BAB III.
ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN
BIDANG CIPTA KARYA
3.1 ARAHAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DAN ARAHAN
PENATAAN RUANG
Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena
turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan,
maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting
dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.
3.1.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025
RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melaluiUU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen
perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara
menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam
dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang
Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal
sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:
a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan air
minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat
serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi,
pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan
kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive
approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup,
b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka Pemenuhan
kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1)
peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan
sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3)
penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4)
penyediaan sumber- sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi
bagi masyarakat miskin.
c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan
adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh.
Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana
dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin
ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.
d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan RPJMN,
yaitu:
• RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan
dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.
• RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan
berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota
tanpa permukiman kumuh.
3.1.2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014
RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010
menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi
masyarakat Dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang layak
sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28H, pemerintah memfasilitasi penyediaan perumahan bagi
masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan
sarana dasar permukiman, seperti air minum, air limbah, persampahan dan drainase.
Dokumen RPJMN juga menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur permukiman
pada periode 2010-2014, yaitu:
a. Tersedianya aksesair minumbagi 70 % penduduk pada akhir tahun 2014, dengan perincian
akses air minum perpipaan 32 persen dan akses air minum non-perpipaan terlindungi 38 %.
b. Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir tahun 2014,
yang ditandai dengan tersedianya akses terhadap sistem pengelolaan air limbah terpusat
(off-site)bagi 10% total penduduk, baik melalui sistem pengelolaan air limbah terpusat skala
kota sebesar 5% maupun sistem pengelolaan air limbah terpusat skala komunal sebesar 5 %
serta penyediaan akses dan peningkatan kualitassistem pengelolaan air limbah setempat
(on-site)yang layak bagi 90 % total penduduk.
c. Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 % rumah tangga di daerah
perkotaan.
d. Menurunnya luasgenangansebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis perkotaan.
Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan pembangunan diarahkan untuk
meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang memadai,
melalui:
a. Menyediakan perangkat peraturan di tingkat Pusat dan/atau Daerah,
b. Memastikan ketersediaan air baku air minum,
c. Meningkatkan prioritas pembangunan prasarana dan sarana permukiman,
d. Meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum, penanganan air limbah, dan
pengelolaan persampahan,
f. Meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman,
g. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS),
h. Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan infrastruktur,
i. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta,
j. Mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang resapan.
3.1.3 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan pertumbuhan ekonomi
7-9 persen per tahun, Pemerintah menyusun MP3EI yang ditetapkan melalui Perpres No. 32
Tahun 2011. Dalam dokumen tersebut pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan sesuai
tema pembangunan masing-masing dengan prioritas pada kawasan perhatian investasi (KPI
MP3EI). Ditjen Cipta Karya diharapkan dapat mendukung penyediaan infrastruktur permukiman
pada KPI
Prioritas untuk menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut. Kawasan Perhatian Investasi
atau KPI dalam MP3EI adalah adalah satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang
terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan
KPI dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi
3.1.4 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia (MP3KI)
Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi
dengan upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan MP3KI
dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan
angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah
dan di semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada
tahun 2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu:
a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi,dan mampu
melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan,
b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di
masa mendatang,
c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat miskin dan
rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan regional dengan
Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan penting dalam
pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat
(PNPMPerkotaan/P2KP, PPIP, Pamsimas, Sanimas dsb) serta Program Pro Rakyat.
3.1.5 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
UU No. 39 Tahun 2009menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan
dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK
dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi
dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang
memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di samping zona ekonomi, KEK juga
dilengkapi zona fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Ditjen Cipta Karya dalam hal ini
diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut sehingga
menunjang kegiatan ekonomi di KEK.
3.1.6 Direktif Presiden Program Pembangunan Berkelanjutan
Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian,
Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pembangunan berkeadilan yang meliputi
Program pro rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program Pencapaian MDGs. Ditjen Cipta Karya
memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat terutama program air bersih
untuk rakyat dan program peningkatak\n kehidupan masyarakat perkotaan. Sedangkan dalam
pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan air minum
dan sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.
3.2 RENCANA STRATEGIS BIDANG CIPTA KARYA
3.2.1 UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU Perumahan dan Kawasan Permukiman membagi tugas dan kewenangan Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Kabupaten/Kota dalam
penyelenggaraan permukiman mempunyai tugas:
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di
bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan
b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan
kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan
hunian, dan kawasan permukiman.
d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan
perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.
f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.
h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.
i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan
kawasan permukiman.
j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.
AdapunwewenangPemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugasnya yaitu:
a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada
tingkat kabupaten/kota.
b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada
tingkat kabupaten/kota.
e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan
f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat
kabupaten/kota.
g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota
dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.
h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan
permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.
i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh
pada tingkat kabupaten/kota.
Di samping mengatur tugas dan wewenang, UU ini juga mengatur penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan
peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah
pendanaan dan pembiayaan, hak kewajiban dan peran masyarakat.
UU ini mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman yang tidak layak huni
karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas
bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu perlu dilakukan
upaya pencegahan, terdiri dari pengawasan, pengendalian, dan pemberdayaan masyarakat, serta
upaya peningkatan kualitas permukiman, yaitu pemugaran, peremajaan, dan permukiman kembali.
3.2.2 UU No.28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung
Undang-Undang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa penyelenggaraan bangunan
gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan
pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Setiap
bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai
dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan administratif meliputi persyaratan status hak atas
tanah, status
kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan. Sedangkan persyaratan teknis
meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung. Persyaratan
tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur
bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan, yang ditetapkan melalui
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
a. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya
harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau
yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Di samping itu, sistem
penghawaan, pencahayaan, dan pengkondisian udara dilakukan dengan
mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi dalam bangunan gedung (amanat
green building).
b. Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan dilestarikan. Pelaksanaan
perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan gedung dan
lingkungannya hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter
cagar budaya yang dikandungnya.
c. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia merupakan
keharusan bagi semua bangunan gedung.
3.2.3 UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
UU Sumber Daya Air pada dasarnya mengatur pengelolaan sumber daya air, termasuk
didalamnya pemanfaatan untuk air minum. Dalam hal ini, negara menjamin hak setiap orang untuk
mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang
sehat, bersih, dan produktif.
Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan
pengembangan sistem penyediaan air minum dimana Badan usaha milik negara dan/atau badan
usaha milik daerah menjadi penyelenggaranya. Air minum rumah tangga tersebut merupakan air
dengan standar dapat langsung diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan dinyatakan
sehat menurut hasil pengujian mikrobiologi. Selain itu, diamanatkan pengembangan sistem
penyediaan air minum diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan
sarana sanitasi.
3.2.4 UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
UU No. 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah bertujuan untuk
sumber daya. Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga dilakukan dengan pengurangan sampah, dan penanganan sampah. Upaya pengurangan
sampah dilakukan dengan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan
pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi:
a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,
jumlah, dan/atau sifat sampah,
b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah
ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu,
c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat
penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju
ke tempat pemrosesan akhir,
d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik,komposisi, dan jumlah sampah,
e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
Undang-undang tersebut juga melarang pembuangan sampah secara terbuka di tempat
pemrosesan akhir. Oleh karena itu, Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir
sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka dan mengembangkan TPA dengan
sistemcontrolled landfillataupunsanitary landfill.
3.2.5 UU No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
Dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak, Ditjen Cipta Karya turut serta dalam
pembangunan Rusunawa yang dilakukan berdasarkan UU No. 20 Tahun 2011. Dalam
undang-undang tersebut Rumah susun didefinisikan sebagai bangunan gedung bertingkat yang dibangun
dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian
yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan
satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk
tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Peraturan ini juga mengatur perihal pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan,
pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan,
tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem pembiayaan, dan peran
BAB III. ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG
CIPTA KARYA...9
3.1. Arahan Kebujakan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang ...Error! Bookmark not defined. 3.1.1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 ... 9
3.1.2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 ... 11
3.1.3. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)... 12
3.1.4. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia (MP3KI)... 13
3.1.5. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) ... 14
3.1.6. Direktif Presiden Program Pembangunan Berkelanjutan ... 14
3.2. Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya... 14
3.2.1. UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman 14 3.2.2. UU No.28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung ... 16
3.2.3. UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air ... 17
3.2.4. UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah ... 17