuratif.
Pelayanan dalam program JPK dibagi menjadi empat tingkatan pelayanan yaitu
(1). Pelayanan rawat jalan tingkat I, merupakan gate keeper dari pelayanan ke
umum/gigi, pemberian obat-obatan, tindakan medis oleh dokter umum/gigi,
penunjang diagnostik sederhana, persalinan normal, pelayanan imunisasi dasar,
pelayanan keluarga berencana, pelayanan konsultasi dan rujukan, (2). Pelayanan
rawat jalan spesialistis di rumah sakit merupakan pelayanan rujukan rawat jalan
yang mencakup pemeriksaan oleh dokter spesialis, pemberian obat-obatan
spesialistis sesuai standar obat JPK, penunjang diagnostik lanjutan (laboratorium,
radiolagi, pemeriksaan elektro medis, patologi anatomi), tindakan medis oleh
dokter spesialis, pelayanan emergensi dan pelayanan fisioterapi, (3). Pelayanan
rawat inap merupakan pelayanan lanjutan rawat jalan spesialis, tindak lanjut
pelayanan emergensi yang mencakup mondok dan makan di kelas 3 untuk RS
Swasta dan kelas 2 untuk RS Pemerintah Pusat/Daerah, visite minimal 1x sehari,
konsultasi spesialis lain, pemberian obat-obatan spesialistis sesuai standar obat
JPK, pelayanan operasi (kecil, sedang dan besar), pelayanan diruang
ICU/ICCU/PICU, pelayanan persalinan dengan komplikasi, penunjang diagnostik
lanjutan (laboratorium, radiolagi, pemeriksaan elektro medis, patologi anatomi),
tindakan medis oleh dokter spesialis, dan pelayanan fisioterapi. Lamanya jaminan
pelayanan rawat inap dibatasi sampai 60 hari perkasus pertahun sudah termasuk
pelayanan di ruang ICU/ICCU/PICU selama 20 hari bila diperlukan, (4).
Pelayanan Khusus yang meliputi pemberian alat bantu terdiri dari pemberian
kacamata, gigi palsu, alat bantu gerak, alat bantu dengar dan mata palsu yang
diberikan dalam bentuk plafon biaya jaminan dan peningkatannya diberikan
berdasarkan analisa perhitungan kecukupan dana program JPK.
Disamping keempat tingkatan pelayanan tersebut diatas, program JPK
Pembatasan pada jumlah hari rawat, (2). Pembatasan penggunaan PPK di luar
jaringan yang telah ditetapkan badan penyelenggara, (3). Pembatasan pemberian
obat-obatan, (4). Pembatasan pada pelayanan kelainan congenital, dll.
B.Kerjasama Dengan Pelaksana Pelayanan Kesehatan
Pelayanan yang diberikan kepada peserta dilakukan oleh jaringan
Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) yang telah ditunjuk. Adapun penunjukkan
PPK tersebut didasarkan pada negosiasi yang kemudian diikat dalam suatu ikatan
kerjasama. Pilihan terhadap PPK ditentukan berdasarkan lokasi yang mendekati
kawasan industri/perumahan, kelengkapan fasilitas yang dimiliki oleh PPK,
kemudahan pencapaian PPK serta kemampuan daya beli program JPK
berdasarkan iuran yang diterima pada masing-masing Kantor Cabang. Pada saat
ini program JPK diselenggarakan oleh ± 121 Kantor Cabang yang tersebar
diseluruh Indonesia. Ikatan kerjasama dengan PPK dilakukan oleh Kantor Cabang
masing-masing yang diketahui oleh Kantor Wilayah sebagai Pembina Kantor
Cabang di wilayahnya. Ikatan kerjasama tersebut mencakup fasilitas yang dimiliki
oleh masing-masing PPK, Hak dan Kewajiban masing-masing pihak dengan masa
kontrak minimal 1 (satu) tahun dan maksimal 5 (lima) tahun yang dapat
diperpanjang ataupun dihentikan pelayanannya berdasarkan analisa dan evaluasi
pelaksanaan pelayanan yang diberikan oleh PPK tersebut.
Jenis Pelaksana Pelayanan Kesehatan tingkat I yang ditunjuk oleh PT
Jamsostek antara lain Puskesmas, Balai Pengobatan baik didalam perusahaan
maupun swasta lainnya, Klinik 24 jam, dokter umum praktek swasta, sedangkan
RS ABRI maupun RS BUMN. Demikian pula Apotik atau Optikal yang
digunakan terdiri dari milik Pemerintah, Swasta, ABRI maupun BUMN.
Pola pembiayaan yang dilakukan dibedakan atas beberapa bentuk yaitu
kapitasi dan pembayaran jasa per pelayanan (fee for service, FFS). Pembiayaan
secara kapitasi umumnya dilakukan pada PPK tingkat I sesuai fasilitas pelayanan
yang dimiliki, sedangkan FFS umumnya dilakukan pada PPK tingkat II atau
rumah sakit, apotik dan optikal. Sistim pembayaran kapitasi pada seluruh
tingkatan pelayanan kesehatan atau biasa disebut dengan Kapitasi Penuh
dilakukan pada lembaga yang memiliki rumah sakit dan satelit jaringan PPK
tingkat I. Pemberian pelayanan kesehatan pada rumah sakit mengacu pada Standar
Pelayanan Medis yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan dan PB IDI.
C.Penyelenggaraan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
1) Perkembangan Kepesertaan
Kepesertaan Program JPK Jamsostek umumnya adalah peserta yang telah
mengikuti program Jamsostek lainnya. Namun bila dibandingkan dengan
kepesertaan saat ini, maka peserta program JPK baru mencapai 9,6% dari
total tenaga kerja yang telah mengikuti program Jamsostek lainnya. Hal
ini antara lain disebabkan karena interpretasi yang salah dari perusahaan
terhadap ketentuan batasan upah maksimal sebesar Rp. 1.000.000,- ,
kriteria manfaat yang lebih baik dari program JPK sesuai Peraturan
Pemerintah nomor 14 tahun 1993 yang mengijinkan tidak wajib mengikuti
program JPK Jamsostek. Law Enforcement oleh Depnakertrans yang
Berdasarkan pengamatan, rata-rata kenaikan jumlah perusahaan yang
mengikuti program JPK pertahun adalah 53,41%, sedangkan peningkatan
tenaga kerja sebesar 39,29% pertahun dan peningkatan tertanggung
sebesar 36,80% pertahun. Saat awal Undang-undang nomor 3 tahun 1992
digulirkan peningkatan kepesertaan program JPK cenderung meningkat
pesat, dan kemudian sedikit menurun namun pada saat krisis moneter pada
pertengahan 1997 sampai dengan 1998 kenaikan kepesertaan meningkat
kembali, karena banyaknya perusahaan yang tidak sanggup
menyelenggarakan sendiri jaminan kesehatan bagi tenaga kerjanya. Pada
kenyataannya banyak perusahaan yang mengikuti program JPK Jamsostek
tidak disertai dengan kemampuan melaporkan upah yang wajar. Bagi
kepesertaan 3 program lain, laporan upah tenaga kerja yang tidak
sebenarnya (lebih kecil daripada yang dibayarkan kepada tenaga kerja)
tidak mempunyai dampak yang signifikan karena jaminan yang diberikan
adalah sesuai dengan upah yang dilaporkan sebagai dasar menetapkan
iuran, namun bagi program JPK upah yang dilaporkan terlalu rendah
terlebih lagi bila di bawah UMP/UMR akan sangat berdampak pada daya
beli program JPK terhadap pelayanan kesehatan yang senatiasa meningkat
setiap tahun. Oleh karena itu banyak Kantor Cabang yang melakukan
pendekatan kepada perusahaan yang tidak mengikut sertakan tenaga
kerjanya secara keseluruhan atau melakukan penundaan kepesertaan dan
bahkan mempersilahkan untuk ke lembaga JPKM atau asuransi komersial
lainnya yang memberikan manfaat lebih baik daripada yang dapat
melaporkan upah dibawah UMP/UMR ditunda kepesertaannya sehingga
paling tidak secara rata-rata membayarkan upah diatas UMP/UMR.
Disamping itu sejak akhir tahun 1999 terdapat perubahan sistim informasi
kepesertaan Jamsostek secara keseluruhan sehingga kebijakan Direksi
lebih mengutamakan keakurasian data kepesertaan dengan menurunkan
target kepesertaan dan justru meningkatkan pelayanan kepada peserta. Hal
ini mengakibatkan terjadinya stagnasi pada perkembangan kepesertaan
program JPK sehingga target kepesertaan seluruh program diturunkan.
2) Perkembangan Upah
Besaran upah dalam program JPK merupakan hal yang sangat berpengaruh
karena iuran program Jamsostek ditetapkan berdasarkan persentasi dari
upah tenaga kerja. Ketentuan tentang batasan upah maksimal (ceiling)
menyebabkan banyak perusahaan yang mendaftarkan sebagian tenaga
kerjanya yang berupah rendah, sedangkan yang berupah tinggi tidak
disertakan dalam program JPK Jamsostek, hal ini semakin menurunkan
daya beli program JPK, yang pada akhirnya dapat berakibat pada
menurunnya mutu pelayanan kesehatan yang diterima oleh peserta.
Berdasarkan data 10 tahun terakhir rata-rata upah yang dilaporkan oleh
perusahaan sebagai dasar penetapan iuran program JPK adalah 34,35%
diatas rata-rata UMR/UMP yang merupakan hak normatif tenaga kerja.
Rata-rata kenaikan UMR/UMP dalam 10 tahun terakhir adalah 20,36%
sedangkan rata-rata kenaikan upah yang dilaporkan oleh perusahaan yang
mengikut sertakan dalam program JPK hanya 15,85%. Lebih tingginya
dilaporkan oleh perusahaan disebabkan oleh: (1) Sejak 3 tahun terakhir
Depnakertrans yang bertanggung jawab terhadap pengupahan tenaga kerja
sektor formal menaikan UMR/UMP yang semakin mendekati kebutuhan
hidup minimum (KHM); (2) Masih rendahnya kesadaran perusahaan
terhadap asuransi sehingga banyak perusahaan yang mendaftarkan hanya
sebagian tenaga kerja; (3) Kesulitan perusahaan sehubungan dengan krisis
ekonomi di Indonesia yang berkepanjangan.
Pada akhir tahun 1995 PT Jamsostek (Persero) mengadakan Kerjasama
Operasional dengan Badan Urusan Piutang Lelang Negara (BUPLN) yang
disosialisasikan pada tahun 1996 dan pembayaran piutang iuran mulai
dibayarkan tahun 1996 dan mencapai puncaknya pada tahun 1997, karena
pada akhir tahun 1997 dilakukan penghapus bukuan perusahaan yang
menunggak karena pailit. Namun pada tahun 1998 karena terjadinya krisis
ekonomi banyak perusahaan yang telah menjadi peserta program JPK
menunggak iuran program JPK, sedangkan ketentuan dalam program JPK
perusahaan masih dapat terus dilayani pelayanan kesehatannya sampai
dengan maksimal menunggak 3 bulan atau sama dengan 4 bulan
pelayanan, sehingga walaupun krisis ekonomi masih terus berlangsung
peserta tidak banyak yang keluar.
3) Penerimaan Iuran
Besarnya iuran program JPK Jamsostek adalah 3% bagi tenaga kerja
lajang dan 6% bagi tenaga kerja berkeluarga dari upah yang dilaporkan.
Besarnya jumlah tenaga kerja lajang yang merupakan 53,81% dari total
berkeluarga dengan rata-rata tenaga kerja berkeluarga mempunyai 2,20
tertanggung. Semakin besarnya perbandingan tenaga kerja lajang, maka
semakin besar pula besarnya iuran perkapita yang dapat meningkatkan
daya beli program JPK. Berdasarkan evaluasi data 10 tahun terakhir, maka
secara rata-rata setiap tertanggung atau kapita memberikan kontribusi
(iuran) sebesar 2,16% dari upah.
Besarnya kenaikan UMR/UMP mempengaruhi kenaikan pada upah yang
dilaporkan oleh perusahaan sehingga cukup bermakna, disamping itu lebih
banyaknya tenaga kerja lajang dapat meningkatkan daya beli program JPK
secara perkapita. Akibatnya rata-rata kenaikan iuran perkapita dalam 10
tahun terakhir yaitu sebesar 15,68% atau lebih besar dari pada kenaikan
biaya pelayanan kesehatan perkapita yang rata-rata tiap tahun meningkat
sebesar 14,84%. Apabila kualitas upah yang dilaporkan perusahaan
semakin baik, maka dapat diramalkan bahwa hal ini akan meningkatkan
daya beli program JPK yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan secara keseluruhan.
4) Pembiayaan Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan data 10 tahun terakhir rata-rata cost ratio biaya pelayanan
kesehatan program JPK pertahun 70,39% yang artinya sedikit lebih tinggi
dari standar biaya program JPK yaitu 70% dari besarnya iuran. Walaupun
cost ratio biaya pelayanan kesehatan relatif dalam batasan normal, namun
bila diamati lebih lanjut pelayanan kesehatan yang diberikan oleh jaringan
Pelaksana Pelayanan Kesehatan masih banyak keluhan. Hal ini dapat
Namun mengamati data perkembangan cost ratio 10 tahun terakhir,
tingginya cost ratio biaya pelayanan kesehatan yang dimulai tahun 1995
dan masih terus berlanjut sampai dengan tahun 1999 antara lain
disebabkan : (1). Mulai tahun 1995 Direksi PT Jamsostek membuat
kebijakan untuk melakukan outsourcing pelayanan kesehatan kepada pihak
III dengan pola pembiayaan secara kapitasi penuh, (2). Pola tersebut tidak
disertai dengan upaya pengendalian biaya, pembinaan pada pihak III
maupun jaringan PPK yang seharusnya dilakukan oleh Kantor Cabang PT
Jamsostek, (3). Pihak III sebagai lembaga yang menyelenggarakan bisnis
pelayanan kesehatan harus mempunyai laba dengan cara menekan
pelayanan yang berakibat pada penurunan mutu pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada peserta, (4). Krisis moneter yang menimpa Indonesia
dimulai pertengahan tahun 1997 menyebabkan peningkatan biaya
pelayanan kesehatan yang cukup tinggi karena masih banyak bahan baku
obat maupun penunjang medis yang menggunakan bahan import sehingga
untuk mengantisipasi penyelenggaraan program JPK di daerah, Direksi
melepas batasan cost ratio biaya pelayanan kesehatan sehingga rata-rata
menjadi 84,50% se Indonesia (Batasan cost ratio untuk setiap Kantor
Wilayah berbeda tergantung kemampuan daya beli masing-masing yaitu
berkisar antara 75% sampai dengan 100%), (5). Kenaikan UMR/UMP
yang mendekati KHM dimulai tahun 1999, namun belum terasa
dampaknya karena kondisi perekonomian bangsa Indonesia yang belum
Mengamati perkembangan cost ratio biaya pelayanan kesehatan pada 2
tahun terakhir ternyata lebih terkendali hal ini antara lain disebabkan
beberapa hal antara lain (1). Kenaikan UMR/UMP yang semakin
mendekati Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) sehingga menyebabkan
rata-rata kenaikan UMR/UMP adalah 23% s/d 35%; (2). Melalui SE
Direksi tahun 2001, kembali kepada batasan cost ratio sebagai dasar
pengendalian biaya adalah 80% dari iuran.
Berdasarkan pengamatan pembiayaan pelayanan kesehatan program JPK
dalam 10 tahun terakhir rata-rata kenaikan biaya pelayanan kesehatan
perkapita (14,83%) yang relatif masih lebih rendah dibandingkan dengan
rata-rata kenaikan iuran pertahun (15,68%). Namun pada tahun 1998,
turunnya penerimaan iuran dibandingkan tahun lalu antara lain disebabkan
banyaknya perusahaan yang kembali menunggak iuran setelah dilakukan
pemutih bukuan piutang iuran perusahaan pada tahun 1997. Tunggakan
iuran yang melebihi 3 bulan pembayaran iuran, pelayanannyapun
dihentikan sementara untuk kemudian dapat dilayani kembali, bila
kewajiban telah dilunasi.
5) Perkembangan dalam Utilisasi Pelayanan
Membahas tentang utilisasi pelayanan program JPK adalah sama dengan
konsep JPKM, dimana pelayanan yang diberikan melalui sistim yang
terstruktur, berjenjang dan berkesinambungan. Oleh karena itu utilisasi
sangat dipengaruhi oleh sistim dan prosedur tersebut, artinya pelayanan
pada jenjang yang lebih tinggi seyogyanya diberikan berdasarkan rujukan
Dalam satu dekade penyelenggaraan program JPK rata-rata utilisasi
pelayanan pada Pelaksanan Pelayanan Kesehatan tingkat I adalah 142,89
per 1.000 tertanggung sementara itu rata-rata rujukan dari PPK tingkat I
adalah 57,93 per 1.000 kunjungan ke PPK tingkat I dan menjadi pasien
pada PPK tingkat II rawat jalan, sehingga rata-rata kunjungan ke PPK
tingkat II rawat jalan berkisar 8,22 per 1.000 tertanggung. Untuk utilisasi
rawat inap rata-rata 2,37 per 1.000 tertanggung dengan rata-rata angka
rujukan dari PPK tingkat II rawat jalan yang menjadi rawat inap sebesar
292,98 per 1.000 kunjungan PPK tingkat II rawat jalan. Data utilisasi yang
kami amati selama 10 tahun terakhir ini, belum memperhatikan aspek
mutu pelayanan medis terutama pada PPK tingkat I, karena selama ini PT
Jamsostek belum mempunyai standar mutu pelayanan secara
komprehensif. Sedangkan mutu pelayanan pada PPK tingkat II rawat jalan
maupun rawat inap pengendaliannya belum berjalan dengan baik karena
PT Jamsostek sendiri dalam penyelenggaraan program JPK masih
kekurangan personil tenaga medis yang berkualitas.
Utilisasi antara lain dipengaruhi oleh paket benefit yang ditawarkan,
fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan, mutu pelayanan yang
diberikan. Semakin menarik dan beragamnya paket benefit yang
ditawarkan, sehingga akan mengakomodir kebutuhan masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan, maka utilisasinya akan semakin tinggi. Hal ini
disebabkan karena banyaknya peserta yang ingin menggunakan. Demikian
digunakan, bila semakin besar jaringan PPK bermutu yang ditunjuk, maka
utilisasi akan semakin besar pula.
Namun perlu diingat bahwa pada suatu saat utilisasi tersebut mencapai titik
jenuh artinya tingkat utilisasi akan terkendali sejalan dengan meningkatnya
derajat kesehatan peserta pada khususnya dan masyarakat pada umumnya,
dan tidak kalah pentingnya tingkat pendidikan yang semakin baik akan
menyadarkan peserta untuk memanfaatkan fasilitas sewajarnya sesuai
dengan kebutuhan medis. Upaya promotif dan preventif pada semua
tingkatan pelayanan pada akhirnya dapat meningkatkan perilaku sehat
peserta maupun masyarakat yang akan meningkatkan derajat
kesehatannya. Demikian pula, bila pelayanan semakin bermutu, maka
penggunaan pelayanan kesehatan akan semakin terkendali dengan baik.
Rujukan dari PPK tingkat I ke rawat jalan spesialis rata-rata sebesar 57,93
per 1.000 kunjungan ke PPK tingkat I dipengaruhi oleh berbagai hal antara
lain (1). Ketidak mampuan PPK tingkat I menangani kasus, (2). Diagnosa
penyakit spesialistik, (3). Kurang lengkapnya sarana pada PPK tingkat I,
(4). Rendahnya kualitas pelayanan PPK tingkat I, (5). Rendahnya biaya
kapitasi yang dibayarkan ke PPK tingkat I, sehingga PPK tingkat I
cenderung merujuk peserta ke PPK tingkat II. Oleh karena pelayanan
program JPK Jamsostek terstruktur, berjenjang dan berkesinambungan,
maka pelayanan rawat inap umumnya harus melalui pelayanan rawat jalan
spesialis kecuali untuk kasus emergensi dengan indikasi medis. (Achmad
2.3.5 Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dan Faktor-Faktor yang
berpengaruhi
Peraturan Pemerintah RI Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pasal 2 ayat 3 dan 4 menyebutkan
Pengusaha yang telah menyelenggarakan sendiri program pemeliharaan kesehatan
bagi tenaga kerjanya dengan manfaat yang lebih baik dari paket jaminan
pemeliharaan kesehatan dasar menurut Peraturan Pemerintah ini, tidak wajib ikut
dalam jaminan pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan oleh badan
penyelenggara”. Peraturan Pemerintah ini memberi peluang persaingan terhadap
produk jaminan pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan oleh pihak
penyelenggara lain. Oleh sebab itu sanyat layak untuk diteliti faktor-faktor apa
yang dapat mempengaruhi minat pengusaha untuk mengikuti program tersebut.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan program JPK adalah :
1. Minat Mengikuti Program
Minat beli adalah tahap kecenderungan responden untuk bertindak
sebelum keputusan membeli benar-benar dilaksanakan. Terdapat perbedaan antara
pembelian aktual dan minat pembelian. Bila pembelian aktual adalah pembelian
yang benar-benar dilakukan oleh konsumen, maka minat pembelian adalah niat
untuk melakukan pembelian pada kesempatan mendatang. Meskipun merupakan
pembelian yang belum tentu akan dilakukan pada masa mendatang namun
pengukuran terhadap minat pembelian umumnya dilakukan guna
memaksimumkan prediksi terhadap pembelian aktual itu sendiri. Intention to buy
mencerminkan rencana dari pembeli untuk membeli suatu merek tertentu dalam
suatu periode waktu tertentu.
2. Birokrasi
Birokrasi merupakan instrumen penting dalam masyarakat modern yang
kehadirannya tak mungkin terelakkan. Eksistensi birokrasi ini sebagai
konsekuensi logis dari tugas utama negara (pemerintahan) untuk
menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat (social welfare). Negara dituntut
terlibat dalam memproduksi barang dan jasa yang diperlukan oleh rakyatnya
(public goods and services) baik secara langsung maupun tidak. Bahkan dalam
keadaan tertentu negara yang memutuskan apa yang terbaik bagi rakyatnya. Untuk
itu negara mernbangun sistem administrasi yang bertujuan untuk melayani
kepentingan rakyatnya yang disebut dengan istilah birokrasi. Bagi banyak orang,
konsep birokrasi lekat dengan “tak efektif”, “lambat”, “kaku”, bahkan
“menyebalkan”. Stempel-stempel seperti ini pada satu sisi menemui sejumlah
kebenarannya pada fakta lapangan. Namun, sebagian lain merupakan stereotipe
yang sesungguhnya masih dapat diperdebatkan keabsahannya. Konsep birokrasi
yang dikaji mengikut pada dua teoritisi yang cukup berpengaruh di bidang ini.
Pertama adalah konsep birokrasi yang disodorkan oleh Max Weber. Kedua adalah
konsep birokrasi yang disodorkan oleh Marin Albrow.
Ditinjau dari etimologi Birokrasi ini berasal dari kata “bureau”. Kata
“bureau” berasal dari bahasa Perancis yang kemudian diintroduksi Jerman. Jadi
arti kata “bureau” yaitu meja atau kadang diperluas menjadi kantor. Sebab itu,
birokrasi adalah aturan yang dikendalikan lewat meja atau kantor. Pada
sejenis kekuasaan felksibel semisal Demokrasi, Aristokrasi, ataupun Oligarki. Di
titik puncak sebuah kekuasaan birokrasi terdapat jenis kekuasaan yang kurang
birokratis misalnya parlemen atau eksekutif.
Hal yang disampaikan Max Weber sendiri tidak pernah secara definitif
menyebutkan makna birokrasi tersebut. Weber menyebut begitu saja konsep ini
lalu menganilisis ciri-ciri apa yang seharusnya melekat pada birokrasi. Gejala
birokrasi yang dikaji Weber sesungguhnya birokrasi-patrimonial.
Birokrasi-Patrimonial ini berlangsung di masa Weber masih hidup, yaitu birokrasi yang
dikembangkan pada Dinasti Hohenzollern di Prussia.
Birokrasi tersebut dianggap oleh Weber tidak rasional. Banyak pengangkatan
pejabat yang mengacu pada political-will pimpinan Dinasti. Akibatnya banyak
pekerjaan negara yang salah urus atau tidak mencapai hasil secara maksimal. Atas
dasar ketidakrasional itu, Weber kemudian mengembangkan apa yang seharusnya
(ideal typhus) melekat di sebuah birokrasi.
Weber terkenal dengan konsepsinya mengenai tipe ideal (ideal typhus) bagi
sebuah otoritas legal dapat diselenggarakan, yaitu :
1. Tugas-tugas pejabat diorganisir atas dasar aturan yang berkesinambungan.
2. Tugas-tugas tersebut dibagi atas bidang-bidang yang berbeda sesuai dengan
fungsi-fungsinya, yang masing-masing dilengkapi dengan syarat otoritas dan
sanksi-sanksi.
3. Jabatan-jabatan tersusun secara hirarkis, yang disertai dengan rincian hak-hak
4. Aturan-aturan yang sesuai dengan pekerjaan diarahkan baik secara tekhnis
maupun secara legal. Dalam kedua kasus tersebut, manusia yang terlatih
menjadi diperlukan.
5. Anggota sebagai sumber daya orgaisasi berbeda dengan anggota sebagai
individu pribadi.
6. Pemegang jabatan tidaklah sama dengan jabatannya.
7. Administrasi didasarkan pada dokumen-dokumen tertulis dan hal ini cenderung
menjadikan kantor (biro) sebagai usat organisasi modern.
8. Sistem-sistem otoritas legal dapat mengambil banyak bentuk, tetapi dilihat
bentuk aslinya, sistem tersebut tetap berada dalam suatu staf administrasi
birokratik.
Bagi Weber, jika ke delapan sifat di atas dilekatkan ke suah birokrasi, maka
birokrasi tersebut dapat dikatakan bercorak legal-rasional.
Selanjutnya Weber melanjutkan ke sisi pekerja (staf) di organisasi yang
legal-rasional. Bagi weber, kedudukan staf di sebuah organisasi legal-rasional adalah
sebagai berikut :
1. Para anggota staf bersifat bebas secara pribadii, dalam arti hanya menjalankan
tugas-tugas impersonal sesuai dengan jabatan mereka.
2. Terdapat hirarki jabatan yang jelas.
3. Fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas.
4. Para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak.
5. Para pejabat dipilih berdasarkan kelaifikasi profesional, idealnya didasarkan
6. Para pejabat memiliki gaji dan biasanya juga dilengakapi hak-hak pensiun. Gaji
bersifat berjenjang menurut kedudukan dalam hirarki. Pejabat dapat selalu
menempati posnya dan dalam keadaan-keadaan tertentu, pejabat juga dapat
diberhentikan.
7. Pos jabatan adalah lapangan kerja yang pokok bagi para pejabat.
8. Suatu struktur karir dan promosi dimunkinkan atas dasar senioritas dan
keahlian (skill) serta menurut pertimbangan keunggulan (superior).
9. Pejabat sangat mungkin tidak sesuai dengan pos jabatannya maupun dengan
sumber-sumber yang tersedia di pos tersebut.
10.Pejabat tunduk pada sistem disiplin dan kontrol yang seragam.
Weber juga menyatakan birokrasi itu sistem kekuasaan di mana pemimpin
(super-ordinat) mempratekkan kontrol atas bawahan (sub-ordinat). Sistem
birokrasi menekankan pada aspek “disiplin”. Sebab itu, weber juga memasukkan
birokrasi sebagai sistem legal-rasional. Legal artinya tunduk pada aturan-aturan
tertulis dan dapat disimak oleh siapa pun juga. Rasional artinya dapat dipahami,
dipelajari, dan jelas penjelasannya serta sebab akibatnya.
Khususnya Weber memperhatikan fenomena kontrol super-ordinat atas
sub-ordinat. Kontrol ini, jika tidak dilakukan pembatasan, berakibat pada akumulasi
kekuatan absolut di tangan super-ordinat. Akibatnya, organisasi tidak lagi berjalan
secara rasional melainkan sesuai keinginan pemimpin belaka.
Bagi Weber, perlu dilakukan pembatasa atas setiap kekuasaan yang ada di dalam
birokrasi, yang meliputi point-point berikut :
1. Kolegalitas. Kolegalitas adalah suatu prinsip pelibatan orang lain dalam
atasan mengambil satu keputusan sendiri. Namun, prinsip kolegalitas dapat
saja diterapkan guna mencegah korupsi kekuasaan.
2. Pemisahan Kekuasaan. Pemisahan kekuasaan berarti pembagian tanggung
jawab terhadap fungsi yang sama antara dua badan atau lebih. Misalnya, untuk
menyepakati anggaran negara, perlu keputusan bersama antara badan DPR dan
Presiden. Pemisahan kekuasaan menurut Weber tidaklah stabil tetapi dapat
membatasi akumulasi kekuasaan.
3. Administrasi Amatir. Administrasi amatir dibutuhkan tetapi pemerintah tidak
mampu membayar orang-orang untuk mengerjakan tugas birokrasi dapat saja
direkrut warga negara yang dapat melaksanakan tugas tersebut. Misalnya,
kalau KPU (Birokrasi negara Indonesaia) “kerepotan” menghitung surat bagi
tiap TPS. Ibu-ibu rumah tangga diberi kesempatan menghitung dan diberi
honor. Tentu saja, pejabat KPU ada yang mendampingi selama pelaksanaan
tugas tersebut.
4. Demokrasi Langsung. Demokrasi langsung berguna dalam membuat orang
bertanggung jawab kepada suatu majelis. Misalnya Gubernur Bank Indonesia,
meski merupakan prerogatif Presiden untuk mengangkatnya, terlebih dahulu
harus di-fit and proper-test oleh DPR. Ini berguna agar Gubernur BI yang
diangkat merasa bertanggung jawab kepada rakyat secara keseluruhan.
5. Representasi. Representasi didasarkan pengertian seorang pejabat yang
diangkat mewakili para pemilihnya. Dalam kinerja birokrasi, partai-partai
politik dapat diandalkan dalam mengawasi kinerja pejabat dan staf birokrasi.
Ini akibat pengertian tidak langsung bahwa anggota DPR dari partai politik
3. Pelayanan
Pelayanan didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam
pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai, atau dikonsumsi sehingga dapat
memuaskan keinginan atau kebutuhan (Kotler dan Armstrong, 2006). Di dalam
mengembangkan sebuah produk, produsen harus menentukan mutu yang akan
mendukung posisi produk itu di pasaran. Mutu dapat didefinisikan sebagai
memberikan yang lebih besar atau lebih unggul dalam suatu produk sebagai
pembanding dengan alternatif bersaing dari pandangan pasar. Mutu juga
merupakan konsep sentral dalam strategi pemasaran karena dapat membangun
kepuasan konsumen. Beberapa beranggapan bahwa mutu merupakan faktor
penting yang mempengaruhi kinerja jangka panjang suatu unit bisnis. Mutu
merupakan konsep multidimensi yang kompleks dan dapat berupa elemen
material dan non material yang tidak dapat secara mudah
dievaluasi oleh konsumen.
4. Fasilitas
Program Jamsostek yang memiliki payung hukum merupakan kebijakan
sosial. Setelah program Jamsostek melewati tahap penetapan dan dalam waktu
yang cukup panjang telah dilaksanakan, adalah sangat penting pelaksanaan
program Jaminan pemeliharaan kesehatan evaluasi berbagai kelemahan. Evaluasi
terhadap kesediaan fasilitas program JPK tentu mengikuti mekanisme atau proses
yang ada, mulai daripada keikutsertaan perusahaan dan karyawan sebagai peserta
JPK hingga pelayanan oleh unit-unit pelaksana pelayanan yang ditunjuk dan
ditetapkan oleh PT. Jamsostek sebagai mitra kerja dalam rangka implementasi
unit-unit pelaksana pelayanan yang terlibat tentu merupakan ujung tombak
implementasi program JPK. Tampilan dan fasilitas oleh institusi yang menjadi
ujung tombak implementasi program JPK akan menimbulkan suatu fenomena
yang dirasakan oleh karyawan sebagai peserta Jamsostek, apakah mereka merasa
puas atau tidak atas fasilitas yang diterima. Bahkan lebih khusus lagi, sejauh mana
tingkat kepuasan ataupun kekecewaan yang dirasakan pihak karyawan dalam
rangka pemenuhan hak-hak normatifnya.
5. Lokasi Pelayanan
Keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan sebagai Pelaksana Pelayanan
Kesehatan (PPK) yang telah dipilih oleh PT. Jamsostek (Persero) untuk
menyediakan produk yang sama di seluruh wilayah Indonesia.
6 Iuran
Iuran dalam hal ini diidentikkan dengan harga. Harga merupakan faktor
yang diyakini para peneliti mempengaruhi kepuasan pelanggan (Johnson &
Gustafsson dalam Prinst, 1994). Konsumen cenderung menggunakan harga
sebagai sebuah indikator dari kualitas. Harga adalah service as a signal of quality.
Faktor terpenting dari harga sebenarnya bukan harga itu sendiri (objective price),
akan tetapi harga subyektif, yaitu harga yang dipersepsikan oleh konsumen.
Apabila konsumen mempersepsikan produk A harganya tinggi/mahal, maka hal
ini akan berpengaruh positif terhadap perceived quality dan perceived sacrifice .
Artinya, konsumen mungkin memandang produk A adalah produk berkualitas,
oleh karena itu wajar bila memerlukan pengorbanan uang yang lebih mahal.
Perceived price yaitu sesuatu yang dikorbankan oleh konsumen untuk
tepat harga dari suatu produk, sedangkan yang lainnya hanya mampu
memperkirakan harga berdasarkan pembelian pada masa lampau. Konsumen akan
membeli suatu produk bermerek jika harganya dipandang layak oleh mereka.
Iuran merupakan dasar perhitungan jaminan pemeliharaan kesehatan dari
upah sebulan sebesar 6 % bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga, dan 3 % dari
upah sebulan bagi tenaga kerja yang belum berkeluarga. Dasar perhitungan iuran
jaminan pemeliharaan kesehatan dari upah sebulan sebagaimana dimaksud adalah
setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
7 Promosi (Sosialisasi)
Promosi adalah bentuk persuasi langsung melalui penggunaan berbagai
insentif yang dapat diukur untuk merangsang pembelian produk dengan daya tarik
,jangkauan serta frekuensi promosi (Kotler dan Armstrong, 2006). Bauran
promosi yang dilakukan perusahaan akan menciptakan suatu penilaian tersendiri
pada pikiran konsumen sehingga penilaian konsumen terhadap promosi produk
secara langsung maupun tidak langsung akan menciptakan image terhadap suatu
produk. Aktivitas promosi merupakan usaha pemasaran yang memberikan
berbagai upaya intensif jangka pendek untuk mendorong keinginan mencoba atau
membeli suatu produk atau jasa (Kotler dan Armstrong, 2006). Seluruh kegiatan
promosi bertujuan untuk mempengaruhi perilaku pembelian, tetapi tujuan promosi
yang utama adalah memberitahukan, membujuk dan mengingatkan.
8. Profesional
Profesional artinya dapat memberikan pelayanan yang dapat dirasakan