• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA - DOCRPIJM 0a1f0beef2 BAB IIIBAB 3 ARAHAN BIDANG CK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB III. ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA - DOCRPIJM 0a1f0beef2 BAB IIIBAB 3 ARAHAN BIDANG CK"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III.

ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

BIDANG CIPTA KARYA

3.1 ARAHAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DAN ARAHAN

PENATAAN RUANG

Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena

turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan,

maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting

dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.

3.1.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025

RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melaluiUU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen

perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara

menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam

dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang

Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal

sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:

a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan air

minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat

serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi,

pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan

kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive

approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup,

(2)

b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka Pemenuhan

kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1)

peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan

sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3)

penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4)

penyediaan sumber- sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi

bagi masyarakat miskin.

c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan

adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana

pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh.

Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana

dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin

ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.

d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan RPJMN,

yaitu:

RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan

dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.

RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan

berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota

tanpa permukiman kumuh.

(3)

3.1.2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014

RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010

menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi

masyarakat Dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang layak

sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28H, pemerintah memfasilitasi penyediaan perumahan bagi

masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan

sarana dasar permukiman, seperti air minum, air limbah, persampahan dan drainase.

Dokumen RPJMN juga menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur permukiman

pada periode 2010-2014, yaitu:

a. Tersedianya aksesair minumbagi 70 % penduduk pada akhir tahun 2014, dengan perincian

akses air minum perpipaan 32 persen dan akses air minum non-perpipaan terlindungi 38 %.

b. Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir tahun 2014,

yang ditandai dengan tersedianya akses terhadap sistem pengelolaan air limbah terpusat

(off-site)bagi 10% total penduduk, baik melalui sistem pengelolaan air limbah terpusat skala

kota sebesar 5% maupun sistem pengelolaan air limbah terpusat skala komunal sebesar 5 %

serta penyediaan akses dan peningkatan kualitassistem pengelolaan air limbah setempat

(on-site)yang layak bagi 90 % total penduduk.

c. Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 % rumah tangga di daerah

perkotaan.

d. Menurunnya luasgenangansebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis perkotaan.

Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan pembangunan diarahkan untuk

meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang memadai,

melalui:

a. Menyediakan perangkat peraturan di tingkat Pusat dan/atau Daerah,

b. Memastikan ketersediaan air baku air minum,

c. Meningkatkan prioritas pembangunan prasarana dan sarana permukiman,

d. Meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum, penanganan air limbah, dan

pengelolaan persampahan,

(4)

f. Meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman,

g. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat

(PHBS),

h. Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan infrastruktur,

i. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta,

j. Mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang resapan.

3.1.3 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan pertumbuhan ekonomi

7-9 persen per tahun, Pemerintah menyusun MP3EI yang ditetapkan melalui Perpres No. 32

Tahun 2011. Dalam dokumen tersebut pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan sesuai

tema pembangunan masing-masing dengan prioritas pada kawasan perhatian investasi (KPI

MP3EI). Ditjen Cipta Karya diharapkan dapat mendukung penyediaan infrastruktur permukiman

pada KPI

Prioritas untuk menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut. Kawasan Perhatian Investasi

atau KPI dalam MP3EI adalah adalah satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang

terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan

KPI dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi

(5)

3.1.4 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia (MP3KI)

Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi

dengan upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan MP3KI

dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan

angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah

dan di semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada

tahun 2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu:

a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi,dan mampu

melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan,

b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat

terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di

masa mendatang,

c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat miskin dan

rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan regional dengan

(6)

Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan penting dalam

pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat

(PNPMPerkotaan/P2KP, PPIP, Pamsimas, Sanimas dsb) serta Program Pro Rakyat.

3.1.5 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

UU No. 39 Tahun 2009menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan

dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK

dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi

dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang

memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di samping zona ekonomi, KEK juga

dilengkapi zona fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Ditjen Cipta Karya dalam hal ini

diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut sehingga

menunjang kegiatan ekonomi di KEK.

3.1.6 Direktif Presiden Program Pembangunan Berkelanjutan

Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian,

Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pembangunan berkeadilan yang meliputi

Program pro rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program Pencapaian MDGs. Ditjen Cipta Karya

memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat terutama program air bersih

untuk rakyat dan program peningkatak\n kehidupan masyarakat perkotaan. Sedangkan dalam

pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan air minum

dan sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.

3.2 RENCANA STRATEGIS BIDANG CIPTA KARYA

3.2.1 UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

UU Perumahan dan Kawasan Permukiman membagi tugas dan kewenangan Pemerintah

Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Kabupaten/Kota dalam

penyelenggaraan permukiman mempunyai tugas:

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di

bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan

(7)

b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan

permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan

kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan

hunian, dan kawasan permukiman.

d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan

perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan

kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.

f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan

kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan

kawasan permukiman.

j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang

perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.

AdapunwewenangPemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugasnya yaitu:

a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada

tingkat kabupaten/kota.

b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan

kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan

permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta

kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada

tingkat kabupaten/kota.

e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan

(8)

f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat

kabupaten/kota.

g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota

dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan

permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh

pada tingkat kabupaten/kota.

Di samping mengatur tugas dan wewenang, UU ini juga mengatur penyelenggaraan

perumahan dan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan

peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah

pendanaan dan pembiayaan, hak kewajiban dan peran masyarakat.

UU ini mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman yang tidak layak huni

karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas

bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu perlu dilakukan

upaya pencegahan, terdiri dari pengawasan, pengendalian, dan pemberdayaan masyarakat, serta

upaya peningkatan kualitas permukiman, yaitu pemugaran, peremajaan, dan permukiman kembali.

3.2.2 UU No.28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung

Undang-Undang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa penyelenggaraan bangunan

gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan

pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Setiap

bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai

dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan administratif meliputi persyaratan status hak atas

tanah, status

kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan. Sedangkan persyaratan teknis

meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung. Persyaratan

tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur

bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan, yang ditetapkan melalui

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

(9)

a. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya

harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau

yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Di samping itu, sistem

penghawaan, pencahayaan, dan pengkondisian udara dilakukan dengan

mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi dalam bangunan gedung (amanat

green building).

b. Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai

dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan dilestarikan. Pelaksanaan

perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan gedung dan

lingkungannya hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter

cagar budaya yang dikandungnya.

c. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia merupakan

keharusan bagi semua bangunan gedung.

3.2.3 UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

UU Sumber Daya Air pada dasarnya mengatur pengelolaan sumber daya air, termasuk

didalamnya pemanfaatan untuk air minum. Dalam hal ini, negara menjamin hak setiap orang untuk

mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang

sehat, bersih, dan produktif.

Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan

pengembangan sistem penyediaan air minum dimana Badan usaha milik negara dan/atau badan

usaha milik daerah menjadi penyelenggaranya. Air minum rumah tangga tersebut merupakan air

dengan standar dapat langsung diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan dinyatakan

sehat menurut hasil pengujian mikrobiologi. Selain itu, diamanatkan pengembangan sistem

penyediaan air minum diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan

sarana sanitasi.

3.2.4 UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

UU No. 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah bertujuan untuk

(10)

sumber daya. Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah

tangga dilakukan dengan pengurangan sampah, dan penanganan sampah. Upaya pengurangan

sampah dilakukan dengan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan

pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi:

a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,

jumlah, dan/atau sifat sampah,

b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah

ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu,

c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat

penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju

ke tempat pemrosesan akhir,

d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik,komposisi, dan jumlah sampah,

e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil

pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Undang-undang tersebut juga melarang pembuangan sampah secara terbuka di tempat

pemrosesan akhir. Oleh karena itu, Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir

sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka dan mengembangkan TPA dengan

sistemcontrolled landfillataupunsanitary landfill.

3.2.5 UU No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

Dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak, Ditjen Cipta Karya turut serta dalam

pembangunan Rusunawa yang dilakukan berdasarkan UU No. 20 Tahun 2011. Dalam

undang-undang tersebut Rumah susun didefinisikan sebagai bangunan gedung bertingkat yang dibangun

dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian

yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan

satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk

tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.

Peraturan ini juga mengatur perihal pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan,

pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan,

tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem pembiayaan, dan peran

(11)

BAB III. ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG

CIPTA KARYA...9

3.1. Arahan Kebujakan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang ...Error! Bookmark not defined. 3.1.1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 ... 9

3.1.2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 ... 11

3.1.3. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)... 12

3.1.4. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia (MP3KI)... 13

3.1.5. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) ... 14

3.1.6. Direktif Presiden Program Pembangunan Berkelanjutan ... 14

3.2. Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya... 14

3.2.1. UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman 14 3.2.2. UU No.28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung ... 16

3.2.3. UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air ... 17

3.2.4. UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah ... 17

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang masalah dan hasil survei tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai Hubungan Antara Tekanan Panas

Adapun tujuan dari Laporan Akhir ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Diploma III (tiga) di Teknik Elektro Program Studi Teknik

32 Purwanto juga mendefinisikan kemampuan analisis (analysis) adalah kemampuan memahami sesuatu dengan menguraikannya kedalam unsur-unsur. 33 Suyadi juga

perilaku seksual remaja (variabel tergantung) yang tidak normal.. maka hasil ini tidak bisa di generalisasikan ke semua

sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul SIKAP MASYARAKAT KAMORO WILAYAH MIMIKA TIMUR MENGENAI. PROGRAM REKLAMASI DAN REVEGETASI

dari populasi yang ada 34 Teknik penelitian diambil dengan menggunakan teknik acak sederhana (Simple Random Sampling).. Teknik ini

Berdasarkan hasil dari wawancara dan data yang telah penulis kumpulkan, diketahui bahwa prosedur pemberian kredit konsumtif yang diterakan oleh Koperasi Pegawai

The quiescent power drain is only 24 milliwatts when operating from a 6 voltage supply, making the LM386 ideal for battery operation... Absolute maximum ratings are stress