STUDI KELAYAKAN PROGRAM KONSERVASI TERUMBU KARANG DI DESA GILI INDAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT: PERBANDINGAN ANTARA REZIM PEMERINTAH DENGAN REZIM
MASYARAKAT
Lalu Solihin1, Lucky Adrianto2, Arif Satria3 Email: solihino_sagita@yahoo.co.id
Abstrak
Maraknya penangkapan ikan dengan menggunakan potassium maupun bahan peledak di sekitar perairan Gili Indah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) beberapa tahun lalu menyebabkan rusaknya terumbu karang beserta ekosistemnya. Hal inilah yang menjadi alasan kuat untuk melakukan program konservasi terumbu karang di daerah ini. Namun konsekuensi dari program tersebut adalah munculnya biaya-biaya untuk melaksanakan program. Umumnya, komponen biaya yang muncul dari kegiatan tersebut adalah biaya investasi, biaya operasional, biaya transaksi, dan biaya sosial. Sedangkan dari aspek manfaat setidaknya ada tiga manfaat yang diperoleh yaitu manfaat langsung ekstraktif, manfaat ekstraktif tidak langsung, dan manfaat. Program konservasi yang dilakukan oleh pemerintah (dahulu melalui Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Provinsi NTB) dan konservasi yang dilakukan oleh masyarakat setempat melalui Satgas Gili Indah. Masing-masing dari mereka mengeluarkan biaya untuk program ini setiap tahun, dan manfaatnya dirasakan oleh masyarakat umum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kelayakan program konseravasi yang dilakukan oleh kedua rezim kedua tersebut. Dengan menggunakan metode valuasi ekonomi diketahui bahwa Net Present Value (NPV) dari program ini adalah Rp. 110.426.243.664,95 pertahun.
Kata Kunci: studi kelayakan, konservasi terumbu karang, Rezim Pemerintah, Rezim Masyarakat.
Abstract: Feasibility Study Of Coral Reef Conservation Program In Gili Indah Villages Of West Nusa Tenggara Province: Comparative Study Between Government Regime And Community Regime
The rise of fishing using explosives and potassium in waters around Gili Indah, West Nusa Tenggara (NTB) a few years ago led to the destruction of coral reefs and their ecosystems. This is become a great reason to have conservation program in this area. The consequence of the program is cost which rise when we want to get more benefit. Generally, component of cost which rise are investment cost, operational cost, transaction cost, and social cost. Whereas from benefit aspect at least we get three benefits, they are direct extractive benefit, indirect extractive benefit, and choice benefit. Stake holders’ linkages of this program are
1 Staf Pengajar Politeknik LP3I Jakarta 2 Staf Pengajar FPIK IPB Bogor 3 Staf Pengajar FEMA IPB Bogor
government by BKSDA and participatory of local community by Satgas Gili Indah. Each of them has regularly cost for the program every year. The aims of this research are to analysis feasibility of the program for the both regime. With using the valuation method found that Net Present Value (NPV) of the program is Rp. 110.426.243.664,95 /year.
Key woods: feasibility study, coral reef conservation, Government Regime, Community Regime
1. Pendahuluan
Indonesia memiliki areal terumbu karang sekitar 75.000 km2
atau sekitar 12,5 persen dari luas terumbu karang di dunia. Secara umum kondisi terumbu karang di Indonesia saat ini berada pada kondisi rusak cukup parah, terutama akibat kegiatan manusia (anthropogenic). Menurut Suparmoko (2000), hingga tahun 1997 hanya sekitar 40 persen terumbu karang di Indonesia dalam kondisi baik.Dari total luas kawasan terumbu karang di Indonesia tersebut, 448,763 hektar diantaranya terdapat di kawasan konservasi Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Desa Gili Indah Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jika dirinci, sekitar 192,9621 ha terdapat di Gili Trawangan, 118,9508 di Gili Meno dan 136,8505 ha di Gili Air. Kondisinya hanya sekitar 16 persen dari total luas kawasan terumbu karang yang berada dalam kondisi baik, (BKSDA NTB, 2004).
Konservasi merupakan suatu program untuk mencegah terjadinya kerusakan sumberdaya alam melalui eksploitasi yang berlebihan. Sebab tidak semua sumberdaya alam ini bisa pulih dalam jangka waktu yang singkat. Dengan demikian, kesejahteraan generasi mendatang akan sangat ditentukan oleh generasi saat ini. Jika sumberdaya alam yang
ada saat ini tidak dikelola dengan efisien dan berkelanjutan, maka yang akan terjadi tidak hanya krisis sumberdaya alam, tetapi bencana alam yang bisa menambah kesengsaraan masyarakat. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui apakah program konservasi terumbu karang yang dilakukan selama ini layak atau tidak secara ekonomi dari perspektif ekonomi sumberdaya alam.
Paper ini terdiri dari lima bagia antara lain: bagian 2 tentang metode penelitian, bagian 3) tentang landasan teori, bagian 4 tentang analisa kelayakan, dan bagian 5 adalah kesimpulan.
2. Metode Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dan observasi. Dalam penelitian survey, informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner dan wawancara.
Teknik Valuasi
TML=
∑
TML = Total Manfaat Langsung Pi = Harga ikan yang berlaku di
pasar (Rp /kg) Qi = Jumlah ikan yang
diekstraksi selama satu tahun (kg)
B. Travel Cost Method (TCM) Manfaat langsung tidak ekstraktif didekati dengan Travel Cost Method (TCM), yaitu metode yang mengkaji biaya yang dikeluarkan tiap individu untuk mendatangi tempat rekreasi Desa Gili Indah. Prinsip yang mendasari metode ini adalah bahwa biaya yang dikeluarkan untuk berwisata ke suatu area dianggap sebagai “harga” akses area tersebut.
Sedangkan untuk mengetahui surplus konsumen dari wisatawan yang datang ke kawasan konservasi terumbu karang di Desa Gili Indah dilakukan dengan pendekatan fungsi permintaan atas kunjungan sebagai berikut, (Adrianto, 2006):
ln
V
i=
β
0+
β
1ln
TC
i+
β
2ln
J
i+
β
3ln
A
.. (2)Ket:
Vi = Frekuensi kunjungan TC = Total biaya perjalanan J = Pekerjaan wisatawan A = Umur wisatawan
C. Contingan Valuation Method (CVM)
CVM digunakan untuk menghitung nilai ameniti atau estetika lingkungan dari suatu barang publik (public good). Estimasi WTP dapat juga dilakukan dengan menduga hubungan antara WTP dengan karakteristik responden yang mencerminkan
tingkat penghargaan user terhadap sumberdaya yang selama ini dimanfaatkannya dapat dihitung sbb :
WTP = Kemampuan responden membayar untuk tidak mengekstraksi ikan di kawasan konservasi X1 = Pendidikan responden X2 = Jumlah tanggungan
responden X3 = Umur responden
Valuasi Biaya Konservasi
Untuk mengetahui nilai total biaya dari kegiatan konservasi sumberdaya terumbu karang dilakukan dengan penjumlahan biaya-biaya untuk konservasi terumbu karang, termasuk biaya sosial dan biaya transaksi dari kegiatan konservasi terumbu karang.
TC
=
∑
kegiatan, digunakan analisis biaya dan manfaat yang telah dikembangkann (extended net present value) seperti dinyatakan di bawah ini, (Suparmoko, 1989):
NPV=(Bd+Btd+Be)−(Ci+Ct+Cop+Ctl) (
5) Dimana:
NPV : Nilai manfaat bersih (net present value)
Bd : Manfaat langsung ekstraktif
Btd : Manfaat langsung tidak
ekstraktif Be : Manfaat pilihan
Ci : Biaya investasi
Cop : Biaya operasional
Ct : Biaya transaksi
Cs : Biaya sosial
3. Landasan Teori
Mengacu pada ekonomi sumberdaya alam, bahwa total nilai ekonomi sumberdaya alam dapat langsung sendiri dibagi menjadi dua yaitu nilai langsung yang bersifat ekstraktif dan nilai langsung yang bersifat tidak ekstraktif (disebut juga manfaat tidak langsung). Manfaat langsung yang bersifat ekstraktif maupun tidak ekstraktif diketahui melalui output yang dihasilkan. Sedangkan yang manfaat lainnya tidak menghasilkan output, melainkan benefit yang menjadi nilai manfaat dari sumberdaya terumbu karang (Kusumastanto, 2000). Dalam penelitian ini, manfaat yang diperoleh adalah total manfaat konservasi, tanpa membedakan lembaga pengelola konservasi.
3.1. Manfaat Kegunaan
Manfaat Kegunaan Langsung Ekstraktif
tangkapannya dipasarkan di sekitar Desa Gili Indah. Untuk lebih rinci, dapat dilihat pada tabel 1 berikut:
Tabel 1 Jenis Ikan dan Alat Tangkap Nelayan Desa Gili Indah
Table 1 Types of Fish and Fishermen Gear Device in Gili Indah Village Klasifikasi
Ikan Jenis ikan Jenis Alat Tangkap
Ikan Permukaan
Ikan pasok
(Hemirhamphus spp)
Jaring seret (atau perse seine mini dan jaring layang.
Ikan balang-balang (Tylosurus spp)
Jaring seret atau perse seine mini dan jaring layang.
Ikan layang (Decapterus spp)
Jaring seret atau perse seine mini dan jaring layang.
spp) Jaring mogong (gill net) danjaring muroami (incl. Mallalugis) Ikan sulir (Elagatis
bipinnulatus) Jaring mogong (gill net) danjaring muroami (incl. Mallalugis) Ikan languan (Thunnus
spp)
Jaring mogong (gill net) dan jaring muroami (incl. Mallalugis)
Kelompok nelayan muroami ini merupakan kelompok nelayan paling besar di Gili Indah dan hanya bisa dijumpai di Gili Air, Desa Gili Indah. Kemudian disusul dengan masing-masing kelompok rata-rata terdiri dari 10 orang.
E1 E2 NE2
NE1 Non - Ekstraktif
Ekstraktif
lebih baik, dengan catatan bahwa konservasi tetap dilakukan.
Hal ini berarti ada pengaruh yang signifikan dari perubahan fungsi kawasan yaitu perubahan nilai manfaat langsung yang bersifat
ekstraktif menjadi nilai manfaat langsung yang bersifat tidak ekstraktif. Ilustrasi hubungan antara nilai manfaat ekstraktif dengan nilai manfaat tidak ekstraktif dapat dilihat pada gambar 1 berikut:
Gambar 1 Kurva Hubungan Antara Nilai Manfaat Langsung Esktraktif Dengan Nilai Manfaat Langsung Tidak Ekstraktif
Figure 1 Curve Relationship Between Extractive Direct Benefits With Not Extractive Direct Benefit
Dari gambar 1 di atas terlihat bahwa terdapat hubungan negatif antara nilai manfaat langsung ekstraktif dengan nilai manfaat tidak ekstraktif. Artinya jika nilai manfaat ekstraktif naik, maka nilai manfaat langsung tidak ekstraktif akan turun. Begitu juga sebaliknya. Ketika nilai manfaat ekstraktif berada pada titik E1, maka nilai manfaat langsung tidak ekstraktif berada pada titik NE2, dan ketika nilai manfaat langsung ekstraktif turun menjadi E1, maka nilai manfaat langsung tidak ekstraktif naik menjadi NE2.
Kondisi ini berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat yang kehidupannya tergantung pada sumberdaya disekitarnya. Terutama nelayan yang mengandalkan
Gambar 2 Kurva Pareto Optimal Antara Nilai Manfaat Langsung Ekstraktif dengan Nilai Manfaat Langsung Tidak Ekstraktif Figure 2 Pareto Optimal Curve Between Direct Benefts Extractive with Direct Benefts Not Extractive
Pareto optimal yang dimaksud disini adalah naiknya nilai manfaat langsung tidak ekstraktif menyebabkan turunnya nilai manfaat langsung ekstraktif. Atau siapapun yang bergerak dari gambar di atas tetap disebut sebagai pareto optimal. Artinya kesejahteraan masyarakat pariwisata tidak akan bisa meningkat apabila kesejahteraan masyarakat nelayan tidak diturunkan. Kepuasan masyarakat nelayan berkurang karena jumlah ikan yang ditangkap semakin kecil, sehingga kepuasan atas hasil tangkapannya menjadi berkurang.
Manfaat Kegunaan Langsung Tidak Ekstraktif
Meningkatnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke kawasan konservasi ini berarti nilai dari sumberdaya terumbu karang yang ada di kawasan ini konservasi ini menjadi lebih tinggi. Masyarakat mau mengeluarkan sejumlah biaya dari rumah mereka hingga sampai di kawasan ini hanya untuk memperoleh kepuasan tertentu. Hal ini dapat dilihat dari wisatawan yang datang dari berbagai daerah dan dari berbagai negara.
Metode yang digunakan untuk menduga nilai sebuah komoditas yang tidak memiliki nilai pasar (non-market goods) adalah dengan menggungkan metode biaya perjalanan (Travel Cost Method;TCM). Metode ini berangkat pada asumsi dasar bahwa setiap individu baik aktual maupun potensial, bersedia mengunjungi sebuah daerah untuk mendapatkan manfaat tertentu tanpa harus membayar nilai masuk (no entrey fee). Manfaat langsung yang bersifat tidak ekstraktif dari sumberdaya terumbu karang diperoleh melalui besaran pengeluaran para wisatawan yang mendatangi kawasan konservasi.
menikmati keindahan alam bawah laut Desa Gili Indah.
Adapun kegiatan wisata yang dilakukan oleh para wisatawan di kawasan ini antara lain seperti menyelam (SCUBA diving), snorkeling, bottom boat. Semua kegiatan ini dilakukan karena daya tarik dari terumbu karang yang ada di kawasan ini. Dari kegiatan-kegiatan ini menimbulkan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh wisatawan yang menjadi benefit dari terumbu karang setelah dihitung melalui prosedur perhitungan valuasi manfaat tidak langsung.
3.2. Manfaat Pilihan
Manfaat pilihan merupakan manfaat dari sumberdaya terumbu karang yang dinilai melalui kesediaan masyarakat untuk tidak memanfaatkan sumberdaya terumbu karang tersebut pada saat sekarang, tetapi akan dimanfaatkan pada masa yang akan datang dengan harapan dengan menawarkan pilihan kesediaan membayar responden, sehingga mereka dapat memilih nilai maksimum yang sesuai untuk preferensinya. Nilai yang menjadi patokan (benchmark) untuk metode ini berdasarkan pada penelitian yang dilakukan di lokasi obyek wisata lain dengan keadaan yang sama seperti di Gili Trawangan dan juga berdasarkan survey di kawasan Gili Trawangan FAO (2000) menunjukkan bahwa tujuan dari
CVM adalah untuk mengukur variasi nilai kompensasi dan nilai persamaan suatu barang yang dinyatakan. Variasi nilai kompensasi dan nilai persamaan dapat ditentukan dengan bertanya kepada seseorang untuk memberikan sejumlah satuan moneter yang ingin dibayarkan
Nilai antara WTP dengan WTA (willingness to accept) seharusnya tidak ada perbedaan yang signifikan, karena antara WTP dengan WTA merupakan cerminan dari kesediaan masyarakat untuk tidak memanfaatkan sumberdaya tersebut pada saat sekarang. Nilai WTP umumnya lebih kecil dari pada WTA karena pada WTP, masyarakat yang harus membayar. Siapapun jika diminta untuk mengeluarkan uang untuk kepentingan bersama, cenderung nilai uang yang dia mau keluarkan kecil. Akan teapi jika mereka ditawarkan untuk diberikan uang, cenderung mereka menginginkan nilai yang lebih besar. 3.3. Biaya Konservasi program konservasi dibedakan menjadi empat kelompok yaitu biaya investasi, biaya operasional, biaya transaksi, dan biaya sosial.
Rezim Satgas Gili Indah
menjalankan tugasnya melindungi sumberdaya daya di kawasan konservasi, menyebabkan kelompok masyarakat ada yang berada di kawasan konservasi Gili Indah ikut ambil bagian dalam program menjaga kelestarian sumberdaya diwilayahnya. Di kawasan Gili Indah sampai saat ini terdapat dua kelompok masyarakat yang turut mengawal program konservasi, mereka adalah kelompok masyarakat Gili Trawangan (Satgas Gili Trawangan), dan kelompok masyarakat Gili Air (Satgas Gili Air). Mereka adalah dua lembaga yang memiliki dua visi yang sama, namun memiliki struktur organisasi yang berbeda, termasuk anggaran operasional yang berbeda pula. Dalam melaksanakan operasinya, mereka berkoordinasi dan saling mendukung program yang mereka lakukan. Aturan dan sanksi yang digunakan adalah aturan adat yang ditetapkan berdasarkan pranata hukum adat setempat.
4. Analisa Kelayakan
Net Present Value (NPV) yang digunakan dalam menganalisis program konservasi terumbu karang
di Desa Gili Indah merupakan nilai sekarang dari total manfaat yang akan diperoleh pada masa yang akan datang jika manfaat tersebut dinilai sekarang. Dengan menggunakan NPV saja tidak cukup sebagai kriteria untuk menentukan kelayakan suatu program kegiatan konservasi, sehingga perlu dikombinasikan dengan kriteria yang lain yaitu cost effectiveness analysis (analisa efektivitas biaya).
Penggunaan metode analisis biaya yang konvensional sering tidak mampu menjawab permasalahan pengukuran yang komprehensif termasuk pengukuran nilai yang tidak terlihat (intengible). Dalam analisa biaya manfaat tidak hanya mengukur kelayakan dari aspek komersial saja, tetapi juga mengukur kelayakan dari aspek kelayakan sosial. Dalam ekonomi konvensional, analisa biaya manfaat hanya memperhitungkan input dan output yang nilainya ada di pasar. Tapi dalam hal ini, analisa biaya manfaat memasukkan nilai input dan output yang tidak ada di pasar. Intinya adalah mengukur, memasukkan dan membandingkan semua biaya dan manfaat dari proyek publik.
Tabel 2 Analisa Kelayakan Program Konservasi Terumbu Karang di Desa Gili Indah (Tanpa Biaya Sosial)
Figure 2 Feasibility Analysis of Coral Reef Conservation Program in the village of Gili Indah (Without Social Cost)
I Jenis Manfaat Manfaat Konservasi (Rp/tahun) 1 Manfaat langsung ekstraktif 369.882.224,74 2 Manfaat langsung tidak ekstraktif 83.486.413.643,32 3 Manfaat Pilihan 30.486.418.077,63 Total Manfaat 114.342.713.945,69
Discount Rate (DR 9,8%) 1.00
Present Value 114.342.713.945,69 B Jenis Biaya Biaya Konservasi (Rp./tahun)
1 Biaya investasi 1.007.924.280,74
2 Biaya operasional 131.606.000,00
Total Biaya 1.188.470.280,74
Discount Rate (DR 9,8%) 1,00
Present Value 1.188.470.280,74
Net Present Value (NPV) 113.154.243.664,95
Tabel 3 Analisa Kelayakan Program Konservasi Terumbu Karang di Desa Gili Indah (Dengan Biaya Sosial)
Tabel 3 Feasibility Analysis of Coral Reef Conservation Program in the village of Gili Indah (The Social Cost)
I Jenis Manfaat Manfaat Konservasi (Rp/tahun) 1 Manfaat langsung ekstraktif 369.882.224,74 2 Manfaat langsung tidak ekstraktif 83.486.413.643,32 3 Manfaat Pilihan 30.486.418.077,63 Total Manfaat 114.342.713.945,69
Discount Rate (DR 9,8%) 1.00
Present Value 114.342.713.945,69 B Jenis Biaya Biaya Konservasi (Rp./tahun)
1 Biaya investasi 1.007.924.280,74
2 Biaya operasional 131.606.000,00
3 Biaya transaksi 48.940.000,00
4 Biaya sosial 2.728.000.000,00
Total Biaya 3.916.470.280,74
Discount Rate (DR 9,8%) 1.00
Present Value 3.916.470.280,74
Net Present Value (NPV) 110.426.243.664,95
Gambar 3 di bawah ini
menyajikan perbandingan manfaat bersih tanpa biaya sosial dan manfaatbersih dengan biaya sosial.
Perbandingan Manfaat Bersih dengan Biaya Sosial dengan Tanpa Biaya Sosial
109,000,000,000.00 110,000,000,000.00 111,000,000,000.00 112,000,000,000.00 113,000,000,000.00 114,000,000,000.00
NPV dengan biaya sosial NPV tanpa biaya sosial
Gambar 3 Perbandingan Manfaat Bersih Program Konservasi dengan Biaya Sosial dan Tanpa Biaya Sosial
Ketergantungan masyarakat di sekitar Desa Gili Indah yang tinggi terhadap sumberdaya terumbu karang, telah menyebabkan eksploitasi besar-besaran sehingga menyebabkan rusaknya terumbu karang tersebut. Terutama masyarakat yang tinggal dekat dengan areal kawasan terumbu karang. Terbatasnya sumber pendapatan alternatif selain dari terumbu karang, menjadi faktor kuat terjadinya kerusakan terumbu karang. Ancaman utama terumbu karang ialah eksploitasi sumberdaya terumbu karang sebagai kapur (salah satu bahan bangunan). Untuk melarang mereka menghentikan aktivitasnya tidaklah mudah, tapi kalau dibiarkan juga akan sangat membahayakan masyarakat di masa yang akan datang. Sebagai konsekuensi logis dari pelarangan tersebut adalah pemberian kompensasi sebagai ganti rugi sebesar kerugian yang diderita akibat hilangnya pendapatan mereka.
Kompensasi ini ditetapkan setelah kelompok nelayan melakukan
negosiasi dengan para pengusaha wisata di Gili Indah, terutama pengusaha di Gili Trawangan yang notabene penduduknya didominasi oleh pengusaha wisata. Menurut nelayan setempat yang menerima kompensasi, jumlah kompensasi ini masih sangat kecil, karena setelah sejumlah uang tersebut dibagi kepada seluruh anggota yang berjumlah 105 orang, maka yang diperoleh sangat kecil yaitu sekitar Rp.28.000,- per orang dalam satu bulan. Dibandingkan dengan hasil tangkapan yang biasa diperoleh jika menangkap ikan di kawasan ini, jumlahnya jauh lebih besar. Dalam setiap kali menangkap ikan di kawasan ini, pendapatan yang diperoleh rata-rata sebesar Rp114.000 per hari, maka dalam satu bulan, pendapatan kotor rata-rata nelayan sebesar Rp760.000 per orang. Gambar di bawah ini menunjukkan tingkat pendapatan masyarakat nelayan sebelum dan sesudah dilakukan koservasi:
Pe ndapatan Ne layan M uroam i Se be lum dan Se s udah Kons e rvas i
-200,000.00 400,000.00 600,000.00 800,000.00
Setelah konservasi Sebelum konservasi
Gambar 4 Pendapatan Nelayan Muroami Sebelum dan Sesudah Konservasi Figure 4 Income of Muroami Fisherman after and before Conservation
Selain itu, sebagai eksternalitas negatif dari kegiatan konservasi ini adalah, masyarakat yang biasanya mengambil terumbu karang sebagai bahan baku pembuatan kapur bangunan menjadi terhenti. Mereka tidak bisa lagi
menjadi biaya eksternal dari kegiatan konservasi.
Biaya sosial yang ditanggung oleh lembaga pemerintah sama dengan biaya sosial yang ditanggung oleh Satgas Gili Indah. Perbedaannya adalah pada pemberian kompensasi terkena dampak konservasi. Sejumlah penghasilan yang hilang ini disebut sebagai biaya eksternal konservasi, atau sebagai dampak sosial dari program konservasi. Dengan memasukkan biaya sosial ke dalam biaya konservasi menunjukkan total biaya konservasi yang sesungguhnya yang harus
ditanggung oleh pengelola konservasi.
5. Simpulan
Dari uraian pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat program konservasi terumbu karang dengan memasukkan nilai-nilai manfaat dan biaya sosial dari segala sumberdaya yang ada di dalamnya menjadi sangat layak. Perbedaan antara rezim pemerintah dengan rezim Satgas Gili Indah adalah dalam perhitungan biaya dam manfaat Bachtiar, I. 2000. Community Based
Coral Reef Management of The Marine Tourism Park Gili Indah, Lombok Barat, Jurusan Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mataram. Cost – Benefit Analysis and the Environment. Edward management systems: Case Study of Awiq-awiq in Gili Indah, Indonesia. Environment, Development and sustainability (2005). 00:1-20 Springer 2005 DOI; 10.1007/s10668-005-0909-9 Suparmoko, M. 1989. Ekonomi
Kedua. Pusat Antar Universitas Pusat Studi Ekonomi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Suparmoko, M., Maria. 2000. Ekonomika Lingkungan, Edisi Pertama. BPFE Yogyakarta