• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengem bangan Kurikulum Sekolah Unggulan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengem bangan Kurikulum Sekolah Unggulan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Pengembangan Kurikulum Sekolah Unggulan

Widodo

E-mail: widodo_gbu@yahoo.com SMPK-SMAK BPK PENABUR Tasikmalaya

Abstrak

ekolah Dasar (SD) merupakan tingkat pendidikan formal yang paling rendah atau permulaan yang memberikan dasar bagi siswa untuk mampu mempelajari ilmu pengetahuan. Siswa kelas I dan II SD rata-rata berumur siswa 6 – 8 tahun sehingga tergolong pendidikan anak usia dini. Periode ini merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan otak, kemampuan gerak, kemampuan bicara, pembentukan moral, pembentukan visi, dan pembentukan percaya diri. SD dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan anak dengan tidak memberikan beban berat seperti yang dilakukan SD di Indonesia selama ini. Kurikulum SD BPK PENABUR Unggulan yang diusulkan dalam tulisan ini menyajikan pembelajaran yang mampu menghadirkan kesukacitaan dalam belajar dan menekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung dengan pembiasaan karakter berdasarkan Nilai-Nilai Kristiani (Calt-C = calistung plus karakter). Menggunakan prosedur penilaian non tes (kecuali Bahasa Indonesia dan Matematika), dan buku pegangan siswa yang diwajibkan hanya 3 (tiga) buah untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan Mandarin, sangat meringankan beban siswa. Penguasaan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung dengan pembiasaan karakter berdasarkan Nilai-Nilai Kristiani merupakan modal yang kuat bagi siswa untuk meningkatkan keinginan mempelajari pengetahuan yang lebih luas.

Kata-kata kunci: Belajar, kurikulum, pengembangan kurikulum Developing Leading School Curriculum

Abstract

Primary school is the lowest education level that gives students ability to learn basic knowledge. The average age of the first and second grade students are between six to eight years. This period is the time when brain grows, skills and speech skills develop, moral building begins, vision formulates, and self-confidence establishes. The problem is the existing elementry schools curriculum tends to give heavy burden to the students. This article discusses an ideal curriculum suitable for SD BPK PENABUR.Which presents the learning process to bring joy in learning and focus on reading, writing and arithmetic by using habituation of Christian values character. Using non-test assessment procedures (except for the Indonesian language and Mathematics), and the student handbooks for Indonesian, Mathematics, and Mandarin subjects, will deerease the students’ burden. Mastery of reading, writing, and arithmatic by using the habituation of Christian values character based is a strong key to strengthen the students’ learning motivation.

Keywords: Learning, curriculum, curriculum development

(2)

Pendahuluan

Pendidikan merupakan tanggungjawab bersa-ma pemerintah, masyarakat, dan orang tua. Pemerintah, masyarakat, dan orang tua sudah sewajarnya berperan aktif dalam bidang pendidikan dari mulai pendidikan anak usia dini (PAUD) sampai dengan perguruan tinggi. Dalam era globalisasi informasi, keterbukaan telah menjadi karakteristik kehidupan demokratis yang berdampak juga kepada pendidikan. Kualitas pendidikan berhubungan erat dengan kualitas sumber daya manusia (SDM), sebab SDM merupakan hasil pendidikan. Badan Pusat Statistik (BPS) memiliki data pada tahun 2010 terdapat 51% pekerja Indonesia lulusan pendidikan dasar (Kurniawan, 2010: 1). Hingga akhir tahun 2010 Indonesia mengirim-kan banyak tenaga kerja yang sebagian besar berpendidikan rendah, sehingga berdaya saing rendah. Berhubungan dengan human development

index (HDI). Menurut data United Nation’s

Educational, Scientific and Cultural Organization

(UNESCO) yang dirilis pada bulan November 2011, menunjukkan Indonesia berada pada peringkat 124 dari 187 negara (hdr.undp.org, 2011).

Rendahnya kualitas sumber daya manusia mencerminkan rendahnya tingkat pendidikan di negara kita. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia tidak dapat dilepaskan dengan upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Seiring dengan meningkatnya teknologi informasi, masyarakat semakin pandai dan menuntut peningkatan kualitas sekolah. Kurikulum 2006 memberikan kesempatan kepada sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikannya, sebab memungkinkan setiap satuan pendidikan mengembangkan kurikulum sendiri yang dikenal dengan istilah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Setiap sekolah mengembangkan kurikulum berpedo-man pada standar kompetensi kelulusan dan standar isi, serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh Badan Standar Nasional Pendidikan atau BSNP (Sudibyo, 2006: 6). Melalui KTSP setiap sekolah memiliki keleluasaan untuk mengembangkan keunggu-lan-keunggulannya.

Memenuhi harapan masyarakat akan peningkatan kualitas pendidikan, muncullah sekolah-sekolah unggulan baik negeri maupun swasta. Sebagian dari sekolah tersebut merupakan pengembangan sekolah lama dan yang lainnya merupakan sekolah baru yang menawarkan konsep pendidikan yang berbeda dari sekolah pada umumnya. Sekolah-sekolah unggulan tersebut diberikan nama sebagai sekolah standar nasional (SSN), rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI), sekolah bertaraf internasional (SBI), sekolah internasional, sekolah plus, dan sebagainya. Sekolah-sekolah unggulan baik negeri maupun swasta semakin diminati oleh sebagian masyarakat berpengha-silan tinggi. Para orang tua berharap sekolah unggulan dapat memenuhi harapannya, mendidik dengan benar dan memperlengkapi anak-anak dengan pengetahuan dan keteram-pilan yang unggul. Dengan berjalannya waktu, mulai banyak orang tua yang merasakan beban belajar anak-anaknya yang bersekolah di sekolah dasar unggulan menjadi sangat berat.

Pada umumnya penyelenggara SD unggulan mengartikan sekolah unggulannya dengan menambah mata pelajaran, misalnya Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin, Komputer, Seni, dan sebagainya. Beban belajar dan tuntutan penguasaan materi SD unggulan menjadi lebih berat daripada SD bukan unggulan. Semula orang tua merasa bangga dapat menyekolahkan anak-anaknya di SD unggulan, meskipun menyita atau mengurangi waktu bermain anaknya. Dengan alasan beban belajar dan tuntutan materi yang berat serta agar nilai ulangan (tes) baik, sepulang sekolah anak mengikuti pelajaran tambahan, les musik, les bahasa Inggris, les Bahasa Mandarin, les renang, dan sebagainya.

(3)

belajar di TK tidak pernah ada ulangan (tes), tetapi pada tahun yang sama ketika mulai belajar di SD anak harus menghadapi ulangan (tes) harian, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester. Semua mata pelajaran dinilai melalui ulangan (tes).

Perbedaan jenjang pendidikan dari TK ke SD membawa dampak perubahan sangat besar bagi peserta didik. Beban yang dibawa dari ringan menjadi sangat berat, tuntutan belajar dari ringan menjadi sangat berat dan rumit. Perubahan tersebut dapat mengakibatkan pertumbuhan fisik dan mental terganggu, dan pelampiasan kebebasan bermain sehingga pada saat anak dituntut serius menjadi tidak serius dan cenderung mengganggu teman-temannya. Dikuatirkan kemunduran semangat belajar dan kejenuhan belajar akan dialami oleh peserta didik ketika mereka duduk di jenjang Sekolah Menengah Atas dan Perguruan Tinggi.

Berdasarkan latar belakang tersebut dalam pendahuluan, dapat dirumuskan masalah pokok, yaitu: Bagaimana sekolah menyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang peduli terhadap perkembangan usia peserta didik.

Kajian Pustaka

Belajar menurut Mohamad Surya (2004:48), adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Masih menurut Mohamad Surya (2004: 51-52) kualitas belajar yang perlu dikembangkan dalam diri para siswa adalah (1) belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to be) untuk menjadi pribadi yang mandiri, (2) belajar untuk belajar (learning

to learn) mendorong siswa untuk belajar lebih

lanjut seumur hidup atau belajar untuk menguasai pengetahuan (learning to know), (3) belajar untuk berbuat (learning to do) sebagai bekal untuk bekerja produktif dan efektif, dan (4) belajar untuk hidup bersama (learning to live

together) dengan bekal nilai-nilai universal

mampu menerima dan menghormati orang lain sebagai sesama ciptaan Tuhan.

UNESCO memberi batasan anak usia dini sebagai periode anak sejak lahir sampai berusia delapan tahun (World Vision, 2005). Periode ini merupakan masa pertumbuhan dan perkem-bangan otak, kemampuan gerak, kemampuan bicara, pembentukan moral, pembentukan visi, dan pembentukan percaya diri. Periode ini juga merupakan dasar pembangunan kualitas hidup manusia. Jika pendidikan pada periode ini mengalami hambatan, dapat mengakibatkan tidak maksimalnya perkembangan belajar pada periode selanjutnya.

Usia peserta didik kelas I dan II tergolong dalam periode anak usia dini. Anak usia dini memerlukan banyak bermain untuk memaksi-malkan pertumbuhan gerak. Beban belajar yang diberikan selama ini terlalu berat sehingga mengurangi kegiatan bermain bersama teman-temannya yang lebih dibutuhkan peserta didik. Perbedaan beban belajar yang sangat jauh antara TK dan SD (terutama kelas I dan II) dilihat dari jumlahn mata pelajaran, pemberian pekerjaan rumah (PR), dan ulangan (tes) terasa berat bagi anak dan terlalu cepat mengubah keceriaan menjadi keseriusan. Akibatnya banyak di antara peserta didik pada periode belajar selanjutnya masih bermain ketika seharusnya serius. Alangkah menyenangkan bila kita dapat memberikan lebih banyak kesempatan bermain di dalam pembelajaran pada akhir periode emas ini.

(4)

senang. Jangan sampai siswa takut kepada guru, takut pada mata pelajaran. Siswa harus dibuat senang dengan pelajaran dan senang belajar. “Menakut-nakuti dalam mendidik tidak baik. Hindari kata ‘jangan’ karena anak biasa bereksperimen.” (Republika: 16 April 2004).

Pendidikan seharusnya tidak membuat anak kecil menjadi tertekan (Santrock, 2002:243). Tes atau ulangan berpotensi menimbulkan stres pada anak. Tinggi rendahnya stres ditentukan oleh tinggi rendahnya kerugian dan ancaman, tantangan, sarana, dan kemampuan menangani cobaan. Bila kerugian dan ancaman tinggi, sementara tantangan, sarana, dan kemampuan-nya rendah, biasakemampuan-nya streskemampuan-nya akan tinggi. (Santrock, 2002:302-303). Anak-anak usia 6 – 8 tahun menghendaki nilai (angka rapor) yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak. (Yusuf, 2004:25).

Abin Syamsuddin M dan Nana Syaodih S., dalam Syamsu Yusuf (Yusuf, 2004: 179) menyatakan, bahwa usia sekolah dasar merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai perbendaharaan kata. Pada awal usia sekolah dasar, anak mampu menguasai sekitar 2.500 kata, dan pada masa akhir (usia 11-12 tahun) mampu menguasai 50.000 kata. Dikuasainya keterampilan membaca dan berkomunikasi dengan orang lain, memungkinkan anak gemar membaca dan mendengarkan cerita yang bersifat kritis. Dengan demikian pembiasaan berbahasa yang baik pada anak usia sekolah dasar akan membantunya mampu berkomunikasi dengan baik.

Kurikulum – 2006, berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun, memberikan kesempatan setiap sekolah menyusun kurikulum sendiri yang berbeda dengan sekolah lain. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan (SKL), dan standar isi, serta pedoman penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP (Depdiknas, BSNP, 2006: 6). Kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan dasar dan

menengah setelah memperhatikan pertim-bangan dari komite sekolah atau komite madrasah.

Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum (Depdiknas, BSNP, 2006: 6-7) adalah sebagai berikut.

a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.

b. Beragam dan terpadu.

c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. e. Menyeluruh dan berkesinambungan. f. Belajar sepanjang hayat.

g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada prinsip-prinsip (Depdiknas, BSNP, 2006:7-8), sebagai berikut.

a. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya.

b. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan ke lima pilar belajar, yaitu (1) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) belajar untuk memahami dan menghayati, (3) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (4) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (5) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajartan yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

c. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.

(5)

ngarso sung tulodo’ (di belakang memberi daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh).

e. Kurikulum dilaksanakan dengan menggu-nakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan ling-kungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip ‘alam takambang jadi guru’

(semua yang terjadi, tergelar, dan berkem-bang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar, contoh, dan teladan). f. Kurikulum dilaksanakan dengan

mendayagunakan kondisi alam, sosial, dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal. g. Kurikulum yang mencakup seluruh

komponen kompetensi mata pelajaran muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.

Standar isi (Depdiknas, BSNP, 2006: 3) secara keseluruhan mencakup hal-hal sebagai berikut.

a Kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan.

b Beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah

c Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan oleh satuan pendi-dikan berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari standar isi.

d Kalender pendidikan untuk penyeleng-garaan pendidikan pada satuan pendidi-kan jenjang pendidipendidi-kan dasar dan menengah.

Menurut Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Depdiknas, BSNP, 2006:9), Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiah (SD/MI) terdiri atas 3 (tiga) komponen, yaitu:

a. Mata Pelajaran, yang terdiri atas; (1) Pendidikan Agama dan akhlak mulia, (2) Pendidikan kewarganegaraan dan kepribadian, (3)Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, yang terdiri atas: Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu Pengetahuan Sosial, (4) Estetika, yang terdiri atas : Seni Budaya dan Keterampilan, (5) Pendidikan jasmani, Olah raga dan Kesehatan

b. Muatan Lokal, yang merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompe-tensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan. c. Pengembangan Diri, yang bertujuan

memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangan dan mengeks-presikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.

(6)

Pembahasan

Sekolah Dasar (SD) unggulan yang ditawarkan selama ini mengutamakan pada mata pelajaran yang ditambahkan (seperti Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Bahasa Mandarin, Komputer atau teknologi informasi, pembelajaran bilingual, dan ekstrakurikuler yang menarik) dan jam belajar lebih lama dibandingkan SD biasa. Semua itu tidak salah, karena tujuannya agar siswa mendapatkan kemampuan lebih daripada SD biasa. Jam belajar yang lebih lama dapat menjawab kebutuhan orang tua siswa yang kedua-duanya bekerja, sehingga sekolah dapat berfungsi sebagai tempat belajar sekaligus tempat anak bermain setelah belajar (yang dikemas dalam ekstrakurikuler) sambil menunggu orang tua mereka pulang bekerja. Sekolah unggulan biasanya menawarkan hasil belum menawarkan proses (Republika: 16 April 2004) yaitu prosedur penilaian non tes dan pembelajaran atraktif tanpa buku paket yang memberatkan yang memungkinkan guru kreatif dan siswa mampu mengekspresikan dirinya dengan lebih leluasa. Beban buku paket yang berat harus dibawa setiap hari, prosedur penilaian tes, dan pembelajaran guru aktif siswa pasif, membebani siswa secara jasmani maupun rohaninya. Siswa tertekan dan tidak bahagia mengikuti pembelajaran di sekolah. Prosedur penilaian tes/ulangan tidak sejalan dengan dunia anak usia 6-8 tahun yang menginginkan nilainya selalu baik. Hal ini mengakibatkan siswa mengalami stres yang semakin meningkat ketika diumumkan akan ada tes/ulangan sampai pelaksanaan tes/ulangan. Lebih-lebih lagi ketika akhir semester ada tes setiap hari selama satu minggu. Pendidikan seharusnya tidak membuat anak-anak kecil menjadi tertekan (Santrock, 2002:243).

Berdasarkan paparan tersebut di atas mengingat siswa kelas I dan II tergolong anak usia dini, penulis mengusulkan pengembangan kurikulum yang menekankan pada proses terutama untuk kelas I dan II SD yang lebih ringan, sederhana, dan fokus pada tujuan. Dalam pembelajaran, tetap menghadirkan suasana bermain, keceriaan, dan praktik yang sangat digemari anak-anak. Meskipun

sederhana, tetapi tetap dapat memberikan laporan hasil belajar (Rapor) sesuai yang diinginkan pemerintah dan orang tua. Bahkan banyak kesempatan guru memberikan pendi-dikan yang dikaitkan dengan nilai-nilai kristiani. Usulan ini diharapkan menjadi salah satu unggulan dan daya tarik masyarakat mempercayakan pendidikan putra/putrinya ke SDK BPK PENABUR.

1 Tema “CALT – C”

“CALT – C” merupakan singkatan dari membaca – menulis – berhitung (calistung) dan karakter. Strategi pembelajaran yang diusulkan menekankan pada kemampuan membaca – menulis – berhitung dan pembentukan karakter N2K.

2 Tujuan Kelas I

Setelah menyelesaikan pendidikan di kelas I, peserta didik memiliki kemampuan berikut.

1. Membaca sekurang-kurangnya 60 kata sederhana dalam 1 (satu) menit. 2. Menulis dengan rapi

sekurang-kurangnya 25 kata sederhana dalam 1 (satu) menit.

3. Berhitung menambah dan mengurang sampai dengan bilangan 100.

4. Melakukan percakapan sederhana menggunakan bahasa Inggris dan hafal sekurang-kurangnya 20 kata istilah yang digunakan dalam percakapan. 5. Mengucapkan sekurang-kurangnya 20

kata istilah dalam bahasa Mandarin. 6. Menghormati dan mengasihi guru dan

teman-temannya.

7. Mengoperasikan komputer (mulai dari menyalakan, menjalankan program bermain sambil belajar, sampai mematikannya).

8. Menyanyikan 10 lagu anak, lagu rohani, dan lagu nasional.

Kelas II

(7)

1. Membaca sekurang-kurangnya 100 kata sederhana dalam 1 (satu) menit. 2. Menulis dengan rapih

sekurang-kurangnya 40 kata sederhana dalam 1 (satu) menit.

3. Berhitung menambah dan mengurang serta kombinasi menambah dan mengurang sampai bilangan 1.000 4. Melakukan percakapan sederhana

menggunakan bahasa Inggris dan hafal sekurang-kurangnya 40 kata istilah yang digunakan dalam percakapan. 5. Mengucapkan sekurang-kurangnya 30

kata istilah dalam bahasa Mandarin. 6. Bekerja sama dengan guru dan teman

dalam berbagai kegiatan.

7. Mengenal IPA dalam kehidupan sehari-hari.

8. Mengenal IPS dalam kehidupan sehari-hari

9. Menyanyikan 5 lagu nasional, 5 lagu daerah, dan 15 lagu anak

10. Mengoperasikan komputer lebih baik. 3 Struktur kurikulum

Struktur kurikulum Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiah (SD/MI) berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006, seperti terlihat pada Tabel 1.

Berdasarkan struktur kurikulum tersebut sekolah diberi wewenang untuk menentukan Tabel 1: Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/

Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) No Mata Pelajaran Jam Pelajaran

Kelas I

Jam Pelajaran Kelas II A Mata Pelajaran Utama

1. Pendidikan Agama

2. Pendidikan Kewarganegaraan 3. Bahasa Indonesia 4. Matematika

5. Ilmu Pengetahuan Alam 6. Ilmu Pengetahuan Sosial 7. Seni Budaya dan

Keterampilan (SBK) 8. Pendidikan Jasmani, Olah

raga dan Kesehatan B. Muatan Lokal 9.

10.

C. Pengembangan Diri 11

Jumlah 26 27

(8)

sendiri jam tatap muka setiap mata pelajaran, mata pelajaran muatan lokal, dan pengembangan diri, dengan jumlah jam tatap muka sampai dengan 32 jam pelajaran per minggu untuk kelas 1, 2,dan 3. Sekolah secara tidak langsung diperkenankan menambah jam tatap muka lebih dari 32 jam pelajaran per minggu dengan alasan yang dapat dipertang-gungjawaban. Adapun struktur kurikulum SDK

BPK PENABUR yang diusulkan seperti tertera pada Tabel 2.

Pengembangan struktur kurikulum yang diusulkan seperti tersebut di atas memberikan kesan luas dengan jumlah tatap muka jauh melebihi ketentuan kurikulum. Belum lagi bila ditambahkan dengan upacara atau kebaktian, jumlah jam tatap muka akan melebihi 41 jam tatap muka per minggu. Pengembangan

Tabel 2: Struktur Kurikulum SDK BPK PENABUR

No Mata Pelajaran Jam Pelajaran

Kelas I

Jam Pelajaran Kelas II

A Mata Pelajaran Utama

1. Pendidikan Agama 4 4 2. Pendidikan

Kewarganegaraan 2 2 3. Bahasa Indonesia 5 5 4. Matematika 6 6 5. Ilmu Pengetahuan Alam 3 3 6. Ilmu Pengetahuan Sosial 2 2 7. Seni Budaya dan

Keterampilan (SBK) 4 4 8. Pendidikan Jasmani, Olah

raga dan Kesehatan 3 3

B. Muatan Lokal

9. Bahasa Daerah 1 1 10. Pendidikan Lingkungan

Hidup 1 1 11. Bahasa Inggris 4 4 12. Bahasa Mandarin 2 2

C. Pengembangan Diri

13. Komputer 2 2 14. Bimbingan 1 1 15. Perpustakaan 1 1

(9)

kurikulum yang terlalu luas dapat berakibat kurang fokus dan terlalu berat bagi siswa, sehingga target anak mampu membaca, menulis dan berhitung (calistung) menjadi kurang berhasil, apabila pembelajaran membosankan dan menggunakan prosedur penilaian tes. Akan tetapi, meskipun terlihat pengembangannya terlalu luas dan berat, penyajian-penyajian mata pelajaran yang ringan, penuh keceriaan, dan penilaian banyak menggunakan prosedur non tes menjadikan siswa dapat mengikuti dengan sukacita. Hanya mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika yang menggunakan prosedur tes (ulangan) untuk penilaian. Kegiatan-kegiatan pembelajaran setiap pelajaran diusulkan sebagai berikut.

1 Pendidikan Agama: Menyanyi; Bercerita; Bermain; PKBN2K; Tidak memerlukan buku pegangan siswa; Penilaian non tes; Tidak ada tes (formatif, tengah semester, maupun akhir semester); Tidak ada PR; Menghadir-kan suasana sekolah minggu

2. Pendidikan Kewarganegaraan: Menerap-kan hidup rukun dalam perbedaan; Membiasakan tertib di rumah dan di sekolah; Menerapkan hak dan kewajiban anak di rumah dan di sekolah; Membiasakan hidup bergotong royong; Membiasakan cinta lingkungan; Membia-sakan sikap demokratis dan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila; PKBN2K; Tidak memerlukan buku pegangan siswa; Penilaian non tes; Tidak ada tes (formatif, tengah semester, maupun akhir semester); Tidak ada PR; Mempraktikkan kebiasaan hidup sebagai warga negara yang baik 3. Bahasa Indonesia : Membaca;Menulis;

Percakapan; PKBN2K; Memerlukan buku pegangan siswa; Penilaian tes

4. Matematika: Memberikan materi sekurang-kurangnya sesuai tuntutan kurikulum; PKBN2K; Memerlukan buku pegangan siswa untuk; Penilaian tes

5. Ilmu Pengetahuan Alam: Mengenal anggota tubuhnya dan kegunaannya serta cara merawatnya; Mengenal cara memelihara lingkungan agar tetap sehat; Mengenal berbagai sifat benda dan kegunaannya; Mengenal berbagai bentuk energi dan manfaatnya; Mengenal berbagai benda

langit dan peristiwa alam serta pengaruhnya terhadap kegiatan manusia; Mengenal makhluk hidup dan proses kehidupannya; PKBN2K; Tidak memerlukan buku pegangan siswa; Penilaian non tes; Tidak ada tes (formatif, tengah semester, maupun akhir semester); Tidak ada PR; Pembelajaran pengenalan dan praktik

6. Ilmu Pengetahuan Sosial: Memahami kedu-dukannya dalam keluarga; Memper-kenalkan kebiasaan hidup menjaga kebersihan lingkungan rumah; Memahami peristiwa penting dalam keluarga dan pentingnya menjaga dokumen; Memahami kedudukan dan peran anggota dalam keluarga dan lingkungan tetangga; PKBN2K; Tidak memerlukan buku pegangan siswa; Penilaian non tes; Tidak ada tes (formatif, tengah semester, maupun akhir semester); Tidak ada PR; Pembelajaran pengenalan dan praktik

7. Seni Budaya dan Keterampilan (SBK): Memperkenalkan seni rupa; Memper-kenalkan seni musik; MemperMemper-kenalkan dan menyanyikan lagu-lagu nasional;

Memperkenalkan dan menyanyikan lagu-lagu rohani; Memperkenalkan dan mempraktikkan seni tari/gerak; PKBN2K; Tidak memerlukan buku pegangan siswa; Penilaian non tes; Tidak ada tes (formatif, tengah semester, maupun akhir semester); Tidak ada PR; Pembelajaran pengenalan dan praktik

8. Pendidikan jasmani, Olah raga dan Kesehatan; Permainan; Senam; Renang; Memperkenalkan kebiasaan hidup sehat; PKBN2K; Tidak diperlukan Buku Pegangan siswa; Penilaian non tes; Tidak ada tes (formatif, tengah semester, maupun akhir semester); Tidak ada PR; Pembelajaran pengenalan dan praktik

9. Bahasa Daerah: Memperkenalkan istilah; Percakapan; Menyanyi lagu anak; PKBN2K; Tidak memerlukan buku pegangan siswa; Penilaian non tes; Tidak ada tes (formatif, tengah semester, maupun akhir semester); Tidak ada PR

(10)

manfaatnya bagi manusia; Menjaga kelangsungan lingkungan hidup agar tetap lestari; PKBN2K; Tidak memerlukan buku pegangan siswa; Penilaian non tes; Tidak ada tes (formatif, tengah semester, maupun akhir semester); Tidak ada PR

11. Bahasa Inggris: Memperkenalkan istilah/ kata yang digunakan dalam percakapan ; Percakapan; Permainan; Menyanyi; Membiasakan berbahasa Inggris untuk kata-kata yang telah diperkenalkan; KBN2K; Tidak memerlukan buku pengangan siswa; Penilaian non tes; Tidak ada tes (formatif, tengah semester, maupun akhir semester); Tidak ada PR

12. Bahasa Mandarin:Memperkenalkan istilah/kata; Percakapan; Menyanyi; PKBN2K; Memerlukan buku pegangan Siswa; Penilaian non tes; Tidak ada tes (formatif, tengah semester, maupun akhir semester); Tidak ada PR

13. Komputer; Praktik di lab komputer; PKBN2K; Tidak diperlukan buku pegangan siswa; Penilaian non tes; Tidak ada tes (formatif, tengah semester, maupun akhir semester); Tidak ada PR

Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen yang menghadirkan suasana Sekolah Minggu diharapkan dapat membuat hubungan guru dengan siswa, dan antar siswa dekat, akrab, dan menyenangkan. Guru dapat mengembangkan kreativitasnya dengan menayangkan gambar-gambar atau film-film melalui LCD proyektor sebagai alat bantu bercerita yang menarik dan mudah dimengerti oleh siswa. Siswa dapat dilatih untuk menulis dan membaca ayat-ayat hafalan untuk meningkatkan keterampilan menulis, membaca, dan menghafal. Guru dapat merancang berbagai aktivitas yang atraktif dan menarik baik permainan maupun keterampilan serta memanfaatkan barang-barang bekas pakai. Memiliki banyak kesempatan bagi guru untuk mengimplementasikan nilai-nilai kristiani dalam pembelajarannya. Membiasakan mengasihi Tuhan dan sesama (kasih),berterima kasih,memberi salam, bertutur kata sopan, mudah tersenyum (rendah hati), melakukan tugas dengan benar (kesetiaan), kejujuran; menyelesaikan tugas sampai selesai, patuh pada aturan,mendengarkan dan tidak memotong

pembicaraan, dan belajar berbagi dengan yang membutuhkan (Sutanto, 2011:33-34). Prosedur penilaian dilakukan melalui aktivitas siswa, kemampuan anak melakukan perintah guru, dan perubahan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai kristiani, bukan berdasarkan hasil tes atau ulangan sehingga tidak membebani siswa dalam belajar.

Pembelajaran Pendidikan Kewargane-garaan yang lebih banyak praktik mengenai hidup rukun dalam perbedaan, tertib di rumah dan di sekolah, memperkenalkan hak dan kewajiban siswa di rumah dan di sekolah, hidup bergotong royong, cinta lingkungan, sikap demokratis dan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila. Siswa dapat dilatih untuk menulis dan membaca kalimat yang berhubungan dengan indikator pembelajaran. Guru memiliki banyak kesempatan dalam mengimplemen-tasikan nilai-nilai kristiani dalam pembelajarannya, sehingga sejak dini siswa membiasakan diri hidup benar yang terus dibawa sampai dewasa ketika bergaul dengan sesamanya. Melalui LCD proyektor guru dapat memperkenalkan contoh-contoh kehidupan baik yang rukun maupun yang tidak, baik yang tertib maupun sebaliknya, gotong royong, cinta lingkungan maupun sebaliknya, sikap yang demokratis dan yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila maupun yang sebaliknya. Siswa belajar melalui melihat contoh dan praktik bersama teman-temannya dapat membentuk perilaku hidup yang benar. Prosedur penilaian non tes melalui kegiatan praktik, kemampuan siswa melakukan perintah guru, dan perubahan perilaku, dapat membuat siswa senang belajar dan tidak terbeban.

(11)

ketekunan, ketaatan, keberanian, dan kepedu-lian). Kemampuan membaca, menulis, dan percakapan yang baik merupakan modal dasar untuk belajar lebih baik di tingkat di atasnya. Prosedur penilaian menggunakan tes atau ulangan baik formatif, tengah semester, maupun akhir semester, dan juga dapat menggunakan penilaian non tes dalam berbagai aktivitas.

Pembelajaran Matematika menekankan siswa mampu berhitung sederhana dengan materi sekurang-kurangnya sesuai tuntutan kurikulum. Waktu tatap muka sebanyak 6 (enam) jam pelajaran dalam satu minggu diharapkan siswa mampu memenuhi target mengoperasikan penambahan angka maupun pengurangan angka. Praktik penambahan dan pengurangan menggunakan gambar atau simbol atau benda memudahkan siswa memahami pengoper-asiannya. Pembelajaran yang menarik dan mudah dapat memupuk siswa mencintai matematika yang berguna di berbagai disiplin ilmu. Nilai-nilai kristiani yang dapat dibiasakan adalah: rendah hati, kesetiaan, kejujuran, ketekunan, ketaatan dan keberanian. Penilaian menggunakan prosedur tes atau ulangan dan juga dapat menggunakan penilaian non tes dalam berbagai aktivitas.

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA atau Sains) memperkenalkan kepada siswa anggota tubuh dan kegunaannya serta cara merawatnya, cara memelihara lingkungan agar tetap sehat, berbagai sifat benda dan kegunaan, berbagai bentuk energi dan manfaatnya, berbagai benda langit dan peristiwa alam serta pengaruhnya terhadap kegiatan manusia, dan makhluk hidup dan proses kehidupannya. Waktu tatap muka sebanyak 3 jam pelajaran dalam satu minggu diharapkan siswa mampu mengerti dan mencintai ilmu pengetahuan alam. Siswa dapat juga dilatih menuliskan dan membaca beberapa kalimat yang berhubungan dengan indikator pembelajaran. Melalui LCD proyektor guru dapat memperkenalkan contoh-contoh angota-anggota tubuh dan cara merawatnya, lingkungan sehat dan tidak sehat, macam-macam benda dan kegunaannya, macam-macam energi, benda-benda langit dan berbagai peristiwa alam, dan mengenai makhluk hidup dan proses kehidupannya. Nilai-nilai kristiani yang dapat dibiasakan adalah: kasih,

rendah hati, kesetiaan, kejujuran, ketekunan, ketaatan dan keberanian. Prosedur penilaian melalui aktivitas anak, kemampuan anak melakukan perintah guru, dan perubahan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai kristiani, bukan berdasarkan hasil tes atau ulangan sehingga tidak membebani siswa dalam belajar.

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) melalui cerita, penayangan gambar atau film melalui LCD proyektor, dapat membuat siswa mampu memahami kedudukannya dalam keluarga, kebiasaan hidup menjaga kebersihan lingkungan rumah, peristiwa penting dalam keluarga dan pentingnya menjaga dokumen, dan kedudukan dan peran anggota dalam keluarga dengan lingkungan tetangga. Waktu tatap muka sebanyak 2 jam pelajaran dalam satu minggu diharapkan siswa mampu mengerti dan mencintai ilmu pengetahuan sosial. Siswa dapat juga dilatih menuliskan dan membaca beberapa kalimat yang berhubungan dengan indikator pembelajaran. Nilai-nilai kristiani yang dapat dibiasakan adalah: kasih, rendah hati, kesetiaan, kejujuran, ketekunan, ketaatan, keberanian dan kepedulian. Prosedur penilaian melalui aktivitas anak, kemampuan anak melakukan perintah guru, dan perubahan perilaku yang mencer-minkan nilai-nilai kristiani, bukan berdasarkan hasil tes atau ulangan sehingga tidak membebani siswa dalam belajar.

(12)

Nilai-nilai kristiani yang dapat dibiasakan adalah: kasih, rendah hati, kesetiaan, kejujuran, ketekunan, ketaatan, keberanian, dan kepedu-lian. Prosedur penilaian melalui aktivitas anak, kemampuan anak melakukan perintah guru, unjuk kemampuan, dan perubahan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai kristiani, bukan berdasarkan hasil tes atau ulangan sehingga tidak membebani siswa dalam belajar.

Pembelajaran Bahasa Daerah dengan waktu tatap muka satu jam pelajaran setiap minggu memperkenalkan kepada siswa beberapa istilah yang lazim digunakan sehari-hari, budaya daerah, kesenian daerah, dan percakapan. Jangan melatihkan kepada siswa menulis tulisan bahasa daerah bila berbeda dengan kaidah penulisan bahasa Indonesia, agar tidak membingungkan siswa. Melalui proyektor LCD guru dapat memperkenalkan contoh-contoh budaya daerah, cerita yang difilmkan, kesenian daerah dan ehidupan sehari-hari. Nilai-nilai kristiani yang dapat dibiasakan adalah: kasih, rendah hati, kesetiaan, kejujuran, ketekunan, ketaatan, keberanian, dan kepedu-lian. Prosedur penilaian melalui aktivitas anak, kemampuan anak melakukan perintah guru, unjuk kemampuan, dan perubahan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai kristiani, bukan berdasarkan hasil tes atau ulangan sehingga tidak membebani siswa dalam belajar.

Pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) dengan waktu tatap muka satu jam pelajaran dalam satu minggu memperkenalkan lingkungan hidup dan manfaatnya bagi manusia, dan cara-cara menjaga kelangsungan lingkungan hidup agar tetap lestari. Melalui LCD proyektor guru dapat memperkenalkan contoh-contoh lingkungan hidup dan manfaatnya, lingkungan hidup yang rusak karena perilaku manusia dan akibatnya, lingkungan hidup yang terjaga kelestariannya dan manfaatnya bagi kehidupan manusia. Siswa dapat diajak melakukan tindakan nyata mencintai dan merawat lingkungan secara sederhana, misalnya membuang sampah di tempatnya dan menyiram tanaman. Nilai-nilai kristiani yang dapat dibiasakan adalah: kasih, rendah hati, kesetiaan, kejujuran, ketekunan, ketaatan dan keberanian. Prosedur penilaian melalui aktivitas anak, kemampuan anak

melakukan perintah guru, unjuk kemampuan, dan perubahan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai kristiani, bukan berdasarkan hasil tes atau ulangan sehingga tidak membebani siswa dalam belajar.

Pembelajaran Bahasa Inggris menguta-makan percakapan sehari-hari, mengenal beberapa istilah dan mampu mengucapkannya dengan benar, dan membangkitkan keberanian siswa untuk menggunakan Bahasa Inggris. Pembelajaran yang kreatif, atraktif, dan ceria melalui permainan, penayangan gambar (menggunakan LCD proyektor ), film, lagu-lagu, cerita, percakapan, dan tanya jawab, serta didukung pembiasaan sehari-hari akan mampu menimbul-kan keberanian siswa berbahasa Inggris. Waktu tatap muka selama 4 jam pelajaran dalam satu minggu dengan hari yang berbeda dapat memungkinkan siswa membiasakan diri untuk berbahasa Inggris. Nilai-nilai kristiani yang dapat dibiasakan adalah: kasih, rendah hati, kesetiaan, kejujuran, ketekunan, ketaatan dan keberanian. Prosedur penilaian melalui aktivitas anak, kemampuan anak melakukan perintah guru, unjuk kemampuan, dan perubahan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai kristiani, bukan berdasarkan hasil tes atau ulangan sehingga tidak membebani siswa dalam belajar.

(13)

ulangan sehingga tidak membebani siswa dalam belajar.

Pembelajaran Komputer praktik mengope-rasikan program permainan, program-program pembelajaran, dan mengenal bagian-bagian komputer. Waktu tatap muka 2 jam pela-jaran dalam satu minggu akan selalu menarik siswa, karena siswa praktik langsung mengope-rasikan komputer. Nilai-nilai kristiani yang dapat dibiasakan adalah: kasih, rendah hati, kesetiaan, kejujuran, ketekunan, ketaatan dan keberanian. Prosedur penilaian melalui aktivitas anak, kemampuan anak melakukan perintah guru, unjuk kemampuan, dan perubahan perila-ku yang mencerminkan nilai-nilai kristiani, bukan berdasarkan hasil tes atau ulangan sehingga tidak membebani siswa dalam belajar. Bimbingan mengutamakan pengenalan cara belajar, cara berteman yang baik, cara menghargai dan menghormati orang lain. Guru bimbingan memiliki kesempatan yang cukup untuk mengimplementasikan nilai-nilai kristiani. Meskipun waktu tatap muka hanya satu jam pelajaran dalam satu minggu, cukup mampu membangkitkan keberanian siswa untuk bercerita tentang dirinya kepada orang lain. Nilai-nilai kristiani yang dapat dibiasakan adalah: kasih, rendah hati, kesetiaan, kejujuran, ketekunan, ketaatan, keberanian, dan kepedu-lian. Bimbingan tidak diperlukan penilaian, akan tetapi kedekatan dan kehangatan guru kepada siswa mampu membantu siswa bila mengalami masalah.

Penggunaan perpustakaan merupakan pembiasaan untuk membangkitkan siswa gemar membaca dan memperkenalkan pentingnya perpustakaan dalam pembelajaran. Waktu yang dialokasikan satu jam pelajaran dalam satu minggu dapat digunakan oleh siswa membaca buku di perpustakaan atau meminjam buku untuk dibaca di rumah. Dapat juga suatu saat siswa diberikan tugas untuk membaca suatu buku dan diminta menceriterakan kembali isi buku yang dibacanya.

Kesimpulan

Pengembangan kurikulum yang menawarkan hasil dengan menambah lebih banyak mata pelajaran, mewajibkan siswa memiliki buku pegangan, dan prosedur penilaian tes diberlakukan kepada seluruh mata pelajaran akan menambah beban berat siswa. Usia siswa kelas I dan II SD tergolong anak usia dini yang yang memerlukan banyak bermain dan selalu menginginkan pujian atau penilaian yang baik, menjadi tidak terpenuhi bila beban belajar yang menjadi semakin berat jauh berbeda dengan ketika masih di TK, ditambah dengan prosedur penilaian tes yang meningkatkan stres sehingga kemungkinan memberikan hasil yang tidak memuaskan.

(14)

Saran

Sekolah disarankan menggunakan pengemban-gan kurikulum usulan penulis yang menekan-kan pada proses baru kemudian hasil, mempertimbangkan usia dan kemampuan siswa dan akan berdampak guru selalu memperbaharui keterampailan dan pengetahuannya. Banyaknya mata pelajaran dan jam tatap muka yang diusulkan dapat disesuaikan dengan sekolah setempat. Penekanannya lebih pada pengurangan beban siswa, persiapan pembelajaran yang menuntut kreativitas guru, penyajian pembelajaran yang atraktif dan praktis, dan penilaian mengguna-kan prosedur non tes.

Daftar Pustaka

Depdiknas, BSNP, (2006). Kurikulum 2006. Jakarta: Depdiknas

Kurniawan, (2010). Sebagian besar pekerja indonesia

lulusan sekolah dasar. Biro Pusat Statistik

Republika: 16 April 2004

Santrock, John W. (2002). Live-span development

(perkembangan masa hidup). Jakarta:

Erlangga

Surya, Mohamad (2004). Psikologi pembelajaran

dan pengajaran. Bandung: Pustaka Bani

Quraisy

Sutanto, Maryam Kurniawati (2011). Pendidikan

karakter berbasis nilai-nilai kristiani, Jakarta:

BPK PENABUR

Yusuf, Syamsu L.N. (2004). Psikologi

perkembangan anak dan remaja, Bandung:

PT Remaja Rosdakarya

http://hdr.undp.org/en/statistics/, (2011).

Human develompment index (HDI). Unesco.

Gambar

Tabel 1: Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI)
Tabel 2: Struktur Kurikulum SDK  BPK PENABUR

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data, terbukti bahwa konsep diri positif dan pengalaman mengikuti bimbingan kelompok, baik secara simultan maupun secara individual

Barium hexaferrite memiliki saturasi magnetisasi (tingkat kejenuhan sifat magnet) dan koersivitas intrinsiknya (kekuatan medan magnetik) juga sangat tinggi, menyebabkan

♫ Terdapat kesempatan yang tidak terbatas dalam pengurangan gas emisi rumah kaca dengan biaya yang rendah, dimana biasanya negara maju memiliki permintaan

Masyarakat pedesaan juga ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yagn amat kuat yang hakekatnya,

itu,menurut beliau sebaiknya sanksi pidana itu dikaji kembali atau diganti dengan sanksi administrasi karena pada intinya tujuan adanya Peraturan Daerah tersebut

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN ADVANCE ORGANIZER TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNITIF PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN KEARSIPAN.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Particle Swarm Optimization untuk penentuan pasal pada kasus penganiayaan, pada penelitian ini PSO dapat membangkitkan nilai belief dengan hasil yang maksimal. Nilai

Hasil yang didapatkan dari proses optimasi pada metode MKNN adalah k optimal=1, Dari hasil uji coba metode Modified K- Nearest Neighbor untuk nilai k 1 hingga 5